Abdus Samad al-Palimbani: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Perbaikan kesalahan pengetikan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Ustad abu naum (bicara | kontrib)
 
(22 revisi perantara oleh 11 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Refimprove-bio-tokohmuslim}}
{{rapikan}}
{{tone}}
'''Syekh Abdus Samad Al-Palimbani''' adalah seorang tokoh sufi penulis kitab-kitab sufi yang berasal dari Palembang.<ref name="Amin2008">{{cite book|author=Samsul Munir Amin|title=Karomah para kiai|url=https://books.google.com/books?id=7DDriJCv-x4C&pg=PA311|year=2008|publisher=PT LKiS Pelangi Aksara|isbn=978-979-8452-49-9|pages=311–}}</ref> Abdus Samad lahir pada tahun 1116 [[Kalender Hijriah|H]] ([[1704]] M) di [[Kesultanan Palembang]] dan wafat pada 1203 H ([[1789]] M) di usia 85 tahun,<ref name="Amin2008"/> mengenai lokasi dikebumikan jenazahnya masih menjadi perdebatan di kalangan sejarawan dan ulama.<ref>{{Cite web|last=Tani|first=Ini Tanjung|date=2024-03-18|title=Biografi Syekh Abdussamad al-Palimbani|url=https://www.kompas.com/stori/read/2024/03/18/235000479/biografi-syekh-abdussamad-al-palimbani?page=all|website=Kompas|access-date=6 Juli 2024}}</ref>
'''Abdus Samad al-Palimbani''' dilahirkan pada 1116 H/1704 M, di Palembang. Tentang nama lengkap Syeikh Al-Falimbani,
 yang tercatat dalam sejarah, ada tiga versi nama. Yang pertama, seperti yang diungkapkan dalam Ensiklopedia Islam, dia bernama Abdus Samad Al-Jawi Al-Falembani. Versi kedua, merujuk pada sumber-sumber Melayu, sebagaimana ditulis oleh Azyumardi Azra dalam bukunya Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII (Mizan: 1994), ulama besar ini memiliki nama asli Abdul Samad bin Abdullah Al-Jawi Al-Falembani. Sementara versi
terakhir, tulisan Rektor UIN Jakarta itu, bahawa apabila merujuk pada sumber-sumber
Arab, nama lengkap Syeikh Al-Falembani ialah Sayyid Abdus Al-Samad bin
Abdurrahman Al-Jawi. Dari ketiga nama itu yang diyakini sebagai nama Abdul
Samad, Azyumardi berpendapat bahawa nama terakhirlah yang disebut Syeikh Abdul Samad.
 
Apabila dilihat latar belakangnya, ketokohan Al-Palimbani sebenarnya tidak jauh berbeda dari ulama-ulama Nusantara lainnya, seperti [[Hamzah Fansuri]], [[Nuruddin Al-Raniri|Nuruddin Ar-Raniri]], [[Abdurrauf as-Singkili|Abdurrauf As-Singkili]], [[Yusuf Al-Makasari]].
Perbedaan
pendapat mengenai nama ulama ini dapat difahami mengingat sejarah panjangnya
sebagai pengembara, baik di dalam negeri maupun luar negeri, dalam menuntut
ilmu. Apabila dilihat latar belakangnya, ketokohan Al-Falembani sebenarnya
tidak jauh berbeda dari ulama-ulama Nusantara lainnya, seperti Hamzah Fansuri,
Nuruddin Al-Raniri, Abdul rauf Singkel, Yusuf Al-Maqassari.
 
Dari susunan silsilah atau nasab Syaikh Al-Falimbani Keturunan Arab, dari sebelah ayah. Syaikh Abdul Jalil bin Sayyid Abdurrahman Al-Jawi bin Syaikh Abdullah Al-Jawi Al-Falimbani bin Syaikh Abdul Wahhab bin Syaikh Ahmad Al-Madani, ayah Al-Falimbani, adalah ulama yang berasal dari Madinah yang dilantik menjadi Mufti negeri Kedah pada awal abad ke-18. Sementara ibunya, Raden Ranti, adalah wanita Palembang yang diperisterikan oleh Syaikh Abdul Jalil, setelah sebelumnya menikahi Wan Zainab, puteri Dato´Sri Maharaja Dewa di Kedah.
Dari
 
Persegi silsilah, nasab Syeikh Al-Falembani berketurunan Arab, dari sebelah ayah.
== Kehidupan ==
Syeikh Abdul Jalil bin Syeikh Abdul Wahhab bin Syeikh Ahmad Al-Mahdani, ayah
Syekh Abdus Shamad memiliki darah campuran pribumi dan Arab, ayahnya bernama Syekh Abdul Jalil bin Syekh Abdul Wahhab bin Syekh Ahmad al-Mahdani seorang ulama dari [[Hadramaut|Yaman]] dan ibunya Radin Ranti merupakan perempuan keturunan asli Palembang.<ref>{{Cite web|last=1|title=Biografi Syekh Abdus Samad al-Palimbani {{!}} Republika ID|url=https://republika.id/posts/43403/biografi-syekh-abdus-samad-al-palimbani|website=republika.id|language=en-US|access-date=2024-07-06}}</ref> Beliau menjalani masa kecilnya di kampung halamannya, Palembang. Di sana ia mendalami agama Islam dan berguru dengan [[Syamsuddin As-Sumatrani|Syamsuddin as-Sumatrani]] dan [[Abdurrauf al-Fansuri|Syekh Abdurrauf al-Fansuri]] untuk mempelajari [[tasawuf]].
Al-Falembani, adalah ulama yang berasal dari Yaman yang dilantikmenjadi Mufti
negeri Kedah pada awal abad ke-18. Sementara ibunya, Radin Ranti, adalah wanita
Palembang yang diperisterikan oleh Syeikh Abdul Jalil, setelah sebelumnya
menikahi Wan Zainab, puteri Dato´ Sri Maharaja Dewa di Kedah.
 
== Pendidikan ==
Syeikh Abdus Shamad mendapat pendidikan dasar dari ayahnya sendiri, Syeikh Abdul Jalil, di Kedah. Kemudian Syeikh Abdul Jalil mengantar semua anaknya ke pondok di negeri Patani. Zaman itu memang di Patani lah tempat menempa ilmu-ilmu keislaman sistem pondok yang lebih mendalam lagi.
Syeikh
Abdus Shamad mendapat pendidikan dasar dari ayahnya sendiri, Syeikh Abdul
Jalil, di Kedah. Kemudian Syeikh Abdul Jalil mengantar semua anaknya ke pondok
di negeri Patani. Zaman itu memang di Patani lah tempat menempa ilmu-ilmu keislaman sistem pondok yang lebih mendalam lagi.
 
Mungkin Abdus Shamad dan saudara-saudaranya Wan Abdullah dan Wan Abdul Qadir telah memasuki pondok-pondok yang terkenal, antaranya ialah Pondok Bendang Gucil di Kerisik, atau Pondok Kuala Bekah atau Pondok Semala yang semuanya terletak di Patani.
Mungkin
Abdus Shamad dan saudara-saudaranya Wan Abdullah dan Wan Abdul Qadir telah
memasuki pondok-pondok yang terkenal, antaranya ialah Pondok Bendang Gucil di
Kerisik, atau Pondok Kuala Bekah atau Pondok Semala yang semuanya terletak di Patani.
 
Di antara para gurunya di Patani, yang dapat diketahui dengan jelas hanyalah Syeikh Abdur Rahman bin Abdul Mubin Pauh Bok. Demikianlah yang diceritakan oleh
Di
beberapa orang tokoh terkemuka Kampung Pauh Bok itu (1989), serta sedikit catatan dalam salah satu manuskrip terjemahan Al-‘Urwatul Wutsqa, versi Syeikh Abdus Shamad bin Qunbul al-Fathani yang ada. Kepada Syeikh Abdur Rahman Pauh Bok itulah sehingga membolehkan pelajaran Syeikh Abdus Shamad al-Falimbani dilanjutkan ke Mekah dan Madinah. Walau bagaimanapun mengenai Syeikh Abdus Shamad al-Falimbani belajar kepada Syeikh Abdur Rahman Pauh Bok al-Fathani itu
antara para gurunya di Patani, yang dapat diketahui dengan jelas hanyalah
Syeikh Abdur Rahman bin Abdul Mubin Pauh Bok. Demikianlah yang diceritakan oleh
beberapa orang tokoh terkemuka Kampung Pauh Bok itu (1989), serta sedikit
catatan dalam salah satu manuskrip terjemahan Al-‘Urwatul Wutsqa, versi Syeikh Abdus Shamad bin Qunbul al-Fathani yang ada. Kepada Syeikh Abdur Rahman Pauh Bok itulah sehingga membolehkan pelajaran Syeikh Abdus Shamad al-Falimbani
dilanjutkan ke Mekah dan Madinah. Walau bagaimana pun mengenai Syeikh Abdus Shamad al-Falimbani belajar kepada Syeikh Abdur Rahman Pauh Bok al-Fathani itu
belum pernah ditulis oleh siapa pun, namun sumber asli didengar di Kampung Pauh Bok sendiri.
 
Sistem pengajian pondok di Patani pada zaman itu sangat terikat dengan hafalan matan ilmu-ilmu Arabiyah yang terkenal dengan ‘llmu Alat Dua Belas’. Dalam bidang syariat Islam dimulai dengan matan-matan fiqh menurut Mazhab Imam Syafi’i. Di bidang tauhid dimulai dengan menghafal matan-matan ilmu kalam/usuluddin menurut paham Ahlus Sunah wal Jamaah yang bersumber dari Imam Syeikh Abul Hasan al-Asy’ari dan Syeikh Abu Mansur al-Maturidi.
Sistem
pengajian pondok di Patani pada zaman itu sangat terikat dengan hafalan matan
ilmu-ilmu Arabiyah yang terkenal dengan ‘llmu Alat Dua Belas’. Dalam bidang
syariat Islam dimulai dengan matan-matan fiqh menurut Mazhab Imam Syafi’i. Di bidang tauhid dimulai dengan menghafal matan-matan ilmu kalam/usuluddin menurut
paham Ahlus Sunah wal Jamaah yang bersumber dari Imam Syeikh Abul Hasan al-Asy’ari dan Syeikh Abu Mansur al-Maturidi.
 
Dia juga mempelajari ilmu sufi daripada Syeikh Muhammad bin Samman, selain mendalami kitab-kitab tasawuf daripada Syeikh Abdul Rauf Singkel dan Samsuddin Al-Sumaterani, kedua-duanya dari Aceh. Oleh sebab dari kecil dia lebih banyak mempelajari ilmu tasawuf, maka dalam sejarah telah tercatat bahawa dia adalah ulama yang memiliki kepakaran dan keistimewaan dalam cabang ilmu tersebut.
Dia
juga mempelajari ilmu sufi daripada Syeikh Muhammad bin Samman, selain
mendalami kitab-kitab tasawuf daripada Syeikh Abdul Rauf Singkel dan Samsuddin
Al-Sumaterani, kedua-duanya dari Aceh. Oleh sebab dari kecil dia lebih
banyak mempelajari ilmu tasawuf, maka dalam sejarah telah tercatat bahawa dia
adalah ulama yang memiliki kepakaran dan keistimewaan dalam cabang ilmu tersebut.
 
Setelah Syeikh Abdus Shamad banyak hafal matan lalu dilanjutkan pula dengan penerapan pengertian yang lebih mendalam lagi. Sewaktu masih di Patani lagi, Syeikh Abdus Shamad telah dipandang alim, kerana dia adalah sebagai kepala thalaah (tutor), menurut istilah pengajian pondok. Namun ayahnya berusaha mengantar anak-anaknya melanjutkan pelajarannya ke Makkah. Memang merupakan satu tradisi pada zaman itu walau bagaimana banyak ilmu pengetahuan seseorang belumlah di pandang memadai, jika tak sempat mengambil barakah di Mekah dan Madinah kepada para ulama yang dipandang Wali Allah di tempat pertama lahirnya agama Islam itu.
Setelah Syeikh Abdus Shamad banyak hafal matan lalu dilanjutkan pula dengan penerapan
pengertian yang lebih mendalam lagi. Sewaktu masih di Patani lagi, Syeikh Abdus
Shamad telah dipandang alim, kerana dia adalah sebagai kepala thalaah (tutor), menurut istilah pengajian pondok. Namun ayahnya berusaha mengantar
anak-anaknya melanjutkan pelajarannya ke Makkah. Memang merupakan satu tradisi
pada zaman itu walau bagaimana banyak ilmu pengetahuan seseorang belumlah di
pandang memadai, jika tak sempat mengambil barakah di Mekah dan Madinah kepada para ulama yang dipandang Wali Allah di tempat pertama lahirnya agama Islam itu.
 
'''Belajar Di Makkah'''
 
Orang tua Al-Falembani kemudian menghantar anaknya itu ke Arab yaitu Makkah, dan Madinah. Tidak jelas, bilakah dia diantar ke salah satu pusat ilmu Islam pada waktu itu. Setakat yang terakam dalam sejarah, dia dikatakan menganjak dewasa ketika ´berhijrah´ ke tanah Arab. Di negeri barunya ini, dia terlibat dalam masyarakat Jawa, dan menjadi teman seperguruan, menuntut ilmu dengan ulama Nusantara lainnya seperti Muhammad Arsyad Al-Banjari, Abdul Wahhab Bugis, Abdul Rahman Al-Batawi, dan Daud Al-Fatani. Walaupun dia menetap di Mekah, tidka bermakna dia melupakan negeri leluhurnya. Syeikh Al-Falembani, menurut Azyumardi, tetap memberikan perhatian besar pada perkembangan sosial, politik, dan keagamaan di Nusantara.
Orang
tua Al-Falembani kemudian menghantar anaknya itu ke Arab yaitu Makkah, dan
Madinah. Tidak jelas, bilakah dia diantar ke salah satu pusat ilmu Islam
pada waktu itu. Setakat yang terakam dalam sejarah, dia dikatakan menganjak
dewasa ketika ´berhijrah´ ke tanah Arab. Di negeri barunya ini, dia terlibat
dalam masyarakat Jawa, dan menjadi teman seperguruan, menuntut ilmu dengan
ulama Nusantara lainnya seperti Muhammad Arsyad Al-Banjari, Abdul Wahhab Bugis,
Abdul Rahman Al-Batawi, dan Daud Al-Fatani. Walaupun dia menetap di Mekah,
tidka bermakna dia melupakan negeri leluhurnya. Syeikh Al-Falembani, menurut
Azyumardi, tetap memberikan perhatian besar pada perkembangan sosial, politik,
dan keagamaan di Nusantara.
 
Sejak perpindahannya ke tanah Arab itu, Syeikh Al-Palembani mengalami perubahan besar berkaitan dengan intelektualitas dan spiritual. Perkembangan dan perubahan ini tidak terlepas dari proses ´pencerahan´ yang diberikan para gurunya. Beberapa gurunya yang masyhur dan berwibawa dalam proses tersebut, antara lain Muhammad bin Abdul Karim Al-Sammani, Muhammad bin Sulayman Al-Kurdi, dan Abdul Al-Mun´im Al-Damanhuri. Selain itu, tercatat juga dalam sejarah Al-Palembani berguru kepada ulama besar, antaranya Ibrahim Al-Rais, Muhammad Murad, Muhammad Al-Jawhari, dan Athaullah Al-Mashri. Tidak sia-sia, perjuangannya menuntut ilmu di Masjidil Haram dan tempat-tempat lainnya, ´mengangkat´ dirinya menjadi salah seorang ulama Nusantara yang disegani dan dihormati di kalangan ulama Arab, juga Nusantara.
Sejak
perpindahannya ke tanah Arab itu, Syeikh Al-Palembani mengalami perubahan besar
berkaitan dengan intelektualitas dan spiritual. Perkembangan dan perubahan ini
tidak terlepas dari proses ´pencerahan´ yang diberikan para gurunya. Beberapa
gurunya yang masyhur dan berwibawa dalam proses tersebut, antara lain Muhammad
bin Abdul Karim Al-Sammani, Muhammad bin Sulayman Al-Kurdi, dan Abdul Al-Mun´im
Al-Damanhuri. Selain itu, tercatat juga dalam sejarah Al-Palembani berguru
kepada ulama besar, antaranya Ibrahim Al-Rais, Muhammad Murad, Muhammad
Al-Jawhari, dan Athaullah Al-Mashri. Tidak sia-sia, perjuangannya menuntut ilmu
di Masjidil Haram dan tempat-tempat lainnya, ´mengangkat´ dirinya menjadi salah
seorang ulama Nusantara yang disegani dan dihormati di kalangan ulama Arab,
juga Nusantara.
 
'''Mengkritik Tarekat yang Berlebihan'''
 
Meskipun mendalami tasawuf, tidak bermakna Syeikh Al-Palembani tidak kritis. Dia dikatakan kerap mengkritik kalangan yang mempraktikkan tarekat secara berlebihan. Dia selalu mengingatkan akan bahaya kesesatan yang diakibatkan oleh aliran-aliran tarekat tersebut, khususnya tarekat Wujudiyah Mulhid yang terbukti telah membawa banyak kesesatan di Aceh. Untuk mencegah apa yang diperingatkannya itu, Syeikh Al-Palembani menulis intisari dua kitab karangan ulama dan ahli falsafah agung abad pertengahan, Imam Al-Ghazali, yaitu kitab Lubab Ihya´ Ulumud Diin (Intisari Ihya´ Ulumud Diin), dan Bidayah Al-Hidayah (Awal Bagi Suatu Hidayah). Dua karya Imam Al-Ghazali ini dinilainya secara ´moderat´ dan membantu membimbing mereka yang mempraktikkan aliran sufi.
Meskipun
mendalami tasawuf, tidak bermakna Syeikh Al-Palembani tidak kritis. Dia
dikatakan kerap mengkritik kalangan yang mempraktikkan tarekat secara
berlebihan. Dia selalu mengingatkan akan bahaya kesesatan yang diakibatkan
oleh aliran-aliran tarekat tersebut, khususnya tarekat Wujudiyah Mulhid yang
terbukti telah membawa banyak kesesatan di Aceh. Untuk mencegah apa yang
diperingatkannya itu, Syeikh Al-Palembani menulis  intisari dua kitab
karangan ulama dan ahli falsafah agung abad pertengahan, Imam Al-Ghazali, yaitu
kitab Lubab Ihya´ Ulumud Diin (Intisari Ihya´ Ulumud Diin), dan Bidayah
Al-Hidayah (Awal Bagi Suatu Hidayah). Dua karya Imam Al-Ghazali ini dinilainya
secara ´moderat´ dan membantu membimbing mereka yang mempraktikkan aliran sufi.
 
Berkaitan dengan ajaran tasawufnya, Syeikh Al-Palembani mengambil jalan tengah antara doktrin tasawuf Imam Al-Ghazali dan ajaran ´wahdatul wujud´ Ibnu Arabi; bahwa manusia sempurna (insan kamil) adalah manusia yang memandang hakikat Yang Maha Esa itu dalam fenomena alam yang serba aneka dengan tingkat makrifat tertinggi, sehingga mampu ´melihat´ Allah s.w.t sebagai ´penguasa´ mutlak.
Berkaitan
dengan ajaran tasawufnya, Syeikh Al-Palembani mengambil jalan tengah antara
doktrin tasawuf Imam Al-Ghazali dan ajaran ´wahdatul wujud´ Ibnu Arabi; bahwa
manusia sempurna (insan kamil) adalah manusia yang memandang hakikat Yang Maha
Esa itu dalam fenomena alam yang serba aneka dengan tingkat makrifat tertinggi,
sehingga mampu ´melihat´ Allah s.w.t sebagai ´penguasa´ mutlak.
 
Di Nusantara, khususnya di Indonesia, pengaruh Al-Palembani dianggap cukup besar, khususnya berkaitan dengan ajaran tasawuf.
Di
Nusantara, khususnya di Indonesia, pengaruh Al-Palembani dianggap cukup besar,
khususnya berkaitan dengan ajaran tasawuf.
 
Banyak meriwayatkan cerita yang menarik ketika Sheikh Abdus Shamad berada di negerinya Palembang. Oleh karena rasa bencinya kepada Belanda, ditambah pula dengan peristiwa di atas kapal itu, dia bertambah kecewa karena melihat pihak Belanda yang kafir telah memegang pemerintahan di lingkungan Islam dan tiada
Banyak
meriwayatkan cerita yang menarik ketika Sheikh Abdus Shamad berada di negerinya
Palembang. Oleh karena rasa bencinya kepada Belanda, ditambah pula dengan
peristiwa di atas kapal itu, dia bertambah kecewa karena melihat pihak
Belanda yang kafir telah memegang pemerintahan di lingkungan Islam dan tiada
kuasa sedikit pun bagi Sultan.
 
Maka dia merasa tidak betah untuk tinggal di Palembang walaupun dia kelahiran negeri itu. Sheikh Abdus Shamad mengambil keputusan sendiri tanpa musyawarah
Maka
dengan siapa pun, semata-mata memohon petunjuk Allah dengan melakukan sholat istikharah. Keputusannya, dia mesti meninggalkan Palembang, kembali ke
dia merasa tidak betah untuk tinggal di Palembang walaupun dia kelahiran
negeri itu. Sheikh Abdus Shamad mengambil keputusan sendiri tanpa musyawarah
dengan siapa pun, semata-mata memohon petunjuk Allah dengan melakukan sholat
istikharah. Keputusannya, dia mesti meninggalkan Palembang, kembali ke
Mekah.
 
Lantaran anti Belanda, dia tidak mau menaiki kapal Belanda sehingga terpaksa menebang kayu di hutan untuk membuat perahu bersama-sama orang-orang yang patuh sebagai muridnya. Walaupun sebenarnya dia bukanlah seorang tukang yang pandai membuat perahu, namun dia sanggup mereka bentuk perahu itu sendiri untuk
Lantaran
membawanya ke Mekah. Tentunya ada beberapa orang muridnya mempunyai pengetahuan membuat perahu seperti itu.
anti Belanda, dia tidak mau menaiki kapal Belanda sehingga terpaksa menebang
kayu di hutan untuk membuat perahu bersama-sama orang-orang yang patuh sebagai
muridnya. Walaupun sebenarnya dia bukanlah seorang tukang yang pandai
membuat perahu, namun dia sanggup mereka bentuk perahu itu sendiri untuk
membawanya ke Mekah. Tentunya ada beberapa orang muridnya mempunyai pengetahuan
membuat perahu seperti itu.
 
Ini membuktikan Sheikh Abdus Shamadal-Falimbani telah menunjukkan keteguhan pegangan, tawakal adalah merupakan catatan sejarah yang tidak dapat dilupakan.
Ini
membuktikan Sheikh Abdus Shamadal-Falimbani telah menunjukkan keteguhan
pegangan, tawakal adalah merupakan catatan sejarah yang tidak dapat dilupakan.
 
'''Penulis Produktif dan Karya-Karyanya'''
 
Karya Sheikh Abdus Shamad al-Falimbani tidak sebanyak karya sahabatnya, Sheikh Daud bin Abdullah al-Fathani. Ini karena Sheikh Daud bin Abdullah al-Fathani
bin Abdullah al-Fathani. Ini karena Sheikh Daud bin Abdullah al-Fathani
memperoleh ilmu pengetahuan dalam usia muda dan umurnya juga panjang. Sedangkan Sheikh Abdus Shamad al-Falimbani, maupun Sheikh Muhammad Arsyad bin Abdullah al-Banjari umumnya jauh lebih tua daripada Sheikh Daud bin Abdullah al-Fathani bahkan boleh dijadikan ayahnya.
 
Walau bagaimanapun, Sheikh Abdus Shamad al-Falimbani dan Sheikh Muhammad Arsyad al-Banjari termasuk dalam klasifikasi pengarang yang produktif. Sheikh Muhammad Arsyad al-Banjari terkenal dengan fiqhnya yang berjudul Sabilul Muhtadin.
Walau
bagaimanapun, Sheikh Abdus Shamad al-Falimbani dan Sheikh Muhammad Arsyad
al-Banjari termasuk dalam klasifikasi pengarang yang produktif. Sheikh Muhammad Arsyad al-Banjari terkenal dengan fiqhnya yang berjudul Sabilul Muhtadin.
 
Sheikh Abdush Shamad al-Falimbani adalah yang paling menonjol di bidang tasawuf dengan dua buah karyanya yang paling terkenal dan masih beredar di pasaran kitab sampai sekarang Hidayatus Salikin dan Siyarus Salikin.
dua buah karyanya yang paling terkenal dan masih beredar di pasaran kitab
sampai sekarang Hidayatus Salikin dan Siyarus Salikin.
 
== Karya Tulis ==
Baris 162 ⟶ 68:
* Al-‘Urwatul Wutsqa wa Silsiltu Waliyil Atqa.
* Ratib Sheikh ‘Abdus Shamad al-Falimbani.
* Nashihatul Muslimina wa TazkiratulTadzkiratul Mu’minina fi Fadhailil Jihadi wa Karaamatil Mujtahidina fi Sabilillah.<ref>{{Cite book|last=Abdullah|first=Malan|date=2019-01-07|url=https://books.google.com/books?id=40uHDwAAQBAJ&newbks=0&printsec=frontcover&pg=PA151&dq=nama+kitab+manakib+syekh+saman&hl=en|title=Syaikh Abdus-Samad Al-Palimbani|publisher=Elex Media komputindo|isbn=978-602-04-8773-1|language=id}}</ref>
* Ar-Risalatu fi Kaifiyatir Ratib Lailatil Jum’ah
* Mulhiqun fi Bayani Fawaidin Nafi’ah fi Jihadi fi Sabilillah
Baris 174 ⟶ 80:
== Pulang ke Nusantara untuk Kedua Kalinya ==
 
Setelah perahu siap dan kelengkapan berlayar cukup, maka berangkatlah Sheikh Abdus Shamad al-Falimbani dari Palembang menuju Mekah dengan beberapa orang muridnya. Selama di Mekah, dia bergiat dalam pengajaran dan penulisan kitab-kitab dalam beberapa bidang pengetahuan keislaman, terutamanya tentang tasauf, fikah, usuluddin dan lain-lain.
Setelah
perahu siap dan kelengkapan berlayar cukup, maka berangkatlah Sheikh Abdus
Shamad al-Falimbani dari Palembang menuju Mekah dengan beberapa orang muridnya.
Selama di Mekah, dia bergiat dalam pengajaran dan penulisan kitab-kitab
dalam beberapa bidang pengetahuan keislaman, terutamanya tentang tasauf, fikah,
usuluddin dan lain-lain.
 
Untuk menunjukkan sikap antinya kepada penjajah, dikarangnya sebuah buku tentang jihad. Buku yang penting itu berjudul Nasihatul Muslimin wa Tazkiratul Mu’minin fi Fadhail Jihadi fi Sabilillah wa Karamatul Mujtahidin fi Sabilillah.
Untuk
menunjukkan sikap antinya kepada penjajah, dikarangnya sebuah buku tentang
jihad. Buku yang penting itu berjudul Nasihatul Muslimin wa Tazkiratul Mu’minin
fi Fadhail Jihadi fi Sabilillah wa Karamatul Mujtahidin fi Sabilillah.
 
Kegiatan-kegiatannya di bidang penulisan akan dibicarakan pada bagian lain.
di bidang penulisan akan dibicarakan pada bagian lain.
 
Di sini terlebih dahulu diceritakan kepulangan dia ke nusantara. Kepulangan Sheikh Abdus Shamad al-Falimbani kali ini tidak ke Palembang tetapi ke Kedah. Saudara kandungnya Sheikh Wan Abdul Qadir bin Sheikh Abdul Jalil al-Mahdani ketika itu ialah Mufti Kerajaan Kedah. Seorang lagi saudaranya, Sheikh Wan Abdullah adalah pembesar Kedah dengan gelar Seri Maharaja Putera Dewa.
Di
sini terlebih dahulu diceritakan kepulangan dia ke nusantara. Kepulangan
Sheikh Abdus Shamad al-Falimbani kali ini tidak ke Palembang tetapi ke Kedah.
Saudara kandungnya Sheikh Wan Abdul Qadir bin Sheikh Abdul Jalil al-Mahdani
ketika itu ialah Mufti Kerajaan Kedah. Seorang lagi saudaranya, Sheikh Wan
Abdullah adalah pembesar Kedah dengan gelar Seri Maharaja Putera Dewa.
 
Meskipun Sheikh Abdus Shamad al-Falimbani lama menetap di Mekah, namun hubungan antara mereka tidak pernah terputus. Sekurang-kurangnya mereka berkirim surat setahun sekali, yaitu melalui mereka yang pulang setelah melaksanakan ibadah haji.
Meskipun
Sheikh Abdus Shamad al-Falimbani lama menetap di Mekah, namun hubungan antara
mereka tidak pernah terputus. Sekurang-kurangnya mereka berkirim surat setahun
sekali, yaitu melalui mereka yang pulang setelah melaksanakan ibadah haji.
 
Selain hubungan dia dengan adik-beradik di Kedah, Sheikh Abdus Shamad al-Falimbani turut membina hubungan dengan kaum Muslimin di seluruh Asia Tenggara. Pada
Selain
zaman itu hampir semua orang yang berhasrat mendalami ilmu tasawuf terutama Tarekat Sammaniyah, Tarekat Anfasiyah dan Tarekat Khalwatiyah menerima ilmu daripada dia.
hubungan dia dengan adik-beradik di Kedah, Sheikh Abdus Shamad al-Falimbani
turut membina hubungan dengan kaum Muslimin di seluruh Asia Tenggara. Pada
zaman itu hampir semua orang yang berhasrat mendalami ilmu tasawuf terutama
 Tarekat Sammaniyah, Tarekat Anfasiyah dan Tarekat Khalwatiyah menerima
ilmu daripada dia.
 
Dia sentiasa mengikuti perkembangan di Tanah Jawi (dunia Melayu) dengan menanyakan kepada pendatang-pendatang dari Pattani, Semenanjung Tanah Melayu, dan
Dia
negeri-negeri Nusantara yang di bawah penjajahan Belanda (pada zaman itu masih disebut Hindia Belanda).
sentiasa mengikuti perkembangan di Tanah Jawi (dunia Melayu) dengan menanyakan
kepada pendatang-pendatang dari Pattani, Semenanjung Tanah Melayu, dan
negeri-negeri Nusantara yang di bawah penjajahan Belanda (pada zaman itu masih
disebut Hindia Belanda).
 
Ini terbukti dengan pengiriman dua pucuk surat kepada Sultan Hamengkubuwono I, Sultan Mataram dan kepada Susuhunan Prabu Jaka atau Pangeran Singasari Putera
Ini
Amengkurat IV. Surat-surat tersebut jatuh ke tangan Belanda di Semarang (tahun 1772 M).
terbukti dengan pengiriman dua pucuk surat kepada Sultan Hamengkubuwono I,
Sultan Mataram dan kepada Susuhunan Prabu Jaka atau Pangeran Singasari Putera
Amengkurat IV. Surat-surat tersebut jatuh ke tangan Belanda di Semarang (tahun
1772 M).
 
Sheikh Abdus Shamad al-Falimbani telah lama bercita-cita untuk ikut serta dalam salah satu peperangan/pemberontakan melawan penjajah. Namun setelah dipertimbangkan, dia lebih tertarik membantu umat Islam di Pattani dan Kedah melawan keganasan Siam yang beragama Buddha.
Sheikh
Abdus Shamad al-Falimbani telah lama bercita-cita untuk ikut serta dalam salah
satu peperangan/pemberontakan melawan penjajah. Namun setelah dipertimbangkan,
dia lebih tertarik membantu umat Islam di Pattani dan Kedah melawan
keganasan Siam yang beragama Buddha.
 
Sebelum perang itu terjadi, Sheikh Wan Abdul Qadir bin Sheikh Abdul Jalil al-Mahdani, Mufti Kedah mengirim sepucuk surat kepada Sheikh Abdus Shamad di Mekah. Surat itu membawa maksud agar diumumkan kepada kaum Muslimin yang berada di Mekah bahawa umat Islam Melayu Pattani dan Kedah sedang menghadapi jihad mempertahankan agama Islam dan watan (tanah air) mereka.
Sebelum
perang itu terjadi, Sheikh Wan Abdul Qadir bin Sheikh Abdul Jalil al-Mahdani,
Mufti Kedah mengirim sepucuk surat kepada Sheikh Abdus Shamad di Mekah. Surat
itu membawa maksud agar diumumkan kepada kaum Muslimin yang berada di Mekah
bahawa umat Islam Melayu Pattani dan Kedah sedang menghadapi jihad
mempertahankan agama Islam dan watan (tanah air) mereka.
 
Dalam peperangan itu, Sheikh Abdus Shamad al-Falimbani memegang peranan penting dengan beberapa panglima Melayu lainnya. Ada catatan menarik mengatakan dia
Dalam
bukan berfungsi sebagai panglima sebenarnya tetapi dia bertindak sebagai seorang ulama sufi yang sentiasa berwirid, bertasbih, bertahmid, bertakbir dan
peperangan itu, Sheikh Abdus Shamad al-Falimbani memegang peranan penting
dengan beberapa panglima Melayu lainnya. Ada catatan menarik mengatakan dia
bukan berfungsi sebagai panglima sebenarnya tetapi dia bertindak sebagai
seorang ulama sufi yang sentiasa berwirid, bertasbih, bertahmid, bertakbir dan
berselawat setiap siang dan malam.
 
Banyak orang menuduh bahawa orang sufi adalah orang-orang jumud yang tidak menghiraukan dunia. Tetapi jika kita kaji beberapa biografi ulama sufi, termasuk Sheikh Abdus Shamad yang diriwayat ini adalah orang-orang yang bertanggungjawab mempertahankan agama Islam dan tanah air dari hal-hal yang dapat merosakkan Islam itu.
Banyak
orang menuduh bahawa orang sufi adalah orang-orang jumud yang tidak
menghiraukan dunia. Tetapi jika kita kaji beberapa biografi ulama sufi,
termasuk Sheikh Abdus Shamad yang diriwayat ini adalah orang-orang yang
bertanggungjawab mempertahankan agama Islam dan tanah air dari hal-hal yang
dapat merosakkan Islam itu.
 
Golongan ini adalah orang yang berani mati dalam menegakkan jihad fi sabililah. Mereka tidak terikat dengan sanak keluarga, material duniawi, pangkat dan kedudukan dan sebagainya, mereka semata-mata mencintai Allah dan Rasul dari segala apa pun juga.
Golongan
ini adalah orang yang berani mati dalam menegakkan jihad fi sabililah. Mereka
tidak terikat dengan sanak keluarga, material duniawi, pangkat dan kedudukan
dan sebagainya, mereka semata-mata mencintai Allah dan Rasul dari segala apa
pun juga.
 
Kepulangan Sheikh Abdus Shamad al-Falimbani ke Kedah memang pada awalnya bertekad demi jihad, bukan karena mengajar masyarakat mengenai hukum-hukum keislaman walaupun dia pernah mengajar di Mekah. Akhirnya Sheikh Abdus Shamad al-Falimbani dan rombongan pun berangkat menuju ke Pattani yang bergelar ‘Cermin Mekah’.
Kepulangan
Sayangnya kedatangan dia agak terlambat, pasukan Pattani telah hampir lemah dengan keganasan Siam.
Sheikh Abdus Shamad al-Falimbani ke Kedah memang pada awalnya bertekad demi
jihad, bukan karena mengajar masyarakat mengenai hukum-hukum keislaman walaupun
dia pernah mengajar di Mekah. Akhirnya Sheikh Abdus Shamad al-Falimbani dan
rombongan pun berangkat menuju ke Pattani yang bergelar ‘Cermin Mekah’.
Sayangnya kedatangan dia agak terlambat, pasukan Pattani telah hampir lemah
dengan keganasan Siam.
 
Sementara itu, Sheikh Daud bin Abdullah al-Fathani dan pengikut-pengikutnya telah mengundurkan diri ke Pulau Duyung, Terengganu untuk menyusun semula langkah
Sementara
perjuangan. Pattani telah patah dan kekuatan lenyap dengan itu Sheikh Abdus Shamad pun berkhalwat di salah sebuah masjid di Legor. Ada orang mengatakan dia
itu, Sheikh Daud bin Abdullah al-Fathani dan pengikut-pengikutnya telah
berkhalwat di Masjid Kerisik yang terkenal dengan ‘Pintu Gerbang Hang Tuah’ itu.
mengundurkan diri ke Pulau Duyung, Terengganu untuk menyusun semula langkah
perjuangan.
Pattani telah patah dan kekuatan lenyap dengan itu Sheikh Abdus Shamad pun
berkhalwat di salah sebuah masjid di Legor. Ada orang mengatakan dia
berkhalwat di Masjid Kerisik yang terkenal dengan ‘Pintu Gerbang Hang Tuah’
itu.
 
Para pengikut tasawuf percaya di sanalah dia menghilang diri tetapi bagi kalangan bukan tasawuf, perkara ini adalah mustahil dan mereka lebih percaya bahawa dia telah mati dibunuh oleh musuh-musuh Islam.
Para pengikut tasawuf
percaya di sanalah dia menghilang diri tetapi bagi kalangan bukan tasawuf,
perkara ini adalah mustahil dan mereka lebih percaya bahawa dia telah mati
dibunuh oleh musuh-musuh Islam.
 
== Wafatnya ==
Dr M. Chatib Quzwain menulis dalam kertas kerja dan bukunya berjudul Mengenal Allah Suatu Studi Mengenal Ajaran Tasawuf Sheikh Abdus Shamad al-Palimbani, halaman 180-181: Bahwa dalam tahun 1244 H/1828 M dikatakan umur Sheikh Abdus Shamad al-Falimbani 124 tahun. Baik pendapat Dr. M Chatib Quzwain maupun pendapat Dr. Azyumardi Azra perlu disanggah berdasarkan fakta sejarah.
Allah Suatu Studi Mengenal Ajaran Tasawuf Sheikh Abdus Shamad al-Palimbani,
halaman 180-181: Bahwa dalam tahun 1244 H/1828 M dikatakan umur Sheikh Abdus
Shamad al-Falimbani 124 tahun. Baik pendapat Dr. M Chatib Quzwain maupun
pendapat Dr. Azyumardi Azra perlu disanggah berdasarkan fakta sejarah.
 
Azra menulis, “Meskipun saya tidak dapat menentukan secara pasti angka-angka tahun di seputar kehidupannya, semua sumber bersatu kata bahwa rentang masa hidup Al-Palimbani adalah dari dasawarsa pertama hingga akhir abad kedelapan belas.
Azra
menulis, “Meskipun saya tidak dapat menentukan secara pasti angka-angka tahun
di seputar kehidupannya, semua sumber bersatu kata bahwa rentang masa hidup
Al-Palimbani adalah dari dasawarsa pertama hingga akhir abad kedelapan belas.
 
Al-Baythar menyatakan, Al-Palimbani meninggal setelah 1200/1785. Tetapi kemungkinan besar dia meninggal setelah 1203/1789,tahun ketika dia menyelesaikan karyanya yang terakhir dan paling masyhur, Sayr Al-Salikin. Ketika dia menyelesaikan karya ini, mestinya umurnya adalah 85 tahun.
Al-Baythar
menyatakan, Al-Palimbani meninggal setelah 1200/1785. Tetapi kemungkinan besar
dia meninggal setelah 1203/1789,tahun ketika dia menyelesaikan karyanya yang
terakhir dan paling masyhur, Sayr Al-Salikin. Ketika dia menyelesaikan karya ini, mestinya umurnya adalah 85 tahun.
 
“Dalam Tarikh Salasilah Negeri Kedah diriwayatkan, dia terbunuh dalam perang melawan Thai pada 1244/1828. Tetapi saya sukar menerima penjelasan ini, sebab tidak ada bukti dari sumber-sumber lain yang menunjukkan Al-Palimbani pernah kembali ke Nusantara. Lebih jauh lagi, waktu itu mestinya umurnya telah 124 tahun terlalu tua untuk pergi ke medan perang.
bukti dari sumber-sumber lain yang menunjukkan Al-Palimbani pernah kembali ke
Nusantara. Lebih jauh lagi, waktu itu mestinya umurnya telah 124 tahun terlalu tua untuk pergi ke medan perang.
 
“Walaupun Al-Baythar tidak menyebutkan tempat di mana Al-Palimbani meninggal, ada kesan kuat dia meninggal di Arabia”.
kuat dia meninggal di Arabia”.
 
Menurut Ustaz Wan Mohd Shaghir, sumber dari Al-Baythar yang menyebut tahun kewafatan Sheikh Abdus Shamad al-Falimbani 1200 H/1785 M, seperti yang disebut oleh Dr. Azyumardi Azra itu adalah ditolak.
Sheikh Abdus Shamad al-Falimbani 1200 H/1785 M, seperti yang disebut oleh Dr. Azyumardi Azra itu adalah ditolak.
 
Dengan disebutkannya bahawa Sheikh Abdus Shamad al-Falimbani wafat tahun 1200 H/1785 M adalah sebagai bukti bahawa Al-Baythar tidak banyak tahu tentang Sheikh Abdus Shamad al-Falimbani. Bahkan tulisannya sendiri bertentangan antara satu sama lainnya.
Dengan
disebutkannya bahawa Sheikh Abdus Shamad al-Falimbani wafat tahun 1200 H/1785 M adalah sebagai bukti bahawa Al-Baythar tidak banyak tahu tentang Sheikh Abdus Shamad al-Falimbani. Bahkan tulisannya sendiri bertentangan antara satu sama
lainnya.
 
Coba perhatikan kalimat Dr. Azyumardi Azra dalam buku yang sama halaman 250, “Al-Baythar meriwayatkan, pada 1201/1787 Al-Palimbani mengadakan perjalanan ke
Coba
perhatikan kalimat Dr. Azyumardi Azra dalam buku yang sama halaman 250, “Al-Baythar meriwayatkan, pada 1201/1787 Al-Palimbani mengadakan perjalanan ke
Zabid di mana dia mengajar murid-murid terutama dari keluarga Ahdal dan Al-Mizjadi”.
 
Bagaimana bisa terjadi, pada tempat lain Al-Baythar mengatakan Al-Palimbani wafat setelah 1200 H/1785 M. Di tempat yang lain disebutnya Al-Palimbani ke Zabid tahun 1201 H/1787 M. Oleh itu persoalan-persoalan lain yang bersumber dari Al-Baythar mengenai Sheikh Abdus Shamad al-Falimbani yang menyalahi sumber-sumber yang telah dianggap benar oleh tradisi/mutawatir dunia Melayu ditolak juga.
Bagaimana
bisa terjadi, pada tempat lain Al-Baythar mengatakan Al-Palimbani wafat setelah 1200 H/1785 M. Di tempat yang lain disebutnya Al-Palimbani ke Zabid tahun 1201
H/1787 M. Oleh itu persoalan-persoalan lain yang bersumber dari Al-Baythar
mengenai Sheikh Abdus Shamad al-Falimbani yang menyalahi sumber-sumber yang
telah dianggap benar oleh tradisi/mutawatir dunia Melayu ditolak juga.
 
Sumber wafat 1200/1785 M menurut Ustaz Wan Shaghir adalah tidak tepat karena menyalahi dengan tulisan Sheikh Abdus Shamad al-Falimbani sendiri. Kitab-kitab yang dikarang/diselesaikan oleh Sheikh Abdus Shamad al-Falimbani sesudah tahun 1200 H/1785 M itu ialah Risalah Isra’ wa Mi’raj, yang dicatat oleh Sheikh Abdus Shamad al-Falimbani sendiri selesai menulisnya pada tahun 1201 H, kira-kira bersamaan 1786/87 M. Umumnya, juga diketahui ialah Siyarus Salikin jilid ke-IV, diselesaikan pada malam Ahad, 20 Ramadhan 1203 H di Taif, kira-kira bersamaan tahun 1789 M.
Sumber wafat 1200/1785 M menurut Ustaz Wan Shaghir adalah tidak tepat karena menyalahi
dengan tulisan Sheikh Abdus Shamad al-Falimbani sendiri. Kitab-kitab yang
dikarang/diselesaikan oleh Sheikh Abdus Shamad al-Falimbani sesudah tahun 1200
H/1785 M itu ialah Risalah Isra’ wa Mi’raj, yang dicatat oleh Sheikh Abdus
Shamad al-Falimbani sendiri selesai menulisnya pada tahun 1201 H, kira-kira
bersamaan 1786/87 M. Umumnya, juga diketahui ialah Siyarus Salikin jilid ke-IV,
diselesaikan pada malam Ahad, 20 Ramadhan 1203 H di Taif, kira-kira bersamaan
tahun 1789 M.
 
Pendapat Dr. Azyumardi Azra pada kalimatnya, “Ketika dia menyelesaikan karya ini, mestinya umurnya adalah 85 tahun”, tertolak karena tahun kelahiran Sheikh
Pendapat
Abdus Shamad al-Falimbani yang dikemukakan oleh kedua sarjana tersebut ternyata salah seperti yang telah disebutkan sebelum ini.
Dr. Azyumardi Azra pada kalimatnya, “Ketika dia menyelesaikan karya ini,
mestinya umurnya adalah 85 tahun”,  tertolak karena tahun kelahiran Sheikh
Abdus Shamad al-Falimbani yang dikemukakan oleh kedua sarjana tersebut ternyata
salah seperti yang telah disebutkan sebelum ini.
 
Banyak yang menduga kewafatan Sheikh Abdus Shamad al-Falimbani tahun 1203 H/1789 M.
Banyak
yang menduga kewafatan Sheikh Abdus Shamad al-Falimbani tahun 1203 H/1789 M.
 
Malah menurut Ustaz Wan Shaghir lagi, dia tetap yakin bahawa Sheikh Abdus Shamad al-Falimbani memang terlibat langsung dalam peperangan di antara Kedah-Patani melawan Siam yang terjadi jauh sesudah tahun 1203 H/1789 M itu. Ini berdasarkan cerita yang mutawatir, dikuatkan sebuah manuskrip salinan Haji Mahmud bin Muhammad Yusuf Terengganu murid Sheikh Abdus Shamad al-Falimbani, telah diketemukan kubur dia dan lain-lain yang perlu dikaji dengan lebih teliti.
Malah
menurut Ustaz Wan Shaghir lagi, dia tetap yakin bahawa Sheikh Abdus Shamad
al-Falimbani memang terlibat langsung dalam peperangan di antara Kedah-Patani
melawan Siam yang terjadi jauh sesudah tahun 1203 H/1789 M itu. Ini berdasarkan
cerita yang mutawatir, dikuatkan sebuah manuskrip salinan Haji Mahmud bin
Muhammad Yusuf Terengganu murid Sheikh Abdus Shamad al-Falimbani, telah
diketemukan kubur dia dan lain-lain yang perlu dikaji dengan lebih teliti.
 
Dr. M. Chatib Quzwain menyebut bahawa kubur Sheikh Abdus Samad al-Falimbani di Palembang, Dr. Azyumardi Azra pula menyebut, “ada kesan kuat dia meninggal di Arabia”, kedua-dua pendapat tersebut bertentangan dengan Al-Tarikh Silsilah Negeri Kedah. Juga bertentangan dengan cerita populer masyarakat Islam di
Kedah, di Patani, Banjar, Mempawah/Pontianak dan tempat-tempat lain yang ada hubungan pertalian penurunan keilmuan tradisional Islam dunia Melayu.
Palembang, Dr. Azyumardi Azra pula menyebut, “ada kesan kuat dia meninggal di Arabia”, kedua-dua pendapat tersebut bertentangan dengan Al-Tarikh Silsilah
Negeri Kedah. Juga bertentangan dengan cerita populer masyarakat Islam di
Kedah, di Patani, Banjar, Mempawah/Pontianak dan tempat-tempat lain yang ada
hubungan pertalian penurunan keilmuan tradisional Islam dunia Melayu.
 
Selain itu, bertentangan pula dengan manuskrip Al-Urwatul Wutsqa karya Sheikh Abdus Shamad al-Falimbani yang disalin oleh Haji Mahmud bin Muhammad Yusuf Terengganu, salah seorang murid Sheikh Abdus Shamad al-Falimbani. Bertentangan pula dengan pembuktian bahawa diketemukan kubur Sheikh Abdus Shamad al-Falimbani di perantaraan Kampung Sekom dengan Cenak termasuk dalam kawasan Tiba, yaitu di Utara Patani.
Selain
itu, bertentangan pula dengan manuskrip Al-Urwatul Wutsqa karya Sheikh Abdus
Shamad al-Falimbani yang disalin oleh Haji Mahmud bin Muhammad Yusuf
Terengganu, salah seorang murid Sheikh Abdus Shamad al-Falimbani. Bertentangan pula dengan pembuktian bahawa diketemukan kubur Sheikh Abdus Shamad
al-Falimbani di perantaraan Kampung Sekom dengan Cenak termasuk dalam kawasan
Tiba, yaitu di Utara Patani.
 
Menurut Ustaz Wan Shaghir lagi, tidak dipastikan sumber manakah yang digunakan oleh Dr. Azyumardi Azra yang menyebut, “ada kesan kuat dia meninggal di Arabia” itu.
Azyumardi Azra yang menyebut, “ada kesan kuat dia meninggal di Arabia” itu.
 
== RujukanReferensi ==
=== Catatan Kaki ===
{{Reflist|30em}}
 
== Rujukan ==
* Azra, Azyumardi (2004). ''Edisi Revisi, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII'': Prenada Media. ISBN 979-3465-46-8.
* [http://infokito.wordpress.com/2007/10/02/mengenal-syeikh-abdush-shamad-al-palimbani/ Mengenal Syeikh Abdush Shamad al-Palimbani]
* http://www.yadim.com.my/Ulama/UlamaFull.asp?Id=51 {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20110122065248/http://www.yadim.com.my/Ulama/UlamaFull.asp?Id=51 |date=2011-01-22 }}
* http://ulama-nusantara-baru.blogspot.com/2007/12/syeikh-abdus-shamad-al-falimbani-ulama.html{{Pranala mati|date=Januari 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}
 
{{lifetime|1704|1789}}
 
{{Navbox Ulama Ahli Fiqih Mazhab Syafi'i}}
{{lifetime|1704|1789|Abdus Samad al-Palimbani}}
 
<!--anda dapat berkontribusi dalam pelacakan artikel biografi tokoh muslim di wikipedia dengan menambahkan templat ini pada halaman tokoh muslim yang belum terhimpun di dalam kategori pelacakan --Kategori:Semua artikel biografi tokoh muslim -- Lihat Templat:Lifetime-Tokoh-Muslim -->
{{Lifetime-Tokoh-Muslim
|sort = Abdus Samad al-Palimbani
|hari_lahir =
|tgl_lahir_h =
|tgl_lahir_m =
|bln_lahir_h =
|bln_lahir_m =
|thn_lahir_h = 1116
|thn_lahir_m = 1704
|tempat_lahir =
|status_hidup_wafat = WAFAT
|sebab_wafat =
|tempat_wafat =
|hari_wafat =
|tgl_wafat_h =
|tgl_wafat_m =
|bln_wafat_h =
|bln_wafat_m =
|thn_wafat_h = 1203
|thn_wafat_m = 1789
|tempat_makam =
}}
 
[[Kategori:Tokoh dari Palembang|Abdus Samad]]
[[Kategori:Tokoh Melayu Indonesia|Abdus Samad]]
[[Kategori:Ulama IndonesiaPalembang|Abdus Samad]]
[[Kategori:Ulama Syafi'i Abad ke-13 H|Abdus Samad]]