Suku Tanjung: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Batubiru (bicara | kontrib)
Batubiru (bicara | kontrib)
(1 revisi perantara oleh pengguna yang sama tidak ditampilkan)
Baris 40:
{{utama|Penghulu}}
[[Berkas:COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Poserende_Minangkabause_adathoofden_in_adatkostuum_uit_Solok_TMnr_10005040.jpg|thumb|right|150px|Busana petinggi adat Minangkabau]]
Pangulu (kepala desa) ditujukan kepada niniak mamak 'pemangku adat' yang bergelar Datuak (keagungan)<ref>{{Cite journal|last=Isman|first=Mhd|last2=Butar-butar|first2=Charles|date=2023-04-30|title=Mutual Cooperation in the Batagak Pangulu Tradition (Information of Penhulu) in Minangkabau|url=http://dx.doi.org/10.47175/rissj.v4i2.682|journal=Randwick International of Social Science Journal|volume=4|issue=2|pages=428–434|doi=10.47175/rissj.v4i2.682|issn=2722-5674}}</ref>. Istilah pangulu berasal dari kata hulu 'hulu' yang kemudian diartikan kepala atau pemimpin<ref>{{Cite journal|last=Hakim|first=Lukmanul|last2=Meria|first2=Aziza|last3=Sandora|first3=Lisna|last4=Aisyah|first4=Siti|last5=Yulniza|date=2020-05-31|title=Dari Minangkabau Untuk Dunia Islam|url=http://dx.doi.org/10.37108/tabuah.v24i1.270|journal=Majalah Ilmiah Tabuah: Ta`limat, Budaya, Agama dan Humaniora|volume=24|issue=1|pages=25–38|doi=10.37108/tabuah.v24i1.270|issn=2614-7793}}</ref> Gelar Datuak ini diberikan kepada pemimpin sebuah suku atau korong di wilayah populasi etnis Minangkabau. Gelar datuak disebut juga gelar sako di Minangkabau. Selain gelar datuak ada gelar yang diberikan kepada laki-laki di Minangkabau pada hari pernikahannya dan semenjak itu dianjurkan sekali bagi siapa pun untuk memanggil laki-laki tersebut dengan gelarnya<ref>{{Cite journal|last=Nur Fadilla|last2=Mayasari Mayasari|last3=Hidayati Hidayati|date=2024-01-05|title=The Symbolic Meaning In Minangkabau Bukittinggi Traditional Wedding : Semiotics Studies|url=http://dx.doi.org/10.61132/sintaksis.v2i1.289|journal=Sintaksis : Publikasi Para ahli Bahasa dan Sastra Inggris|volume=2|issue=1|pages=149–159|doi=10.61132/sintaksis.v2i1.289|issn=3031-3368}}</ref>. Jadi bukan lagi dengan memanggil nama kecilnya, sebagai bentuk penghormatan kepada orang yang sudah dewasa. Bagi masyarakat Minangkabau, pangulu merupakan sebutan kepada ninik mamak pemangku adat yang bergelar datuak<ref>{{Cite journal|last=Wulandari|first=Yosi|last2=Merawati|first2=Fitri|date=2021-12-22|title=Ajaran Adat dan Pusaka Penghulu dalam Pantun Adat Minangkabau karya N.M. Rangkoto|url=http://dx.doi.org/10.24036/komposisi.v22i2.114318|journal=Komposisi: Jurnal Pendidikan Bahasa, Sastra, dan Seni|volume=22|issue=2|pages=137|doi=10.24036/komposisi.v22i2.114318|issn=2548-9097}}</ref>. Akan tetapi mengangkat kebesaran adat tidak dikatakan mengangkat datuak, melainkan mengangkat penghulu. Istilah penghulu berasal dari kata “ hulu “, artinya kepala<ref>{{Cite journal|last=Wibowo|first=Suryo Arief|date=2022-08-31|title=Peranan Penghulu Pada Masa Keresidenan Palembang Tahun (1299-1361 H/ 1831-1942 M)|url=http://dx.doi.org/10.19109/tanjak.v2i3.14027|journal=Tanjak: Sejarah dan Peradaban Islam|volume=2|issue=3|pages=282–296|doi=10.19109/tanjak.v2i3.14027|issn=2774-5392}}</ref>. Yang dimaksud kepala di sini adalah pimpinan. Dengan demikian seorang penghulu sama artinya dengan pemimpin.
[[Berkas:COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Poserende_Minangkabause_mannen_TMnr_10005045.jpg|thumb|left|Busana pemuda Minangkabau]]
 
Sebagai pemimpin, seorang panghulu (datuak) bertanggung jawab dan berkewajiban memelihara anggota kaum, suku, dan nagari<ref>{{Cite journal|date=2016-10-28|title=WUJUD KIAS DALAM TAMBO MINANGKABAU|url=http://dx.doi.org/10.22202/jg.2016.v2i2.736|journal=Gramatika STKIP PGRI Sumatera Barat|volume=2|issue=2|doi=10.22202/jg.2016.v2i2.736|issn=2442-8485}}</ref>. Penghulu (datuak) bertanggung jawab terhadap permasalahan yang terdapat dalam masyarakat, dan hal ini merupakan kewajiban penghulu“kusuik manyalasai, karuah mampajaniah“ (kusut menyelesaikan, keruh menjernihkan). Menurut Nasroen (dalam diktat LKAAM, 2002:208) menjelaskan bahwa penghulu (datuak) itu “digadangkan mangkonyo gadang” (dibesarkan makanya besar) sebagaimana dikatakan “tumbuahnyo di tanam, tingginyo dianjuang, gadangnyo diamba“ (tumbuhnya ditanam, tingginya disanjung, besarnya disegani). Maksudnya jabatan penghulu (datuak) itu diperoleh oleh seseorang karena diangkat oleh anggota kaumnya sendiri<ref>{{Cite journal|last=Amrizal|first=Amrizal|date=2011-10-20|title=ASAL USUL DAN MAKNA NAMA GELAR DATUAK DI NAGARI NAN TUJUAH KECAMATAN PALUPUH KABUPATEN AGAM|url=http://dx.doi.org/10.25077/we.v2.i2.21|journal=Jurnal Elektronik WACANA ETNIK|volume=2|issue=2|pages=73|doi=10.25077/we.v2.i2.21|issn=2302-7142}}</ref>
 
====== ''Persyaratan penghulu'' ======
Baris 73:
{{utama|Perantau Minang}}
[[Berkas:Buka-cabang-di-amsterdam-dpr-apresiasi-ekspansi-bni-gql.webp|thumb|left|Legislator asal Sumatera Barat Andre Rosiade mengunjungi Restoran Padang di Den Haag, Belanda, Warung Makan Lapek yang dikelola oleh perantau Minang Uni Suprapti Tanjung<ref>{{Cite web|title=Buka Cabang di Amsterdam, DPR Apresiasi Ekspansi BNI|url=https://ekbis.sindonews.com/read/807993/178/buka-cabang-di-amsterdam-dpr-apresiasi-ekspansi-bni-1656076014|website=SINDOnews Ekbis|language=id-ID|access-date=2024-08-14}}</ref>]]
Masyarakat Minangkabau semenjak zaman dahulu dikenal sebagai masyarakat perantau<ref>{{Cite journal|last=Romli|first=Khomsahrial|date=2019-09-09|title=DINAMIKA IDENTITAS BUDAYA PERANTAU ETNIS MINANGKABAU DI BANDAR LAMPUNG|url=http://dx.doi.org/10.24042/komunika.v2i1.4755|journal=KOMUNIKA|volume=2|issue=1|pages=29–41|doi=10.24042/komunika.v2i1.4755|issn=2615-5206}}</ref>. Tradisi ini menjadi menjadi semacam kewajiban bagi mereka yang mulai beranjak usia dewasa. Tradisi merantau di Minangkabau sudah ada sejak abad ke-7 ketika para pedagang Minangkabau meninggalkan kampung halaman mereka untuk berjualan emas di Jambi dan ikut mendirikan Kerajaan Melayu<ref>{{Cite journal|last=Sellato|first=Bernard|date=2000-07-20|title=Didier Millet, Indonesian Heritage [a series of ten volumes, with various editors]|url=http://dx.doi.org/10.4000/moussons.5743|journal=Moussons|issue=2|doi=10.4000/moussons.5743|issn=1620-3224}}</ref>.
 
Sebagai sebuah tradisi, merantau mengacu pada beberapa ajaran yang terkandung dalam petata petitih, yaitu peribahasa yang dikenal sebagai sastra Melayu. Karya sastra dalam petata petitih dapat berisi nasihat, pandangan, pedoman untuk kehidupan yang lebih baik, dan tuntunan hubungan sosial dalam masyarakat. Masyarakat adat Minangkabau sering menggunakan petata petitih untuk menyampaikan nasihat kepada keturunan mereka<ref>{{Cite journal|last=Siregar|first=Fatahuddin Aziz|last2=Yulika|first2=Febri|last3=Nofialdi|first3=Nofialdi|last4=Harahap|first4=Ikhwanuddin|last5=Ridwan|first5=Benny|last6=Syahputra|first6=Iswandi|date=2022-06-16|title=Merantau in The Ethnic Tradition of Minangkabau: Local Custom Without Sharia Basis?|url=https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/samarah/article/view/9954|journal=Samarah: Jurnal Hukum Keluarga dan Hukum Islam|language=en|volume=6|issue=1|pages=115–138|issn=2549-3167}}</ref>