Aksara Bali: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Natsukusha (bicara | kontrib)
Added {{Merge}} tag (TW)
M. Adiputra (bicara | kontrib)
 
(29 revisi perantara oleh 10 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Merge|Aksara Sasak|date=Juli 2022}}
{{Artikel bagus}}
{{Teks Bali}}
Baris 5 ⟶ 4:
{{Infobox Writing system
|name = Aksara Bali
|altname = {{Scriptscript/Bali|ᬅᬓ᭄ᬱᬭᬩᬮᬶ}}
|type = [[Abugida]]
|languages= [[Bahasa Bali|Bali]], [[Bahasa Sasak|Sasak]], [[bahasa Melayu|Melayu]], [[bahasa Kawi|Kawi]], [[Sanskerta]]
Baris 19 ⟶ 18:
}}
 
'''Aksara Bali''', juga dikenal sebagai '''Hanacaraka''', adalah salah satu [[aksara Nusantara|aksara tradisional Indonesia]] yang berkembang di Pulau [[Bali]]. Aksara ini terutama digunakan untuk menulis bahasa [[bahasa Bali|Bali]], [[Bahasa Sanskerta|Sanskerta]], dan [[bahasaBahasa Jawa KawiKuno|Kawi]], tetapi dalam perkembangannya juga digunakan untuk menulis beberapa bahasa daerah lainnya seperti [[bahasa Sasak]] dan [[bahasa Melayu|Melayu]] dengan tambahan dan modifikasi. Aksara Bali merupakan turunan dari aksara [[aksara Brahmi|Brahmi]] India melalui perantara [[aksara Kawi]] dan berkerabat dekat dengan [[aksara Jawa]]. Aksara Bali aktif digunakan dalam sastra maupun tulisan sehari-hari masyarakat Bali sejak pertengahan abad ke-15 hingga kini dan masih diajarkan di Bali sebagai bagian dari muatan lokal, meski penerapannya dalam kehidupan sehari-hari telah berkurang.{{sfn|Everson|2005|pp=1}}
 
Aksara Bali adalah sistem tulisan [[abugida]] yang terdiri dari sekitar 18 hingga 33 aksara dasar, tergantung dari penggunaan bahasa yang bersangkutan. Seperti aksara [[Aksara Brahmi|Brahmi]] lainnya, setiap konsonan merepresentasikan satu suku kata dengan vokal inheren /a/ yang dapat diubah dengan pemberian diakritik tertentu. Arah penulisan aksara Bali adalah kiri ke kanan. Secara tradisional aksara ini ditulis tanpa spasi antarkata (''[[scriptio continua]]'') dengan sejumlah [[tanda baca]].
Baris 42 ⟶ 41:
}}
{{main|Lontar}}
Aksara Bali kebanyakan ditemukan dalam media [[lontar]], yakni daun palem yang telah diolah sedemikian rupa hingga dapat ditulisi. Media ini telah digunakan di Indonesia sejak periode Hindu-Buddha dan memiliki rekam jejak penggunaan yang panjang di seantero Asia Selatan dan Asia Tenggara. Di Bali, palem yang digunakan sebagai bahan dasar lontar adalah [[siwalan|palem tal]] (''Borassus flabellifer'', disebut juga palem siwalan). Hanya palem dari tempat-tempat tertentu yang daunnya layak dipakai untuk dijadikansebagai media tulis, dan di Bali palem yang dianggap paling baik berasal dari daerah kering di utara kabupaten [[Karangasem]], di sekitar [[Culik]], [[Kubu, Karangasem|Kubu]], dan [[Tianyar, Kubu, Karangasem|Tianyar]]. Daun palem dipetik pada bulan-bulan tertentu ketika daun palem sudah cukup berkembang namun belum menjadi terlalu tua, umumnya sekitar bulan Maret–April atau September–Oktober.{{sfn|Hinzler|1993|pp=443-444}} Daun yang telah dipetik kemudian dibelah dan dijemur, proses ini membuat warna daun yang semula hijau menjadi kekuningan. Setelah itu, daun direndam di dalam air selama beberapa hari, digosok, kemudian dijemur kembali. Setelah pengeringan kedua, lidi tiap daun dibuang. Daun kering kemudian direbus dalam campuran herbal yang bertujuan untuk mengeraskan dan memperkuat lontar. Setelah direbus selama kurang lebih 8 jam, daun diangkat, kemudian dijemur kembali namun dibasahi secara berkala. Berikutnya, daun ditekan dengan alat penjepit yang disebut ''pamlagbagan'' atau ''pamĕpĕsan'' agar permukaannya mulus dan rata. Daun ditekan selama kurang lebih 15 hari, tetapi dikeluarkan secara berkala untuk digosok dan dibersihkan. Setelah dianggap cukup mulus, daun dipotong sesuai ukuran pesanan, dilubangi, dan diberi garis bantu; lembar lontar kini siap ditulisi.{{sfn|Hinzler|1993|pp=447-448}}
 
Lembar lontar yang siap ditulisi, disebut sebagai ''pĕpĕsan'', memiliki bentuk persegi panjang dengan lebar sekitar 2,8 hingga 4 cm dan panjang yang bervariasi antara 20 hingga 80 cm. Tiap lembar hanya dapat memuat beberapa baris tulisan, umumnya sekitar empat baris, yang digurat dalam posisi horizontal dengan pisau kecil yang disebut ''pangropak'' atau ''pangutik''. Teknik pengguratan lontar cenderung menghasilkan bentuk yang banyak melengkung dan membulat,{{sfn|Hinzler|1993|pp=461}} hal inilah yang menjadi cikal bakal bentuk aksara Bali. Lembar yang telah ditulisi disebut sebagai ''lĕmpir''.{{sfn|Hinzler|1993|pp=447-448}} Setelah selesai ditulis, guratan aksara pada ''lĕmpir'' dihitamkan dengan cara diseka campuran jelaga serta minyak [[kemiri]] yang akan masuk ke sela-sela guratan dan membuat aksara menjadi lebih jelas terlihat. Setelah selesai dihitamkan, ''lĕmpir'' dibersihkan dan diusap dengan campuran herbal seperti minyak [[sereh]] yang bertujuan untuk mencegah kerusakan akibat cuaca atau serangga. Pengusapan ini perlu dilakukan secara berkala agar ''lĕmpir'' tetap awet. Kumpulan ''lĕmpir'' yang telah ditulisi kemudian disatukan dengan tali yang kedua ujungnya dapat diapit dengan sampul kayu bernama ''cakĕpan''. Jika tidak diapit dengan ''cakĕpan'', lontar dapat disimpan dalam kantong kain (''ulĕs''), tabung bambu (''bungbung''), atau kotak kayu bernama ''kropak'' untuk naskah-naskah yang dianggap sangat penting.{{sfn|Hinzler|1993|pp=450-451}}{{sfn|Hinzler|1993|pp=455-457}}
Baris 54 ⟶ 53:
|-
|align=center; colspan=2|
<gallery mode="packed" heights="250px">
File:COLLECTIE TROPENMUSEUM Astronomische gegevens tot regeling van het landbouwjaar in het Balinees op vijf vellen lontarblad TMnr 274-3.jpg|Lontar yang berisi catatan pengamatan astronomis untuk menentukan agenda bertani, koleksi Tropenmuseum
Berkas:Kakawin ramayana Or 14022 f2-4.jpg|Cuplikan ''[[Kakawin Ramayana|Kakawin Rāmāyaṇa]]'' yang disalin tahun 1975, koleksi British Library
Baris 61 ⟶ 60:
|}
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Een groep mannen leest (en beschrijft) een lontarhandschrift in een ruimte naast de poort van een tempel op Bali TMnr 60048984.jpg|ka|300px|jmpl|Perkumpulan membaca lontar (''sĕkaha mabasan'') di Bali antara tahun 1910 hingga 1920]]
Dalam masyarakat Bali dan Lombok pra-kemerdekaan, aksara Bali aktif digunakan dalam berbagai lapisan masyarakat untuk menuliskan sastra dengan cakupan yang luas dan beragam. Kebanyakan teks sastra disusun dalam bentuk [[tembang]] yang dirancang untuk dilantukan, sehingga teks tidak hanya dinilai dari isi dan susunannya, tetapi juga dari irama dan nada pelantunan. Sastra Bali juga digubah menggunakan sejumlah bahasa; Sastra umum digubah dengan [[bahasa Bali]] halus yang menggunakan banyak kosakata Kawi, sementara sastra klasik dengan derajat yang tinggi, semisal ''[[kakawin]]'', digubah sepenuhnya dengan [[bahasa Kawi]] dan [[Sanskerta]]. Dalam perkembangannya, berkembang pula genre sastra seperti ''[[geguritan|gĕguritan]]'' yang dapat digubah menggunakan bahasa Bali sehari-hari dan bahkan bahasa [[Bahasa Melayu|Melayu]].{{sfn|Rubenstein|1996|pp=138}}<ref name="creese">{{cite journal|url=http://lib.perdana.org.my/PLF/PLF2/Digital_Content/PLF/000013/OCRed/1006722.pdf|last=Creese|first=Helen|date=August, 2007|title=Curious Modernities: Early Twentieth-Century Balinese Textual Explorations|journal=The Journal of Asian Studies|volume=66|issue=3|page=729}}{{Pranala mati|date=Februari 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref>{{efn|Sebagai ''[[lingua franca]]'' di Nusantara, banyak kalangan ningrat Bali pra-kemerdekaan yang fasih berbahasa Melayu untuk keperluan surat-menyurat dan diplomasi. Tidak jarang ditemukan karya sastra Bali dengan sejumlah kata serapan Melayu, dan beberapa karya bahkan digubah sepenuhnya dengan bahasa Melayu, salah satunya adalah [https://palmleaf.org/wiki/geguritan-nengah-jimbaran ''Gĕguritan Nĕngah Jimbaran''] yang ditulis di awal abad ke-20 oleh Raja Badung VII, [[I Gusti Ngurah Made Agung]] (1876–1906).<ref name="creese"/>}} Selain itu, sastra Sasak di Lombok juga banyak digubah menggunakan [[bahasa Jawa]] halus, dan beberapa digubah dengan [[bahasa Sasak]].{{sfn|Meij|1996|pp=155-156}}{{sfn|Austin|2010|pp=36}} Karena banyak karya sastra memiliki bahasa halus yang arkais, teks umum dibaca bersama-sama dengan cara yang umum dikenal sebagai ''pĕsantian'' di Bali dan ''pĕpaosan'' di Lombok. Dalam cara ini, suatu teks dibaca berganti-gantian oleh dua orang pembaca: pembaca pertama melantunkan cuplikan teks dengan nada dan irama yang sesuai tembang, sementara pembaca kedua memberikan terjemahan dan [[parafrase]] yang dapat menjelaskan maksud cuplikan teks tersebut kepada para hadirin. Pembaca yang terampil sering kali diundang untuk membacakan cuplikan lontar dengan tema yang sesuai acara untuk meningkatkan kekhidmatan upacara. Semisal di Bali, upacara pernikahan dapat dilengkapi dengan pembacaan adegan pernikahan [[Arjuna]] dari ''[[Arjunawiwaha|Kakawin Arjunawiwāha]]''.{{sfn|Rubenstein|1996|pp=147}} Sementara itu di Lombok, upacara potong rambut bayi (''ngurisan'') dapat dilengkapi dengan pembacaan adegan pemotongan rambut [[Nabi Muhammad]] dari ''Aparas Nabi''.{{sfn|Meij|1996|pp=158}}<ref>{{cite journal|url=https://www.academia.edu/7007252/Nabi_Aparas._The_Shaving_of_the_Prophet_Muhammads_Hair._A_facsimile_edition_of_a_Javanese_manuscript_from_Lombok_MS_M.53_in_the_private_collection_of_Dick_van_der_Meij|title=|first=Dick van der|last=Meij|title=Nabi Aparas. The Shaving of the Prophet Muhammad's Hair. A facsimile edition of a Javanese manuscript from Lombok MS M.53 in the private collection of Dick van der Meij|first=Dick van der|last=Meij|journal=Manuscripta Indonesica volume 6|isbn=9073006082|issn=0929-6484|year=1996|publisher=Indonesian-Netherlands Cooperation in Islamic Studies (INIS)|access-date=2020-05-22|archive-date=2020-07-03|archive-url=https://web.archive.org/web/20200703212548/https://www.academia.edu/7007252/Nabi_Aparas._The_Shaving_of_the_Prophet_Muhammads_Hair._A_facsimile_edition_of_a_Javanese_manuscript_from_Lombok_MS_M.53_in_the_private_collection_of_Dick_van_der_Meij|dead-url=yes}}</ref> Pada tingkat dusun, kegiatan ini diwadahi oleh perkumpulan yang bertemu secara berkala untuk membahas (''mabasan'') isi lontar dan berlatih ''pĕsantian/pĕpaosan''. Kegiatan ini terdokumentasi telah dilakukan di kalangan ningrat dan pendeta sejak abad ke-19, tetapi kemudian menyebar ke masyarakat umum pada awal abad ke-20.{{sfn|Rubenstein|1996|pp=144-147}}
 
Selain sastra, aksara Bali juga lumrah digunakan dalam surat dan catatan untuk berbagai kegiatan sehari-hari, dari agenda bertani hingga bukti pembayaran pajak. Sejumlah desa di Bali bahkan memiliki sistem administrasi tradisional yang menuliskan berbagai perihal desa, seperti aturan (''awig-awig''), organisasi masyarakat (''sĕkaha''), dan koordinasi [[subak]], dalam catatan lontar yang dipertanggung-jawabkan oleh seorang sekretaris (''panyarikan''). Kebanyakan catatan ini ditulis dalam bahasa sehari-hari, tetapi tidak jarang ditemukan catatan dengan banyak campuran kata-kata Kawi atau bahkan sepenuhnya menggunakan bahasa Kawi, terutama untuk urusan resmi yang melibatkan kaum ningrat.{{sfn|Rubenstein|1996|pp=40}}{{sfn|Hinzler|1993|pp=456}}
 
Bersamaan dengan meningkatnya ketersediaan kertas di Bali pada awal abad ke-20, berkembang pula teknologi cetak aksara Bali yang diprakarsai oleh pemerintahan [[Hindia Belanda]]. Fon aksara Bali cetak pertama dikembangkan oleh [[Percetakan Negara Republik Indonesia|Landsdrukkerij]] atau Percetakan Negeri di [[Batavia]] untuk kamus Kawi-Bali-Belanda karya [[Herman Neubronner van der Tuuk]] yang dicetak pada tahun 1897. Semenjak itu materi cetak beraksara Bali dihasilkan oleh sejumlah penerbit, utamanya buku-buku pelajaran yang digunakan di sekolah rakyat dan sastra Kawi yang digarap oleh akademisi.{{sfn|Hinzler|1993|pp=458}}{{sfn|Rubinstein|1996|pp=151-153}} Fon cetak ini masih disimpan oleh Percetakan Bali yang dimiliki oleh Pemerintahan Daerah Tingkat I Bali, tetapi percetakan massal aksara Bali kini mengandalkan fon komputer yang pembuatannya diprakarsai oleh I Made Suatjana pada 1980-an.{{sfn|Suasta|1996|pp=56-59}}<ref>{{citeCite webnews|url=https://bali.tribunnews.com/2019/03/02/kisah-suatjana-mendigitalisasi-aksara-bali-raih-penghargaanbali-kerthi-nugraha-mahottama-2019|publisher=BALI.TRIBUNNEWS.com|access-date=17 Mei 2020|title=Kisah Suatjana Mendigitalisasi Aksara Bali, Raih Penghargaan Bali Kerthi Nugraha Mahottama 2019|date=2 Maret 2019|first=Wema Satya|last=Dinata|editor1-first=Irma |editor1-last=Budiarti|language=id|work=[[Tribunnews|Tribunnews.com]]}}</ref>
 
=== Penggunaan kontemporer ===
Baris 71 ⟶ 70:
 
Sebagai upaya melestarikan dan melumrahkan penggunaan aksara Bali dalam ranah publik, Pemerintahan Provinsi Bali melalui Peraturan Gubernur no. 80 tahun 2018 mewajibkan sekolah, pura, lembaga pemerintahan, dan fasilitas-fasilitas umum untuk menggunakan aksara Bali dalam penulisan plang nama masing-masing.<ref>
[https://jdih.baliprov.go.id/uploads/produk-hukum/peraturan/2018/PERGUB/PERGUB_NOMOR_80_TAHUN_2018.pdf Peraturan Gubernur Bali Nomor 80 Tahun 2018]. Bab IV Pasal 6. hlm. 4. Diundangkan tanggal 26 September 2018.</ref> Selain itu, bulan Februari juga dinyatakan sebagai sebagai Bulan Bahasa Bali yang akan diisi oleh berbagai acara dan perlombaan bertema pelestarian sastra, bahasa, dan aksara Bali, salah satunya misal dengan perlombaan menulis aksara Bali.<ref>[https://jdih.baliprov.go.id/uploads/produk-hukum/peraturan/2018/PERGUB/PERGUB_NOMOR_80_TAHUN_2018.pdf Peraturan Gubernur Bali Nomor 80 Tahun 2018]. Bab V Pasal 7-8. hlm. 5. Diundangkan tanggal 26 September 2018.</ref><ref>{{Cite web|url=https://balitribune.co.id/content/lomba-nyurat-aksara-bali-dibanjiri-ratusan-siswa-di-denpasar|title=Lomba "Nyurat" Aksara Bali Dibanjiri Ratusan Siswa di Denpasar|date=23 Februari 2018 |publisher=Bali Tribune|access-date=6 April 2020|first=I Wayan|last=Sudarsana}}</ref> Meskipun begitu, hingga 2020 masih banyak tempat usaha yang belum menerapkan penggunaan aksara Bali,<ref>{{Cite web|url=https://balitribune.co.id/content/banyak-pengusaha-belum-tahu-peraturan-papan-nama-beraksara-bali-0|title=Banyak Pengusaha Belum Tahu Peraturan Papan Nama Beraksara Bali|first=Putu Agus|last=Mahendra|publisher=Bali Tribune|date=24 Januari 2020|access-date=17 April 2020}}</ref> dan tidak jarang pula ditemui papan nama dengan penulisan aksara Bali yang memiliki sejumlah kesalahan.<ref>{{Cite web|url=https://balitribune.co.id/content/aksara-bali-di-papan-nama-kantor-banyak-keliru|title=Aksara Bali di Papan Nama Kantor Banyak Keliru|date=9 Oktober 2018|publisher=Bali Tribune|access-date=6 April 2020|first=Ketut|last=Sugiana}}</ref> Salah satu yang menerima cukup banyak sorotan adalah kesalahan penulisan aksara Bali di terminal domestik [[Bandara Ngurah Rai]].<ref>{{citeCite webnews|url=https://bali.tribunnews.com/2018/10/12/dosen-unud-ungkap-kesalahan-aksara-bali-di-bandara-ngurah-rai-koster-segera-lakukan-perbaikan|title=Dosen Unud Ungkap Kesalahan Aksara Bali di Bandara Ngurah Rai, Koster Segera Lakukan Perbaikan|first=AA Seri |last=Kusniarti|editor1-first=Ady |editor1-last=Sucipto|date=12 Oktober 2018|publisher=Tribun-Bali|access-date=17 Mei 2020|language=id|work=[[Tribunnews|Tribunnews.com]]}}</ref> Beberapa faktor yang menyebabkan banyaknya kesalahan di antaranya adalah keengganan tempat usaha untuk berkonsultasi pada instansi dengan kompetensi memadai, serta ketergantungan pada program komputer yang tidak diimbangi dengan kemampuan baca tulis alami sehingga pengguna sering kali tidak sadar atau tidak mampu memperbaiki galat dan langsung mencetak apa yang tertera di layar. Akan tetapi, upaya ini tetap diapresiasi oleh banyak pihak dan diharapkan dapat menjadi batu pijakan untuk meningkatkan kualitas penerapan aksara Bali ke depannya.<ref>{{citeCite webnews|url=https://bali.tribunnews.com/2019/06/08/masih-banyak-kesalahan-tulis-aksara-bali-kasihan-jika-cetaknya-di-batu-granit-yang-mahal|title=Masih Banyak Kesalahan Tulis Aksara Bali, Kasihan Jika Cetaknya di Batu Granit yang Mahal|first=I Wayan Eri|last=Gunarta|editor1-first=Widyartha |editor1-last=Suryawan|publisher=Tribun-Bali|access-date=17 Mei 2020|date=8 Juni 2019|language=id|work=[[Tribunnews|Tribunnews.com]]}}</ref>
 
== Bentuk ==
Baris 77 ⟶ 76:
''Aksara'' merupakan huruf dasar yang merepresentasikan satu suku kata. Aksara Bali memiliki sekitar 45 aksara dasar, tetapi tidak semuanya digunakan dengan setara. Dalam perkembangannya, terdapat aksara yang tidak lagi dibedakan secara fonetis dan hanya digunakan untuk ejaan etimologis dalam konteks tertentu sehingga huruf-huruf dalam aksara Bali dikelompokkan ke dalam beberapa jenis berdasarkan fungsi dan penggunaannya.
==== ''Wyañjana'' ====
''Aksara wyañjana'' ({{Scriptscript/Bali|ᬳᬓ᭄ᬱᬭᬯ᭄ᬬᬜ᭄ᬚᬦ}}) adalah aksara konsonan dengan vokal inheren /a/. Sebagai salah satu aksara turunan [[aksara Brahmi|Brahmi]], aksara Bali memiliki 33 aksara ''wyañjana'' untuk menuliskan 33 bunyi konsonan yang digunakan dalam bahasa [[Sanskerta]] dan [[bahasa Kawi|Kawi]]. Bentuknya dapat dilihat sebagaimana berikut:{{sfn|Everson|2005|pp=1}}{{sfn|Suasta|1996|pp=10-12}}
 
{| class="wikitable" style="width:60%;"
Baris 98 ⟶ 97:
|-
! style="text-align:center; "| [[Konsonan langit-langit belakang|Velar]]<br><small>Kaṇṭya</small>
| style="text-align:center; "| [[Berkas:Bali Ka.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬓ}}<hr>ka
| style="text-align:center; "| [[Berkas:Bali Ka mahaprana.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|<br>ᬔ}}<hr>kha
| style="text-align:center; "| [[Berkas:Bali Ga.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬕ}}<hr>ga
| style="text-align:center; "| [[Berkas:Bali Ga gora.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬖ}}<hr>gha
| style="text-align:center; "| [[Berkas:Bali Nga.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬗ}}<hr>ṅa{{ref label|nga|1}}
!
!
| style="text-align:center; "| [[Berkas:Bali Ha.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬳ}}<hr>ha/a{{ref label|ha|3}}
|-
! style="text-align:center;"|[[Konsonan langit-langit|Palatal]]<br><small>Tālawya</small>
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Bali Ca.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬘ}}<hr>ca
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Bali Ca laca.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬙ}}<hr>cha
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Bali Ja.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬚ}}<hr>ja
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Bali Jha.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬛ}}<hr>jha
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Bali Nya.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬜ}}<hr>ña{{ref label|nya|2}}
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Bali Ya.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬬ}}<hr>ya
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Bali Sa saga.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬰ}}<hr>śa{{ref label|sya|6}}
!
|-
! align=center|[[Konsonan tarik-belakang|Retrofleks]]<br><small>Mūrdhanya</small>
| align=center| [[Berkas:Bali Ta latik.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬝ}}<hr>ṭa{{ref label|tha|4}}
| align=center| [[Berkas:Bali Ta latik mahaprana.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬞ}}<hr>ṭha
| align=center| [[Berkas:Bali_Da_madu_murdhanya.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬟ}}<hr>ḍa{{ref label|dha|5}}
| align=center| [[Berkas:Bali Da murda mahaprana.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬠ}}<hr>ḍha
| align=center| [[Berkas:Bali Na rambat.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬡ}}<hr>ṇa
| align=center| [[Berkas:Bali Ra.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬭ}}<hr>ra
| align=center| [[Berkas:Bali Sa sapa.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬱ}}<hr>ṣa
!
|-
! style="text-align:center;"|[[Konsonan gigi|Dental]]<br><small>Dantya</small>
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Bali Ta.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬢ}}<hr>ta
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Bali Ta tawa.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬣ}}<hr>tha
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Bali Da.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬤ}}<hr>da
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Bali Dha.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬥ}}<hr>dha
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Bali Na.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬦ}}<hr>na
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Bali La.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬮ}}<hr>la
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Bali Sa.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬲ}}<hr>sa
!
|-
! align=center|[[Konsonan bibir|Labial]]<br><small>Oṣṭya</small>
| align=center| [[Berkas:Bali Pa.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬧ}}<hr>pa
| align=center| [[Berkas:Bali 8, Pha.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬨ}}<hr>pha
| align=center| [[Berkas:Bali Ba.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬩ}}<hr>ba
| align=center| [[Berkas:Bali Ba kembang1.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬪ}}<hr>bha
| align=center| [[Berkas:Bali Ma.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬫ}}<hr>ma
| align=center| [[Berkas:Bali Wa.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬯ}}<hr>wa
!
!
Baris 160 ⟶ 159:
|}
 
Dalam perkembangannya, bahasa Bali modern tidak lagi membedakan pelafalan seluruh aksara dalam deret Sanskerta-Kawi sehingga aksara Bali modern hanya menggunakan 18 bunyi konsonan dan 18 aksara dasar yang kemudian disebut sebagai ''aksara wrĕṣāstra'' ({{Scriptscript/Bali|ᬳᬓ᭄ᬱᬭᬯᬺᬱᬵᬲ᭄ᬢ᭄ᬭ}}). Aksara yang tersisa digunakan untuk mengeja kata serapan Sanskreta-Kawi dan disebut sebagai ''aksara śwalalita'' ({{Scriptscript/Bali|ᬳᬓ᭄ᬱᬭᬰ᭄ᬯᬮᬮᬶᬢ}}). Bentuknya dapat dilihat sebagaimana berikut:{{sfn|Suasta|1996|pp=10-12}}
 
{| class="wikitable"style="width:90%;"
Baris 186 ⟶ 185:
|- style="length:20%; height: 4em;"
! style="width:5%; text-align:center;" rowspan=2|Wrĕṣāstra
| align="center" |[[Berkas:Bali Ha.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬳ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Na.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬦ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Ca.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬘ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Ra.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬭ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Ka.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬓ}}
| colspan="3"align="center" |[[Berkas:Bali Da.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬤ}}
| colspan="3"align="center" |[[Berkas:Bali Ta.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬢ}}
| colspan="2"align="center" |[[Berkas:Bali Sa.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬲ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Wa.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬯ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali La.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬮ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Ma.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬫ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Ga.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬕ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Ba.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬩ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Nga.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬗ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Pa.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬧ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Ja.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬚ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Ya.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬬ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Nya.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬜ}}
|- align="center"
!
Baris 226 ⟶ 225:
! style="width:5%; text-align:center;" rowspan=2|Śwalalita
! align="center" |
| align="center" |[[Berkas:Bali Na rambat.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬡ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Ca laca.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬙ}}
! align="center" |
| align="center" |[[Berkas:Bali Ka mahaprana.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬔ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Dha.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬥ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali_Da_madu_murdhanya.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬟ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Da murda mahaprana.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬠ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Ta tawa.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬣ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Ta latik.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬝ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Ta latik mahaprana.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬞ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Sa saga.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬰ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Sa sapa.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬱ}}
! align="center" |
! align="center" |
! align="center" |
| align="center" |[[Berkas:Bali Ga gora.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬖ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Ba kembang1.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬪ}}
! align="center" |
| align="center" |[[Berkas:Bali 8, Pha.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬨ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Jha.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬛ}}
!
!
Baris 279 ⟶ 278:
</small>
|}
Meski pelafalannya tidak lagi dibedakan, ''śwalalita'' tetap lumrah digunakan dalam berbagai kata karena tata tulis Bali mempertahankan banyak aspek dari ejaan Sanskerta-Kawi. Sebagai contoh, kata ''desa'' tidak ditulis menggunakan aksara ''wrĕṣāstra sa danti'' {{Scriptscript/Bali|ᬤᬾᬲ}}. Dalam tata tulis Bali kontemporer, ejaan tersebut dianggap sebagai ejaan kasar atau kurang tepat, karena ''desa'' merupakan kosakata serapan Sanskerta yang seharusnya dieja sesuai pengucapan Sanskerta aslinya: ''deśa'' {{Scriptscript/Bali|ᬤᬾᬰ}}, menggunakan aksara ''śwalalita sa saga'' {{Scriptscript/Bali|ᬰ}} alih-alih ''sa danti'' {{Scriptscript/Bali|ᬲ}}. Bahasa Bali tidak membedakan pelafalan antara ''sa saga'' dan ''sa danti'', tetapi ejaan asli yang menggunakan ''sa saga'' tetap dipertahankan dalam penulisan. Pengejaan berdasarkan akar kata (alih-alih pelafalan kontemporer) ini dikenal sebagai ''pasang pagĕh'', yang salah satu fungsinya adalah untuk membedakan sejumlah [[homofon|kata yang kini bunyinya sama]], misal antara ''pada'' ({{Scriptscript/Bali|ᬧᬤ}}, tanah/bumi), ''pāda'' ({{Scriptscript/Bali|ᬧᬵᬤ}}, kaki), dan ''padha'' ({{Scriptscript/Bali|ᬧᬥ}}, sama), serta antara ''asta'' ({{Scriptscript/Bali|ᬳᬲ᭄ᬢ}}, adalah), ''astha'' ({{Scriptscript/Bali|ᬳᬲ᭄ᬣ}}, tulang), dan ''aṣṭa'' ({{Scriptscript/Bali|ᬅᬱ᭄ᬝ}}, delapan).{{sfn|Medra|1994|pp=44}}{{sfn|Tinggen|1993|pp=7}}{{sfn|Sutjaja|2006|pp=735-739}}
 
==== ''Swara'' ====
''Aksara swara'' ({{Scriptscript/Bali|ᬳᬓ᭄ᬱᬭᬲ᭄ᬯᬭ}}) adalah aksara yang digunakan untuk suku kata yang tidak memiliki konsonan di awal, atau dalam kata lain suku kata yang hanya terdiri vokal. Aksara Bali memiliki 14 aksara vokal yang diwarisi dari tradisi tulis Sanskerta. Bentuknya dapat dilihat sebagaimana berikut:{{sfn|Everson|2005|pp=2}}
{| class="wikitable" style="width:60%;"
|+ style="text-align:center;" | ''Aksara Swara''
Baris 296 ⟶ 295:
|-
! style="text-align:center; "| Pendek<br><small>Hrĕṣwa</small>
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Bali_vowel_A_kara.png|30px|link=]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬅ}}<hr>a{{ref label|8|8}}
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Bali vowel I kara.png|30px|link=]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬇ}}<hr>i
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Bali vowel U kara.png|30px|link=]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬉ}}<hr>u
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Bali vowel Ra repa.png|30px|link=]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬋ}}<hr>ṛ/rĕ{{ref label|re|1}}
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Bali 2-vowel La lenga.png|30px|link=]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬍ}}<hr>ḷ/lĕ{{ref label|le|2}}
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Bali_6-vowel_E_kara.png|30px|link=]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬏ}}<hr>e{{ref label|e|3}}
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Bali 3-vowel O.png|30px|link=]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬑ}}<hr>o
|-
! style="text-align:center;"| Panjang<br><small>Dīrgha</small>
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Bali vowel A kara-tedung.png|30px|link=]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬆ}}<hr>ā
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Bali vowel I kara-tedung.png|30px|link=]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬈ}}<hr>ī
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Bali vowel U kara-tedung.png|30px|link=]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬊ}}<hr>ū
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Bali vowel Ra repa-tedung.png|30px|link=]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬌ}}<hr>ṝ/rö{{ref label|reu|4}}
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Bali vowel La lenga-tedung.png|30px|link=]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬎ}}<hr>ḹ/lö{{ref label|leu|5}}
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Bali vowel Airsanya.png|30px|link=]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬐ}}<hr>ai{{ref label|ai|6}}
| style="text-align:center;"| [[Berkas:Bali vowel O kara-tedung.png|30px|link=]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬒ}}<hr>au{{ref label|au|7}}
|-
| colspan="11" style="background:#F8F8F8;font-size:small;text-align:left" | '''Catatan'''
Baris 328 ⟶ 327:
Sebagaimana aksara ''wyañjana'', bahasa Bali modern tidak lagi membedakan pelafalan semua aksara ''swara'' dan hanya aksara untuk vokal pendek yang bersifat fonemis. Aksara vokal panjang digunakan untuk pengejaan kata serapan Sanskerta-Kawi namun dilafalkan sebagaimana padanan pendek masing-masing aksara.{{sfn|Tinggen|1993|pp=7}}
 
''Ra rĕpa'' {{Scriptscript/Bali|ᬋ}}, ''ra rĕpa tĕdung'' {{Scriptscript/Bali|ᬌ}}, ''la lĕnga'' {{Scriptscript/Bali|ᬍ}}, dan ''la lĕnga tĕdung'' {{Scriptscript/Bali|ᬎ}} adalah [[Syllabic consonant|konsonan silabis]] yang dalam bahasa Sanskerta-Kawi dianggap sebagai huruf vokal.<ref name="woodard"/>{{sfn|Poerwadarminta|1930|pp=11}} Ketika digunakan untuk bahasa selain Sanskerta, pelafalan keempat aksara ini sering kali bervariasi. Dalam perkembangan bahasa Bali modern, ''ra rĕpa'' dilafalkan /rə/ (sebagaimana re dalam kata "remah") sementara ''la lĕnga'' dilafalkan /lə/ (sebagaimana le dalam kata "lemah"). Kedua aksara ini wajib digunakan untuk mengganti tiap kombinasi ra+pepet ({{Scriptscript/Bali|ᬭᭂ}}{{script/Bali|ᬋ}}) serta la+pepet ({{Scriptscript/Bali|ᬮᭂ}}{{script/Bali|ᬍ}}) tanpa terkecuali.{{sfn|Sutjaja|2006|pp=757}}
 
==== ''Modre'' ====
''Aksara modre'' ({{Scriptscript/Bali|ᬳᬓ᭄ᬱᬭᬫᭀᬤ᭄ᬭᬾ}}) adalah aksara suci yang terutama dipakai dalam bidang keagamaan untuk upacara, [[mantra]], [[jimat|rajah]], dan fungsi-fungsi keramat lainnya. Aksara tipe ini memiliki berbagai macam rupa, tetapi umumnya ditandai dengan adanya diakritik ''ulu candra'' atau ulu ''ricĕm''. Pembahasan mengenai rupa dan jenis ''modre'' dapat ditemukan pada lontar dengan judul ''krakah'' atau ''griguh''. Beberapa contohnya dapat dilihat sebagaimana berikut:{{sfn|Suasta|1996|pp=12-15}}<ref>{{Cite book|url=https://books.google.co.id/books?id=UsatSgAACAAJ&dq=bagus+1980&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwiinu_9ybDpAhVZSX0KHSO-C2UQ6AEIWzAG|title=Aksara dalam kebudayaan Bali: suatu kajian antropologi|last=Bagus|first=I Gusti Ngurah |year=1980|publisher=Universitas Udayana|language=id|page=10|oclc=25405944}}</ref>{{sfn|Tinggen|1994}}
 
{| class="wikitable" style="width:40%;"
Baris 340 ⟶ 339:
! Keterangan
|- style="text-align: center"
| {{Scriptscript/Bali|ᬒᬁ}}
| ong
| Eka aksara
| style="text-align: left"|suku kata suci [[om|ongkara]]
|- style="text-align: center"
| {{Scriptscript/Bali|ᬅᬁ᭞ᬅᬄ}}
| ang-ah
| Dwi aksara
| style="text-align: left"|simbol [[Kosmologi dualistik|dualis]] ''rwa bhinneda''
|- style="text-align: center"
| {{Scriptscript/Bali|ᬅᬁ᭞ᬉᬁ᭞ᬫᬁ}}
| ang-ung-mang
| Tri aksara
Baris 357 ⟶ 356:
 
=== Diakritik ===
Diakritik (''panganggĕ'' {{Scriptscript/Bali|ᬧᬗᬗ᭄ᬕᭂ}}) adalah tanda yang melekat pada aksara untuk mengubah vokal inheren aksara yang bersangkutan. Sebagaimana aksara, diakritik Bali juga dapat dibagi ke dalam beberapa kelompok tergantung dari fungsi dan penggunaannya.
 
==== ''Swara'' ====
''Panganggĕ swara'' ({{Scriptscript/Bali|ᬧᬗᬗ᭄ᬕᭂᬲ᭄ᬯᬭ}}) adalah ''panganggĕ'' yang digunakan untuk merubah vokal inheren /a/ menjadi vokal lainnya sebagaimana berikut:{{sfn|Everson|2005|pp=2}}
 
{| class="wikitable" style="width:90%;"
Baris 386 ⟶ 385:
|- style="text-align: center"
| -
| [[Berkas:Pangangge Ulu same height.png|40px|link=]]<br>{{Scriptscript/Bali| ᬶ}}
| [[Berkas:Pangangge Suku.png|40px|link=]]<br>{{Scriptscript/Bali| ᬸ}}
| [[Berkas:Pangangge_Guwung_macelek.png|40px|link=]]<br>{{Scriptscript/Bali| ᬺ}}
| [[Berkas:Gantungan_La_lenga.png|40px|link=]]<br>{{Scriptscript/Bali| ᬼ}}
| [[Berkas:Bali Taleng.png|40px|link=]]<br>{{Scriptscript/Bali| ᬾ}}
| [[Berkas:Bali Taleng-Tedong.png|40px|link=]]<br>{{Scriptscript/Bali| ᭀ}}
| [[Berkas:Pangangge_Pepet same height.png|40px|link=]]<br>{{Scriptscript/Bali| ◌ᭂ}}
| [[Berkas:Pangangge_Tedung.png|40px|link=]]<br>{{Scriptscript/Bali| ◌ᬵ}}{{ref label|3|3}}
| [[Berkas:Pangangge Ulu sari same height.png|40px|link=]]<br>{{Scriptscript/Bali| ᬷ}}
| [[Berkas:Pangangge Suku ilut.png|40px|link=]]<br>{{Scriptscript/Bali| ᬹ}}
| [[Berkas:Bali Guwung Macelek matedung.png|40px|link=]]<br>{{Scriptscript/Bali| ᬻ}}
| [[Berkas:Gantungan La lenga-tedung.png|40px|link=]]<br>{{Scriptscript/Bali| ᬽ}}
| [[Berkas:Bali Taleng-Detya.png|40px|link=]]<br>{{Scriptscript/Bali| ᬿ}}
| [[Berkas:Bali Taleng-Detya-Tedong.png|40px|link=]]<br>{{Scriptscript/Bali| ᭁ}}
| [[Berkas:Pangangge_Pepet-tedung same height.png|40px|link=]]<br>{{Scriptscript/Bali| ᭃ}}
|-
| style="text-align: center" | -
Baris 436 ⟶ 435:
! kö
|- style="text-align: center"
| {{Scriptscript/Bali| ᬓ}}
| {{Scriptscript/Bali| ᬓᬶ}}
| {{Scriptscript/Bali| ᬓᬸ}}
| {{Scriptscript/Bali| ᬓᬺ}}
| {{Scriptscript/Bali| ᬓᬼ}}
| {{Scriptscript/Bali| ᬓᬾ}}
| {{Scriptscript/Bali| ᬓᭀ}}
| {{Scriptscript/Bali| ᬓᭂ}}
| {{Scriptscript/Bali| ᬓᬵ}}
| {{Scriptscript/Bali| ᬓᬷ}}
| {{Scriptscript/Bali| ᬓᬹ}}
| {{Scriptscript/Bali| ᬓᬻ}}
| {{Scriptscript/Bali| ᬓᬽ}}
| {{Scriptscript/Bali| ᬓᬿ}}
| {{Scriptscript/Bali| ᬓᭁ}}
| {{Scriptscript/Bali| ᬓᭃ}}
|-
| colspan="16" style="background:#F8F8F8;font-size:small;text-align:left" | '''Catatan'''
Baris 467 ⟶ 466:
 
==== ''Tĕngĕnan'' ====
''Panganggĕ tĕngĕnan'' ({{Scriptscript/Bali|ᬧᬗᬗ᭄ᬕᭂᬢᭂᬗᭂᬦᬦ᭄}}) digunakan untuk menutup suatu suku kata dengan konsonan, sebagaimana berikut:{{sfn|Everson|2005|pp=2}}
 
{| class="wikitable" style="width:40%;"
Baris 478 ⟶ 477:
!style="width:80px;" | pemati{{ref label|3|3}}
|- style="text-align: center"
| [[Berkas:Pangangge large Ulu candra1 same height.png|40px|link=]]<br>{{Script/Bali|}}
| [[Berkas:Pangangge large Ulu ricem2 same height.png|40px|link=]]<br>{{Script/Bali|}}
| [[Berkas:Pangangge Cecek same height.png|40px|link=]]<br>{{Script/Bali|}}
| [[Berkas:Pangangge_Surang same height.png|40px|link=]]<br>{{Script/Bali|}}
| [[Berkas:Pangangge Bisah.png|40px|link=]]<br>{{Script/Bali|}}
| [[Berkas:Pangangge Adeg-adeg.png|40px|link=]]<br>{{Script/Bali|}}
|-
| style="text-align: center" | ulu candra
Baris 498 ⟶ 497:
! k
|- style="text-align: center"
| {{Scriptscript/Bali|ᬓᬁ}}
| {{Scriptscript/Bali| ᬓᬀ}}
| {{Scriptscript/Bali|ᬓᬂ}}
| {{Scriptscript/Bali|ᬓᬃ}}
| {{Scriptscript/Bali|ᬓᬄ}}
| {{Scriptscript/Bali|ᬓ᭄}}
|-
| colspan="6" style="background:#F8F8F8;font-size:small;text-align:left" | '''Catatan'''
<small>
:{{note|1|1}} digunakan untuk menuliskan aksara ''[[#Modre|modre]]'' dan kata-kata keramat{{efn|Contoh kalimat yang menggunakan diakritik ''ulu candra'' dan ''ulu ricem'' bersamaan adalah mantra pembuka lontar ''ong awighnam astu nama siddham'' {{Scriptscript/Bali|ᬒᬁᬳᬯᬶᬖ᭄ᬦᬫᬵᬲ᭄ᬢᬸᬦᬫᬲᬶᬤ᭄ᬥᬀ}}.{{sfn|Rubinstein|1996|pp=149}}<ref>{{cite book|url=https://books.google.co.id/books?id=qReBAAAAQBAJ&pg=PA190&lpg=PA190&dq=awighnamastu+ya+nama+siddham&source=bl&ots=erFsVBO7EL&sig=ACfU3U3gugjlJ8_UnIw1f1NWhQ_UUIql_A&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwi7zeDpy7DpAhVYSX0KHf6DCCcQ6AEwB3oECAkQAQ#v=onepage&q=awighnamastu%20ya%20nama%20siddham&f=false|page=189-190|title=Balinese Discourses on Music and Modernization: Village Voices and Urban Views|first=Brita Heimarck |last=Renee|isbn=1136800468|publisher=Routledge|year=2013}}</ref>}}
:{{note|2|2}} tidak digunakan untuk suku kata tertutup yang terjadi di tengah kata (lihat [[#Gantungan|gantungan]])
:{{note|3|3}} tidak digunakan untuk suku kata tertutup yang terjadi di tengah kata atau kalimat (lihat [[#Gantungan|gantungan]])
Baris 513 ⟶ 512:
 
==== ''Ardhaswara'' ====
''Panganggĕ ardhaswara'' ({{Scriptscript/Bali|ᬧᬗᬗ᭄ᬕᭂᬳᬃᬥᬲ᭄ᬯᬭ}}) digunakan untuk menuliskan gugus konsonan [[semivokal]] dalam satu suku kata, sebagaimana berikut:{{sfn|Medra|1994|pp=8}}{{sfn|Everson|2005|pp=2}}
 
{| class="wikitable" style="width:40%;"
Baris 524 ⟶ 523:
!style="width:80px;"| -w-
|- style="text-align: center"
| [[Berkas:Pangangge_Guwung_macelek.png|40px|link=]]<br>{{Scriptscript/Bali|}}
| [[Berkas:Pangangge Nania.png|40px|link=]]<br> {{Scriptscript/Bali| ᭄ᬬ}}
| [[Berkas:Pangangge Cakra.png|40px|link=]]<br>{{Scriptscript/Bali| ᭄ᬭ}}
| [[Berkas:Bali G. La.png|40px|link=]]<br>{{Scriptscript/Bali| ᭄ᬮ}}
| [[Berkas:Pangangge_Suku_kembung.png|40px|link=]]<br>{{Scriptscript/Bali| ᭄ᬯ}}
|-
| style="text-align: center" | guwung macĕlĕk
Baris 542 ⟶ 541:
! kwa
|- style="text-align: center"
| {{Scriptscript/Bali|ᬓᬺ}}
| {{Scriptscript/Bali|ᬓ᭄ᬬ}}
| {{Scriptscript/Bali|ᬓ᭄ᬭ}}
| {{Scriptscript/Bali|ᬓ᭄ᬮ}}
| {{Scriptscript/Bali|ᬓ᭄ᬯ}}
|}
 
=== Gantungan ===
Vokal inheren dari tiap aksara dasar dapat dimatikan dengan penggunaan diaktrik ''adĕg-adĕg''. Akan tetapi, ''adĕg-adĕg'' normalnya tidak digunakan di tengah kata atau kalimat, sehingga untuk menuliskan suku kata tertutup di tengah kata dan kalimat, digunakanlah bentuk ''gantungan'' ({{Scriptscript/Bali|ᬕᬦ᭄ᬢᬸᬗᬦ᭄}}) atau ''gempelan'' ({{Scriptscript/Bali|ᬕᬾᬫ᭄ᬧᬾᬮᬦ᭄}}) yang dimiliki oleh setiap aksara dasar; ''gantungan'' melekat di bawah aksara dasar sementara ''gempelan'' melekat di samping aksara dasar. Berbeda dengan ''adĕg-adĕg'', ''gantungan/gempelan'' tidak hanya mematikan konsonan yang diiringinya tetapi juga menunjukkan konsonan selanjutnya. Sebagai contoh, aksara ''ma'' ({{Scriptscript/Bali|ᬫ}}) yang diiringi bentuk ''pasangan'' dari ''pa'' ({{Scriptscript/Bali|᭄ᬧ}}) menjadi ''mpa'' ({{Scriptscript/Bali|ᬫ᭄ᬧ}}). Bentuknya sebagaimana berikut:{{sfn|Everson|2005|pp=1}}
 
{| class="wikitable"style="width:80%;"
Baris 577 ⟶ 576:
! rowspan=2 {{vert header|Wrĕṣāstra}}
! text-align:center;" |<small>A</small>
| align="center" |[[Berkas:Bali Ha.png|33px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬳ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Na.png|33px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬦ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Ca.png|33px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬘ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Ra.png|33px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬭ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Ka.png|33px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬓ}}
| colspan="3"align="center" |[[Berkas:Bali Da.png|33px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬤ}}
| colspan="3"align="center" |[[Berkas:Bali Ta.png|33px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬢ}}
| colspan="2"align="center" |[[Berkas:Bali Sa.png|33px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬲ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Wa.png|33px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬯ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali La.png|33px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬮ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Ma.png|33px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬫ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Ga.png|33px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬕ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Ba.png|33px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬩ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Nga.png|33px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬗ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Pa.png|33px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬧ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Ja.png|33px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬚ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Ya.png|33px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬬ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Nya.png|33px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬜ}}
|- style="length:20%; height: 4em;"
! text-align:center;" |<small>G</small>
| align="center" |[[Berkas:Gantungan Ha.png|33px]]<br>{{Scriptscript/Bali|᭄ᬳ}}
| align="center" |[[Berkas:Gantungan Na.png|33px]]<br>{{Scriptscript/Bali|᭄ᬦ}}
| align="center" |[[Berkas:Gantungan Ca.png|33px]]<br>{{Scriptscript/Bali|᭄ᬘ}}
| align="center" |[[Berkas:Pangangge_Cakra.png|33px]]<br>{{Scriptscript/Bali|᭄ᬭ}}
| align="center" |[[Berkas:Gantungan Ka.png|33px]]<br>{{Scriptscript/Bali|᭄ᬓ}}
| colspan="3"align="center" |[[Berkas:Gantungan Da.png|33px]]<br>{{Scriptscript/Bali|᭄ᬤ}}
| colspan="3"align="center" |[[Berkas:Gantungan Ta.png|33px]]<br>{{Scriptscript/Bali|᭄ᬢ}}
| colspan="2"align="center" |[[Berkas:gempelan Sa danti.png|33px]]<br>{{Scriptscript/Bali|᭄ᬲ}}
| align="center" |[[Berkas:Pangangge_Suku_kembung.png|33px]]<br>{{Scriptscript/Bali|᭄ᬯ}}
| align="center" |[[Berkas:Gantungan La.png|33px]]<br>{{Scriptscript/Bali|᭄ᬮ}}
| align="center" |[[Berkas:Gantungan Ma.png|33px]]<br>{{Scriptscript/Bali|᭄ᬫ}}
| align="center" |[[Berkas:Gantungan Ga.png|33px]]<br>{{Scriptscript/Bali|᭄ᬕ}}
| align="center" |[[Berkas:Gantungan Ba.png|33px]]<br>{{Scriptscript/Bali|᭄ᬩ}}
| align="center" |[[Berkas:Gantungan Nga.png|33px]]<br>{{Scriptscript/Bali|᭄ᬗ}}
| align="center" |[[Berkas:Gantungan Pa.png|33px]]<br>{{Scriptscript/Bali|᭄ᬧ}}
| align="center" |[[Berkas:Gantungan Ja.png|33px]]<br>{{Scriptscript/Bali|᭄ᬚ}}
| align="center" |[[Berkas:Pangangge Nania.png|33px]]<br>{{Scriptscript/Bali|᭄ᬬ}}
| align="center" |[[Berkas:Gantungan Nya.png|33px]]<br>{{Scriptscript/Bali|᭄ᬜ}}
|- style="length:20%; height: 4em;"
! rowspan=2 {{vert header|Śwalalita}}
! text-align:center;" |<small>A</small>
! align="center" |
| align="center" |[[Berkas:Bali Na rambat.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬡ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Ca laca.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬙ}}
! align="center" |
| align="center" |[[Berkas:Bali Ka mahaprana.png|33px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬔ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Dha.png|33px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬥ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali_Da_madu_murdhanya.png|33px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬟ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Da murda mahaprana.png|33px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬠ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Ta tawa.png|33px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬣ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Ta latik.png|33px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬝ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Ta latik mahaprana.png|33px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬞ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Sa saga.png|33px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬰ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Sa sapa.png|33px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬱ}}
! align="center" |
! align="center" |
! align="center" |
| align="center" |[[Berkas:Bali Ga gora.png|33px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬖ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Ba kembang1.png|33px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬪ}}
! align="center" |
| align="center" |[[Berkas:Bali 8, Pha.png|33px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬨ}}
| align="center" |[[Berkas:Bali Jha.png|33px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬛ}}
!
!
Baris 644 ⟶ 643:
! text-align:center;" |<small>G</small>
! align="center" |
| align="center" |[[Berkas:Gantungan_Na_rambat.png|33px]]<br>{{Scriptscript/Bali|᭄ᬡ}}
| align="center" |[[Berkas:Gantungan Ca laca.png|33px]]<br>{{Scriptscript/Bali|᭄ᬙ}}
! align="center" |
| align="center" |[[Berkas:Gantungan Ka mahaprana.png|33px]]<br>{{Scriptscript/Bali|᭄ᬔ}}
| align="center" |[[Berkas:Gantungan_Da_madu.png|33px]]<br>{{Scriptscript/Bali|᭄ᬥ}}
| align="center" |[[Berkas:Gantungan da madu alpaprana.png|33px]]<br>{{Scriptscript/Bali|᭄ᬟ}}
| align="center" |[[Berkas:Gantungan Da madu murdhanya.png|33px]]<br>{{Scriptscript/Bali|᭄ᬠ}}
| align="center" |[[Berkas:Gantungan_Ta_tawa.png|33px]]<br>{{Scriptscript/Bali|᭄ᬣ}}
| align="center" |[[Berkas:Gantungan_Ta_latik.png|33px]]<br>{{Scriptscript/Bali|᭄ᬝ}}
| align="center" |[[Berkas:Gantungan Ta latik mahaprana.png|33px]]<br>{{Scriptscript/Bali|᭄ᬞ}}
| align="center" |[[Berkas:Gantungan Sa saga.png|33px]]<br>{{Scriptscript/Bali|᭄ᬰ}}
| align="center" |[[Berkas:Gantungan Sa sapa.png|33px]]<br>{{Scriptscript/Bali|᭄ᬱ}}
! align="center" |
! align="center" |
! align="center" |
| align="center" |[[Berkas:Gantungan Ga gora.png|33px]]<br>{{Scriptscript/Bali|᭄ᬖ}}
| align="center" |[[Berkas:Gantungan Ba kembang.png|33px]]<br>{{Scriptscript/Bali|᭄ᬪ}}
! align="center" |
| align="center" |[[Berkas:Gantungan Pa kapal.png|33px]]<br>{{Scriptscript/Bali|᭄ᬨ}}
| align="center" |[[Berkas:Gantungan Ja jera.png|33px]]<br>{{Scriptscript/Bali|᭄ᬛ}}
!
!
Baris 670 ⟶ 669:
<small>
:'''A''' = Aksara, '''G''' = Gantungan/gempelan
: tanda titik tiga ({{Script/Bali|...}}) pada karakter bukanlah bagian dari ''gantungan/gempelan'', tetapi mengindikasikan posisi aksara yang diiringinya
:{{note|1|1}} berperan ganda sebagai fonem /ha/ dan /a/ tergantung kata yang bersangkutan
</small>
Baris 710 ⟶ 709:
 
=== Angka ===
Aksara Bali memiliki lambang bilangannya sendiri yang berlaku selayaknya [[angka Arab]], namun sebagian bentuknya memiliki rupa yang persis sama dengan beberapa aksara Bali, semisal angka 2 {{Scriptscript/Bali|᭒}} dengan aksara ''swara la lĕnga'' {{Scriptscript/Bali|ᬍ}}. Karena persamaan bentuk ini, angka yang digunakan di tengah kalimat perlu diapit dengan tanda baca ''carik'' untuk memperjelas fungsinya sebagai lambang bilangan. Semisal, "tanggal 23 Ruwah" ditulis {{Scriptscript/Bali|ᬢᬗ᭄ᬕᬮ᭄᭞᭒᭓᭞ᬭᬸᬯᬄ}}. Pengapit ini dapat diabaikan apabila fungsi lambang bilangan sudah jelas dari konteks, misal nomor halaman di pojok lontar. Bentuknya dapat dilihat sebagaimana berikut:{{sfn|Suasta|1996|pp=19}}
{| class="wikitable" style="width:40%;"
|+ style="text-align: center;" | ''Angka''
Baris 725 ⟶ 724:
! 9
|- style="text-align: center"
| [[Berkas:Bali 0.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|᭐}}
| [[Berkas:Bali 1.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|᭑}}
| [[Berkas:Bali 2-vowel La lenga.png|30px|link=]]<br>{{Scriptscript/Bali|᭒}}
| [[Berkas:Bali 3-vowel O.png|30px|link=]]<br>{{Scriptscript/Bali|᭓}}
| [[Berkas:Bali 4.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|᭔}}
| [[Berkas:Bali 5.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|᭕}}
| [[Berkas:Bali_6-vowel_E_kara.png|30px|link=]]<br>{{Scriptscript/Bali|᭖}}
| [[Berkas:Bali 7.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|᭗}}
| [[Berkas:Bali 8, Pha.png|30px|link=]]<br>{{Scriptscript/Bali|᭘}}
| [[Berkas:Bali 9.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|᭙}}
|}
 
Baris 753 ⟶ 752:
! carik agung
|-style="text-align: center"
| [[Berkas:Bali Carik1.png|30px|link=]]<br>{{Scriptscript/Bali|᭞}}
| [[Berkas:Bali Carik2.png|30px|link=]]<br>{{Scriptscript/Bali|᭟}}
| [[Berkas:Bali Pamungkah.png|30px|link=]]<br>{{Scriptscript/Bali|᭝}}
| [[Berkas:Bali 4.png|30px|link=]]<br>{{Scriptscript/Bali|᭠}}
| [[Berkas:Bali Panti.png|30px|link=]]<br>{{Scriptscript/Bali|᭚}}
| [[Berkas:Bali Pamada.png|30px|link=]]<br>{{Scriptscript/Bali|᭛}}
| [[Berkas:Bali Pasalinan.png|30px|link=]]<br>{{Scriptscript/Bali|᭟᭜᭟}}
| [[Berkas:Punctuation Carik agung.png|65px|link=]]<br>{{Scriptscript/Bali|᭛᭜᭛}}
|-
|}
Baris 777 ⟶ 776:
! dung
! dang
! daĕngdaing{{ref label|1|1}}
|- style="text-align: center"
| [[Berkas:Musical symbol Ding.png|25px]]<br>{{Scriptscript/Bali|᭦}}
| [[Berkas:Musical symbol Dong.png|25px]]<br>{{Scriptscript/Bali|᭡}}
| [[Berkas:Musical symbol Deng.png|30px|link=]]<br>{{Scriptscript/Bali|᭢}}
! [[Berkas:Musical symbol Deung.png|30px|link=]]<br>{{Scriptscript/Bali|᭨}}
| [[Berkas:Musical symbol Dung.png|30px|link=]]<br>{{Scriptscript/Bali|᭣}}
| [[Berkas:Musical symbol Dang.png|25px]]<br>{{Scriptscript/Bali|᭤}}
! [[Berkas:Musical symbol Daeng.png|30px|link=]]<br>{{Scriptscript/Bali|᭧}}
|- style="text-align: center"
! [[notasi angka|Notasi Angka]]
Baris 815 ⟶ 814:
! dong kecil
|- style="text-align: center"
| [[Berkas:Musical symbol Dang.png|25px]]<br>{{Scriptscript/Bali|᭤}}
| [[Berkas:Bali Wa.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|ᬯ}}
| [[Berkas:Android Emoji 2796.svg|15px|link=]]<br>{{Scriptscript/Bali|᭸}}
| [[Berkas:Musical symbol Deng.png|30px|link=]]<br>{{Scriptscript/Bali|᭢}}
| [[Berkas:Musical symbol Dung.png|30px|link=]]<br>{{Scriptscript/Bali|᭣}}
| [[Berkas:Musical symbol Dang gede.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|᭪}}
| [[Berkas:Bali 0.png|30px]]<br>{{Scriptscript/Bali|᭵}}
|- style="text-align: center"
! [[notasi angka|Notasi Angka]]
Baris 835 ⟶ 834:
== Ortografi ==
 
=== AsimilasiBahasa konsonanBali ===
 
==== Kata serapan dari Bahasa Jawa Kuno dan Sanskerta ====
Bahasa Bali memiliki banyak kata serapan dari bahasa Jawa Kuno dan bahasa Sanskerta. Secara umum, ejaan kata-kata serapan tersebut dalam Bahasa Bali dengan aksara Bali mempertahankan ejaan aslinya dalam bahasa Jawa Kuno. Pemertahanan ejaan tersebut dapat dijelaskan dalam tiga aturan, yaitu:
 
* aturan asimilasi konsonan yang didasarkan pada persamaan antara warga sesuai dengan aturan pengucapan
* aturan {{script/Bali|ᬧᬲᬂᬧᬕᭂᬄ}} (''pasang pageh'') untuk mengeja sesuai dengan asal mula serapan
* aturan {{script/Bali|ᬫᬤ᭄ᬯᬶᬢ}} (''maduita'') aksara yang diakhiri dengan surang maka aksara berikutnya digandakan
 
==== Asimilasi konsonan ====
Aksara yang dilekatkan dengan ''gantungan'' tertentu dapat mengalami asimilasi yang menyelaraskan antara ''warga'' aksara dasar dengan ''warga gantungan''. Beberapa contoh asimilasi dapat dilihat sebagaimana berikut:{{sfn|Medra|1994|pp=14-15}}
 
Baris 844 ⟶ 852:
! align="center" | Keterangan
|- align="center"
| {{Scriptscript/Bali|ᬦ᭄}}
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | +
| {{Scriptscript/Bali|ᬘ}}
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | /
| {{Scriptscript/Bali|ᬚ}}
| style="border-left:#aaaaaa hidden;" | =
| {{Scriptscript/Bali|ᬜ᭄ᬘ}}
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | /
| {{Scriptscript/Bali|ᬜ᭄ᬚ}}
| align="left"| na kojong + warga [[konsonan langit-langit|tālawya]] → nya
|- align="center"
| {{Scriptscript/Bali|ᬦ᭄}}
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | +
| {{Scriptscript/Bali|ᬝ}}
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | /
| {{Scriptscript/Bali|ᬟ}}
| style="border-left:#aaaaaa hidden;" | =
| {{Scriptscript/Bali|ᬡ᭄ᬝ}}
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | /
| {{Scriptscript/Bali|ᬡ᭄ᬟ}}
| align="left"| na kojong + warga [[konsonan tarik-belakang|mūrdhanya]] → na rambat
|- align="center"
| {{Scriptscript/Bali|ᬲ᭄}}
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | +
| {{Scriptscript/Bali|ᬘ}}
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | /
| {{Scriptscript/Bali|ᬚ}}
| style="border-left:#aaaaaa hidden;" | =
| {{Scriptscript/Bali|ᬰ᭄ᬘ}}
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | /
| {{Scriptscript/Bali|ᬰ᭄ᬚ}}
| align="left"| sa danti + warga [[konsonan langit-langit|tālawya]] → sa saga
|- align="center"
| {{Scriptscript/Bali|ᬲ᭄}}
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | +
| {{Scriptscript/Bali|ᬝ}}
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | /
| {{Scriptscript/Bali|ᬡ}}
| style="border-left:#aaaaaa hidden;" | =
| {{Scriptscript/Bali|ᬱ᭄ᬝ}}
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | /
| {{Scriptscript/Bali|ᬱ᭄ᬡ}}
| align="left"| sa danti + warga [[konsonan tarik-belakang|mūrdhanya]] → sa sapa
|- align="center"
| {{Scriptscript/Bali|ᬦ᭄}}
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | +
| colspan=3| {{Scriptscript/Bali|ᬩ}}
| style="border-left:#aaaaaa hidden;" | =
| colspan=3| {{Scriptscript/Bali|ᬫ᭄ᬩ}}
| align="left"| na kojong + ba → ma
|- align="center"
| {{Scriptscript/Bali|ᬤ᭄}}
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | +
| colspan=3| {{Scriptscript/Bali| ᬜ}}
| style="border-left:#aaaaaa hidden;" | =
| colspan=3| {{Scriptscript/Bali| ᬚ᭄ᬜ}}
| align="left"| da + nya → ja
|}
 
==== Singkatan''Maduita'' ====
Aturan {{script/Bali|ᬫᬤ᭄ᬯᬶᬢ}} (''maduita'') menyatakan suatu konsonan bergabung dengan konsonan yang sama secara wara aksara. Pasamuhan Agung Kecil 1963 tidak lagi mengharuskan ''maduita'' apabila penggabungan konsonan muncul akibat aksara berakhir dengan ᬃ surang.
Dalam naskah lontar tradisional, sejumlah kata sering ditulis menggunakan bentuk singkatan yang disebut ''aksara añcĕng'' ({{Script/Bali|ᬳᬓ᭄ᬱᬭᬳᬜ᭄ᬘᭂᬂ}}). Beberapa contohnya dapat dilihat sebagaimana berikut:{{sfn|Tinggen|1994}}{{sfn|Medra|1994|pp=29}}
{| class="wikitable"
|+''Aksara maduita''
!Bali Latin
!Bali
Baru
!Bali
Lama
!Jawa Kuno
!Sanskerta
!Prakerta (Pali)
|-
|arnawa
|{{script/Bali|ᬅᬃᬡᬯ}}
|{{script/Bali|ᬅᬃᬡ᭄ᬡᬯ}}
|arṇawa
|अर्णव (arṇavá)
|aṇṇava
|-
|bina
|
|{{script/Bali|ᬪᬶᬦ᭄ᬦ}}
|bhinna
|भिन्न (bhinná)
|bhiṇṇa
|-
|buda
|
|{{script/Bali|ᬩᬸᬤ᭄ᬥ}}
|buddha
|बुद्ध (buddha)
|buddha
|-
|cita
|
|{{script/Bali|ᬘᬶᬢ᭄ᬢ}}
|citta
|चित्त (cittá)
|citta
|-
|dikara
|
|{{script/Bali|ᬥᬶᬓ᭄ᬓᬭ}}
|*dhikkāra
|धिक्कार (dhikkāra)
|dhikkāra
|-
|karma
|{{script/Bali|ᬓᬃᬫ}}
|{{script/Bali|ᬓᬃᬫ᭄ᬫ}}
|karma
|कर्म (karma)
|kamma
|-
|kartika
|{{script/Bali|ᬓᬵᬃᬢᬶᬓ}}
|{{script/Bali|ᬓᬵᬃᬢ᭄ᬢᬶᬓ}}
|kārttika
|कार्त्तिक (kārttika)
|kattiya
|-
|marga
|{{script/Bali|ᬫᬃᬕ}}
|{{script/Bali|ᬫᬃᬕ᭄ᬕ}}
|marga
|मार्ग (mārga)
|magga
|-
|murka
|{{script/Bali|ᬫᬹᬃᬓ}}
|{{script/Bali|ᬫᬹᬃᬓ᭄ᬓ}}
|mūrkha
|मूर्ख (mūrkha)
|
|-
|murti
|{{script/Bali|ᬫᬹᬃᬢᬶ}}
|{{script/Bali|ᬫᬹᬃᬢ᭄ᬢᬶ}}
|mūrti
|मूर्ति (mū́rti)
|*mūti
|-
|sida
|
|{{script/Bali|ᬲᬶᬤ᭄ᬥ}}
|siddha
|सिद्ध (siddha)
|siddha
|-
|utara
|
|{{script/Bali|ᬉᬢ᭄ᬢᬭ}}
|uttara
|उत्तर (úttara)
|uttara
|-
|utpana
|
|{{script/Bali|ᬉᬢ᭄ᬧᬦ᭄ᬦ}}
|utpan(n)a
|उत्पन्न (utpanna)
|
|-
|yuda
|
|{{script/Bali|ᬬᬸᬤ᭄ᬥ}}
|yuddha
|युद्ध (yuddhá)
|yuddha
|-
| colspan="6" |Catatan:
Bahasa Melayu Kuno juga mengeja kata ''marga'' dalam bentuk ''margga''.
|}
 
==== Singkatan ====
Dalam naskah lontar tradisional, sejumlah kata sering ditulis menggunakan bentuk singkatan yang disebut ''aksara añcĕng'' ({{script/Bali|ᬅᬓ᭄ᬱᬭᬳᬜ᭄ᬘᭂᬂ}}). Beberapa contohnya dapat dilihat sebagaimana berikut:{{sfn|Tinggen|1994}}{{sfn|Medra|1994|pp=29}}
{| class="wikitable" style="width:40%;"
|- style="text-align: center"
Baris 910 ⟶ 1.033:
! colspan=2| Kepanjangan
|- style="text-align: center"
| {{Scriptscript/Bali|᭞ᬗ᭞}}
| nga
| {{Scriptscript/Bali|ᬗᬭᬦ᭄}}
| style="text-align: left"|ngaran (namanya)
|- style="text-align: center"
| {{Scriptscript/Bali|᭞ᬫ᭞}}
| ma
| {{Scriptscript/Bali|ᬫᬦ᭄ᬢ᭄ᬭ}}
| style="text-align: left"|[[mantra]]
|- style="text-align: center"
| {{Scriptscript/Bali|᭞ᬩᬸ᭞}}
| bu
| {{Scriptscript/Bali|ᬩᬸᬤ᭄ᬥ}}
| style="text-align: left"|[[Buddha]]
|- style="text-align: center"
| {{Scriptscript/Bali| ᭞ᬭᬸ᭞}}
| ru
| {{Scriptscript/Bali|ᬭᬸᬧ᭄ᬬᬄ}}
| style="text-align: left"|[[Rupiah]]
|- style="text-align: center"
| {{Scriptscript/Bali|᭞ᬉ᭞}}
| u
| {{Scriptscript/Bali|ᬉᬫᬦᬶᬲ᭄}}
| style="text-align: left"|[[Legi|Umanis]]
|- style="text-align: center"
| {{Scriptscript/Bali|᭞ᬧ᭄ᬯ᭞}}
| pwa
| {{Scriptscript/Bali| ᬧᭀᬦ᭄}}
| style="text-align: left"|[[Pon]]
|}
 
Untuk singkatan modern yang didasarkan dari huruf Latin, maka pelafalan tiap huruf dalam singkatan yang bersangkutan akan ditulis satu-per-satu dalam penulisan aksara Bali. Sebagai contoh, SMA ditulis sebagai ''es-em-a'' {{Scriptscript/Bali|ᬏᬲ᭄ᬏᬫ᭄ᬅ}}, sementara itu DPR ditulis sebagai ''de-pe-er'' {{Scriptscript/Bali|ᬤᬾᬧᬾᬏᬃ}}.{{sfn|Tinggen|1994}}{{sfn|Medra|1994|pp=29-30}}
 
==== ''Bunyi non-Indik'' ====
Untuk kata-kata serapan selain Sansekerta-Kawi, tata tulis Bali memperlakukan huruf asing sesuai dengan pelafalan lokal huruf tersebut dalam kata serapan yang bersangkutan. Sebagai contoh:{{sfn|Tinggen|1994}}
 
Baris 958 ⟶ 1.081:
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | =
| kape
| {{Scriptscript/Bali|ᬓᬧᬾ}}
|- align="center"
| va
Baris 966 ⟶ 1.089:
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | =
| pitamin
| {{Scriptscript/Bali|ᬧᬶᬢᬫᬶᬦ᭄}}
|- align="center"
| qa
Baris 974 ⟶ 1.097:
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | =
| kwantum
| {{Scriptscript/Bali|ᬓ᭄ᬯᬦ᭄ᬢᬸᬫ᭄}}
|- align="center"
| xa
Baris 982 ⟶ 1.105:
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | =
| taksi
| {{Scriptscript/Bali|ᬢᬓ᭄ᬱᬶ}}
|- align="center"
| xa
Baris 990 ⟶ 1.113:
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | =
| senon
| {{Scriptscript/Bali|ᬲᬾᬦᭀᬦ᭄}}
|- align="center"
| za
Baris 998 ⟶ 1.121:
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | =
| ijasah
| {{Scriptscript/Bali|ᬳᬶᬚᬲᬄ}}
|- align="center"
| za
Baris 1.006 ⟶ 1.129:
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | =
| jaman
| {{Scriptscript/Bali|ᬚᬫᬦ᭄}}
|}
 
=== Bahasa Sasak ===
Karena pengaruh Islam dan penulisan Jawa, tata tulis Sasak memiliki sejumlah cara untuk menuliskan bunyi-bunyi asing yang terutama diserap dari bahasa Arab. Aksara ini terutama muncul pada karya berbahasa Jawa dan Sasak seperti ''Cilinaya, Hikayat Monyeh, Babad Lombok,'' dan ''Babad Selaparang''.{{sfn|Meij|1996|pp=155-157}}<ref>{{Cite journal|last=Jamaluddin|first=Jamaluddin|year=2017|title=Sejarah Tradisi Tulis dalam Masyarakat Sasak Lombok|url=https://www.researchgate.net/publication/294728539_Sejarah_Tradisi_Tulis_dalam_Masyarakat_Sasak_Lombok|journal=Ulumuna|volume=9|page=379-380|doi=10.20414/ujis.v9i2.493}}
</ref> Beberapa aksara tersebut dapat dilihat sebagaimana berikut:{{sfn|Everson|2005|pp=2-3, 7}}
Baris 1.025 ⟶ 1.149:
|-
! text-align:center;" |Penulisan
| align=center| {{Scriptscript/Bali|ᬓ}}<hr>{{script/Bali|ᭅ}}
| align=center| {{Scriptscript/Bali|ᬓ᬴}}<hr>{{script/Bali|ᭆ}}
| align=center| {{Scriptscript/Bali|ᬢ᬴}}<hr>{{script/Bali|ᭇ}}
| align=center| {{Scriptscript/Bali|ᬧ᬴}}<hr>{{script/Bali|ᭈ}}
| align=center| {{Scriptscript/Bali|ᬚ᬴}}<hr>{{script/Bali|ᭊ}}
| align=center| {{Scriptscript/Bali|ᬲ᬴}}<hr>{{script/Bali|ᭋ}}
| align=center| {{Scriptscript/Bali|ᬕ᬴}}<hr>{{script/Bali|ᬖ}}
| align=center| {{Scriptscript/Bali|ᬗ᬴}}<hr>{{script/Bali|ᬅ᭄}}{{ref|kasak|1}}
|-
! text-align:center;" |Arab
Baris 1.076 ⟶ 1.200:
! style="text-align: center"| Terjemahan
|-
| {{Scriptscript/Bali|᭛᭜᭛ᬒᬁᬦᬵᬣᬵᬬᬦᬫᭀᬲ᭄ᬢᬸᬢᬾᬲ᭄ᬢᬸᬢᬶᬦᬶᬗᬢ᭄ᬧᬤᬭᬶᬧᬤᬪᬝᬵᬭᬦᬶᬢ᭄ᬬᬰ᭞ᬲᬂᬲᬹᬓ᭄ᬱ᭄ᬫᬾᬂᬢ᭄ᬮᭂᬗᬶᬂᬲᬫᬵᬥᬶᬰᬷᬯᬩᬸᬤ᭄ᬥᬲᬶᬭᬱᬓᬮᬦᬶᬱ᭄ᬓᬮᬵᬢ᭄ᬫᬓᬵ᭞ᬲᬂᬰ᭄ᬭᬷᬧᬃᬯ᭄ᬯᬢᬦᬵᬣᬦᬵᬣᬦᬶᬗᬦᬵᬣᬲᬶᬭᬢᬧᬢᬶᬦᬶᬂᬚᬕᬢ᭄ᬧᬢᬶ᭞ᬲᬂᬳ᭄ᬬᬂᬦᬶᬗ᭄ᬳ᭄ᬬᬂᬗᬶᬦᬶᬱ᭄ᬝ᭄ᬬᬘᬶᬦ᭄ᬢ᭄ᬬᬦᬶᬗᬘᬶᬦ᭄ᬢ᭄ᬬᬳᬦᬵᬯᬬᬢ᭄ᬫᬄᬦᬶᬭᬾᬂᬚᬕᬢ᭄}}
| Oṁ nāthāya namostute stuti ningatpada ri pada Bhaṭāra nityaśa, sang sūkṣmeng tlĕnging samādhi Śīwa Buddha sira ṣakala niṣkalātmakā, sang śrī parwwata nātha nātha ninganātha sira ta patining jagatpati, sang hyang ning hyangnginiṣṭya cintya ningacintya hanā waya tmaḥ nireng jagat
| Sembah sujud kepada hamba yang selalu memuja Paduka Duli Bhaṭāra, yang meresap dalam samādhi bagai Śīwa Buddha dan merupakan jiwa dunia akhirat, Paduka Sang Śrī Par̀wwata pelindung si nista dan rajanya Sang Hyang Jagatpati, Paduka adalah raja sekalian dewa yang paling gaib menjadi kenyataan di atas dunia
Baris 1.088 ⟶ 1.212:
! style="text-align: center"| Terjemahan
|-
|{{Scriptscript/Bali|᭚ ᬤᬤᬶᬬᬦᭂᬫ᭄ᬩᬄᬳᬢᬸᬃᬓᬦ᭄ᬱᭂᬭᬢ᭄ᬱᬂᬳᬤᬶᬧᬢᬶ᭞ ᬯᬸᬲ᭄ᬢᬶᬦᬫ᭄ᬧᬦ᭞ ᬲᬩᬃᬲᬂᬪᬢᬵᬭ᭞ ᬤᬶᬦᬳᭀᬲ᭄ᬱᬚᭂᬭᭀᬦᬶᬂᬕᬮᬶᬳᬾ᭞ ᬳᬸᬘᬧᬦ᭄ᬱᬾᬯᬮ᭞ ᬯᬸᬲ᭄ᬧᬸᬧᬸᬢ᭄ ᬦᬸᬮᬶᬲᬩ᭄ᬤᬲᬂᬜᬓ᭄ᬭᬯᬢᬶ᭞ ᬮᬄᬢᬧᬫᬦ᭄ᬳᬚᬲᬸᬲᬄ ᬳᬧᬦ᭄ᬯᬸᬲ᭄ᬢᬶᬢᬄᬲᬂᬬᬂᬳᬕᬸᬂ ᬫᬭᬶᬂᬫᭆ᭄ᬮᬸᬓ᭄ᬮᬸᬳᬸᬃᬳᬶᬂᬤᬸᬤᬸᬜ᭞ ᬦᭂᬫᬸᬲᬸᬲᬄ ᬯᬶᬦᬍᬲ᭄ᬱᭂᬦᭂᬂᬲᬬᭂᬓ᭄ᬢᬶ᭞ ᬧᬸᬦᬫᬗ᭄ᬓᬦᬾᭅᬸᬤ᭄ᬭᬢ᭄ᬳᬶᬭᬤᬢ᭄᭟}}
|Dadiya nĕmbah aturkan sĕrat sang adipati, wus tinampan, sabar sang Bhatāra, dinaos sajĕroning galihe, ucapan sewala, wus puput, nuli sabda sang nyakrawati, lah ta paman aja susah, apan wus titah sang yang agung, maring makhluk luhur ing dunya, nĕmu susah, winalĕs senĕng sayĕkti, pun mangkane qudrat iradat.
|Menghadap menghormat Adipati menghaturkan surat, sudah diterima, sabar sang Bhatāra, dibaca dalam hati, ucapan pesuruh, sudah sampai waktunya, sambil berkata sang Raja Besar, "Sudahlah paman jangan susah, semua sudah menjadi kehendak Sang Maha Agung, kepada mahluk tertinggi di dunia, menemui susah, berganti dengan sayekti, demikianlah kodrat iradat."
<!--|-
|{{Script/Bali|᭚ ᬲᬓᬾᬳᬶᬂᬯᭀᬂᬯᬚᬶᬩ᭄ᬦᬸᬦ᭄ᬢᬸᬢ᭄ᬱᭂᬬᬓ᭄ᬢᬶ᭞ ᬲᭂᬩᬭᬂᬓᬭ᭄ᬤᬶ᭞ ᬓᬂᬚᭀᬕᬶᬬ ᬓᭂᬮᬫ᭄ᬧᬳᬦ᭄ ᬦᬗᬶᬂᬧᬸᬮᬶᬄᬢᬦ᭄ᬧᬸᬮᬶᬳᬯᭂᬦᬂᬅᬮ᭄ᬮᬄᬮᬸᬯᬶᬄᬳᬕᬸᬂ ᬦᬸᬕᭂᬭᬳᬦ᭄ᬧᭂᬦᬸᬯᬸᬦ᭄ᬳᬫ᭄ᬩᬦᬾᬭᬶᬓᬶ᭞ ᬯᭀᬂᬓᭂᬯᬮᬮᬫ᭄ᬧᬄᬓᬦ᭄ᬳᬶᭆ᭄ᬢᬶᬬᬃ ᬲᭂᬮᬫᬶᬳᬸᬭᬶᬧᬶᬧᬸᬦ᭄ ᬳᬚᬓᬘᬾᬯᬳᬶᬂᬯᬭ᭄ᬤᬬ᭞ ᬢᬸᬮᬸᬲ᭄ᬳᬶᭆ᭄ᬮᬲ᭄ ᬧᭂᬲᭂᬭᬄᬓᭂᬦ᭄ᬧᬢᬶᬮᬦ᭄ᬳᬸᬭᬶᬧ᭄ ᬫᬭᬶᬂᬅᬮ᭄ᬮᬄᬓᬂᬮᬸᬯᬶᬄᬓᬸᬯᬲ᭟}}
| Sakehing wong wajib nuntut seyakti, sebarang kardi, kang jogiya kelampahan, nanging pulih tan puliha wenang Allah luwih agung,
nugerahan penuwun hambané riki, wong kewala lampahkan ikhtiyar, selami uripipun, aja kacéwa hing wardaya, tulus ikhlas, peserahken pati lan urip, maring Allah kang luwih kuwasa.
Baris 1.105 ⟶ 1.229:
! style="text-align: center"| Terjemahan
|-
|
| {{Script/Bali|
{{script/Bali|ᬳᭂᬦ᭄ᬢᬄᬩ᭄ᬭᬧᬓᬄᬮᬫᬜᬓᬯᬶᬦ᭄᭞ᬳᬤᬢᬶᬫ᭄ᬩᬸᬮ᭄‌ᬧᭂᬜᬓᬶᬢ᭄‌ᬓᬸᬮᭀᬭ᭞ᬧᬸᬮᭀᬩᬮᬶᬳᬦ᭄ᬢᬾᬭᭀᬦᬾ᭞ᬳᭀᬭᬂᬲᬸᬲᬄᬢᭂᬃᬮᬮᬸ᭞ᬩᬜᬓ᭄ᬲᬓᬶᬢ᭄‌ᬩᬜᬓ᭄‌ᬬᬂᬫᬵᬢᬶ᭞ᬩᬇᬓ᭄‌ᬳᭀᬭᬂᬢ᭄ᬯᬫᬸᬥ᭞ᬩᬇᬅ᭄‌ᬳᭀᬭᬂᬳᬕᬸᬂ᭞ᬓᬩᬜᬓᬦ᭄‌ᬬᬂᬫᬸᬤᬭᬢ᭄᭞ᬲ᭄ᬩᬩ᭄‌ᬲᬓᬶᬢ᭄‌ᬢ᭄ᬮᬮᬸᬓᭂᬭᬲ᭄‌ᬫᭂᬜᬓᬶᬢᬶ᭞ᬩᬶᬓᬶᬦ᭄‌ᬘᬶᬮᬓᬳᭀᬭᬂ}}
| Ĕntah brapakah lamanya kawin, ada timbul pĕnyakit kulora, pulo bali anterone, orang susah tĕrlalu, banyak sakit banyak yang māti, baik orang twa mudha, bai' orang agung, kabanyakan yang mudarat, sbab sakit tlalu kĕras mĕnyakiti, bikin cilaka orang
| Lama setelah mereka menikah, timbul wabah [[kolera]], yang melanda seluruh pulau Bali, semua orang kesulitan, banyak yang sakit dan mati, baik orang tua-muda, maupun orang agung (bangsawan), banyak orang yang merugi, lantaran sakitnya yang sangat keras, membuat celaka orang.
Baris 1.112 ⟶ 1.236:
 
== Perbandingan dengan aksara Jawa ==
Kerabat paling dekat dari aksara Bali adalah [[aksara Jawa]] dan [[aksara Sasak]]. Sebagai turunanketurunan langsung [[aksara Kawi]], aksara Jawa dan SasakBali masih memiliki banyak kesamaan dengan aksara Bali dari segi struktur dasar masing-masing huruf. Salah satu perbedaan mencolok antara aksara Jawa dan Sasak dengan aksara Bali adalah sistem tata tulis; Tata tulis Jawa sering kali tidak mengindahkan ejaan asli pada kosakata yang memiliki akar Sanskerta dan Kawi, sehingga tata tulis Jawa kontemporer tidak memiliki konsep yang serupa dengan ''pasang pagĕh''. Dalam aksara Jawa, sebagian besar aksara yang dikategorikan sebagai ''śwalalita'' dalam aksara Bali dialihfungsikan sebagai aksara ''murda'' ({{script/Java|ꦩꦸꦂꦢ}}), yakni aksara yang digunakan untuk menuliskan gelar dan nama terhormat.<ref>{{cite book|last=Darusuprapta|title=Pedoman Penulisan Aksara Jawa|place=Yogyakarta|publisher=Yayasan Pustaka Nusantara bekerja sama dengan Pemerintahan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Daerah Tingkat I Jawa Tengah, dan Daerah Tingkat I Jawa Tengah|year=2002|isbn=979-8628-00-4|url=https://docs.google.com/viewer?a=v&pid=sites&srcid=ZGVmYXVsdGRvbWFpbnxoYW5hY2FyYWthbnxneDoyYmZjNmViZTcyNjI4OWEx|page=11-13}}</ref>
 
Perbandingan bentuk kedua aksara tersebut dapat dilihat sebagaimana berikut:
Baris 1.170 ⟶ 1.294:
| align=center| {{script/Bali|ᬠ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬡ}}
| align=center| {{script/Bali| ᬢ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬣ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬤ}}
Baris 1.177 ⟶ 1.301:
| align=center| {{script/Bali|ᬧ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬨ}}
| align=center| {{script/Bali| ᬩ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬪ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬫ}}
Baris 1.183 ⟶ 1.307:
| align=center| {{script/Bali|ᬭ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬮ}}
| align=center| {{script/Bali| ᬯ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬰ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬱ}}
| align=center| {{script/Bali| ᬲ}}
| align=center| {{script/Bali|ᬳ}}
|-
! text-align:center;" |Jawa
| align=center| {{script/Java|}}
| align=center| {{script/Java|}}
| align=center| {{script/Java|}}
| align=center| {{script/Java|}}
| align=center| {{script/Java|}}
| align=center| {{script/Java|}}
| align=center| {{script/Java|}}
| align=center| {{script/Java|}}
| align=center| {{script/Java|}}
| align=center| {{script/Java|}}
| align=center| {{script/Java|}}
| align=center| {{script/Java|}}
| align=center| {{script/Java|}}
| align=center| {{script/Java|}}
| align=center| {{script/Java|}}
| align=center| {{script/Java|}}
| align=center| {{script/Java|}}
| align=center| {{script/Java|}}
| align=center| {{script/Java|}}
| align=center| {{script/Java|}}
| align=center| {{script/Java|}}
| align=center| {{script/Java|}}
| align=center| {{script/Java|}}
| align=center| {{script/Java|}}
| align=center| {{script/Java|}}
| align=center| {{script/Java|}}
| align=center| {{script/Java|}}
| align=center| {{script/Java|}}
| align=center| {{script/Java|}}
| align=center| {{script/Java|}}
| align=center| {{script/Java|}}
| align=center| {{script/Java|}}
| align=center| {{script/Java|}}
|}
 
Baris 1.261 ⟶ 1.385:
|-
! text-align:center;" |Jawa
| align=center| {{script/Java|}}
| align=center| {{script/Java|ꦄꦴ}}
| align=center| {{script/Java|}}
| align=center| {{script/Java|}}
| align=center| {{script/Java|}}
| align=center| {{script/Java|ꦈꦴ}}
| align=center| {{script/Java|}}
| align=center| {{script/Java|ꦉꦴ}}
| align=center| {{script/Java|}}
| align=center| {{script/Java|}}
| align=center| {{script/Java|}}
| align=center| {{script/Java|}}
| align=center| {{script/Java|}}
| align=center| {{script/Java|ꦎꦴ}}
|-
| colspan="34" style="background:#F8F8F8;font-size:small;text-align:left" | '''Catatan'''
Baris 1.310 ⟶ 1.434:
! Bali
| -
| align=center| {{script/Bali| ᬵ}}
| align=center| {{script/Bali| ᬶ}}
| align=center| {{script/Bali| ᬷ}}
| align=center| {{script/Bali| ᬸ}}
| align=center| {{script/Bali| ᬹ}}
| align=center| {{script/Bali| ᬺ}}
| align=center| {{script/Bali| ᬻ}}
| align=center| {{script/Bali| ᬾ}}
| align=center| {{script/Bali| ᬿ}}
| align=center| {{script/Bali| ᭀ}}
| align=center| {{script/Bali| ᭁ}}
| align=center| {{script/Bali| ᭂ}}
| align=center|{{script/Bali| ᭃ}}
| align=center|{{script/Bali| ᬁ}}
| align=center| {{script/Bali| ᬂ}}
| align=center| {{script/Bali| ᬃ}}
| align=center| {{script/Bali| ᬄ}}
| align=center| {{script/Bali| ᭄}}
|- style="text-align: center"
! Jawa
| -
|{{script/Java align=center| }}
|{{script/Java align=center| }}
|{{script/Java align=center| }}
|{{script/Java align=center| }}
|{{script/Java align=center| }}
|{{script/Java align=center| }}
|{{script/Java align=center| ꦽꦴ}}
|{{script/Java align=center| }}
|{{script/Java align=center| }}
|{{script/Java align=center| ꦺꦴ}}
|{{script/Java align=center| ꦻꦴ}}
|{{script/Java align=center| }}
|{{script/Java align=center| ꦼꦴ}}
|{{script/Java align=center| }}
|{{script/Java align=center| }}
|{{script/Java align=center| }}
|{{script/Java align=center| }}
|{{script/Java align=center| }}
|- style="text-align: center"
!
Baris 1.372 ⟶ 1.496:
|- style="text-align: center"
! Bali
| align=center| {{script/Bali| ᬓ}}
| align=center| {{script/Bali| ᬓᬵ}}
| align=center| {{script/Bali| ᬓᬶ}}
| align=center| {{script/Bali| ᬓᬷ}}
| align=center| {{script/Bali| ᬓᬸ}}
| align=center| {{script/Bali| ᬓᬹ}}
| align=center| {{script/Bali| ᬓᬺ}}
| align=center| {{script/Bali| ᬓᬻ}}
| align=center| {{script/Bali| ᬓᬾ}}
| align=center| {{script/Bali| ᬓᬿ}}
| align=center| {{script/Bali| ᬓᭀ}}
| align=center| {{script/Bali| ᬓᭁ}}
| align=center| {{script/Bali| ᬓᭂ}}
| align=center| {{script/Bali| ᬓᭃ}}
| align=center| {{script/Bali| ᬓᬁ}}
| align=center| {{script/Bali| ᬓᬂ}}
| align=center| {{script/Bali| ᬓᬃ}}
| align=center| {{script/Bali| ᬓᬄ}}
| align=center| {{script/Bali| ᬓ᭄}}
|- style="text-align: center"
! Jawa
|{{script/Java align=center| }}
|{{script/Java align=center| ꦏꦴ}}
|{{script/Java align=center| ꦏꦶ}}
|{{script/Java align=center| ꦏꦷ}}
|{{script/Java align=center| ꦏꦸ}}
|{{script/Java align=center| ꦏꦹ}}
|{{script/Java align=center| ꦏꦽ}}
|{{script/Java align=center| ꦏꦽꦴ}}
|{{script/Java align=center| ꦏꦺ}}
|{{script/Java align=center| ꦏꦻ}}
|{{script/Java align=center| ꦏꦺꦴ}}
|{{script/Java align=center| ꦭꦻꦴ}}
|{{script/Java align=center| ꦏꦼ}}
|{{script/Java align=center| ꦏꦼꦴ}}
|{{script/Java align=center| ꦏꦀ}}
|{{script/Java align=center| ꦏꦁ}}
|{{script/Java align=center| ꦏꦂ}}
|{{script/Java align=center| ꦏꦃ}}
|{{script/Java align=center| ꦏ꧀}}
|-
| colspan="20" style="background:#F8F8F8;font-size:small;text-align:left" | '''Catatan'''
Baris 1.439 ⟶ 1.563:
|- style="text-align: center"
! Bali
| align=center| {{script/Bali| ᭐}}
| align=center| {{script/Bali| ᭑}}
| align=center| {{script/Bali| ᭒}}
| align=center| {{script/Bali| ᭓}}
| align=center| {{script/Bali| ᭔}}
| align=center| {{script/Bali| ᭕}}
| align=center| {{script/Bali| ᭖}}
| align=center| {{script/Bali| ᭗}}
| align=center| {{script/Bali| ᭘}}
| align=center| {{script/Bali| ᭙}}
|- style="text-align: center"
! Jawa
|{{script/Java align=center| }}
|{{script/Java align=center| }}
|{{script/Java align=center| }}
|{{script/Java align=center| }}
|{{script/Java align=center| }}
|{{script/Java align=center| }}
|{{script/Java align=center| }}
|{{script/Java align=center| }}
|{{script/Java align=center| }}
|{{script/Java align=center| }}
|}
 
Baris 1.473 ⟶ 1.597:
! pamada
|-
| style="text-align: center" | {{script/Bali| ᭞}}
| style="text-align: center" | {{script/Bali| ᭟}}
| style="text-align: center" | {{script/Bali| ᭝}}
| style="text-align: center" | {{script/Bali| ᭚}}
| style="text-align: center" | {{script/Bali| ᭛}}
|-
! rowspan=2 style="text-align: center"| Jawa
Baris 1.486 ⟶ 1.610:
! pada luhur
|-
| style="text-align: center" |{{script/Java| ꧈}}
| style="text-align: center" |{{script/Java| ꧉}}
| style="text-align: center" |{{script/Java| ꧇}}
| style="text-align: center" |{{script/Java| ꧋}}
| style="text-align: center" |{{script/Java| ꧅}}
|}
 
Baris 1.510 ⟶ 1.634:
|-
|align=center colspan=2|
<gallery mode="packed" heights="200px">
File:KITLV 408106 - Isidore van Kinsbergen - Goesti Ngoera Ketoet Djilantik, raja of Boeleleng and writer Wajan Toeboek with lontar in hand - 1865-1866.jpg|Raja Buleleng XIV, Gusti Ngurah Kĕtut Jĕlantik, bersama juru tulisnya, Wayan Tubok, sekitar tahun 1865. Keduanya sedang memegang lontar
Berkas:Letters of introduction in Balinese script from Mads Johannsen Lange Or 12971 f4-5.jpg|Surat perkenalan dari [[Mads Johansen Lange]] kepada Raja Gianyar (atas, berbahasa Bali) dan Raja Tabanan (bawah, berbahasa Melayu) dari tahun 1852, koleksi British Library
<!--File:Surat raja buleleng kepada lord minto Mss Eur D742-1 f168v.jpg|Detail surat dari Raja Buleleng kepada [[Gilbert Elliot-Murray-Kynynmound, 1st Earl of Minto|Gubernur Jendral Lord Minto]] (dalam cuplikan di atas ditulis di awal: ''bapa gopnor jendral lo mintu'') yang ditulis antara abad ke-18–19, koleksi British Library-->
Berkas:Crab-eating macaque (Macaca fascicularis), Monkey Forest Ubud3 Ubuan Bali.jpg|Papan petunjuk arah dalam tiga bahasa di Bali
Berkas:Collectie NMvWereldculturen, TM-6458-1, Tempeldoek- Geborduurde tempeldoek, 1900-1950.jpg|Kain umbul-umbul sulam
Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Brief in het Balinees op lontarblad in een houten doos TMnr 690-3.jpg|Lontar dengan kotak penyimpanan ''kropak'', koleksi Tropenmuseum
Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Stuk hout dat met Balinese letters is beschreven TMnr 261-20n.jpg|Papan kayu dengan beberapa aksara ''modre''
Baris 1.590 ⟶ 1.716:
<!--* [https://palmleaf.org/wiki/geguritan-nengah-jimbaran ''Gaguritan Nĕngah Jimbaran''] koleksi Gedong Kirtya Singaraja no. IV d 768/3-->
* [https://palmleaf.org/wiki/atlas-bhumi ''Kakawin Atlas Bhūmi''] koleksi Gedong Kirtya Singaraja no. III b 496/10
* [httphttps://khastara.perpusnas.go.id/weblanding/detail/102611/bali Perjanjian antara Residen Johannes Eschbach dengan Gusti Ngurah Pamecutan dan Gusti Gde Ngurah dari Badung] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20200728091553/http://khastara.perpusnas.go.id/web/detail/102611/bali |date=2020-07-28 }} (1905) koleksi Perpustakaan Nasional Indonesia no. NB 66
* [http://www.bl.uk/manuscripts/FullDisplay.aspx?index=4&ref=Or_12971 Surat perkenalan dari Mads Johannsen Lange] (1852) kepada penguasa Klungkung, Bangli, Mengwi, Gianyar, dan Tabanan
* [http://www.bl.uk/manuscripts/FullDisplay.aspx?index=0&ref=Egerton_MS_765 Surat pada lembaran emas] (1768) dikirim oleh Kanjeng Kyai Angrurah Jambe dari Badung dan Kyai Angrurah Agung dari Mengwi kepada Johannes Vos di Semarang, koleksi British Library no. Egerton MS 765