Budaya Rejang: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
Indonesa --> Indonesia
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
 
(27 revisi perantara oleh 15 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Tanpa referensi|date=Maret 2022}}
[[Berkas:Hukum Rejang.png|thumb|350px|right|Pengadilan berdasarkan hukum Rejang di Kepahiang pada zaman [[Hindia Belanda]] tahun 1800-an. Pengadilan tersebut terdiri atas kepala [[afdeling]] selaku [[hakim]], juru tulis, staf lainnya dari pemerintahan Hindia Belanda, dan tokoh masyarakat Rejang. Terdakwa biasanya adalah pelaku pencurian yang merupakan pendatang dari luar wilayah Rejang yang sudah dikenal secara umum oleh masyarakat Rejang bahwa pendatang dari wilayah tersebut memiliki tradisi yang suka mencuri.]]
'''Budaya Rejang''' adalah [[budaya]] yang dianut oleh [[suku Rejang|masyarakat Rejang]] di wilayah[[Tanah Rejang]] yang sekarangmeliputi menjadilima kabupaten di [[KabupatenProvinsi KepahiangBengkulu|Bengkulu]], yakni [[Kabupaten LebongBengkulu Tengah|Bengkulu Tengah]], [[Kabupaten Bengkulu TengahUtara|Bengkulu Utara]], [[Kabupaten Rejang LebongKepahiang|Kepahiang]], [[Kabupaten Bengkulu UtaraLebong|Lebong]], dan [[Kabupaten Rejang Lebong|Rejang Lebong]]; serta [[Kabupaten Musi Rawas Utara]] di [[Provinsi Sumatera Selatan|Sumatera Selatan]].
 
Suku Rejang menempati kabupatenKabupaten Rejang Lebong, kabupatenKabupaten Kepahiang, kabupatenKabupaten Bengkulu Utara, kabupatenKabupaten Bengkulu Tengah, dan kabupatenKabupaten Lebong. Suku ini merupakan suku dengan populasi terbesar kedua di provinsiProvinsi Bengkulu, suku ini tidak adaptif terhadap perkembangan di luar daerah. Ini dikarenakan [[kultur]] masyarakat Rejang yang sulit untukmudah menerima pendapat di luar daritradisi pendapatdan kelaziman menurut pendapatkebudayaan mereka, dan ini menjadimembuat buktikelompok keyakinanetnis danini ketaatanrelatif merekacepat terhadapmenyesuaikan adat-istiadatdiri yangdengan berlakuperkembangan sejakkemajuan dahulukehidupan kalamodern. Hal ini menggambarkan bahwa sejak zaman dahulu suku Rejang telah memiliki adat-istiadat. Karenayang mayoritasbersumber sukudari Rejangadat-istiadat masihsuku-suku mempertahankan kebudayaan mereka, tidak heran jika hukum adatperantauan yang berupamenetap dendadi danwilayah cuci kampung masih dipertahankan hingga sekarangmereka.{{butuh Sukurujukan}} Rejang sangat memuliakan harga diri, seperti halnya penjagaan martabat kaum perempuan, penghinaan terhadap para pencuri, dan penyiksaan dan pemberian hukum denda terhadap pelaku [[zina]]. Dikarenakan kesesuaian tradisi Rejang dengan ajaran Islam,Karena suku Rejang telah mengubah kepercayaan terdahulu mereka ke ajaran agama Islam. Hingga saat ini, budaya mereka juga identik dengan nuansa Islam. Pada zaman sekarang, sudah banyak putra-putri suku Rejang telah menempuh pendidikan tinggi seperti ilmu pendidikan keguruan, ilmu kesehatan, ilmu hukum, ilmu ekonomi, sastra, dan lain-lain. Banyak yang telah menekuni profesi sebagai [[pegawai negeri]], pejabat teras, dokter, pegawai swasta, pengacara, polisi, dan berbagai profesi yang memiliki kehormatan menurut masyarakat modern pada era sekarang ini. Mereka sudah banyak meninggal adat-istiadat yang tidak efektif lagi sebagai pedoman untuk menjalani kehidupan. Mereka lebih mementingkan ilmu pengetahuan modern berupa aturan hukum yang berlaku di Indonesia yang sah sebagai pedoman mereka menjalani kehidupan.{{butuh rujukan}}
 
Suku Rejang menempati kabupaten Rejang Lebong, kabupaten Kepahiang, kabupaten Bengkulu Utara, kabupaten Bengkulu Tengah, dan kabupaten Lebong. Suku ini merupakan suku dengan populasi terbesar di provinsi Bengkulu, suku ini tidak adaptif terhadap perkembangan di luar daerah. Ini dikarenakan [[kultur]] masyarakat Rejang yang sulit untuk menerima pendapat di luar dari pendapat kelaziman menurut pendapat mereka, dan ini menjadi bukti keyakinan dan ketaatan mereka terhadap adat-istiadat yang berlaku sejak dahulu kala. Hal ini menggambarkan bahwa sejak zaman dahulu suku Rejang telah memiliki adat-istiadat. Karena mayoritas suku Rejang masih mempertahankan kebudayaan mereka, tidak heran jika hukum adat yang berupa denda dan cuci kampung masih dipertahankan hingga sekarang. Suku Rejang sangat memuliakan harga diri, seperti halnya penjagaan martabat kaum perempuan, penghinaan terhadap para pencuri, dan penyiksaan dan pemberian hukum denda terhadap pelaku [[zina]]. Dikarenakan kesesuaian tradisi Rejang dengan ajaran Islam, suku Rejang telah mengubah kepercayaan terdahulu mereka ke ajaran agama Islam. Hingga saat ini, budaya mereka juga identik dengan nuansa Islam. Pada zaman sekarang, sudah banyak putra-putri suku Rejang telah menempuh pendidikan tinggi seperti ilmu pendidikan keguruan, ilmu kesehatan, ilmu hukum, ilmu ekonomi, sastra, dan lain-lain. Banyak yang telah menekuni profesi sebagai [[pegawai negeri]], pejabat teras, dokter, pegawai swasta, pengacara, polisi, dan berbagai profesi yang memiliki kehormatan menurut masyarakat modern pada era sekarang ini.
== Sistem kekerabatan ==
Hubungan kekerabatan suku Rejang adalah [[patrilineal]]. Mereka mengenal sistem kesatuan sosial yang bersifat teritorial genealogis (persekutuan hukum berdasarkan keturunan dan tempat kelahiran) yang disebut ''mego'' ([[marga]]).{{butuh rujukan}}

Penggolongan pertama masyarakat Rejang pada zaman dahulu terdiri dari golongan bangsawan (raja-raja dan kepala marga). Golongan kedua adalah kepala dusun yang disebut ''tuwi kutei'', dan golongan ketiga disebut golongan ''tun dewyo'' atau orang biasa.{{butuh rujukan}} Golongan yang dihormati adalah para ''pedito'' ([[rohaniawan]]) yang biasanya memiliki kemampuan [[supranatural]].{{butuh rujukan}}
 
== Sistem kepercayaan ==
Baris 11 ⟶ 13:
== Hukum ==
Suku Rejang mengenal hukum denda dan hukum mati.{{butuh rujukan}} Semakin berat tindak kejahatan, semakin besar denda yang dibebankan kepada pelaku kejahatan tersebut. Jika tidak terampuni lagi, suku Rejang memberlakukan hukuman mati. Si pelaku dibunuh sesuai ketetapan yang disepakati bersama oleh kaum bangsawan Rejang. Namun, hukum ini tidak berlaku lagi setelah berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mereka berpedoman kepada hukum yang berlaku di Indonesia berdasarkan perundang-undangan yang disahkan keberadaannya.
 
== Peradaban ==
Setelah Inggris secara resmi menyerahkan pemerintahan di Bengkulu kepada Belanda pada 6 April 1825, nasib masyarakat Bengkulu dan daerah pesisir tetap menderita di bawah belenggu kolonial. Kondisi itu berbeda dengan masyarakat Rejang di daerah pedalaman atau pegunungan yang tidak pernah mengalami penjajahan hingga tahun 1860.{{butuh rujukan}} Keberuntungan itu dikarenakan letak daerah Rejang yang jauh di pedalaman dan dikelilingi bukit barisan serta hutan rimba yang masih sangat belantara. Sebelum Belanda menyambangi Tanah Pat Petulai, peradaban masyarakat Rejang sudah lebih maju dibandingkan dengan masyarakat lainnya.{{butuh rujukan}} Hal ini dibuktikan dalam masyarakat Rejang telah memiliki pemerintahan masyarakatnya sendiri yang terdiri dari 5 orang ''tuwi kutei''. ''Kutei'' merupakan suatu masyarakat hukum adat asli yang berdiri dan geneologis terdiri dari sekurang-kurangnya 10 hingga 15 keluarga atau rumah, sedangkan ''tuwi kutei'' merupakan kepala ''kutei'' yang dipilih berdasarkan garis keturunan pendiri petulai (kesatuan kekeluargaan masyarakat Rejang yang asli).{{butuh rujukan}}
 
Dengan adanya sistem petulai tersebut, menandakan masyarakat Rejang sudah memiliki hukum adat yang dipatuhi oleh pendukungnya. Peradaban yang maju pada masyarakat Rejang juga ditandai bahwa suku Rejang telah memiliki aksara sendiri sebagai alat penyampai informasi, yakni aksara kaganga. Hingga saat ini, masyarakat Rejang yang asli masih memiliki peradaban yang menjunjung harga diri. Sering terjadinya kerusakan peradaban dalam masyarakat Rejang karena banyak penduduk di daerah Rejang yang mampu berbahasa Rejang, namun secara silsilah keturunan mereka bukanlah masyarakat Rejang yang asli (garis keturunan bukan [[patrilineal]]). Hal ini menjadi fenomena yang mencoreng citra suku Rejang.
Baris 20 ⟶ 22:
== Pernikahan ==
Suku Rejang memiliki tiga jenis kesepakatan dalam penikahan:
* ''SemenoSemendo'': Pihak laki-laki selaku suami hidup di keluarga pihak perempuan selaku istri setelah pernikahan disahkan. Pihak laki-laki tersebut berkewajiban menafkahi istri dan menuruti perintah dari keluarga perempuan dalam menjalani kehidupan selama dalam ikatan pernikahan.
* ''Beleket'': Pihak laki-laki memiliki wewenang penuh dalam mengatur urusan rumah tangganya tanpa ada turut campur dari keluarga pihak perempuan setelah disahkan pernikahan. Biasanya, adat pernikahan ini berlaku jika pihak laki-laki selaku suami memenuhi segala kesepakatan sesuai dengan syarat yang telah ditentukan oleh keluarga pihak perempuan supaya dapat memperistri si perempuan. Kesepakatan yang biasa diterapkan kaum bangsawan yang menikahi kaum rakyat jelata.
* ''SemenoSemendo rajo-rajo'': Kesepakatan yang membebaskan pihak laki-laki dan pihak perempuan selaku suami dan istri untuk menjalani hidup sesuai dengan keinginan mereka masing-masing untuk memilih di lingkungan keluarga mana yang diinginkan tanpa terikat aturan dari pihak keluarga mana pun. Pernikahan jenis ini biasa terjadi di antara orang-orang dengan status sosial yang setara, biasanya juga diterapkan dalam kehidupan kaum bangsawan Rejang.
 
Setelah datangnya pengaruh [[Islam]], adat pernikahan ini telah digantikan dengan syarat dan ketentuan Islam yang tercipta dari [[ijab kabul]]. Walaupun demikian tiga jenis kesepakatan adat tersebut diberlakukan dalam kehidupan yang sebenarnya.