Maria Catarina Sumarsih: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
Rescuing 3 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.9.5 |
||
(1 revisi perantara oleh pengguna yang sama tidak ditampilkan) | |||
Baris 14:
|occupation = [[HAM|Aktivis HAM]]
|spouse=Antonius Maria Jamari Arief Priyadi<ref>{{Cite web |url=http://majalah.hidupkatolik.com/2017/05/18/5654/maria-katarina-sumarsih-lilin-paskah-sumarsih |title=Salinan arsip |access-date=2019-09-11 |archive-date=2019-02-22 |archive-url=https://web.archive.org/web/20190222061934/http://majalah.hidupkatolik.com/2017/05/18/5654/maria-katarina-sumarsih-lilin-paskah-sumarsih/ |dead-url=yes }}</ref>
|children={{unbulleted list|[[
'''Maria Catarina Sumarsih''' ({{lahirmati|[[Salatiga]], [[Jawa Tengah]]|5|5|1952}}) adalah ibu dari [[Benardinus Realino Norma Irawan]] (Wawan) mahasiswa Universitas Atma Jaya yang tewas saat [[Tragedi Semanggi|Tragedi Semanggi I]].<ref>{{Cite news|url=https://nasional.kompas.com/read/2011/03/11/08372636/sumarsih.semoga.saya.masih.kuat.|title=Sumarsih: Semoga Saya Masih Kuat...|date=2011-03-11|work=[[Kompas.com]]|language=en|access-date=2018-05-20|editor-last=Soebijoto|editor-first=Hertanto|archive-date=2012-09-29|archive-url=https://web.archive.org/web/20120929024741/http://nasional.kompas.com/read/2011/03/11/08372636/Sumarsih.Semoga.Saya.Masih.Kuat.|dead-url=no}}</ref>
Ia menamatkan pendidikan [[Sekolah Rakyat]] pada tahun 1963 dan melanjutkan ke tingkat Sekolah Menengah Ekonomi Pertama (SMEP) dan akhirnya menyelesaikan Sekolah Menengah Ekonomi Atas (SMEA) Negeri di [[Salatiga]] tahun 1969.<ref>{{Cite book|title=Ingatan Yang Menjadi Peluru; Sumarsih, Keluarga Korban Peristiwa Semanggi I|last=-|first=KontraS|publisher=KontraS|year=2009|isbn=|location=Jakarta|pages=1}}</ref> Ia menikah dengan Arief Priyadi pada tanggal 5 Desember 1976 dan dikarunia dua orang anak yaitu Bernardinus Realino Norma Irmawan atau Wawan dan Benedicta Rosalia Irma Normaningsih. Pada tahun 1977 ia pindah ke [[Jakarta]]. Hingga tahun 1983 ia mengajar di [[SMP Budi Murni]] [[Jakarta Barat]], sampai akhirnya ia diterima bekerja di [[Sekretariat Jendral DPR RI|Sekretariat Jendral DPR-RI]].
Baris 23:
== Tragedi Semanggi I ==
Pada hari Jumat, 13 November 1998, Arief mendapat telepon dari Wawan bahwa keadaan sedang genting di depan Universitas Atma Jaya, dengan aparat militer mengepung para mahasiswa yang sedang berunjuk rasa.<ref name=":12">{{Cite book|title=Saatnya Korban Berbicara: Menatap Derap Merajut Langkah|last=Chamim|first=Mardiya|publisher=Jaringan Solidaritas Untuk Kemanusiaan|year=2009|isbn=|location=Jakarta|pages=71-73}}</ref> Lewat telepon itu, Wawan mengabarkan bahwa ia tidak akan pulang. Sekitar pukul 17.00, Sumarsih mendapat telepon yang datang dari teman Wawan bernama Ivon. Dari pembicaraan tersebut, Ivon menanyakan keberadaan Wawan dan ia mengakhiri pembicaraan dengan berjanji mencari keberadaan Wawan. Tidak lama setelah telepon dari Ivon, Sumarsih mendapat telepon dari Romo Sandiyawan Sumardi SJ yang mengabarkan bahwa Wawan telah tertembak dan telah dibawa ke [[Rumah Sakit Jakarta]].<ref>{{Cite book|title=Ingatan Yang Menjadi Peluru; Sumarsih, Keluarga Korban Peristiwa Semanggi I|last=-|first=KontraS|publisher=KontraS|year=2009|isbn=|location=Jakarta|pages=5}}</ref> Sumarsih bersama dengan Arief, Irma dan adiknya sampai di Rumah Sakit Jakarta dan segera menuju basemen Rumah Sakit. Di ruang jenazah basemen Rumah Sakit Jakarta, Wawan telah diletakkan di keranda terbuka, lubang bekas penembakan di bagian dada kiri terlihat jelas dari kaos putih yang ia kenakan.<ref name=":12" /> Dari hasil otopsi yang dilakukan oleh dr. Budi Sampurno, ditemukan bahwa Wawan tewas dengan tembakan peluru tajam.<ref name=":32">{{Cite book|url=https://www.worldcat.org/oclc/191731057|title=Melawan pengingkaran.|last=1976-|first=Hamid, Usman,|last2=(Indonesia)|first2=Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan|date=2006|publisher=KontraS|isbn=9799822580|edition=Cet. 1|location=Menteng, Jakarta|oclc=191731057|access-date=2018-05-20|archive-date=2024-08-14|archive-url=https://web.archive.org/web/20240814035155/https://search.worldcat.org/title/191731057|dead-url=no}}</ref> Setelah otopsi, sekitar pukul 00.30, jenazah Wawan diantarkan ke kediamannya.<ref>{{Cite book|title=Ingatan Yang Menjadi Peluru; Sumarsih, Keluarga Korban Peristiwa Semanggi I|last=-|first=KontraS|publisher=KontraS|year=2009|isbn=|location=Jakarta|pages=7}}</ref>
Menurut kesaksian Ita F. Nadia, seorang senior di [[Tim Relawan untuk Kemanusiaan]] (TRuK), sebelum ditembak, Wawan bersama dengan 6 orang kawannya berusaha menetralisir gas air mata dengan menyemprotkan air hydran, saat ia tertembak, tas berisi obat-obatan masih menggantung di lehernya.<ref name=":32" /> Pernyataan ini diperkuat oleh Dian, seorang wartawan radio yang berada di samping Wawan pada saat kejadian. Menurutnya, sebelum Wawan pergi menolong salah satu korban, ia telah meminta izin kepada salah satu aparat militer untuk menolong korban dan diperbolehkan. Wawan juga melambaikan bendera putih sebagai simbol posisinya yang netral, akan tetapi ia tetap terkena tembakan di bagian dada saat ia sedang mengangkat korban.<ref>{{Cite book|title=Ingatan Yang Menjadi Peluru; Sumarsih, Keluarga Korban Peristiwa Semanggi I|last=-|first=KontraS|publisher=KontraS|year=2009|isbn=|location=Jakarta|pages=10-11}}</ref>
Baris 33:
Advokasi Sumarsih dan kalangan keluarga korban juga dibantu oleh rekan-rekan [[Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan|Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS)]] dan TRuK yang melakukan audiensi ke Mahkamah Agung pada tanggal 4 September 2001. Melalui audiensi yang dilakukan, dinyatakan bahwa Rekomendasi DPR-RI mengenai kasus Trisakti, Semanggi I dan II tidak mengikat dan juga tidak memiliki kekuatan hukum.<ref name=":32" /> Selain mengunjungi Mahkamah Agung, Sumarsih dan keluarga korban dengan beberapa lembaga lainnya mengunjungi [[Komisi Nasional Hak Asasi Manusia|Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)]] yang akhirnya menghasilkan terbentuknya KPP HAM Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II, walaupun mereka tidak berhasil memanggil jenderal yang diduga melakukan pelanggaran HAM.<ref name=":32" />
Pada pergantian periode anggota DPR-RI, Sumarsih dan kalangan korban serta keluarga korban melakukan audiensi dengan Komisi Hukum DPR-RI yang menghasilkan diungkapkannya kembali kasus Trisakti, Semanggi I dan II, akan tetapi kasus Trisakti, Semanggi I dan II tetapi tidak masuk ke dalam agenda pembahasan Rapat Bamus DPR-RI pada tanggal 22 September 2005.<ref>{{Cite book|title=Saatnya Korban Berbicara: Menatap Derap Merajut Langkah|last=Chamim|first=Mardiya|publisher=Jaringan Solidaritas Untuk Kemanusiaan|year=2009|isbn=|location=Jakarta|pages=91-94}}</ref> Pada tanggal 9 Januari 2007, pertemuan diadakan dengan kehadiran kalangan korban dan keluarga korban bersama [[Suciwati]], yang menjadi awal terbentuknya aksi Kamisan, dengan payung dan atribut hitam.<ref>{{Citation|last=paguyuban pamitnya meeting|title=KAMIS|date=2017-12-06|url=https://www.youtube.com/watch?v=q-t66dvvJ1Q&t=790s|accessdate=2018-05-20|archive-date=2024-08-14|archive-url=https://web.archive.org/web/20240814035237/https://www.youtube.com/watch?v=q-t66dvvJ1Q&t=790s|dead-url=no}}</ref> Aksi ini dilangsungkan di depan istana negara selama satu jam, dilanjutkan dengan penyampaian aspirasi-aspirasi para peserta mengenai isu-isu HAM.<ref>{{Cite book|title=Ingatan Yang Menjadi Peluru; Sumarsih, Keluarga Korban Peristiwa Semanggi I|last=-|first=KontraS|publisher=KontraS|year=2009|isbn=|location=Jakarta|pages=21}}</ref>
Masih banyak kegiatan yang diikuti oleh Sumarsih. Sudah banyak audiensi yang dia lakukan, antara lain ke Presiden, DPR, Komnas HAM, mendatangi Puspom TNI hingga demonstrasi di jalanan. Sudah banyak orasi yang dia lakukan untuk menyuarakan tegaknya HAM. Berbagai diskusi dan kesaksian tentang pelanggaran dia ikuti. Bersama [[Tim Relawan untuk Kemanusiaan]], Sumarsih mendata kondisi korban pelanggaran HAM di Jakarta. Dengan lancar dia bisa bercerita panjang lebar mengenai kondisi-kondisi korban yang lain. Sumarsih juga mendampingi para keluarga korban yang lain, agar mereka lebih kuat dan tetap mau memperjuangkan keadilan yang menjadi hak mereka. Perjuangan Sumarsih ternyata mendapat dukungan dari banyak pihak. Kenyataan itulah yang semakin menguatkan langkahnya untuk membela korban pelanggaran HAM di Indonesia.
|