Buddhisme di Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k ←Suntingan 180.246.27.227 (bicara) dibatalkan ke versi terakhir oleh Bagas Chrisara
Tag: Pengembalian
Faredoka (bicara | kontrib)
Perkembangan Theravada: add {{Buddhisme Theravada}}
 
(40 revisi perantara oleh 23 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{rapikan}}
{{untuk|Agama Buddha|Agama Buddha}}
{{noref}}
[[Berkas:Borobudur monks 1.jpg|jmpl|250px|Biksu berdoa di [[Candi Borobudur]], struktur Buddha terbesar di dunia yang dibangun oleh Dinasti [[Syailendra]].]]
{{Buddhisme|sejarah}}
{{Agama di Jawa}}
'''Agama Buddha di Indonesia''' memiliki sejarah panjang. Di [[Indonesia]] selama era administrasi [[Orde Baru]], terdapat lima agama resmi di Indonesia, menurut ideologi negara Pancasila, salah satunya termasuk [[Agama Buddha]]. Presiden [[Soeharto]] telah menganggap [[agama Buddha]] dan [[Agama Hindu|Hindu]] sebagai agama klasik Indonesia.{{fact}}
 
{{Infobox religious group
[[Agama Buddha]] merupakan salah satu agama tertua yang ada di dunia. Agama buddha berasal dari [[India]], tepatnya [[Nepal]] sejak abad ke-6 SM dan tetap bertahan hingga sekarang. Agama Buddha berkembang cukup baik di daerah [[Asia]] dan telah menjadi agama mayoritas di beberapa negara, seperti [[Taiwan]], [[Thailand]], [[Myanmar]] dan lainnya. Agama Buddha kemudian juga masuk ke [[nusantara]] (sekarang Indonesia) dan menjadi salah satu agama tertua yang ada di [[Indonesia]] saat ini.
| group = Buddhism in Indonesia
| image = Borobudur monks 1.jpg
[[Berkas:Borobudur| monksimage_caption = 1.jpg|jmpl|250px|Biksu berdoa di [[Candi Borobudur]], struktur BuddhaBuddhis terbesar di dunia yang dibangun oleh Dinasti [[wangsa Syailendra]].]]
| population = {{increase}} '''2.02 million''' (2022)<ref name="RELIGION">{{cite web|url=https://satudata.kemenag.go.id/dataset/detail/jumlah-penduduk-menurut-agama|title=Jumlah Penduduk Menurut Agama|publisher=[[Ministry of Religious Affairs (Indonesia)|Ministry of Religious Affairs]]|date=31 August 2022|access-date=29 October 2023|language=id|quote=Muslim 241 Million (87), Christianity 29.1 Million (10.5), Hindu 4.69 million (1.7), Buddhist 2.02 million (0.7), Folk, Confucianism, and others 192.311 (0.1), Total 277.749.673 Million}}</ref><br/>'''0.73%''' dari populasi
| regions = Jakarta, Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Banten, Riau, Kepulauan Riau, Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Selatan, Jawa Tengah.<ref name ="Tirto-Buddha">{{Cite web|first=Irma|last=Garnesia|date=29 May 2018|title=Manakah Wilayah dengan Umat Buddha Terbanyak?|url=https://tirto.id/manakah-wilayah-dengan-umat-buddha-terbanyak-cLjw|access-date=2020-11-12|website=tirto.id|language=id|archive-date=2022-07-03|archive-url=https://web.archive.org/web/20220703044314/https://tirto.id/manakah-wilayah-dengan-umat-buddha-terbanyak-cLjw|url-status=live}}</ref>
| religions = [[File:Dharma Wheel.svg|18px]] [[Buddhisme]] [[Mahayana]] dan [[Theravada]]
| scriptures =
| languages = [[Bahasa Indonesia]] dan [[Mandarin]]
}}
 
'''Buddhisme''' mempunyai [[Sejarah Indonesia|sejarah di Indonesia]] yang panjang, dan merupakan salah satu dari enam agama yang diakui di Indonesia, bersama dengan [[Islam]], Kristen ([[Protestan]] dan [[Katolik]]), [[Hinduisme]] dan [[Konghucu]]. Menurut perkiraan tahun 2022, sekitar 0,7% dari total penduduk Indonesia beragama Buddha, dan berjumlah sekitar 2 juta. Kebanyakan [[Agama Buddha|Umat Buddha]] terkonsentrasi di [[Jakarta]], [[Riau]], [[Kepulauan Riau]], [[Bangka Belitung]], [[Sumatera Utara]], dan [[Kalimantan Barat]]. Namun, jumlah total ini mungkin meningkat, karena para praktisi [[Taoisme]] dan [[Kepercayaan tradisional Tionghoa|agama rakyat Tiongkok]], yang tidak dianggap sebagai agama resmi di Indonesia, kemungkinan besar menyatakan diri mereka beragama Buddha berdasarkan sensus terbaru. Saat ini, mayoritas umat Buddha di Indonesia adalah [[Tionghoa Indonesia|Tionghoa]], namun komunitas kecil penganut Buddha Penduduk Asli Indonesia (seperti [[orang Jawa|Jawa]] dan [[Orang Sasak|Sasak]]) juga ada.
Buddhisme yang menyebar di nusantara pada awalnya adalah sebuah keyakinan [[intelektual]], dan hanya sedikit berkaitan dengan [[supranatural]]. Namun dalam prosesnya, kebutuhan [[politik]], dan keinginan emosional pribadi untuk terlindung dari bahaya-bahaya di dunia oleh sosok dewa yang kuat, telah menyebabkan modifikasi dalam agama Buddha. Dalam banyak hal, Buddhisme adalah sangat individualistis, yaitu semua individu, baik pria maupun wanita bertanggung jawab untuk [[spiritual]]itas mereka sendiri. Siapapun bisa bermeditasi sendirian; [[candi]] tidak diperlukan, dan tidak ada [[pendeta]] yang diperlukan untuk bertindak sebagai perantara. Masyarakat menyediakan [[pagoda]] dan [[kuil]]-kuil hanya untuk menginspirasi kerangka pikiran yang tepat untuk membantu umat dalam pengabdian dan [[kesadaran diri]] mereka.
 
Meskipun di Indonesia berbagai aliran melakukan pendekatan pada ajaran Buddha dengan cara-cara yang berbeda, fitur utama dari agama Buddha di Indonesia adalah pengakuan dari "[[Empat Kebenaran Mulia]]" dan "[[Jalan Utama Berunsur Delapan]]". Empat Kebenaran Mulia melibatkan pengakuan bahwa semua [[keberadaan]] dipenuhi [[penderitaan]]; asal mula penderitaan adalah keinginan untuk objek [[duniawi]]; penderitaan dihentikan pada saat keinginan berhenti; dan Jalan Utama Berunsur Delapan mengarah ke pencerahan. Jalan Utama Berunsur Delapan mendatangkan pandangan, penyelesaian, ucapan, perilaku, mata pencaharian, usaha, perhatian, dan konsentrasi yang sempurna.
 
== Masa Kerajaan Hindu-Buddha ==
{{utama|Sejarah Nusantara pada era kerajaan Hindu-Buddha}}
Agama Buddha pertama kali masuk ke [[Nusantara]] (sekarang [[Indonesia]]) sekitar pada [[abad ke-5]] [[Masehi]] jika dilihat dari penginggalan prasasti-prasasti yang ada. Diduga pertama kali dibawa oleh pengelana dari [[China]] bernama [[Fa Hsien]].<ref>[http://bhagavant.com/home.php?link=sejarah&tipe=sejarah_buddhisme_Indonesia_1 Sejarah Perkembangan Agama Buddhis di Indonesia]{{Pranala mati|date=Februari 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}, diakses 18 Maret 2011 - 22.10 WIB</ref>. Kerajaan Buddha pertama kali yang berkembang di Nusantara adalah [[Kerajaan Sriwijaya|Kedatuan Sriwijaya]] yang berdiri pada [[abad ke-7]] sampai ke tahun [[1377]]. KerajaanKedatuan Sriwijaya pernah menjadi salah satu pusat pengembangan agama Buddha di [[Asia Tenggara]]. Hal ini terlihat pada catatan seorang sarjana dari China bernama [[I-Tsing]] yang melakukan perjalanan ke India dan Nusantara serta mencatat perkembangan agama Buddha disana. Biarawan Buddha lainnya yang mengunjungi Indonesia adalah [[Atisa]], [[Dharmapala]], seorang profesor dari [[Nalanda]], dan [[Vajrabodhi]], seorang penganut agama Buddha yang berasal dari India Selatan.
 
Di Jawa berdiri juga kerajaan Buddha yaitu [[Syailendra|Kerajaan Syailendra]], tepatnya di [[Jawa Tengah]] sekarang, meskipun tidak sebesar KerajaanKedatuan Sriwijaya. Kerajaan ini berdiri pada tahumtahun [[775]]-[[850]], dan meninggalkan peninggalan berupa beberapa candi-candi Buddha yang masih berdiri hingga sekarang antara lain [[Candi Borobudur]], [[Candi Mendut]] dan [[Candi Pawon]]. Setelah itu pada tahun [[1292]] hingga [[1478]], berdiri [[Kerajaan Majapahit]] yang merupakan kerajaan Hindu-Buddha terakhir yang ada di Indonesia. Kerajaan Majapahit mencapai masa kejayaannya ketika dipimpin oleh [[Hayam Wuruk]] dan [[Maha Patih]]nya, [[Gajah Mada]]. Namun karena terjadi perpecahan internal dan juga tidak adanya penguasa pengganti yang menyamai kejayaan Hayam Wuruk dan Gajah Mada, maka Kerajaan Majapahit mulai mengalami kemunduran. Setelah keruntuhan kerajaan Majapahit, maka kerajaan Hindu-Buddha mulai tergeser oleh kerajaan-kerajaan Islam.
 
Dari mula masuknya agama Buddha di Nusantara terutama pada masa KerajaanKedatuan Sriwijaya, mayoritas penduduk pada daerah tersebut merupakan pemeluk agama Buddha, terutama pada daerah Nusantara bagian Jawa dan SumateraSumatra. Namun, setelah berkembangnya kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia, jumlah pemeluk agama Buddha semakin berkurang karena tergantikan oleh agama Islam baru yang dibawa masuk ke Nusantara oleh pedagang-pedagang yang bermukim di daerah pesisir. Jumlah umat Buddha di Indonesia juga tidak berkembang pada masa [[penjajahan Belanda]] maupun [[penjajahan Jepang]]. Bahkan pada masa [[Sejarah Nusantara (1509-1602)|penjajahan Portugis]], umat Buddha di Indonesia semakin berkurang karena bangsa Eropa juga membawa [[misionaris]] untuk menyebarkan agama [[Kristen]] di Nusantara.
 
=== KerajaanKedatuan Sriwijaya ===
{{utama|KerajaanKedatuan Sriwijaya}}
[[Berkas:Srivijaya Empire id.svg|jmpl|250px|Wilayah kekuasaan [[Kerajaan Sriwijaya|Kedatuan Sriwijaya]] sekitar abad ke-8.]]
[[Berkas:Stupa Borobudur.jpg|jmpl|250px|[[Stupa]] Buddha di [[Candi Borobudur]] yang dibangun [[Dinasti Syailendra]].]]
Sriwijaya merupakan sebuah kerajaan maritim yang berada di [[SumateraSumatra]], namun kekuasaannya mencapai [[Jawa]], [[Kalimantan]], [[Sulawesi]], [[Semenanjung Malaya]], [[Thailand]], [[Kamboja]] dan lainnya. Sriwijaya berasal dari [[bahasa Sanskerta]], ''sri'' adalah "bercahaya" dan ''vijaya'' adalah "kemenangan". KerajaanKedatuan Sriwijaya mula-mula berdiri sekitar tahun [[600]] dan bertahan hingga tahun [[1377]].
KerajaanKedatuan Sriwijaya merupakan salah satu kerajaan yang sempat terlupakan, yang kemudian dikenalkan kembali oleh sarjana PerancisPrancis, bernama [[George Cœdès]] pada tahun 1920-an.<ref name="Kerajaan Sriwijaya">[http://melayuonline.com/ind/history/dig/330 Kerajaan Sriwijaya]{{Pranala mati|date=Februari 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}, diakses 8 April 2011 21.28 WIB</ref><ref name="TAYLOR_26">{{cite book|last=Taylor|first=Jean Gelman|title=Indonesia: Peoples and Histories|publisher=Yale University Press|year=2003|location= New Haven and London|url=https://archive.org/details/indonesiapeoples00tayl|doi=|pages=8–9[https://archive.org/details/indonesiapeoples00tayl/page/n30 8]–9|isbn= 0-300-10518-5}}</ref>. George Cœdès memperkenalkan kembali sriwijaya berdasarkan penemuannya dari prasasti dan berita dari [[Tiongkok]]. Penemuan George Coedes kemudian dimuat dalam koran berbahasa Belanda dan Indonesia.<ref name="TAYLOR_26"/>. Dan sejak saat itu kerajaanKedatuan sriwijayaSriwijaya mulai dikenal kembali oleh masyarakat.
Hilangnya kabar mengenai keberadaan Sriwijaya diakibatkan oleh sedikitnya jumlah peninggalan yang ditinggalkan oleh kerajaanKedatuan sriwijayaSriwijaya sebelum runtuh. Beberapa penyebab runtuhnya KerajaanKedatuan Sriwijaya, yaitu:
* Serangan dari [[Dinasti Chola]] dari [[Koromandel]], India Selatan ([[1017]]&[[1025]])<ref name="Kerajaan Sriwijaya"/>
Serangan ini berhasil menawan raja Sriwijaya dan kemudian Dinasti Chola menjadi berkuasa atas kerajaanKedatuan Sriwijaya. Akibat dari serangan ini, kedudukan kerajaanKedatuan Sriwijaya di nusantara mulai melemah.
* Muncul kerajaan Melayu, [[Dharmasraya]]<ref name="Kerajaan Sriwijaya"/>
Setelah melemahnya kekuasaan Dinasti Chola, kemudian muncul kerajaan Dharmasraya yang mengambil alih Semenanjung Malaya dan juga menekan keberadaan kerajaanKedatuan Sriwijaya.
* Kekalahan perang dari kerajaan lain<ref name="Kerajaan Sriwijaya"/>
Alasan lain yang menyebabkan runtuhnya Sriwijaya yaitu perang dengan kerajaan lain seperti [[Singosari]], [[Majapahit]] serta [[Dharmasraya]]. Selain sebagai penyebab runtuhnya Sriwijaya, perang ini juga menyebabkan banyak peninggalan sriwijya yang rusak atau hilang, sehingga keberadaan KerajaanKedatuan Sriwijaya terlupakan selama beberapa abad.
 
Perkembangan agama Buddha selama masa Sriwijaya dapat diketahui berdasarkan laporan I-Tsing. Sebelum melakukan studi ke [[Nalanda|Universitas Nalanda]] di India, I-Tsing melakukan kunjungan ke kerajaanKedatuan Sriwijaya. Berdasarkan catatan I-tsing, Sriwijaya merupakan rumah bagi sarjana Buddha, dan menjadi pusat pembelajaran agama Buddha. Hal ini membuktikan bahwa selama masa kerajaanKedatuan Sriwijaya, agama Buddhis berkembang sangat pesat. Selain itu I-tsing juga melaporkan bahwa di Sriwijaya terdapat aliran Buddha [[Theravada]] (kadang disebut [[Hinayana]]) dan [[Mahayana]]. Dan kemudian semakin lama buddhisme di Sriwijaya mendapat pengaruh dari aliran [[Vajrayana]] dari India.<ref>[http://bhagavant.com/home.php?link=sejarah&tipe=sejarah_buddhisme_Indonesia_2 Sejarah Perkembangan Agama Buddhis di Indonesia]{{Pranala mati|date=Februari 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}, diakses 8 April 2011 - 21.00 WIB</ref> Pesatnya perkembangan agama Buddhis di Sriwijaya juga didukung oleh seorang Mahaguru Buddhis di Sriwijaya, yaitu [[Sakyakirti]], nama Sakyakirti ini berasal dari I-tsing yang berkenalan saat singgah di sriwijaya.<ref name="viharakhantibhumi.blogspot.com">[http://viharakhantibhumi.blogspot.com/2010/01/tokoh-tokoh-sejarah-pada-masa-buddha.html Tokoh-tokoh Sejarah pada Masa Buddha], diakses 8 April 2011 - 21.25 WIB</ref> Selain Mahaguru Buddhis, I-tsing juga melaporkan ada perguruan buddhis yang memiliki hubungan baik dengan Universitas Nalanda, India, sehingga ada cukup banyak orang yang mempelajari Buddhisme di kerajaan ini.<ref name="viharakhantibhumi.blogspot.com"/> Dalam catatannya, I-tsing juga menulis ada lebih dari 1000 pendeta yang belajar buddhis di Sriwijaya.
 
=== Kerajaan Majapahit ===
Baris 44 ⟶ 49:
Berdasarkan sumber tertulis, raja-raja Majapahit pada umumnya beragama Siwa dari aliran [[Siwasiddhanta]] kecuali [[Tribuwanattungadewi]] (ibunda Hayam Wuruk) yang beragama Buddha Mahayana. Walau begitu agama Siwa dan agama Buddha tetap menjadi agama resmi kerajaan hingga akhir tahun [[1447]]. Pejabat resmi keagamaan pada masa pemerintahan [[Raden Wijaya]](Kertarajasa) ada dua pejabat tinggi Siwa dan Buddha, yaitu ''[[Dharmadyaksa ring Kasiwan]]'' dan ''[[Dharmadyaksa ring Kasogatan]]'', kemudian lima pejabat Siwa di bawahnya yang disebut [[Dharmapapati]] atau [[Dharmadihikarana]].
 
Pada zaman majapahit ada dua buku yang menguraikan ajaran Buddhisme Mahayana yaitu ''[[Sanghyang Kamahayanan Mantrayana]]'' yang berisi mengenai ajaran yang ditujukan kepada bhiksubiksu yang sedang ditahbiskan, dan ''[[Sanghyang Kamahayanikan]]'' yang berisi mengenai kumpulan pengajaran bagaimana orang dapat mencapai pelepasan. Pokok ajaran dalam ''Sanghyang Kamahayanikan'' adalah menunjukan bahwa bentuk yang bermacam-macam dari bentuk pelepasan pada dasarnya adalah sama. Tampaknya, sikap sinkretisme dari penulis ''Sanghyang Kamahayanikan'' tercermin dari pengidentifikasian [[Siwa]] dengan Buddha dan menyebutnya sebagai "'''[[Siwa-Buddha]]'''", bukan lagi Siwa atau Buddha, tetapi Siwa-Buddha sebagai satu kesadaran tertinggi.
 
Pada zaman Majapahit ([[1292]]-[[1478]]), sinkretisme sudah mencapai puncaknya. Sepertinya aliran [[Hindu-Siwa]] , [[Hindu-Wisnu]] dan Agama Buddha dapat hidup bersamaan. Ketiganya dipandang sebagai bentuk yang bermacam-macam dari suatu kebenaran yang sama. Siwa dan [[Wisnu]] dipandang sama nilainya dan mereka digambarkan sebagai "[[Harihara]]" yaitu [[rupang]] ([[arca]]) setengah Siwa setengah Wisnu. Siwa dan Buddha dipandang sama. Di dalam kitab [[kakawin Arjunawijaya]] karya [[Mpu Tantular]] misalnya diceritakan bahwa ketika Arjunawijaya memasuki candi Buddha, para pandhita menerangkan bahwa para [[Jina]] dari penjuru alam yang digambarkan pada patung-patung itu adalah sama saja dengan penjelmaan Siwa. [[Vairocana]] sama dengan Sadasiwa yang menduduki posisi tengah. [[Aksobya]] sama dengan [[Rudra]] yang menduduki posisi timur. [[Ratnasambhava]] sama dengan [[Brahma]] yang menduduki posisi selatan, [[Amitabha]] sama dengan Mahadewa yang menduduki posisi barat dan [[Amogasiddhi]] sama dengan Wisnu yang menduduki posisi utara. Oleh karena itu, para bhikkhu tersebut mengatakan tidak ada perbedaan antara Agama Buddha dengan Siwa . Dalam kitab [[Kunjarakarna]] disebutkan bahwa tiada seorang pun, baik pengikut Siwa maupun Buddha yang bisa mendapat kelepasan jika ia memisahkan yang sebenarnya satu, yaitu Siwa-Buddha.
 
Pembaruan [[agama Siwa-Buddha]] pada zaman Majapahit, antara lain, terlihat pada cara mendharmakan raja dan keluarganya yang wafat pada dua candi yang berbeda sifat keagamaannya. Hal ini dapat dilihat pada raja pertama Majapahit, yaitu [[Kertarajasa]], yang didharmakan di [[Candi Sumberjati]] (Simping) sebagai wujud Siwa (Siwawimbha) dan di [[Antahpura]] sebagai Buddha; atau raja kedua Majapahit, yaitu [[Raja Jayabaya]] yang didharmakan di [[Shila Ptak]] (red. Sila Petak) sebagai Wisnu dan di [[Sukhalila]] sebagai Buddha. Hal ini memperlihatkan bahwa kepercayaan di mana Kenyataan Tertinggi dalam agama Siwa maupun Buddha tidak berbeda.
Baris 66 ⟶ 71:
 
=== Masa dimulainya Sensus Penduduk ===
Sensus penduduk yang dimulai pada tahun [[1961]] menunjukkan pertumbuhan penduduk Indonesia berdasarkan data kuantitatif [[1961]]-[[1971]]= 2.1%, [[1971]]-[[1980]]=2.32%, [[1980]]-[[1990]]=1.97%, [[1990]]-[[2000]]=1,48%, [[2000]]-[[2010]]=1.3%.<ref>
[http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=12&notab=2 Data Laju Pertumbuhan Penduduk Indonesia 1971-2000], diakses 18 Maret 2011 - 22.23 WIB</ref>. Berdasarkan data tersebut, kita dapat mengetahui rata-rata laju pertumbuhan penduduk tiap 10 tahun yaitu, 1.834%. Jadi, kita dapat memprediksi jumlah penduduk Indonesia pada tahun [[1100]] yang merupakan mayoritas penganut agama Buddha, yaitu sekitar 24.1 juta penduduk.
 
Menurut sensus nasional tahun [[1990]], lebih dari 1% dari total penduduk Indonesia beragama Buddha, sekitar 1,8 juta orang. Kebanyakan penganut agama Buddha berada di [[Jakarta]], walaupun ada juga di lain provinsi seperti [[Riau]], [[Sumatera Utara]] dan [[Kalimantan Barat]]. Namun, jumlah tersebut bukanlah jumlah yang sebenarnya karena pada saat itu [[Khonghucu|Agama Khonghucu]] dan [[Taoisme]] tidak dianggap sebagai agama resmi di Indonesia sehingga mereka disensuskan sebagai penganut agama Buddha.
Pada tahun [[2008]], jumlah penganut agama Buddha sekitar 1.3 juta penduduk dari 217,346,140 penduduk Indonesia atau sekitar 0.6%. Pada tahun [[2010]], jumlah penganut agama Buddha sekitar 1,7 juta penduduk dari 237,641,326 penduduk Indonesia atau sekitar 0.72%.<ref name="sp2010">{{cite web|date=15 May 2010|title=Penduduk Menurut Wilayah dan Agama yang Dianut|url=http://sp2010.bps.go.id/index.php/site/tabel?tid=321&wid=0|publisher=[[Statistics Indonesia|Badan Pusat Statistik]]|location=Jakarta, Indonesia|language=id|trans-title=Population by Region and Religion|access-date=20 October 2011|quote=Religion is belief in Almighty God that must be possessed by every human being. Religion can be divided into Muslim, Christian,, Hindu, Buddhist, Hu Khong Chu, and Other Religion.}} Muslim 207176162 (87.20%), Christian 16528513 (7), Catholic 6907873 (3), Hindu 4012116 (1.69), Buddhist 1703254 (0.74), Confucianism 71.999 (0.05), Other 112.792 (0.04), Total 237.641.326</ref> Pada sensus terakhir tahun 2018 , tercatat dari <nowiki>[[Badan Pusat Statistik]]</nowiki> bahwa ada 2 juta Umat Buddha dari total 266,534,836 penduduk Indonesia .<ref name="RELIGIO">{{cite web|date=15 May 2018|title=Statistik Umat Menurut Agama di Indonesia|url=https://data.kemenag.go.id/agamadashboard/statistik/umat|publisher=[[Kementerian Agama Republik Indonesia]]|language=id|archive-url=https://web.archive.org/web/20200903221250/https://data.kemenag.go.id/agamadashboard/statistik/umat|archive-date=3 September 2020|access-date=15 November 2020|quote=Muslim 231.069.932 (86.7), Christian 20.246.267 (7.6), Catholic 8.325.339 (3.12), Hindu 4.646.357 (1.74), Buddhist 2.062.150 (0.77), Confucianism 117091 (0.03), Other 299617 (0.13), Not Stated 139582 (0.06), Not Asked 757118 (0.32), Total 266.534.836}}</ref>
Pada tahun [[2008]], jumlah penganut agama Buddha sekitar 1.3 juta penduduk dari 217,346,140 penduduk Indonesia atau sekitar 0.6%. Pada tahun [[2010]], jumlah penganut agama Buddha sekitar 961.086 penduduk dari 240,271,522 penduduk Indonesia atau sekitar 0.4%.<ref>[http://www.kemenag.go.id/file/dokumen/Data0801.pdf Tabel Populasi berdasarkan Agama 2005], diakses 18 Maret 2011 - 22.41 WIB</ref>
Berdasarkan data tersebut, bisa ditarik kesimpulan bahwa jumlah penduduk Indonesia yang menganut agama Buddha bertolak belakang dengan pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia.
 
Agama Buddha di Indonesia paling banyak dianut oleh masyarakat [[Tionghoa Indonesia|Tionghoa]] dan beberapa kelompok asli Indonesia, dengan persentase jumlah 1% (Buddhisme saja) sampai 2,3% (termasuk [[Taoisme]] dan [[Konfusianisme]]) penduduk Indonesia yang termasuk umat Buddha.<ref>{{Cite web |url=http://www.depag.go.id/index.php?menu=page&pageid=17 |title=Salinan arsip |access-date=2011-05-17 |archive-date=2007-12-14 |archive-url=https://web.archive.org/web/20071214080813/http://www.depag.go.id/index.php?menu=page |dead-url=yes }}</ref><ref>{{Cite web |url=http://religiousfreedom.lib.virginia.edu/nationprofiles/Indonesia/rbodies.html |title=Salinan arsip |access-date=2011-05-17 |archive-date=2006-08-29 |archive-url=https://web.archive.org/web/20060829053427/http://religiousfreedom.lib.virginia.edu/nationprofiles/Indonesia/rbodies.html |dead-url=yes }}</ref>
 
== Perkembangan aliran Buddha di Indonesia ==
Baris 86 ⟶ 91:
 
=== Perkembangan Mahayana ===
{{Buddhisme Mahayana}}
Aliran [[Buddha Mahayana]] diduga datang di antara abad [[1 SM]] hingga [[1 M]], istilah Mahayana ditemukan di Sutra Saddharma Pundarika. Aliran Mahayana baru dikenal secara jelas pada kira – kira abad ke [[2 M]], ketika ajaran Mahayana dijelaskan dalam tulisan – tulisan.
 
Baris 102 ⟶ 108:
 
=== Perkembangan Theravada ===
{{Buddhisme Theravada}}
Perkembangan aliran [[Buddha Theravada]] dipelopori oleh Bante [[Vidhurdhammabhorn]] (Bhante Vin). Pada saat perkembangan agama Buddha yang sedang pesatnya, Bhikkhu-bhikkhu muda ditahbiskan di [[Wat Bovoranives]], [[Thailand]], atas bantuan Bhante Vin. Penahbisan ini diberi izin oleh Bhante Vin sendiri, tidak melalui Bhante Ashin. Bhikkhubhikkhu yang di tahbiskan di Wat Bovoranives memiliki garis keturunan [[Dhammayuttika]], ini berarti apabila garis keturunan berbeda, maka tidak boleh mengikuti upacara Patimokkha dari garis keturunan yang lain.
 
Baris 107 ⟶ 114:
Pada tahun [[1976]], Bhikkhubhikkhu lulusan Wat Bovoranives yang merupakan murid binaan Bhante Vin memutuskan keluar dari Sangha Agung Indonesia dan mendirikan [[Sangha Theravada Indonesia]] (STI).
 
== Sastra Buddhisme di nusantaraNusantara ==
Dua teks Buddhis Jawa yang penting adalah '''''[[Sang Hyang Kamahayanikan]]''''' dan '''''[[Kamahayanan Mantranaya]]'''''.
 
== Candi Borobudur ==
Baris 114 ⟶ 121:
[[Berkas:Borobudur-Nothwest-view.jpg|jmpl|400px|[[Candi Borobudur]], monumen [[Dinasti Syailendra]] yang dibangun di [[Magelang]], [[Jawa Tengah]].]]
''[[Sutra Lalitavistara]]'' banyak dikenal oleh para tukang batu ''[[Mantranaya]]'' dari [[Borobudur]], lihat: [[Kelahiran Buddha (Lalitavistara)]]. Istilah ''Mantranaya'' bukan kesalahan ejaan dari ''Mantrayana'' meskipun sebagian besar adalah sama. Mantranaya adalah istilah untuk tradisi esoteris [[mantra]], turunan tertentu dari [[Vajrayana]] dan [[Tantra]] di [[Indonesia]]. Istilah dalam bahasa Sanskerta ''Mantranaya'' dengan jelas telah terbukti dalam literatur tantra [[Basa Jawa Kuno]], khususnya yang didokumentasikan dalam teks tantra Buddha esoterik tertua di Jawa Kuno, ''Sang Kyang Kamahayanan Mantranaya'', lihat Kazuko Ishii (1992).<ref>Ishii, Kazuko (1992). "The Correlation of Verses of the 'Sang Kyang Kamahayanan Mantranaya' with Vajrabodhi's 'Japa-sutra'". ''Area and Culture Studies'' Vol. 44. Source: [http://www.google.com.au/url?sa=t&source=web&ct=res&cd=1&ved=0CAkQFjAA&url=http%3A%2F%2Frepository.tufs.ac.jp%2Fbitstream%2F10108%2F23547%2F1%2Facs044014.pdf&ei=dpRmS-StG8GTkAXHpvzrDw&usg=AFQjCNE-YC97-mqMMBl-U_Dd6U1_8gxyaA&sig2=ahAARM05cm-VQ9oR4zdkbg] (accessed: Monday February 1, 2010)</ref>
 
== Faktor-faktor berkurangnya umat Buddha di Indonesia ==
{{Riset asli}}
Faktor-faktor yang menyebabkan kekurangan jumlah penduduk yang beragama Buddha di Indonesia antara lain :
* Ajaran Buddha sendiri yang mengajarkan bahwa kita harus melakukan ''ehipassiko'', yaitu datang, lihat dan buktikan diri sendiri. Inilah yang menyebabkan banyak orang yang tidak mengenal ajaran agama Buddha karena mereka tidak tahu kapan mereka dapat mempelajarinya.
* Banyak yang menganggap bahwa ajaran agama Buddha identik dengan [[dupa]], bunga, lilin, dan lain-lain yang membuat orang-orang berpikir mengenai modal cukup besar yang akan dikeluarkan.
* Dalam agama Buddha tidak ada suatu perjanjian yang mengikat seseorang untuk tetap menganut agama Buddha, sehingga setelah menikah, cukup banyak umat buddhis berganti agama karena harus mengikuti agama pasangannya.
* Banyak orang yang menganggap bahwa agama Buddha tidak memberikan mereka hal yang dijanjikan untuk masuk surga karena mayoritas membutuhkan suatu keamanan dan jaminan bahwa mereka akan masuk [[surga]].
* Kurangnya ajaran agama Buddha dalam keluarga sehingga anak-anak mereka yang bersekolah di sekolah non-buddhis akan mengikuti cara-cara dan aturan-aturan di sekolahnya yang menyebabkan mereka terpengaruh.
* Faktor-faktor dari orang tuanya yang tidak terlalu mengerti ajaran agama Buddha sehingga ada orang tua yang hanya menjalankan tradisi orang cina dan ada juga yang hanya berstatus agama Buddha, tetapi tidak tahu apa-apa mengenai agama Buddha. Hal ini juga disebabkan oleh Kurangnya keyakinan akan agama Buddha.
 
== Lihat pula ==
Baris 134 ⟶ 131:
{{Sisterlinks}}
* [http://www.gimonca.com/sejarah/sejarah01.shtml An Online Timeline of Indonesian History]
* [http://syadiashare.com/sinopsis-sejarah-indonesia.html Sinopsis Sejarah Indonesia] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20110703113818/http://syadiashare.com/sinopsis-sejarah-indonesia.html |date=2011-07-03 }}
* [http://buddhistzone.com/story/buddhist/10-09-2010/kenapa-umat-buddha-masih-banyak-yang-pindah-agama?page=1 Aryananda, Pandita. 1993. ''Kenapa Umat Buddha Masih Banyak Yang Pindah Agama?''. Majalah Manggala edisi 40]{{Pranala mati|date=Februari 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}
{{reflist}}
 
{{wikiportal|Agama Buddha}}
{{Agama di JawaIndonesia}}
{{Topik Asia|Agama Buddha di}}
{{Topik Buddhisme}}
{{buddha-stub}}
 
[[Kategori:Buddhisme di Indonesia| API]]
[[Kategori:AgamaBuddhisme dimenurut negara|Indonesia]]