Sholeh bin Muhsin al-Hamid Tanggul: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k clean up
Ustad abu naum (bicara | kontrib)
 
(5 revisi perantara oleh 5 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 10:
 
=== Kelahiran dan masa kecil ===
Meski namanya dinisbatkan pada nama kecamatan [[Tanggul, Jember|Tanggul, Jember, Jawa Timur]], ia sebenarnya dilahirkan di desa Wadi 'Amd, [[Hadramaut]], [[Yaman]] pada 17 Jumadil awal 1313 Hijriah atau bertepatan dengan tahun 1895 Masehi.<ref name=":1">{{Cite web|url=https://wongjember.com/habib-sholeh-tanggul/|title=Biografi Habib Sholeh bin Muhsin Al Hamid Tanggul - Jember|date=2020-04-07|website=WONGJEMBER.COM|language=id-ID|access-date=2020-05-06}}</ref>. Ayahnya juga merupakan seorang ulama Wadi 'Amd bernama Muhsin bin Ahmad al-Hamid, yang juga dikenal masyarakat sekitar dengan julukan al-Bakri al-Hamid, sedangkan ibunya adalah Aisyah dari keluarga al-'Abud Ba 'Umar dari kalangan klan ''masyaikh''/non-habaib al-'Amudi.<ref name=":0">{{Cite book|title=17 Habaib Berpengaruh di Indonesia|last=Mauladdawilah|first=Abdul Qadir Umar|date=2011|publisher=Pustaka Bayan|isbn=|location=Malang|pages=|url-status=live}}</ref>.
 
Masa kecilnya ia habiskan untuk menuntut ilmu agama. Guru utamanya dalam bidang [[Fikih|ilmu fikih]] dan [[tasawuf]] adalah ayahnya sendiri, Habib Muhsin bin Ahmad al-Hamid, sedangkan [[Al-Qur'an]] ia pelajari dari Syekh Saíd Ba Mudhij, ulama kenamaan Wadi 'Amd.<ref name=":2">{{Cite web|url=https://daerah.sindonews.com/berita/1288144/29/habib-sholeh-tanggul-waliyullah-yang-doanya-makbul|title=Habib Sholeh Tanggul, Waliyullah yang Doanya Makbul|website=SINDOnews.com|language=id-ID|access-date=2020-05-06}}</ref>.
 
=== Hijrah ke Indonesia ===
Saat Habib Sholeh berusia 26 tahun atau ketika itu bertepatan dengan tahun 1921 M, ia memutuskan berhijrah ke [[Indonesia]] bersama Syekh Fadhli Sholeh Salim bin Ahmad al-Asykari.<ref name=":3">{{Cite book|title=Seri Buku Islam: Habib di Nusantara, Karnaval Habib Kota|last=Shahab|first=Idrus F.|date=2019|publisher=Tempo Publishing|isbn=978-623-207-253-4|location=Jakarta|pages=|url-status=live}}</ref><ref>{{Cite book|title=Habaib Pakunya Tanah Jawa: Menelusuri Jejak Dakwah, Tirakat 25 Turunan Rasulullah|last=Syaikh|first=Nur Hakim|date=|publisher=Santri Salaf|isbn=|location=Kediri|pages=|url-status=live}}</ref>. Perjalanan hijrah ini membuatnya sempat singgah di [[Gujarat]], [[India]], lalu berlabuh di [[Jakarta]]. Habib Sholeh sempat tinggal beberapa hari di Jakarta dan berkeliling mengunjungi para ulama sampai saudara sepupunya yang bernama Habib Muhsin bin Abdullah al-Hamid yang telah lebih dulu berhijrah meminta Habib Sholeh untuk mengunjungi kediamannya di [[Lumajang]].<ref name=":0" />.
 
Selama di [[Lumajang]], Habib Sholeh menggunakan waktunya untuk mempelajari bahasa dan budaya masyarakat setempat khususnya dalam berbahasa Jawa, Habib Sholeh juga kemudian menikah dengan warga [[Tempeh, Lumajang]] dan membangun rumah di sana. Habib Sholeh berdakwah keliling dari desa ke desa di Lumajang sampai 12 tahun lamanya sebelum akhirnya memutuskan pindah ke Tanggul.<ref name=":1" />.
 
Tidak ada yang mengetahui alasan pasti mengapa Habib Sholeh sampai membawa seluruh keluarganya pindah ke [[Tanggul, Jember]], namun keluarganya meyakini bahwa keputusannya berasal dari petunjuk Allah. Sebelum akhirnya menjadi pendakwah di daerah baru tersebut, Habib Sholeh terlebih dahulu melaksanakan ''<nowiki/>'uzlah/khalwat'' atau aktifitasaktivitas menyepi/mengurung diri dengan beribadah sampai lebih dari 3 tahun lamanya.<ref name=":0" />.
 
Adalah Habib Abu Bakar bin Muhammad as-Segaf, seorang ulama terkemuka yang berdomisili di [[Gresik]] yang kemudian memerintahkan Habib Sholeh untuk mengakhiri masa ''khalwat'' dan memintanya datang ke Gresik. Sesampainya di Gresik, Habib Abu Bakar memberikan Habib Sholeh mandat dan ''ijazah'' dengan memakaikan jubah imamah dan sorban hijau sebagai penanda status kewalian ''quthb'' yang diembannya, sekaligus meminta Habib Sholeh untuk segera menunaikan ibadah haji.<ref name=":2" />.
 
Sepulangnya dari berhaji, Habib Sholeh memulai aktifitasaktivitas dakwahnya dengan mendrikanmendirikan musala di kediamannya. AktifitasAktivitas pengajian juga mulai dilakukan biasanya selepas Ashar, mengkaji kitab khususnya kitab An-Nashaihud Dinniyah karya ulama [[Hadramaut]] [[Abdullah bin Alawi al-Haddad]] yang ia sampaikan dalam bahasa masyarakat sekitar yakni bahasa Madura.<ref name=":0" />. Habib Sholeh juga menghidupkan musala dengan pembacaan dzkiri dan wirid yang biasa diajarkan oleh kalangan ulama [[Hadramaut]] tempatnya berasal. Selain berdakwah, Habib Sholeh juga dikenal sebagai pedagang kain dan pakaian.<ref name=":3" />.
 
Beberapa tahun kemudian, Habib Sholeh mendapat hadiah sebidang tanah dari seorang pengusaha setempat bernama Haji Abdur Rasyid. Di atas tanah tersebut Habib Sholeh kemudian membangun masjid yang diberi nama Masjid Riyadus Shalihin dan kemudian mewakafkannya, letaknya tepat berada di sebelah selatan Stasiun Tanggul. Dakwah dan kegiatan keagamaan pun kian hidup setelah masjid ini berdiri.<ref name=":2" />.
 
=== Wafat ===
Habib Sholeh wafat pada 8 Syawal 1396 H atau bertepatan pada tahun 1976 M,<ref name=":1" />, ada pula sumber lainnya yang mengatakan pada tanggal 9 Syawal 1396 dalam usia 83 tahun<ref name=":0" />/81 tahun/86 tahun.<ref name=":1" />. Ia dikebumikan keesokan harinya setelah sholat Dzuhur di kompleks Masjid Riyadhus Sholihin Tanggul, Jember. Hingga kini, [[haul]] atau peringatan kewafatannya rutin diselenggarakan setiap tahun pada 10 Syawal dan selalu mendatangkan ribuan peziarah dari berbagai daerah khususnya [[Jember]] dan sekitarnya, segala bentuk aktifitasaktivitas dakwah dan pengajian kini juga diteruskan oleh anak cucu keturunannya<ref name=":2" />.[[Berkas:Stasiun Tanggul 2019.jpg|kiri|jmpl|Stasiun Tanggul, di sebelah selatan stasiun ini berdiri Masjid Riyadhus Sholihin, pusat aktifitasaktivitas dakwah sekaligus kompleks makam Habib Sholeh Tanggul.]]
 
== Nasab ==
Ia adalah keturunan ketiga puluh sembilan dari [[Rasulullah]], nasab lengkapnya adalah: '''Sholeh''' bin Muhsin bin Ahmad bin Abubakar bin Abdullah bin Sholeh bin Abdullah bin Salim bin Umar bin Hamid bin asy-Syeikh[[Syekh Abubakar bin Salim|Syekh Abibakar bin Salim]] bin Abdullah bin Abdurrahman bin Abdullah bin Abdurrahman Assegaf bin Muhammad Mauladdawilah bin Ali bin Alwi Al-Ghayur bin [[Muhammad al-Faqih Muqaddam]] bin Ali bin [[Muhammad Shahib Mirbath]] bin Ali Khali' Qasim bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin [[Ahmad al-Muhajir]] bin Isa Ar-Rumiy bin Muhammad Annaqib bin Ali Al-Uraidhiy bin Ja'far ash-Shadiq bin [[Muhammad al-Baqir]] bin Ali Zainal Abidin bin [[Husain bin Ali|Hussein]] dari [[Fatimah az-Zahra]] Putri [[Rasulullah]] {{SAW}}.<ref name=":0" />.
 
== Kisah Spiritual ==
Habib Sholeh terkenal dekat dengan pesohor hingga politikus negara, salah satunya mantan [[Adam Malik|Wakil Presiden Adam Malik]] yang banyak diceritakan. Saat gejolak [[Partai Komunis Indonesia]], [[Adam Malik]] masih bekerja di [[Lembaga Kantor Berita Nasional Antara]], ia kerap mendapat ancaman pembunuhan yang dicurigai datang Menteri Luar Negeri saat itu [[Soebandrio]] hingga membuatnya meminta perlindungan ke [[Habib ali kwitang|Habib Ali Kwitang]], atas rekomendasi Habib Ali, ia lalu pergi mengungsi ke kediaman Habib Sholeh di [[Tanggul, Jember]].<ref name=":4">{{Cite web|url=https://muslim.okezone.com/read/2019/12/10/614/2140092/karomah-habib-sholeh-dua-tamunya-jadi-menteri|title=Karomah Habib Sholeh, Dua Tamunya Jadi Menteri page-2 : Okezone Muslim|last=Okezone|first=|date=2019-12-10|website=https://muslim.okezone.com/|language=id-ID|access-date=2020-05-06}}</ref>.
 
Hanya sempat menginap semalam, Habib Sholeh menyuruh Adam Malik kembali ke Jakarta dan berpesan untuk tidak takut, berharap perlindungan Allah, dan mengatakan kelak Adam Malik akan mengambil jabatan itu. Pasca-[[Gerakan 30 September]], pesan Habib Sholeh menjadi kenyataan setelah Adam Malik mengambil posisi menteri luar negeri pada 1966.<ref name=":4" />.
 
Hal serupa pernah terjadi pula pada [[Alwi Shihab]]. Saat itu Alwi Shihab menemui Habib Sholeh untuk meminta doa restu dan mencurahkan kesulitannya untuk dapat berkuliah di luar negeri yakni terkait dokumen dan visa. Habib Sholeh kemudian memerintahkan Alwi Shihab untuk mandi di kedua sumur dekat kediamannya dan memerintahkannya menemui [[Adam Malik]] yang saat itu menjabat sebagai menteri luar negeri.
 
Mendengar hal tersebut Alwi sempat ragu karena sebagai rakyat biasa ia akan merasa kesulitan menemui seorang menteri, Habib Sholeh membekalinya dengan sebuah surat dan berpesan untuk tidak perlu takut kepada Adam Malik karena kelak ia akan mengambil posisi tersebut. Beberapa puluh tahun kemudian pesan itu menjadi kenyataan setelah [[Alwi Shihab]] menjadi menteri luar negeri di era [[Abdurrahman Wahid|Presiden Abdurrahman Wahid]].<ref name=":4" />.
 
== Referensi ==
=== Catatan Kaki ===
<references />
{{reflist|30em}}
 
[[Kategori:Ulama IndonesiaJember]]
[[Kategori:Alawiyyin]]