Ajaran Siwa-Buddha: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Pranala luar: kategorisasi
Faredoka (bicara | kontrib)
add {{Hindu}}
Tag: pranala ke halaman disambiguasi
 
(15 revisi perantara oleh 10 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{referensi}}{{rapikan}}
{{Hindu}}
'''Ajaran Siwa-Buddha''' merupakan campuran (sinkretisme) [[agama]] [[Hindu]] dan [[Agama Buddha|Buddha]] di Indonesia. Pada zaman [[Majapahit]] agama Siwa dan Buddha berpadu menjadi satu, dan ini bisa dilihat dalam beberapa karya sastra antara lain [[Kakawin Sutasoma]] dan [[Kakawin Arjunawijaya]]. Pada zaman sekarang di pulau [[Bali]] dan [[Lombok]], ajaran [[Agama Hindu Dharma|Hindu Dharma]] yang beraliran Siwa dan ajaran ''Buda'' (Siwa-Buddha)<ref>Istilah ''Buda'' di sini adalah penyebutan masyarakat Bali untuk ajaran sikretisme Siwa-Buddha ini. Bedakan dengan agama [[Buddha]] yang non-sinkretisme, misalnya aliran-aliran [[Mahayana]], [[Theravada]], [[Vajrayana]], dll.</ref> ini dianggap sebagai dua mazhab berbeda dari satu agama yang sama. Di Bali ada sebuah desa yang bernama Budakeling di [[Kabupaten Karangasem]], yang mana seluruh penduduknya menganut mazhab ini.
{{Buddhisme|aliran}}
'''Ajaran Siwa-Buddha''' merupakanadalah campuran (sinkretisme) [[agama]] [[Hindu]] dan [[Agama Buddha|Buddha]] di Indonesia. Pada zaman [[Majapahit]] agama Siwa dan Buddha berpadu menjadi satu, dan ini bisa dilihat dalam beberapa karya sastra antara lain [[Kakawin Sutasoma]] dan [[Kakawin Arjunawijaya]]. Pada zaman sekarang di pulau [[Bali]] dan [[Lombok]], ajaran [[Agama Hindu Dharma|Hindu Dharma]] yang beraliran Siwa dan ajaran ''Buda'' (Siwa-Buddha)<ref>Istilah ''Buda'' di sini adalah penyebutan masyarakat Bali untuk ajaran sikretisme Siwa-Buddha ini. Bedakan dengan agama [[Buddha]] yang non-sinkretisme, misalnya aliran-aliran [[Mahayana]], [[Theravada]], [[Vajrayana]], dll.</ref> ini dianggap sebagai dua mazhab berbeda dari satu agama yang sama. Di Bali ada sebuah desa yang bernama Budakeling di [[Kabupaten Karangasem]], yang mana seluruh penduduknya menganut mazhab ini.
 
== Sejarah ==
Baris 13 ⟶ 15:
Agama Buddha sampai di Nusantara cukup awal dan banyak informasi mengenai hal ini kita dapatkan dari sumber-sumber [[China|Tionghoa]]. [[Fa Xien]] yang datang dari [[Sri Langka]] pada tahun 414, terdampar karena angin topan yang hebat ke ''Yeh p’o t’i'' (Yawadwîpa, entah ini Jawa atau Sumatra, kurang jelas), merasa agak kecewa terhadap situasi agamanya (=agama Buddha) di sana, apalagi apabila dibandingkan dengan kaum brahmana dan orang-orang Hindu. Tetapi sebelum tahun 424, menurut sumber China lagi, agama Buddha tersebar di negara ''Shê p’o'' (=[[Jawa]]). Sang [[misionaris]] atau pendakwah yang menyebarkan agama ini konon adalah Gunawarman, seorang putra pangeran dari [[Kashmir]]. Ia datang ke pulau Jawa dari Sri Langka dan pada tahun 424 bertolak ke China, di mana dia meninggal tujuh tahun kemudian. Ia menterjemahkan sebuah teks dari mazhab [[Dharmagupta]]
 
Pada abad ke-7, ke-8, ke-9 para penganut Buddha Indonesia, atau paling tidak beberapa pusat agama Buddha di Sumatra dan Jawa sudah merupakan bagian dari sifat kosmopolitis agama ini. Kesan ini terutama didapatkan dari karya [[I Ching]]. Dalam buku kenangannya, ia menceritakan bahwa sang peziarah Hui Ning memutuskan perjalanannya selama tiga tahun di pulau Jawa (664/5 – 6675–667/8) untuk menterjemahkan sebuah [[Sutra (kitab)|sutra]], kemungkinan besar dari mazhab [[Hinayana]], mengenai [[Nirwana]] yang agung. Penterjemahannya dibantu seorang pakar Jawa yang bernama [[Jnanabhadra|Jñânabhadra]]. Sedangkan I Ching sendiri menghargai pusat-pusat studi agama Buddha di Sumatra secara tinggi. Hal ini terbukti dari fakta bahwa ia tinggal selama enam bulan di [[Sriwijaya]] dan dua bulan di Malayu ([[Jambi]]) dalam perjalanannya ke India pada tahun 671 dan setelah itu selama sepuluh tahun di Sriwijaya (685-695).
 
Selain itu ia juga meringkaskan bahwa agama Buddha dipeluk di negeri-negeri yang dikunjunginya dan sebagian besar, mazhab Hinayanalah yang dianut, kecuali di Malayu di mana ada pula beberapa penganut [[Mahayana]].
Baris 20 ⟶ 22:
 
=== Perpaduan Hindu (Siwa) dan Buddha ===
Dengan candi Borobudur maka kita memasuki era berkembangnya budaya India-Jawa di Jawa Tengah (awal abad ke 8 – 9298–929). Era ini merupakan era yang mewariskan kita candi-candi antara lain Candi [[Candi Kalasan|Kalasan]], [[Candi Mendut|Mendut]], [[Candi Sewu|Sewu]], [[Candi Plaosan|Plaosan]], [[Candi Prambanan|Prambanan]] dan lain sebagainya. Kemungkinan besar, banyak candi pula yang telah musnah. Semua candi ini adalah candi Buddha atau candi Siwa. Agama Buddha sepertinya dianut oleh [[dinasti]] [[Sailendra]] dan agama Hindu-Siwa (di Bali dikenal dengan nama [[Siwa Sidhanta]]) dianut oleh dinasti Mataram I, yang mengikuti Sailendra dan kemungkinan besar mendahului mereka pula. Dinasti Sailendra kemungkinan besar merupakan sebuah ''[[intermezzo]]'' saja. Tetapi pasti kedua aliran agama ini ada dan berkembang secara berdampingan.
 
Lalu kemudian pada zaman [[Majapahit]] agama Siwa dan Buddha berpadu menjadi satu. Hal-hal persatuan ini bisa dilihat dalam beberapa karya sastra:
* [[Kakawin Sutasoma]]
* [[Kakawin Arjuna WijayaArjunawijaya]]
 
== Warisan terakhir Siwa-Buddha ==
Baris 40 ⟶ 42:
== Pranala luar ==
* [http://www.balipost.co.id/mediadetail.php?module=detailberita&kid=10&id=24990 Sabha Ageng III Ida Rsi Bhujangga Waisnawa Se-Bali Bahas "Sesana Kawikon" dan "Penabean"], Bali Post, 22 November 2009. Diakses 4 Juni 2010.
 
{{Agama di Indonesia}}
 
[[Kategori:Hindu]]
[[Kategori:Sekte Hindu]]
[[Kategori:Aliran Buddhisme]]
[[Kategori:Bali]]