Sarip Tambak Oso: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
 
k Cerita
 
(35 revisi perantara oleh 24 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{rapikan|date=2011}}
Tambak-Oso adalah sebuah desa yang melahirkan anak-anak negerinya dalam kebodohan dan kemiskinan karena penjajahan Belanda. Namun demikian, di sana ada Sarip, pemuda yang tegar hati, berwatak keras, pantang menyerah terhadap ketidakadilan. Sarip bangkit disebabkan perasaan terjepit dan dendam; ia disokong oleh penduduk desa yang menaruh kebencian terhadap kesewenang-wenangan punggawa pangrehpraja. Adalah Mbok Rini, seorang janda, yang mematrikan semangat juang di dada putranya, melalui belahan jiwa dan ruhnya. Dengan semangat itu Sarip bangkit dan terus bertempur sehingga beratus-ratus tentara Belanda menemui ajalnya di ujung cundrik pemuda Tambak-Oso ini. Karena kewalahan, Belanda akhirnya memasang jeratnya. Mereka menangkap Samin, kakak Sarip, seorang laki-laki pendiam dan perasa yang taat beribadah, tapi lemah jiwanya. Dengan membujuk pemuda inilah pihak Belanda berhasil menyingkap rahasia kekuatan Sarip, untuk kemudian menumpasnya. Meskipun akhirnya tewas bersama teman-teman seperjuangannya, namun Sarip sempat menoreh lembaran sejarah desa Tambak-Oso dengan darah dan nyawanya.
'''Sarip Tambak Oso''' adalah sebuah legenda populer di [[Jawa Timur]] yang sering dipentaskan dalam pertunjukan [[Ludruk]], terutama di daerah [[Surabaya]] dan [[Sidoarjo]]. Kisahnya tentang seorang pencuri budiman bernama Sarip yang berani menentang pemerintahan kolonial [[Hindia Belanda]] di daerahnya.
 
Dalam budaya ludruk, Sarip Tambak Oso sebenarnya adalah cerita rakyat yang mengisahkan perjuangan pemuda asal Madura dalam melawan kesewenangan penjajah Belanda yang dibumbui konflik sosial masyarakat. Meski secara garis besar cerita Sarip Tambak Oso selalu sama, yakni perjuangan sang pendekar kampung yang pada akhirnya mati diterjang peluru serdadu Belanda, Sarip justru masih hidup dan berhasil menikam tewas serdadu Belanda dengan belatinya
 
== Kisah ==
 
Dusun [[Tambak Oso]] dibagi menjadi 2 wilayah yang dibatasi oleh sebuah sungai, wilayah tersebut biasa disebut Wetan kali dan Kulon Kali. Masing-masing wilayah mempunyai Jagoan (orang yang disegani karena kesaktiannya). Wilayah Kulon kali di kuasai oleh seorang jagoan bernama Paidi, dan Wetan kali dikuasai oleh Sarip.
 
Paidi adalah seorang pendekar yang berprofesi sebagai [[Kusir]] [[Dokar]] yang mempunyai senjata andalan berupa Jagang yang terkenal dengan sebutan Jagang Baceman.
 
Sarip adalah pemuda jagoan dari desa Tambak Oso yang berhati keras, mudah marah, namun sangat menyayangi kaum miskin, terutama kepada ibunya yang seorang janda. Di tengah kemiskinan dan kebodohan, Sarip bertindak sebagai maling budiman yang mencuri di rumah-rumah orang Belanda, saudagar kikir, dan para lintah darat, untuk dibagi-bagikan kepada warga miskin.
 
Sarip selalu menjadi Target Operasi Government [[Belanda]], karena perbuatannya yang dianggap membuat keonaran dan memprovokasi masyarakat untuk menentang kebijakan Belanda.
 
Suatu hari, sarip mendapati Ibunya sedang dihajar oleh [[Lurah]] [[Gedangan]] karena ibunya tidak dapat membayar pajak tanah garapan berupa tambak. Melihat hal tersebut Sarip marah dan langsung menghabisi nyawa Lurah Gedangan dengan sebilah pisau dapur yang menjadi senjata andalannya.
 
Di lain hari diceritakan Saropah (adik misan Sarip) hendak pulang dari menagih pada orang-orang yang terpaut hutang dengan orang tuanya, di tengah jalan bertemu dengan Sarip dan pada saat itu Sarip bermaksud meminjam uang pada Saropah, karena belum mendapat izin dari orang tuanya, Saropah tidak mengabulkan permintaan Sarip. Sarip yang punya perangai kasar tidak sabar dan memaksa Saropah untuk menyerahkan arloji yang sedang dipakainya, dan disaat terjadi perseteruan tersebut muncullah Paidi yang hendak menjemput Saropah. Oleh Orang tua Saropah Paidi memang telah dipercaya untuk menjaga Saropah agar aman dari ancaman orang2 yang tidak senang.
 
Setelah terjadi perang mulut antara Sarip dan Paidi, terjadilah [[duel]] antara dua pendekar tersebut. Sebilah [[pisau]] [[dapur]] ternyata tidak lebih mempan dibanding Jagang Baceman yang notabene lebih panjang, akhirnya Sarip tewas dalam perkelahian tersebut dan mayatnya dibuang di sungai [[Sedati]].
 
Dibagian [[hilir]] [[sungai]] Sedati, Ibunda Sarip "Mbok e Sarip" tengah mencuci pakaian, entah kenapa pikirannya gundah gulana memikirkan anak keduanya itu. Dia berhenti mencuci karena ada warna merah darah yang mengalir di sungai itu, dia berjalan mencari sumber darah tersebut, alangkah terkejutnya dia ketika didapatinya sumber warna merah tersebut adalah mayat anaknya. Spontanitas dia menjerit seraya berteriak "''Sariiip durung wayahe Nak.....''" (Terjemah: Sarip, belum waktunya, Nak). Anehnya Sarip bangkit dari kematiannya dan segera berlari menemui ibunya, kemudian menanyakan kepada ibunya tentang hal apa yang terjadi pada dirinya dan kenapa dia tidur di sungai.
 
Kemudian ibunya bercerita, ketika Sarip masih dalam kandungan, Ayahnya bertapa di Goa Tapa (daerah Sumber Manjing)selama beberapa waktu, dan ayahnya kembali pada saat anak keduanya telah lahir dengan membawa sebongkah kecil tanah merah "Lemah Abang". Selanjutnya tanah tersebut dibelah dan diberikan pada Sarip dan Ibunya untuk dimakan. Dikatakan oleh ayah Sarip, bahwa Sarip akan dapat bangkit dari kematian apabila ibunya masih hidup, meskipun ia terbunuh 1.000 kali sehari.
 
{{Dongeng}}
{{Indonesia|navbar=plain|prefix=:Kategori:sogol s
umur gemulingCerita rakyat dari|title=Daftar cerita rakyat di Indonesia menurut provinsi (kategori)|image=}}
 
[[Kategori:Cerita rakyat Jawa Timur]]