''Kojiki'' menceritakan bahwa alam semesta bermula dengan ''{{lang|ja-Latn|ame-tsuchi}}'', pemisahan elemen ringan dan murni (''{{lang|ja-Latn|ame}}'', "surga") dari elemen berat (''{{lang|ja-Latn|tsuchi}}'', "bumi").{{sfnm|1a1=Bocking|1y=1997|1p=5|2a1=Picken|2y=2011|2p=38|3a1=Cali|3a2=Dougill|3y=2013|3p=19}} Tiga ''kami'' kemudian muncul: [[Amenominakanushi]], [[Takamimusubi|Takamimusuhi no Mikoto]], dan [[Kamimusubi|Kamimusuhi no Mikoto]]. ''Kami'' lainnya muncul setelah mereka, termasuk [[Izanagi]] dan [[Izanami]] yang bersaudara.{{sfnm|1a1=Cali|1a2=Dougill|1y=2013|1p=19|2a1=Hardacre|2y=2017|2p=48}} Para ''{{lang|ja-Latn|kami}}'' menyuruh Izanagi dan Izanami untuk membuat daratan di bumi. Untuk itu, sepasang saudara itu mengaduk lautan asin dengan tombak bepermata, dari sana [[Pulau Onogoro]] terbentuk.{{sfnm|1a1=Kitagawa|1y=1987|1p=143|2a1=Cali|2a2=Dougill|2y=2013|2pp=19–20|3a1=Hardacre|3y=2017|3p=49}} Izanagi dan Izanami kemudian turun ke Bumi di mana Izanami melahirkan ''{{lang|ja-Latn|kami}}''-''kami'' selanjutnya. Salah satunya adalah ''{{lang|ja-Latn|kami}}'' api yang kelahirannya menewaskan Izanami.{{sfnm|1a1=Kitagawa|1y=1987|1p=143|2a1=Cali|2a2=Dougill|2y=2013|2p=20|3a1=Hardacre|3y=2017|3p=50}} Izanagi kemudian turun ke dunia bawah tanah (''{{lang|ja-Latn|yomi}}'') untuk menyelamatkan saudarinya tetapi ia melihat tubuh Izanami yang membusuk di sana. Malu terlihat dalam keadaan tersebut, Izanami mengusir saudaranya keluar dari ''{{lang|ja-Latn|yomi}}'' dan Izanagi pun menutup pintu masuknya.{{sfnm|1a1=Kitagawa|1y=1987|1p=143|2a1=Bocking|2y=1997|2p=67|3a1=Cali|3a2=Dougill|3y=2013|3p=20|4a1=Hardacre|4y=2017|4p=50}}
Izanagi mandi di laut untuk membersihkan diri dari kotoran karena menyaksikan pembusukan Izanami. Melalui tindakan ini, ''kami'' selanjutnya muncul dari tubuhnya: [[Amaterasu]] (''{{lang|ja-Latn|kami}}'' matahari) lahir dari mata kirinya, [[Tsukuyomi]] (''{{lang|ja-Latn|kami}}'' bulan) dari mata kanannya, dan [[Susanoo]] (''{{lang|ja-Latn|kami}}'' badai) dari hidungnya.{{sfnm|1a1=Offner|1y=1979|1p=196|2a1=Kitagawa|2y=1987|2p=143|3a1=Bocking|3y=1997|3p=67|4a1=Cali|4a2=Dougill|4y=2013|4p=20|5a1=Hardacre|5y=2017|5p=53}} Susanoo berperilaku merusak; untuk menghindarinya, Amaterasu menyembunyikan diri dalam sebuah gua, menenggelamkan bumi dalam kegelapan. ''{{lang|ja-Latn|kami}}'' yang lain akhirnya berhasil membujuk Amaterasu keluar.{{sfnm|1a1=Offner|1y=1979|1pp=196–197|2a1=Kitagawa|2y=1987|2p=144|3a1=Bocking|3y=1997|3p=3|4a1=Cali|4a2=Dougill|4y=2013|4p=21|5a1=Hardacre|5y=2017|5pp=53-54}} Susanoo kemudian dibuang ke bumi di mana ia menikah dan memiliki anak.{{sfnm|1a1=Cali|1a2=Dougill|1y=2013|1p=22|2a1=Hardacre|2y=2017|2p=54}} Menurut ''Kojiki'', Amaterasu kemudian mengirim cucunya, [[Ninigi]], untuk memerintah Jepang dan memberinya manik-manik berlengkung, cermin, dan pedang: simbol otoritas kekaisaran Jepang.{{sfnm|1a1=Kitagawa|1y=1987|1p=144|2a1=Hardacre|2y=2017|2p=57}} Amaterasu tetapmasih menjadi ''{{lang|ja-Latn|kami}}'' yang mungkin paling dihormati di Jepang.{{sfn|Littleton|2002|p=98}}
=== Kosmologi dan kehidupan setelah kematian ===
Dalam Shinto, prinsip daya ciptapenciptaan yang menembusmenghubungkan seluruh bentuk kehidupan dikenal sebagai ''{{lang|ja-Latn|musubi}}'', danhal diasosiasikanyang denganmemiliki ''{{lang|ja-Latn|kami}}'' tersendiri.{{sfnm|1a1=Bocking|1y=1997|1p=129|2a1=Boyd|2a2=Williams|2y=2005|2p=34}} DalamKonsep pemikirandualitas tradisionalkebaikan Jepang,dan keburukan tidak adaditemukan konseppada dualitaspemikiran yangtradisional menyeluruh antara kebaikan dan keburukanJepang.{{sfnm|1a1=Littleton|1y=2002|1p=26|2a1=Picken|2y=2011|2p=36}} Konsep dari ''{{lang|ja-Latn|aki}}'' mencakup kemalangan, ketidakbahagiaan, dan bencana, meskipuntetapi konsep ini tidak sesuaidapat disamakan dengan konsep Baratkeburukan mengenaipada keburukanpemikiran Barat.{{sfn|Picken|2011|p=36}} Tidak ada [[eskatologi]] dalam Shinto.{{sfn|Picken|2011|p=71}}
Teks-teks seperti ''Kojiki'' dan ''Nihon Shoki'' menggambarkan banyak alam dalam kosmologi Shinto.{{sfn|Doerner|1977|pp=153–154}} Teks tersebut menghadirkan alam semesta yang dibagi menjadi tiga bagian: Dataran Tinggi Surga (''{{lang|ja-Latn|Takama-no-hara}}''), tempat ''{{lang|ja-Latn|kami}}'' hidup; Dunia yang FenomenalFenomena atau TerwujudManifestasi (''{{lang|ja-Latn|Utsushi-yo}}''), tempat manusia tinggal; dan Dunia Bawah (''{{lang|ja-Latn|Yomotsu-kuni}}''), tempat roh-roh jahat bersemayam.{{sfnm|1a1=Kitagawa|1y=1987|1p=143|2a1=Bocking|2y=1997|2p=216}} Namun demikian, teksnaskah-teksnaskah mitologis tidak menarikmenggambarkan demarkasipembatasan yang tegas antara alam-alam ini.{{sfn|Kitagawa|1987|p=143}}
Shinto mencakup kepercayaan pada roh atau jiwa manusia, yang disebut (''{{lang|ja-Latn|mitama}}'' atau ''{{lang|ja-Latn|tamashii}}'',) yang mengandung empat aspek.{{sfn|Hardacre|2017|p=75}} Meskipun gagasan asli mengenai kehidupan setelah kematian mungkin berkembang dengan baik sebelum kedatangan agama Buddha,{{sfn|Littleton|2002|p=90}} orang Jepang kontemporer sering mengadopsi konsep Buddhis mengenaitentang kehidupan setelah kematianitu.{{sfn|Littleton|2002|p=89}} Shinto modern lebih menekankan pada kehidupan saat ini daripada kehidupan setelah kematian.{{sfnm|1a1=Doerner|1y=1977|1p=153|2a1=Littleton|2y=2002|2p=90}} Kisah-kisah mitologis seperti ''Kojiki'' menggambarkan ''{{lang|ja-Latn|yomi}}'' atau ''{{lang|ja-Latn|yomi-no-kuni}}'' sebagai alam orang mati,{{sfnm|1a1=Littleton|1y=2002|1p=90|2a1=Picken|2y=2011|2p=71}} meskipun alam tersebut tidak memainkan peran dalam Shinto modern.{{sfn|Littleton|2002|p=90}} Gagasan Shinto modern mengenai kehidupan setelah kematian sebagian besar berkisar pada gagasan bahwa roh bertahanterus dariada kematiansetelah tubuh mengalami kematian dan terus membantu mereka yang hidup. Setelah 33 tahun, mereka kemudian menjadi bagian dari keluarga ''{{lang|ja-Latn|kami}}'' keluarga.{{sfn|Littleton|2002|pp=89-91}} Roh-roh leluhur ini kadang-kadang dianggap bersemayam di pegunungan,{{sfnm|1a1=Littleton|1y=2002|1p=91|2a1=Picken|2y=2011|2p=39}} mereka turun dari sana mereka turun untuk mengambilikut bagianserta dalam acara pertanian.{{sfn|Picken|2011|p=39}} Keyakinan kehidupan setelah kematian daridalam Shinto juga termasukmencakup ''{{lang|ja-Latn|obake}}'', roh gelisah yang mati dalam keadaan buruk dan sering membalas dendam.{{sfn|Littleton|2002|p=92}}
=== Kesucian dan ketidaksucian ===
PokokTema utamakunci dalam Shinto adalah menghindari ''[[kegare]]'' ("polusi" atau "kotoran"),{{sfnm|1a1=Bocking|1y=1997|1p=93|2a1=Cali|2a2=Dougill|2y=2013|2p=20}} sambil memastikan ''[[harae]]'' ("kesucian").{{sfnm|1a1=Nelson|1y=1996|1p=101|2a1=Bocking|2y=1997|2p=45|3a1=Cali|3a2=Dougill|3y=2013|3p=21}} Dalam pemikiran Jepang, manusia pada dasarnya dipandang suci pada asalnya.{{sfn|Picken|2011|p=45}} Oleh karena itu, ''kegare'' dipandang sebagai kondisi sementara yang dapat diperbaiki melalui pencapaian ''harae''.{{sfn|Bocking|1997|p=93}} RitusRitual penyucian dilakukan untuk memulihkan kesehatan "spiritual" individu dan menjadikannya berguna bagi masyarakat.{{sfn|Nelson|1996|p=102}}
[[File:Karasuzumo purification ritual.jpg|thumb|left|Ritual penyucian Shinto setelah turnamen [[sumo]] anak-anak di [[Kuil Kamigamo|Kamigamo Jinja]] di [[Kyoto]]]]
Gagasan kesucian ini hadir dalam banyak aspek budaya Jepang, seperti menempatkan fokus pada mandi yang sering menjadi sorotan.{{sfn|Nelson|1996|p=38}} Penyucian misalnya dianggap penting dalam persiapan musim tanam,.{{sfn|Nelson|1996|p=63}} sedangkanContoh lain yaitu praktik para pemain teater [[noh]] menjalani ritual penyucianmenyucikan diri sebelum mereka melakukantampil dalam pertunjukannyapertunjukan.{{sfn|Picken|2011|p=7}} Di antara hal-hal yang dianggap sebagai kotoran tertentukhusus dalam Shinto adalah kematian, penyakit, sihir, mengulitipengulitan hewan hidup-hidup, hubungan sedarahinses, kebinatanganzoofilia, tinja, dan darah yang berhubungan dengan menstruasi atau persalinan.{{sfnm|1a1=Offner|1y=1979|1p=206|2a1=Nelson|2y=1996|2p=104}} Untuk menghindari ''kegare'', pendeta dan praktisi lainnyalain dapatdianjurkan melakukanmenahan diri pantang(berpantang) dan menghindari berbagai kegiatan sebelum festival atau ritual.{{sfn|Bocking|1997|p=93}}
Berbagai kata, yang disebut ''imi-kotoba'', juga dianggap tabu, dan orang-orangdihindari menghindari mengucapkannyadiucapkan saat berada di kuil; kata-kata tabu itu termasuk ''shi'' (kematian), ''byō'' (penyakit), dan ''shishi'' (daging).{{sfn|Bocking|1997|p=58}}
Upacara penyucian yang dikenal sebagai ''misogi'' melibatkan penggunaanmenggunakan air tawar, air asin, atau garam untuk menghilangkan ''kegare''.{{sfn|Bocking|1997|p=124}} Perendaman penuh di laut sering dianggap sebagai bentuk penyucian paling kunoterdahulu dan efektif.{{sfn|Nelson|1996|p=140}} Tindakan ini terkait dengan kisah mitologis ketikayang menceritakan Izanagi membenamkan dirinyadiri di laut untuk menyucikan diribersuci setelah menemukan istrinya yang sudah meninggal; darikarena tindakan tersebut, ''kami yang'' lain muncul dari tubuhnya.{{sfnm|1a1=Nelson|1y=1996|1p=141|2a1=Bocking|2y=1997|2p=124}} AlternatifPilihan lainnya adalah berendam di bawah air terjun.{{sfnm|1a1=Bocking|1y=1997|1p=124|2a1=Picken|2y=2011|2p=45}} Garam sering dianggap sebagai zat penyuci;{{sfnm|1a1=Nelson|1y=1996|1p=141|2a1=Earhart|2y=2004|2p=11}} beberapasebagian praktisi Shinto misalnya akan menaburkan garam pada diri mereka sendiri setelah pemakaman,{{sfnm|1a1=Nelson|1y=1996|1pp=141–142|2a1=Picken|2y=2011|2p=70}} sementara orang yangdan menjalankanpemilik restoran mungkin menaruh setumpuk kecil garam di luar setiap hari sebelum dibukamembuka layanan.{{sfn|Picken|2011|p=6}} Api, juga, dianggap sebagai sumber penyucian.{{sfn|Earhart|2004|p=11}} ''yaku-barai'' adalah bentuk ''harae'' yang dirancang untuk mencegah kemalangan,{{sfn|Bocking|1997|p=219}} sedangkan ''oharae'', atau "upacara penyucian besar", sering dimanfaatkandigunakan untukdalam ritual penyucian akhir tahun, dan dilakukan dua kali setahun di banyak kuil.{{sfn|Bocking|1997|p=136}} Sebelum zaman Meiji, ritual penyucian umumnya dilakukan oleh [[onmyōji|''onmyōji'']], sejenisjenis peramal yang praktiknya berasal dari filosofi [[yin dan yang]] dari Tiongkok. {{sfn|Breen|Teeuwen|2010|p=12}}
=== ''Kannagara'', moralitas, dan etika ===
Dalam Shinto, ''kannagara'' ("jalan ''kami''") menjelaskan hukum [[kosmos|tatanan alam]],{{sfn|Picken|1994|p=xxiii}} dengan ''wa'' ("harmoni") yang melekat dalam segala hal.{{sfn|Littleton|2002|p=58}} Mengacaukan ''wa'' dianggap buruk, kontribusinyasedangkan ikut serta dalam ''wa'' dianggap baik;{{sfn|Littleton|2002|pp=58, 61}} dengan demikian, subordinasi individu pada unit sosial yang lebih besar telah lama menjadi karakteristik agama tersebut.{{sfn|Littleton|2002|pp=11, 57}} Shinto menggabungkanmempunyai ceritakomponen mitos dan mitoscerita moralitasmoral tetapi tidak terdapatmemiliki doktrin etika yang menyeluruh dan terkodifikasimengatur;{{sfn|Cali|Dougill|2013|p=13}} Offner mencatat bahwa Shinto tidak menetapkan "kode perilaku yang terpadu dan sistematis".{{sfn|Offner|1979|p=191}} Pandangannya mengenai ''kannagara'' mempengaruhi pandangan etis tertentu, terfokus pada ketulusan (''makoto'') dan kejujuran (''tadashii'').{{sfn|Picken|1994|p=xxiii}} ''Makoto'' dianggap sebagai kebajikan utama dalam agama Jepang secara lebih luas.{{sfn|Bocking|1997|p=115}} Shinto terkadang menyertakan rujukan padakepada empat kebajikan yang dikenal sebagai ''akaki kiyoki kokoro'' atau ''sei-mei-shin'', yang berarti "kemurnian dan keceriaan hati", yang terkait dengan keadaan ''harae''.{{sfnm|1a1=Bocking|1y=1997|1p=157|2a1=Picken|2y=2011|2p=34}} Offner percaya bahwa dalam Shinto, gagasan mengenai kebaikan terkait dengan "apa yang memiliki, atau berhubungan dengan, keindahan, kecerahan, keunggulan, nasib baik, kemuliaan, kemurnian, kesesuaian, harmoni, kesesuaian, [dan] produktivitas."{{sfn|Offner|1979|p=198}} ''Shojiki'' dianggap sebagai kebajikan, meliputi kejujuran, kebenaran, ketulusan, dan keterusterangan.{{sfn|Bocking|1997|p=182}} Fleksibilitas Shinto mengenai moralitas dan etika sering menjadi sumber kritik, terutama dari mereka yang berpendapat bahwa agama dapat dengan mudah menjadi pionalat bagi mereka yang ingin menggunakannya untuk melegitimasi otoritas dan kekuasaan mereka.{{sfn|Nelson|1996|p=198}}
Sepanjang sejarah Jepang, gagasan "''saisei-itchi"'', atau penyatuan otoritas agama dan otoritas politik, telah lama dikenal.{{sfn|Kitagawa|1987|p=xvii}}
Cali dan Dougill mencatat bahwa Shinto telah lama diasosiasikan dengan "pandangan picik dan protektif" dari masyarakat Jepang.{{sfn|Cali|Dougill|2013|p=10}} Mereka menambahkan bahwa di zaman modern, Shinto cenderung ke arah konservatisme dan nasionalisme pada zaman modern.{{sfn|Cali|Dougill|2013|p=10}} Pada akhir tahun 1990-an, Bocking mencatat bahwa "nasionalisme yang tampak regresif sepertinya masih merupakan sekutu alami dari beberapa elemen sentral" dari Shinto.{{sfn|Bocking|1997|p=ix}} Akibat dari asosiasi ini, Shinto masih dipandang curigamencurigakan oleh berbagai kelompok [[kebebasan sipil]] di Jepang dan banyak negara tetangga Jepang.{{sfn|Bocking|1997|p=ix}}
[[File:Yasukuni Shrine 2012.JPG|thumb|right|Tindakan para pendeta di Kuil Yasukuni di Tokyo telah menimbulkan kontroversi di seluruh Asia Timur]]
Pendeta Shinto mungkin menghadapi berbagai teka-teki etika. Pada tahun 1980-an, misalnya, para pendeta di [[Kuil Suwa (Nagasaki)|Kuil Suwa]] di [[Nagasaki]] berdebat mengenai pengundangan awak kapal Angkatan Laut Amerika Serikat (AS) yang berlabuh di kota pelabuhan pada perayaan festival mereka mengingat sensitivitas mengenai [[Pemboman atom Hiroshima dan Nagasaki#Nagasaki|penggunaan bom atom oleh AS pada tahun 1945 di kota itu]].{{sfn|Nelson|1996|pp=66–67}} Dalam kasus lain, para pendeta menentang proyek konstruksi di tanah milik kuil, terkadang membuat mereka bertentangan dengan kelompok kepentingan lain.{{sfnm|1a1=Ueda|1y=1979|1p=317|2a1=Rots|2y=2015|2p=221}} Pada awal tahun 2000-an, seorang pendeta menentang penjualan tanah kuil untuk membangun [[pembangkit listrik tenaga nuklir]] di [[Kaminoseki, Yamaguchi|Kaminoseki]]; ia akhirnya ditekan untuk mengundurkan diri karena masalah ini.{{sfn|Rots|2015|p=221}} Persoalan lain yang cukup diperdebatkan adalah aktivitas [[Kuil Yasukuni]] di Tokyo. Kuil ini dikhususkan untuk para korban perang Jepang, dan pada tahun 1979 kuil tersebut mengabadikan 14 orang, termasuk [[Hideki Tojo]], yang dinyatakan sebagai terdakwa Kelas- A pada [[Pengadilan Militer Internasional untuk Timur Jauh|Pengadilan Kejahatan Perang Tokyo]] pada tahun 1946. Hal ini menimbulkan kecaman baik domestik maupun internasional, terutama dari Tiongkok dan Korea.{{sfnm|1a1=Nelson|1y=2000|1p=12|2a1=Littleton|2y=2002|2p=99|3a1=Picken|3y=2011|3pp=18–19}}
Pada abad ke-21, Shinto semakin digambarkan sebagai spiritualitas yang berpusat pada alam dengan kredensial [[environmentalism|environmentalis]].{{sfn|Rots|2015|pp=205, 207}} Kuil Shinto semakin menekankan pelestarian hutan yang mengelilingi banyak kuil,{{sfn|Rots|2015|p=209}} dan beberapasejumlah kuil telah bekerja sama dengan kampanye lingkungan lokal.{{sfn|Rots|2015|p=223}} Pada tahun 2014, sebuah konferensi antaragama internasional tentang kelestarian lingkungan diadakan di kuil Ise, dihadiri oleh perwakilan [[PBB]] dan sekitar 700tujuh ratus pendeta Shinto.{{sfn|Rots|2015|pp=205–206}} Para komentator kritis mencirikanmenyampaikan bahwa presentasi Shinto sebagai gerakan lingkungan sebagaibercirikan taktik retoris, daripadabukan upaya bersama oleh lembaga-lembaga Shinto untuk menjadi ramah lingkungan.{{sfn|Rots|2015|p=208}} Cendekiawan Aike P. Rots menyarankan bahwa reposisi Shinto sebagai "agama alam" mungkin telah tumbuh dalamsemakin popularitaspopuler sebagai sarana untuk memisahkan agama dari isu-isu kontroversial "terkait dengan ingatan perang dan patronase kekaisaran."{{sfn|Rots|2015|p=210}}
== Praktik ==
|