Dalihan Na Tolu: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Perbaikan ejaan, penyederhanaan
Turmadan (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
 
(19 revisi perantara oleh 10 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{kegunaanlainKegunaan lain|Dalihan Natolu (disambiguasi)}}
 
[[Berkas:'Mangulosi' in traditional Batak marriage, Medan, Sumatra Utara, Indonesia.jpg|jmpl|upright=1.25|Salah satu prosesi pernikahan adat Batak. Dalam Dalihan Na Tolu, pihak keluarga suami harus menghormati pihak keluarga istri (somba marhula-hula). Selain itu, seorang suami dituntut mampu mengayomi istri (elek marboru)]]
'''Dalihan Na Tolu''' ([[Surat Batak]]: {{Btk|ᯑᯞᯪᯂᯉ᯲ ᯉ ᯖᯬᯞᯮ}}; [[Terjemahan harfiah|terjemahan]]: "tungku yang tiga") adalah konsep [[filosofis]] atau wawasan sosial-kulturan yang menyangkut masyarakat dan [[budaya]] [[Suku Batak|Batak]].<ref name="Aritonang">.Jan. S Aritonang, dkk, ''Beberapa Pemikiran Menuju Dalihan Natolu'', (Jakarta:Dian Utama, 2006).</ref> Dalihan Na Tolu menjadi kerangka yang meliputi hubungan-hubungan kerabat [[darah]] dan hubungan [[perkawinan]] yang mempertalikan satu kelompok.<ref name="Vergouwen">.J.C Vergouwen,''Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba'',(Yogyakarta: Lkis, 2004).</ref> Dalam adat batak, Dalihan Na Tolu ditentukan dengan adanya tiga kedudukan fungsional sebagai suatu konstruksi [[sosial]] yang terdiri dari tiga hal yang menjadi dasar bersama. Ketiga tungku tersebut adalah:
# Somba marhulahula (sikap sembah/hormat kepada keluarga pihak [[pemberi istri]]/ibu)<ref name="Sitanggang">.J. P. Sitanggang, ''Raja Napogos'', Jakarta: Penerbit Jala Permata Aksara, 2010.</ref>
# Elek marboru (sikap membujuk/mengayomi wanitaanak perempuan dan pihak yang menerima anak perempuan)<ref name="Sitanggang" />
# Manat mardongan tubu (sikap berhati-hati kepada teman semarga)<ref name="Sitanggang" />
 
== Latar belakang ==
Dalihan Na Tolu memiliki arti "tungku yang berkaki tiga", bukan berkaki empat atau lima.<ref name="Sitanggang" /> Tungku yang berkaki tiga sangat membutuhkan keseimbangan yang mutlak. Jika satu dari ketiga kaki tersebut rusak, maka tungku tidak dapat digunakan. Kalau kaki lima, jika satu kaki rusak masih dapat digunakan dengan sedikit penyesuaian meletakkan beban, begitu juga dengan tungku berkaki empat.<ref name="Sitanggang" /> Tetapi untuk tungku berkaki tiga, itu tidak mungkin terjadi.
 
Inilah yang dipilih [[leluhur]] [[suku batak]]Batak sebagai [[falsafah]] hidup dalam tatanan kekerabatan antara sesama yang bersaudara, dengan hulahula dan boru. Perlu keseimbangan yang absolut dalam tatanan hidup antara tiga unsur. Untuk menjaga keseimbangan tersebut kita harus menyadari bahwa semua orang akan pernah menjadi hula-hula, pernah menjadi boru, dan pernah menjadi dongan tubu.
Dalihan Na Tolu memiliki arti "tungku yang berkaki tiga", bukan berkaki empat atau lima.<ref name="Sitanggang" /> Tungku yang berkaki tiga sangat membutuhkan keseimbangan yang mutlak. Jika satu dari ketiga kaki tersebut rusak, maka tungku tidak dapat digunakan. Kalau kaki lima, jika satu kaki rusak masih dapat digunakan dengan sedikit penyesuaian meletakkan beban, begitu juga dengan tungku berkaki empat.<ref name="Sitanggang" /> Tetapi untuk tungku berkaki tiga, itu tidak mungkin terjadi.
 
Inilah yang dipilih [[leluhur]] [[suku batak]] sebagai [[falsafah]] hidup dalam tatanan kekerabatan antara sesama yang bersaudara, dengan hulahula dan boru. Perlu keseimbangan yang absolut dalam tatanan hidup antara tiga unsur. Untuk menjaga keseimbangan tersebut kita harus menyadari bahwa semua orang akan pernah menjadi hula-hula, pernah menjadi boru, dan pernah menjadi dongan tubu.
 
== Penjelasan ==
 
Dalihan Na Tolu menjadi kerangka hubungan tripartit yang meliputi hubungan-hubungan kerabat [[darah]] dan hubungan [[perkawinan]] yang mempertalikan satu kelompok.<ref name="Vergouwen" /> Dalam adat batakBatak, Dalihan Na Tolu ditentukan dengan adanya tiga kedudukan fungsional sebagai suatu konstruksi [[sosial]] yang terdiri dari tiga hal yang menjadi dasar bersama, ketiga hal tersebut ialah sebagai berikut.
# Somba marhulahula Ada yang menafsirkan pemahaman ini menjadi “menyembah hul-hula, namun ini tidak tepat. Memang benar kata Somba, yang tekananya pada ''som'' berarti menyembah, akan tetapi kata Somba di sini tekananya ''ba'' yang adalah kata sifat dan berarti hormat. Sehingga Somba marhula-hula berarti hormat kepada Hula-hula.<ref name="Aritonang" /> Hula-hula adalah kelompok [[marga]] [[istri]], mulai dari istri kita, kelompok marga ibu(istri bapak), kelompok marga istri opungompung, dan beberapa generasi; kelompok marga istri anak, kelompok marga istri cucu, kelompok marga istri saudara dan seterusnya dari kelompok dongan tubu.<ref name="Sitanggang" /> Hula-hula ditengarai sebagai sumber berkat. Hulahula sebagai sumber hagabeon/keturunan. Keturunan diperoleh dari seorang istri yang berasal dari hulahula. Tanpa hulahula tidak ada istri, tanpa istri tidak ada keturunan.<ref name="Sitanggang" />
# Elek marboru Ini berarti rasa sayang yang tidak disertai maksud tersembunyi dan pamrih.<ref name="Batara Sangti">.Batara Sangti,''Sejarah Batak'',(Balige: Karl Sianipar Company, 1977).</ref> Boru adalah anak perempuan kita, atau kelompok [[marga]] yang mengambil istri dari anak kita (anak perempuan kita). Sikap lemah lembut terhadap boru perlu, karena dulu borulah yang dapat diharapkan membantu mengerjakan sawah di [[ladang]].<ref name="Sitanggang" /> Tanpa boru, mengadakan pesta suatu hal yang tidak mungkin dilakukan.
# Manat mardongan tubu/sabutuha Ini berarti suatu sikap berhati-hati terhadap sesama marga untuk mencegah salah paham dalam pelaksanaan acara [[adat]]. Hati–hati dengan teman semarga. Orang tua-tua berkata, “hau na jonok do na boi marsiogoson,” yang berarti kayu yang dekatlah yang dapat bergesekan. Ini menggambarkan bahwa begitu dekat dan seringnya hubungan terjadi, hingga dimungkinkan terjadi konflik, konflik kepentingan, kedudukan, dan lain-lain.<ref name="Sitanggang" />
Baris 33 ⟶ 31:
 
{{Suku Batak Toba}}
 
{{Suku-Batak-stub}}
{{Authority control}}
 
[[Kategori:Batak]]