Oerip Soemohardjo: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Luckas-bot (bicara | kontrib)
k r2.7.1) (bot Menambah: jv:Oerip Soemohardjo
Cyduck (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(113 revisi perantara oleh 68 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Infobox officeholder
[[Berkas:Oerip.jpg|right|thumb|O. Soemahardjo]]
| honorific_prefix = [[Jenderal TNI]] ([[Anumerta]]) [[Raden]]
[[Berkas:Patung urip.jpg|right|thumb|Patung Letnan Jenderal Oerip Soemohardjo]]
| name = Oerip Soemohardjo
| honorific_suffix =
| native_name =
| native_name_lang =
| image = Oerip Soemohardjo 5 November 1947 KR.JPG
| alt = Foto buram seorang pria mengenakan peci
| caption = Oerip pada 1947
| birth_date = {{birth date|df=yes|1893|02|22}}
| death_date = {{death date and age|df=yes|1948|11|17|1893|02|22}}
| birth_place = [[Purworejo]], [[Hindia Belanda]]
| death_place = [[Yogyakarta]], [[Indonesia]]
| placeofburial = [[Taman Makam Pahlawan Kusumanegara]]
| placeofburial_label =
| placeofburial_coordinates = {{coord|7|48|10|S|110|23|2|E|region:ID|display=inline}}
| nickname =
| birth_name = Muhammad Sidik
| allegiance = {{bulleted list|{{flag|Hindia Belanda}} (1914–1939, 1942)|{{flag|Indonesia}} (1945–1948)}}
| branch = [[Berkas:Insignia of the Indonesian Army.svg|25px]] [[TNI Angkatan Darat]]
| serviceyears = 1914–1939, 1942, 1945–1948
| rank = {{bulleted list|Letnan Jenderal|[[File:22-TNI Army-GEN.svg|25px| ]] [[Jenderal]] [[TNI]] ([[Anumerta]])}}
| servicenumber =
| unit =
| commands =
| battles = [[Perang Dunia II]]{{br}}[[Revolusi Nasional Indonesia]]{{tree list}}
**[[Agresi Militer Belanda I|Operasi Produk]]
| battles_label = Operasi
| awards = [[Pahlawan Nasional Indonesia]]
| relations =
| laterwork =
| signature =
| website = <!-- {{URL|example.com}} -->
| office = Panglima Tentara Nasional Indonesia{{!}}Kepala Staf Tentara Keamanan Rakyat
| termend = November 1948
| termstart = 5 Oktober 1945
| predecessor = [[Jenderal Besar]] [[TNI]] [[Soedirman]]
| successor = [[Letjen]] [[TNI]] [[T.B. Simatupang]]
| order = Ke -1
| president = [[Soekarno]]
| primeminister = [[Sutan Syahrir]]<br>[[Amir Syarifudin]]<br>[[Mohammad Hatta]]
}}
[[Jenderal TNI]] ([[Anumerta]]) [[Raden]] ''' Oerip Soemohardjo''' (<!--{{IPA-id|uˈrɪp sumoˈhardʒo|}}; -->[[Ejaan Yang Disempurnakan|EYD]]: [[Raden]] '''Urip Sumoharjo'''; {{lahirmati||22|2|1893||17|11|1948}}) adalah seorang jenderal dan kepala staf umum [[Tentara Nasional Indonesia]] pertama pada masa [[Revolusi Nasional Indonesia]]. Lahir di [[Purworejo]], [[Hindia Belanda]], Oerip kecil adalah anak nakal yang sudah memperlihatkan kemampuan memimpin sejak usia dini. Orangtuanya menginginkan dirinya untuk mengikuti jejak kakeknya sebagai [[bupati]], oleh sebab itu, setamat sekolah dasar, ia dikirim ke Sekolah Pendidikan Pegawai Pribumi ([[OSVIA]]) di [[Magelang]]. Ibunya wafat saat ia menjalani tahun kedua di sekolah, dan Oerip berhenti sekolah untuk mengikuti pelatihan militer di [[Meester Cornelis]], [[Jakarta|Batavia]] (kini Jatinegara, Jakarta). Setelah lulus pada tahun 1914, ia menjadi letnan di ''[[Koninklijk Nederlands-Indische Leger]]'' (KNIL), tentara pemerintah kolonial Belanda. Bertugas selama hampir 25 tahun, ia ditempatkan di tiga pulau berbeda dan dipromosikan beberapa kali, dan akhirnya menjadi perwira [[pribumi]] dengan pangkat tertinggi di KNIL.
 
[[Raden]] Oerip Soemohardjo mengundurkan diri dari jabatannya sekitar tahun 1938 setelah berselisih dengan Bupati Purworejo, tempat ia ditempatkan. Oerip dan istrinya, Rohmah, kemudian pindah ke sebuah desa di dekat [[Yogyakarta]]. Di sana, mereka membangun sebuah vila dan kebun bunga yang luas. Setelah [[Jerman Nazi]] [[Pertempuran Belanda|menginvasi Belanda]] pada bulan Mei 1940, Oerip dipanggil kembali untuk bertugas. Ketika [[Kekaisaran Jepang]] [[Pendudukan Jepang di Indonesia|menduduki Hindia]] dua tahun kemudian, Oerip ditangkap dan ditahan di kamp tawanan perang selama tiga setengah bulan. Ia melalui sisa masa pendudukan Jepang di vilanya.
[[Letnan Jenderal]] '''Urip Sumohardjo''' ({{lahirmati|[[Kabupaten Purworejo|Purworejo]], [[Jawa Tengah]]|23|2|1893|[[Kota Yogyakarta|Yogyakarta]]|17|11|1948}}) adalah seorang tokoh militer Indonesia dan [[pahlawan nasional Indonesia]].
 
Pada tanggal 14 Oktober 1945, beberapa bulan setelah [[Proklamasi kemerdekaan Indonesia|Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya]], Oerip ditetapkan sebagai kepala staf dan pemimpin sementara angkatan perang yang baru dibentuk. Oerip berupaya untuk menyatukan kekuatan kelompok-kelompok militer yang terpecah-pecah di Indonesia. Pada 12 November 1945, Jenderal [[Soedirman]] terpilih sebagai panglima angkatan perang setelah melalui dua tahap pemungutan suara buntu. Oerip tetap menjabat sebagai kepala staf, dan mereka berdua sama-sama mengawasi pembangunan angkatan perang pada masa [[Revolusi Nasional Indonesia]]. Merasa muak atas kurangnya kepercayaan pemerintah terhadap militer dan manuver politik yang terjadi di tubuh militer, Oerip akhirnya mengundurkan diri pada awal 1948. Mengidap lemah jantung, kondisi kesehatannya memburuk dan ia wafat karena serangan jantung beberapa bulan kemudian. Berpangkat letnan jenderal pada saat kematiannya, Oerip secara [[anumerta]] dipromosikan menjadi jenderal penuh. Ia menerima beberapa penghargaan dari pemerintah Indonesia, termasuk gelar [[Pahlawan Nasional Indonesia]] pada tahun 1964.
Beliau dimakamkan di [[TMP Semaki]], Yogyakarta.
 
== Kehidupan awal ==
Namanya kini digunakan sebagai nama salah satu jalan besar di kota Yogyakarta, sebagai bentuk penghormatan bagi beliau.
[[Berkas:Birthplace of Oerip Soemohardjo.JPG|jmpl|Rumah keluarga Soemohardjo di [[Sindurjan, Purworejo, Purworejo|Sindurjan]].]]
Ketika Pemerintahan Indonesia baru berdiri, Presiden Soekarno mendirikan BKR sebagai pennegak hankam, bukan suatu tentara militer, Letjen Oerip Soemohardjo pun terheran dan berkata : "Aneh, satu negara Zonder tentara" sebagai bentuk keheranannya
 
Oerip Soemohardjo lahir dengan nama Muhammad Sidik ("[[Muhammad]] Kecil"{{sfn|Zoetmulder|Robson|Darusupapta|Supriyitna|2006|p=1085}}) di rumah keluarganya di [[Sindurjan, Purworejo, Purworejo|Sindurjan]], [[Purworejo]], [[Hindia Belanda]], pada tanggal 22 Februari 1893.{{sfn|Pemerintah Kota Jakarta, Oerip Soemohardjo}} Ia adalah putra pertama dari pasangan Soemohardjo, seorang kepala sekolah dan putra tokoh [[Muslim]] setempat, dan istrinya, {{efn|Namanya tidak disebutkan.{{sfn|Imran|1983|p=3}}}} putri dari Raden Tumenggung Widjojokoesoemo, [[bupati]] [[Trenggalek]];{{sfn|Imran|1983|p=2}} pasangan ini kemudian memiliki dua putra lagi, Iskandar dan Soekirno,{{sfn|Soemohardjo-Soebroto|1973|pp=13–15}} serta tiga orang putri.{{sfn|Soemohardjo-Soebroto|1973|pp=30–36}} Putra-putranya sebagian dibesarkan oleh pembantu, dan pada usia muda Sidik mulai menunjukkan kualitas pemimpin, ia memimpin kelompok anak-anak di lingkungannya ketika memancing dan bermain [[sepak bola]]. Ketiga saudara ini bersekolah di sekolah untuk [[suku Jawa]] yang dikepalai oleh ayah mereka, oleh sebab itu mereka menerima perlakuan khusus. Hal ini menyebabkan mereka menjadi nakal dan berpuas diri.{{sfn|Soemohardjo-Soebroto|1973|pp=13–15}}
{{Pahlawan Indonesia}}
{{indo-bio-stub}}
 
Pada tahun kedua sekolahnya, Sidik jatuh dari pohon [[kemiri]] dan kehilangan kesadaran.{{sfn|Soemohardjo-Soebroto|1973|pp=18–19}}{{sfn|Imran|1983|p=7}} Setelah sadar, ibunya mengirim surat kepada Widjojokoesoemo, mengungkapkan bahwa nama Sidik adalah penyebab perilaku buruknya.{{efn|Masyarakat Jawa tradisional percaya bahwa sebuah nama jika menunjukkan harapan yang terlalu tinggi bisa menimbulkan dampak negatif pada anak, secara umum dipercayai akan membuat anak sakit-sakitan.{{sfn|Andayani|2006|p=169}} Brigadir Jenderal [[Slamet Rijadi]] juga diubah namanya untuk alasan yang sama saat ia masih muda.{{sfn|Pour|2008|pp=15–16}}}} Sebagai balasan, Widjojokoesoemo menyarankan bahwa Sidik harus diganti dengan Oerip, yang berarti "hidup".{{sfn|Imran|1983|pp=6–7}} Saat ia sembuh, keluarganya memutuskan untuk menamainya kembali dengan nama Oerip, meskipun kelakuannya tetap saja buruk. Ia kemudian dikirim ke Sekolah Putri Belanda ({{lang|nl|''Europese Lagere Meisjesschool''}}); sekolah untuk putra sudah penuh dan orangtuanya berharap bahwa sekolah putri akan meningkatkan kemampuan Oerip dalam berbahasa Belanda, juga mengubah temperamennya.{{sfn|Soemohardjo-Soebroto|1973|pp=18–19}} Setelah belajar satu tahun di sekolah putri, Oerip menjadi lebih kalem, ia lalu dikirim ke sekolah Belanda untuk putra.{{sfn|Soemohardjo-Soebroto|1973|p=20}} Meskipun demikian, nilai akedemiknya tetap buruk.{{sfn|Imran|1983|p=16}} Pada tahun terakhirnya di sekolah dasar, ia sering mengunjungi teman ayahnya, seorang mantan tentara yang pernah bertugas di [[Aceh]] selama dua puluh tahun, untuk mendengarkan cerita dari pria tua itu. Hal ini kemudian menginspirasi Oerip untuk bergabung dengan ''[[Koninklijk Nederlands-Indische Leger]]'' (KNIL).{{sfn|Imran|1983|pp=23–25}}
{{DEFAULTSORT:Soemohardjo, Oerip}}
 
Setelah lulus ujian calon pegawai negeri{{sfn|Soemohardjo-Soebroto|1973|p=21}} dan persiapan selama beberapa bulan, Oerip pindah ke [[Magelang]] pada tahun 1908 untuk melanjutkan pendidikan ke [[OSVIA|Sekolah Pendidikan Pegawai Pribumi]] ({{lang|nl|''Opleidingsschool Voor Inlandse Ambtenaren''}}, atau OSVIA);{{sfn|Soemohardjo-Soebroto|1973|pp=23–26}} orangtuanya ingin Oerip menjadi bupati seperti kakeknya.{{sfn|Imran|1983|p=14}} Setahun kemudian, adik-adiknya menyusulnya ke OSVIA.{{sfn|Soemohardjo-Soebroto|1973|p=27}} Setelah ibunya meninggal dunia pada tahun 1909, Oerip tenggelam dalam depresi selama berbulan-bulan{{sfn|Soemohardjo-Soebroto|1973|pp=30–36}} dan berubah menjadi penyendiri.{{sfn|Imran|1983|p=20}}
[[Kategori:Tokoh dari Purworejo]]
 
Pada tahun terakhirnya di OSVIA, Oerip memutuskan untuk mendaftar ke [[akademi militer]] di [[Meester Cornelis]], [[Jakarta|Batavia]] (kini Jatinegara, Jakarta). Ia berangkat ke sana langsung dari Magelang, dan mengatakan kepada adik-adiknya untuk memberitahu ayah mereka, yang tidak setuju dengan pilihan putranya.{{sfn|Soemohardjo-Soebroto|1973|pp=30–36}}{{sfn|Imran|1983|p=21}} Soemohardjo pada awalnya berusaha untuk membujuk putranya agar kembali ke OSVIA dengan memberinya uang 1.000 [[Gulden Hindia Belanda|gulden]], tetapi akhirnya menyetujui pilihan Oerip untuk masuk akademi militer.{{sfn|Imran|1983|p=26}} Setelah pelatihan, yang menurutnya menyenangkan, Oerip lulus dari akademi militer pada bulan Oktober 1914 dan menjadi letnan dua di KNIL.{{sfn|Pemerintah Kota Jakarta, Oerip Soemohardjo}}{{sfn|Soemohardjo-Soebroto|1973|pp=37–39}}{{sfn|Imran|1983|p=27}}
 
== KNIL ==
Setelah mengunjungi ayahnya di Purworejo selama beberapa hari, Oerip kembali ke Meester Cornelis, tempat ia menjabat di Batalion XII.{{sfn|Soemohardjo-Soebroto|1973|pp=39–43}} Meskipun ia adalah pria terkecil dan satu-satunya [[pribumi]] di unitnya,{{sfn|Imran|1983|p=28}} ia diserahi jabatan pemimpin.{{sfn|Soemohardjo-Soebroto|1973|pp=39–43}} Satu setengah tahun kemudian, ia dikirim ke [[Banjarmasin]], [[Borneo]].{{sfn|Pemerintah Kota Jakarta, Oerip Soemohardjo}}{{sfn|Soemohardjo-Soebroto|1973|pp=39–43}} Setelah melewati masa-masa berpatroli di belantara Puruk Cahu dan Muara Tewe, ia dikirim ke Tanah Grogot, kemudian ke [[Balikpapan]]. Saat ditempatkan di sana, Oerip dipromosikan menjadi letnan satu, tetapi menghadapi diskriminasi dari tentara Belanda karena ia berasal dari kalangan pribumi. Di Banjarmasin, ia meyakinkan komandannya untuk mengeluarkan peraturan yang memperbolehkan perwira non-Belanda bergabung dengan tim sepak bola, dan pada tahun 1917 ia telah menerima status hukum yang sama dengan tentara Belanda.{{sfn|Pemerintah Kota Jakarta, Oerip Soemohardjo}}{{sfn|Soemohardjo-Soebroto|1973|pp=44–47}} Setelah Balikpapan, Oerip dikirim ke [[Samarinda]], [[Tarakan]], dan terakhir ke [[Malinau]].{{sfn|Soemohardjo-Soebroto|1973|pp=44–47}}
 
Di Malinau, Oerip berpatroli di perbatasan [[Kerajaan Sarawak]] (kini bagian dari [[Malaysia]]) yang dikuasai oleh Hindia Belanda dan Inggris; ia juga bertugas mencegah konflik dan [[Pemburuan kepala|pengayauan]] antar suku [[Dayak]].{{sfn|Soemohardjo-Soebroto|1973|pp=47–48}} Suatu hari, tujuh tahun setelah tiba di Borneo, Oerip baru saja selesai berpatroli dan menemukan rumahnya sudah dibakar. Atas rekomendasi seorang dokter, Oerip kembali ke Jawa, melalui Tarakan dan [[Surabaya]], dan tiba di [[Cimahi]]. Di Cimahi, Oerip mengistirahatkan diri selama beberapa bulan.{{sfn|Soemohardjo-Soebroto|1973|pp=50–52}}
 
Setelah pulih total, pada tahun 1923 Oerip ditempatkan di kampung halamannya, Purworejo. Pada September 1925, Oerip dipindahkan ke Magelang dan bertugas di ''[[Korps Marechaussee te Voet|Maréchaussée te Voet]]'', sebuah unit militer bentukan KNIL.{{sfn|Soemohardjo-Soebroto|1973|pp=53–55}} Meski awalnya Oerip diketahui adalah pria yang kerap menghindari wanita, di bawah tekanan untuk segera menikah, Oerip berkenalan dengan Rohmah Soebroto, putri dari Soebroto, mantan guru [[bahasa Jawa]] dan [[bahasa Melayu|Melayu]]-nya, yang juga kerabat jauh tokoh emansipasi wanita [[Kartini]]. Sejoli ini bertunangan pada tanggal 7 Mei 1926 dan menikah pada 30 Juni pada tahun yang sama.{{sfn|Soemohardjo-Soebroto|1973|pp=57–58}}{{sfn|Tempo 1977, Meninggal Dunia}}{{sfn|Imran|1983|p=35}} Di Magelang, Oerip menggunakan [[Patronim|nama ayahnya]] sebagai nama belakang untuk berurusan dengan Belanda.{{efn|Nama keluarga disyaratkan oleh Belanda untuk urusan-urusan seperti pembelian tanah.{{sfn|Soemohardjo-Soebroto|1973|p=59}}}} Setelah itu, ia mulai menyebut dirinya dengan nama lengkap Oerip Soemohardjo, meskipun orang lain terus memanggilnya Oerip.{{sfn|Soemohardjo-Soebroto|1973|p=59}}
 
Setahun setelah pernikahannya, Oerip dan istrinya ditempatkan di [[Ambarawa]]. Di sana, Oerip ditugaskan untuk membangun kembali unit KNIL yang telah dibubarkan sebelumnya.{{sfn|Soemohardjo-Soebroto|1973|p=59}} Sambil melatih prajurit lokal menggantikan komandan Belanda yang belum tiba, Oerip dipromosikan menjadi kapten.{{sfn|Imran|1983|p=36}} Setelah komandan Belanda tiba, pada Juli 1928 Oerip diberi cuti satu tahun, yang ia manfaatkan untuk melakukan perjalanan wisata ke seluruh Eropa bersama istrinya. Sekembalinya ke Hindia, ia ditempatkan di Meester Cornelis.{{sfn|Soemohardjo-Soebroto|1973|pp=60–62}}
 
Di Meester Cornelis, Oerip mulai menjalankan latihan militer; saat ditempatkan di sana, ayahnya meninggal dunia.{{sfn|Imran|1983|p=36}} Pada 1933, ia dikirim ke [[Padang Panjang]] di [[Sumatra]] untuk menangani kerusuhan yang menewaskan beberapa perwira Belanda. Di Padang Panjang, ia melalui hari-harinya tanpa banyak peristiwa, dan bulan Juli 1935 ia diberi cuti untuk bepergian ke Eropa sekali lagi.{{sfn|Soemohardjo-Soebroto|1973|pp=63–67}} Oerip juga dipromosikan menjadi mayor pada saat itu, yang menjadikannya sebagai perwira [[pribumi]] dengan pangkat tertinggi di KNIL.{{sfn|Anderson|2005|pp=233–234}} Setahun kemudian, setelah kembali ke Hindia, ia ditempatkan di Purworejo.{{sfn|Soemohardjo-Soebroto|1973|p=69}} Pada pertengahan 1938, setelah berselisih dengan bupati setempat,{{efn|Bupati Purworejo tidak diizinkan masuk ke pesta perayaan ulang tahun penobatan Ratu [[Wilhelmina dari Belanda|Wilhelmina]].{{sfn|Imran|1983|p=38}}{{sfn|Soemohardjo-Soebroto|1973|pp=72–73}}}} Oerip dipindahkan ke [[Gombong]]; ia menolaknya, dan kemudian keluar dari KNIL dan pindah ke rumah mertuanya di [[Yogyakarta]].{{sfn|Imran|1983|p=38}}{{sfn|Soemohardjo-Soebroto|1973|pp=72–73}}
 
== Warga sipil dan pendudukan Jepang ==
Di Yogyakarta, Oerip yang tidak bekerja menghabiskan waktunya dengan berkebun [[anggrek]]. Setiba di Yogyakarta, istrinya membeli sebuah vila di Gentan, di sebelah utara kota. Meskipun vilanya kecil, pasangan tersebut memanfaatkan lahan seluas {{convert|2|ha}} untuk berkebun bunga,{{sfn|Soemohardjo-Soebroto|1973|pp=74–75}} dengan biaya hidup berasal dari uang pensiun Oerip di KNIL.{{sfn|Imran|1983|p=47}} Di vilanya, yang bernama KEM ({{lang|nl|''Klaarheid en Moed''}}, atau "Kemurnian dan Keberanian"), Oerip kerap menerima tamu, baik yang berasal dari kalangan militer maupun warga sipil. Lewat tamu-tamu ini, ia menerima informasi mengenai peristiwa terkini dan memberikan saran tentang masalah-masalah militer dan politik.{{sfn|Soemohardjo-Soebroto|1973|pp=76–77}} Pada tahun 1940, pasangan ini mengadopsi seorang gadis Belanda berusia empat tahun bernama Abby dari sebuah panti asuhan di [[Semarang]].{{sfn|Soemohardjo-Soebroto|1973|pp=78–79}}
 
Tak lama kemudian, pada tanggal 10 Mei 1940, setelah [[Jerman Nazi]] [[Pertempuran Belanda|menginvasi Belanda]], Oerip dipanggil kembali untuk bertugas. Tiga hari setelah melapor kepada Kolonel Pik di Magelang, ia berangkat ke markas KNIL di [[Bandung]].{{sfn|Soemohardjo-Soebroto|1973|pp=80–81}} Di sana, ia menjadi perwira pensiunan pertama yang melapor.{{sfn|Imran|1983|p=53}} Setelah itu, Oerip bersama keluarganya dipindahkan ke [[Cimahi]], dan ia ditugaskan untuk membangun depo batalion baru. beberapa perwira pribumi ditempatkan di bagian utara Hindia pada tahun 1941 untuk berjaga-jaga jika [[Kekaisaran Jepang]] menyerang, tetapi Oerip tetap berada di Cimahi.{{sfn|Soemohardjo-Soebroto|1973|pp=80–81}}
 
Setelah [[Pendudukan Jepang di Indonesia|Jepang menduduki Hindia]] pada awal 1942, Oerip ditangkap dan dijebloskan ke kamp penahanan [[tawanan perang]] di Cimahi. Setelah dibebaskan tiga setengah bulan kemudian, Oerip menolak untuk membentuk pasukan kepolisian baru yang disponsori oleh Jepang, dan kembali ke KEM.{{sfn|Soemohardjo-Soebroto|1973|p=83}}{{sfn|Imran|1983|pp=54–55}} Di KEM, ia dan istrinya menyewa [[sawah]] dan menanaminya dengan padi sambil terus melanjutkan kegiatan berkebun.{{sfn|Soemohardjo-Soebroto|1973|pp=84–87}} Untuk melindungi lahan mereka, Oerip melindungi tanah dan rumahnya dengan pagar bambu yang tinggi.{{sfn|Imran|1983|p=58}} Meskipun tak lagi aktif di militer, Oerip sesekali juga menerima tamu mantan anggota KNIL di vilanya, termasuk [[Abdul Haris Nasution]] dan Sunarmo, yang membawa kabar terkini mengenai peristiwa yang terjadi di luar desa. Pasangan ini terus melanjutkan aktivitas mereka sebagai warga sipil, kadang diganggu dan diawasi oleh orang Jepang dan orang Indonesia yang pro-Jepang, sampai [[pengeboman Hiroshima dan Nagasaki]] pada awal Agustus 1945, yang menandakan bahwa Jepang akan segera mundur dari Indonesia.{{sfn|Soemohardjo-Soebroto|1973|pp=84–87}} Selama periode ini, Oerip mulai mengalami masalah jantung.{{sfn|Soemohardjo-Soebroto|1973|p=109}}
 
== Revolusi Nasional Indonesia dan kematian ==
[[Berkas:Dharma Wiratama Museum 04.jpg|350px|jmpl|Markas TKR pertama di Gondokusuman, Yogyakarta; saat ini menjadi [[Museum Dharma Wiratama]].]]
 
Setelah [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia]] pada tanggal 17 Agustus 1945, Oerip dan keluarganya meninggalkan KEM dan pindah ke rumah orangtua Rohmah di Yogyakarta.{{sfn|Soemohardjo-Soebroto|1973|p=89}} Setelah [[Badan Keamanan Rakyat]] (BKR) didirikan pada tanggal 23 Agustus, Oerip memimpin sekelompok komandan militer mengajukan petisi untuk membentuk formasi militer nasional.{{sfn|Anderson|2005|pp=103–106}}{{sfn|Imran|1983|p=63}} Sementara itu, kelompok terpisah yang dipimpin oleh politisi [[Oto Iskandar di Nata]] menginginkan agar BKR menjadi organisasi kepolisian. Para pemimpin politik, yang terdiri dari [[Presiden Republik Indonesia|Presiden]] [[Soekarno]] dan [[Wakil Presiden Republik Indonesia|Wakil Presiden]] [[Muhammad Hatta]], sepakat untuk berunding; BKR akhirnya ditetapkan sebagai organisasi kepolisian, tetapi sebagian besar anggotanya pernah bertugas di militer, baik [[Pembela Tanah Air]] (PETA) maupun [[Heiho|Heihō]].{{sfn|Anderson|2005|pp=103–106}}
 
Pada 14 Oktober 1945&nbsp;– sembilan hari setelah [[Tentara Keamanan Rakyat]] didirikan secara resmi&nbsp;– Oerip ditetapkan sebagai Kepala Staf dan panglima sementara, dan segera berangkat menuju Jakarta.{{efn|Batavia berganti nama menjadi Jakarta setelah invasi Jepang.{{sfn|Soemohardjo-Soebroto|1973|p=89}} }} Dalam rapat kabinet keesokan harinya,{{sfn|Soemohardjo-Soebroto|1973|pp=99–100}} Oerip diperintahkan untuk membentuk angkatan perang nasional yang bermarkas di Yogyakarta,{{efn|Oerip pada awalnya menyarankan [[Purwokerto]] sebagai markas, tetapi akhirnya memilih Yogyakarta karena fasilitasnya yang lebih baik dan terjaminnya dukungan dari penguasa setempat. {{sfn|Said|1991|p=28}}}} dalam persiapan untuk menghadapi serangan yang mungkin akan dilancarkan oleh pasukan Belanda untuk merebut kembali Hindia.{{sfn|Anderson|2005|pp=232–234}} Ia berangkat ke Yogyakarta pada 16 Oktober, dan tiba keesokan harinya. Oerip pertama-tama mendirikan markas di sebuah kamar di Hotel Merdeka, yang digunakannya sampai Sultan Yogyakarta [[Hamengkubuwono&nbsp;IX]] menyumbangkan tanah dan bangunan untuk digunakan oleh para tentara.{{sfn|Imran|1983|pp=67–68}}
 
Karena BKR tersebar di bawah pimpinan para komandan independen di seluruh negeri, angkatan perang yang baru dibentuk, Tentara Keamanan Rakyat (TKR, sekarang dikenal dengan Tentara Nasional Indonesia), berupaya untuk merangkul perwira pribumi yang berasal dari mantan anggota KNIL.{{sfn|Anderson|2005|pp=232–234}} Namun, para perwira ini dipandang dengan penuh kecurigaan oleh para [[nasionalisme|nasionalis]] Indonesia karena pernah bertugas di angkatan perang Belanda. Sementara itu, jajaran anggota TKR diambil dari sejumlah kelompok, termasuk mantan tentara PETA, para pemuda, dan BKR.{{sfn|Soemohardjo-Soebroto|1973|pp=99–100}}{{sfn|Anderson|2005|pp=235–237}} Meskipun Oerip berhasil memusatkan komando, pada kenyataannya hierarki angkatan perang bersifat kedaerahan dan sangat bergantung pada kekuatan unit daerah.{{sfn|Anderson|2005|p=240}}
 
Sesuai keputusan pemerintah pada tanggal 20 Oktober, Oerip menjadi bawahan dari Menteri Pertahanan Soeljoadikoesoemo dan Panglima Angkatan Perang [[Soeprijadi]]. Namun, Soeprijadi tidak muncul untuk mengemban tugas-tugasnya. Soeprijadi adalah seorang tentara PETA yang memimpin pemberontakan terhadap pasukan Jepang di [[Blitar]] pada bulan Februari 1945, dan diyakini sudah tewas.{{efn|Sejarawan Amrin Imran berpendapat bahwa pengangkatan Soeprijadi mungkin adalah cara untuk mengetahui apakah ia masih hidup atau tidak; diperkirakan bahwa ia mungkin akan menghubungi pemerintah di Jakarta untuk mengambil alih jabatan ini jika ia masih hidup.{{sfn|Imran|1983|pp=71–72}}}} Posisi Soeljohadikosomo juga tak terisi, dan pemimpin gerilya [[Moestopo]] menyatakan dirinya sebagai [[Menteri Pertahanan Republik Indonesia|Menteri Pertahanan]]. Dengan demikian, Oerip merasa agak diawasi dan ditekan untuk segera membentuk struktur militer yang stabil.{{sfn|Imran|1983|pp=71–72}} Pada tanggal 2 November, ia menunjuk komandan untuk menangani operasi militer di berbagai daerah di Indonesia: Didi Kartasasmita di Jawa Barat, Soeratman di Jawa Tengah, Muhammad di Jawa Timur, dan Soehardjo Hardjowardojo di Sumatra; masing-masing komandan ini diberi pangkat mayor jenderal.{{sfn|Soemohardjo-Soebroto|1973|p=101}} Oerip juga mulai menyalurkan senjata ke berbagai unit TKR. Ia mengambil alih senjata yang disita dari Jepang dan medistribusikannya sesuai kebutuhan.{{sfn|Sardiman|2008|p=126}} Namun, hasilnya kurang sesuai dengan yang ia harapkan. PETA telah dikelola secara kedaerahan pada masa pendudukan Jepang, dan para anggotanya tidak bersedia menerima kepemimpinan pusat.{{sfn|Said|1991|p=31}}
[[Berkas:Sudirman.jpg|jmpl|alt=Seorang pria memakai peci menatap lurus ke depan|Jenderal [[Soedirman]] terpilih sebagai pemimpin TKR pada tanggal 12&nbsp;November 1945. Ia menjadikan Oerip sebagai kepala staff.]]
 
Pada tanggal 12 November 1945, dalam pertemuan pertama TKR, Jenderal [[Soedirman]]&nbsp;– komandan Divisi V [[Purwokerto]] yang hanya memiliki dua tahun pengalaman militer dan 23 tahun lebih muda dari Oerip&nbsp;– terpilih sebagai panglima angkatan perang setelah melalui dua tahap pemungutan suara buntu.{{sfn|Nasution|2011|p=196}} Pada tahap ketiga, Oerip meraih 21 suara, sedangkan Soedirman unggul dengan 22 suara. Komandan divisi Sumatra semuanya sepakat untuk memilih Soedirman;{{sfn|Sardiman|2008|p=132}} Oerip tidak terpilih karena beberapa komandan divisi mencurigai riwayat hidupnya dan sumpah yang ia ucapkan kepada Belanda saat ia lulus di KNIL.{{sfn|Sardiman|2008|p=133}} Soedirman terkejut dengan hasil pemilihan dan menawarkan diri untuk melepas posisi tersebut kepada Oerip, tetapi para peserta pertemuan tidak mengizinkan; Oerip sendiri merasa senang karena tidak lagi bertanggung jawab atas angkatan perang. Soedirman tetap mempertahankan Oerip dan mengangkatnya sebagai kepala staf dengan pangkat letnan jenderal.{{sfn|Imran|1983|pp=74–79}} Sebelum pemerintah melantik Soedirman sebagai panglima besar, Oerip secara ''[[de jure]]'' tetap menjadi pemimpin, tetapi wartawan [[Salim Said]] menulis bahwa perintah Oerip sulit dipahami karena kemampuan berbahasa Indonesia-nya yang buruk, dan perintahnya sering kali ditolak kecuali jika telah disetujui oleh Soedirman.{{efn|Oerip fasih berbahasa Belanda dan Jawa, namun sangat buruk dalam berbahasa Indonesia, yang telah menjadi bahasa utama pada abad ke-20 {{harv|Said|1991|p=50}}.}}{{sfn|Said|1991|p=50}}
 
Setelah Soedirman dikukuhkan sebagai panglima besar TKR pada 18 Desember, ia mulai berupaya untuk mengonsolidasikan dan mempersatukan angkatan perang, sedangkan Oerip bertugas menangani masalah-masalah teknis dan organisasi.{{sfn|Anderson|2005|p=245}}{{sfn|Imran|1983|pp=74–79}} Banyak rincian-rincian, seperti pemberlakuan seragam tentara, ia limpahkan penanganannya kepada komandan daerah.{{efn|Pada saat itu, Angkatan Perang Indonesia belum memiliki sumber daya untuk memberlakukan standar seragam secara nasional.{{sfn|Imran|1983|pp=74–79}} }} Namun, untuk menangani masalah-masalah penting, ia mengeluarkan perintah yang berlaku secara nasional, misalnya perintah untuk membentuk [[polisi militer]] dan mencegah pasukan penerjun payung musuh mendarat.{{sfn|Imran|1983|pp=74–79}}
 
Bersama-sama, Soedirman dan Oerip berhasil mengatasi ketidaksepahaman antara mantan tentara PETA dan KNIL. Sementara itu, pemerintah mengganti nama angkatan perang sebanyak dua kali pada bulan Januari 1946, yang pertama adalah Tentara Keselamatan Rakyat, kemudian diubah lagi menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI). Pada 23 Februari 1946, Oerip ditunjuk untuk mengepalai Panitia Besar Reorganisasi Tentara, yang dibentuk melalui keputusan presiden. Setelah berunding selama empat bulan, pada 17 Mei panitia menyerahkan rekomendasi kepada Presiden Soekarno. Oerip ditugaskan untuk menangani proses perampingan angkatan perang, sedangkan Menteri Pertahanan diberi kekuasaan birokrasi yang lebih besar. Soedirman tetap dipertahankan sebagai panglima angkatan perang.{{sfn|Anderson|2005|pp=372–373}}{{sfn|Imran|1983|pp=80–81}}
 
Setelah [[Menteri Pertahanan Republik Indonesia|Menteri Pertahanan]] [[Amir Sjarifuddin]] mulai membentuk kelompok-kelompok pro-kiri dalam tubuh militer, Oerip mulai curiga{{sfn|Imran|1983|pp=82–84}} dan mengecam upaya pemerintah yang memanfaatkan militer untuk kepentingan politik.{{sfn|Said|1991|p=46}} Meskipun demikian, ia dan Soedirman terus berupaya untuk memastikan bahwa pasukan [[paramiliter]] (laskar), yang muncul dari kalangan masyarakat umum, adalah bagian dari militer. Upaya ini akhirnya membuahkan hasil pada tanggal 3 Juni 1947, ketika pemerintah mengumumkan untuk mempersatukan laskar dan TRI menjadi organisasi militer baru bernama [[Tentara Nasional Indonesia]] (TNI). Sementara itu, Oerip mendirikan sebuah [[akademi militer]] di Yogyakarta.{{sfn|Imran|1983|pp=82–84}}
 
Untuk memenuhi ancaman Belanda, Oerip berniat untuk menyerang Belanda di saat mereka masih menyusun kekuatan, namun rencana ini digagalkan oleh upaya pemerintah dalam diplomasi. Oerip sendiri lebih menyukai taktik [[gerilya]] ketimbang konflik militer resmi, ia pernah bercerita kepada bawahannya bahwa serangan terbaik bisa dilakukan dengan seratus penembak jitu yang bersembunyi di belakang garis musuh.{{sfn|Imran|1983|p=85}} Oerip dengan lantang menentang hasil [[Perjanjian Renville]]; perjanjian tersebut menyebabkan ditariknya 35.000 tentara Indonesia dari Jawa Barat dan diresmikannya [[Garis Van Mook]], yang memisahkan wilayah kekuasaan Belanda dan Indonesia.{{sfn|Adi|2011|pp=79–80}} Ia memandang perjanjian tersebut, yang disahkan pada 17 Januari 1948, sebagai taktik mengulur-gulur yang memberi Belanda kesempatan untuk memperkuat pasukannya.{{sfn|Soemohardjo-Soebroto|1973|p=104}} Sementara itu, Amir Sjarifuddin&nbsp;– yang saat itu menjabat sebagai perdana menteri&nbsp;– mulai merekrut tentara yang berhaluan kiri.{{sfn|Imran|1980|pp=42–45}} Muak dengan sikap pemerintah yang menurutnya kurang percaya pada militer, Oerip mengajukan pengunduran dirinya,{{sfn|Imran|1983|p=87}} namun tetap bertugas sebagai penasihat Menteri Pertahanan sekaligus Wakil Presiden, Muhammad Hatta.{{efn|Sjariffudin dipaksa mengundurkan diri karena ketidaksetujuan publik atas hasil Perjanjian Renville {{sfn|Imran|1980|pp=42–45}}}}{{sfn|KR 1948, Let. Djen. Urip Meninggal}}
[[Berkas:Grave of Oerip Soemohardjo.JPG|ka|jmpl|Makam Oerip di Yogyakarta.]]
 
Setelah beberapa bulan berada dalam kondisi lemah dan menjalani perawatan dari Dr. Sim Ki Ay,{{sfn|Imran|1983|p=88}} pada malam 17 November 1948 Oerip ambruk dan wafat di kamarnya di Yogyakarta akibat [[serangan jantung]]. Setelah disemayamkan selama semalam, ia dikebumikan keesokan harinya di [[Taman Makam Pahlawan Kusumanegara|Taman Makam Pahlawan Semaki]] dan secara anumerta dipromosikan sebagai jenderal.{{sfn|Pemerintah Kota Jakarta, Oerip Soemohardjo}}{{sfn|KR 1948, Let. Djen. Urip Meninggal}}{{sfn|Soemohardjo-Soebroto|1973|pp=108–111}} Saat Soedirman mengancam akan mengundurkan diri pada tahun 1949, ia menyalahkan ketidak-konsistenan pemerintah selama revolusi-lah yang menyebabkan kematian Oerip, dan juga penyebab penyakit TBC yang diidapnya.{{sfn|McGregor|2007|p=129}} Oerip meninggalkan seorang istri dan putri angkat bernama Abby. Abby meninggal dunia karena [[malaria]] pada Januari 1951,{{sfn|Soemohardjo-Soebroto|1973|p=120}} dan Rohmah wafat pada tanggal 29 Oktober di Semarang; ia dimakamkan di [[Ungaran]].{{sfn|Tempo 1977, Meninggal Dunia}}
 
== Pengaruh ==
[[Berkas:Oerip Soemohardjo 1993 Indonesia stamp crop.jpg|jmpl|Oerip dalam perangko Indonesia 1993]]
Oerip menerima sejumlah [[Daftar tanda kehormatan di Indonesia|tanda kehormatan dari pemerintah]] secara [[anumerta]], termasuk [[Bintang Sakti]] (1959), [[Bintang Mahaputra]] (1960),{{sfn|Pemerintah Kota Jakarta, Oerip Soemohardjo}} [[Bintang Republik Indonesia Adipurna]] (1967),{{sfn|Sekretariat Negara Republik Indonesia, Bintang Republik Indonesia}} dan [[Bintang Kartika Eka Paksi|Bintang Kartika Eka Pakçi Utama]] (1968).{{efn|Bintang Sakti adalah tanda kehormatan militer tingkat tinggi bagi yang menunjukkan keberanian melampaui panggilan tugas.{{sfn|UU No. 20/2009|pp=4, 10, 23}}. Bintang Mahaputra adalah tanda kehormatan tingkat tinggi bagi orang-orang yang telah membantu pembangunan Indonesia, menjadi ahli dalam bidang tertentu, atau secara luas diakui atas pengorbanan mereka bagi negara.{{sfn|UU No. 20/2009|pp=4, 9, 23}} Bintang Republik Indonesia adalah tanda kehormatan tertinggi yang diberikan bagi warga sipil; hanya delapan tokoh yang telah menerima kelas Adipurna.{{sfn|Sekretariat Negara Republik Indonesia, Bintang Republik Indonesia}}{{sfn|Saragih 2012, SBY bestows honors}} Bintang Kartika Eka Pakçi Utama adalah tanda kehormatan militer tingkat rendah yang dianugerahkan kepada orang-orang yang telah membantu pembangunan tentara melampaui panggilan tugas. Utama adalah kelas tertinggi.{{sfn|UU No. 20/2009|pp=4, 10, 23}}}}{{sfn|Pemerintah Kota Jakarta, Oerip Soemohardjo}} Pada tanggal 10&nbsp;Desember 1964, Oerip ditetapkan sebagai [[Pahlawan Nasional Indonesia]] melalui Keputusan Presiden No. 314 Tahun 1964. Soedirman juga dinyatakan sebagai pahlawan nasional oleh keputusan yang sama.{{sfn|Sekretariat Negara Republik Indonesia, Daftar Nama Pahlawan}}
 
Pada tanggal 22&nbsp;Februari 1964, akademi militer Indonesia di Magelang mendedikasikan sebuah tugu untuk dirinya, dan menggambarkan Oerip sebagai "seorang putra Indonesia yang mengagungkan karya daripada kata, yang mengutamakan Dharma daripada minta."{{sfn|Soemohardjo-Soebroto|1973|pp=135–136}} Gereja Katolik di akademi tersebut juga menyimpan piala dari [[Paus Paulus VI]] yang dibawa oleh [[Justinus Darmojuwono|Kardinal Monsinyur Darmojuwono]] pada natal 1964, yang bertuliskan "''In memori ducis militum Benedicti Oerip Soemohardjo pro Aede sacra Pro aede sacra, Academiae militaris, Indonesianae, D.D., Anno MCMLXIV''"<ref name="Matanasi 2020"/>{{sfn|Imran|1983|p=120}} dan sejak tahun 1965 disimpan sebagai dedikasi untuk Oerip, yang berawal dari perbincangan antara Rohmah dan teman [[misionaris]]nya.{{sfn|Imran|1983|p=90}} Beberapa jalan juga dinamakan untuk menghormati Oerip, termasuk di kampung halamannya Purworejo, {{sfn|Google Maps, Purworejo}} di Yogyakarta,{{sfn|Google Maps, Yogyakarta}} dan di ibu kota Jakarta.{{sfn|Google Maps, Jakarta}}
 
== Catatan ==
{{notelist}}
 
== Referensi ==
;Catatan kaki
{{reflist|colwidth=30em}}
 
;Daftar pustaka
{{refbegin|colwidth=30em}}
* {{cite book
|last = Adi
|first = A. Kresna
|year = 2011
|title = Soedirman: Bapak Tentara Indonesia
|publisher = Mata Padi Pressindo
|isbn = 978-602-95337-1-2
|location = Yogyakarta
|ref = harv
}}
* {{cite book
|last = Andayani
|first = Ria
|year = 2006
|title = Adaptasi Budaya Masyarakat Lampung
|publisher = Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
|location = Bandung
|isbn = 978-979-1142-03-8
|url = http://books.google.ca/books?id=YRAr57aGrM0C
|ref = harv
}}
* {{cite book
|last = Anderson
|first = Benedict Richard O'Gorman
|year = 2005
|title = Java in a Time of Revolution: Occupation and Resistance, 1944–1946
|publisher = Equinox
|location = Jakarta
|isbn = 978-979-3780-14-6
|url = http://books.google.ca/books?id=87totx4p3ZcC&vq
|ref = harv
}}
* {{cite web
|title = Bintang Republik Indonesia Adipurna
|url = http://www.setneg.go.id/index.php?Itemid=43&cat=1&id=1&option=com_tandajasa
|work = Penghargaan di Republik Indonesia
|publisher = Sekretariat Negara Republik Indonesia
|accessdate = 9 Mei 2012
|ref = {{sfnRef|Sekretariat Negara Republik Indonesia, Bintang Republik Indonesia}}
}}
* {{cite web
|title = Daftar Nama Pahlawan Nasional Republik Indonesia
|url = http://www.setneg.go.id/index.php?Itemid=43&cat=1&id=1&option=com_tandajasa
|work = Penghargaan di Republik Indonesia
|publisher = Sekretariat Negara Republik Indonesia
|archiveurl = https://www.webcitation.org/67WW7R2g9?url=http://www.depsos.go.id/modules.php?name=Pahlawan
|archivedate = 2012-05-09
|accessdate = 9 Mei 2012
|ref = {{sfnRef|Sekretariat Negara Republik Indonesia, Daftar Nama Pahlawan}}
|dead-url = no
}}
* {{wikicite
| reference =
{{google maps
|title = Jakarta
|url = http://maps.google.com.sg/maps?ll=-6.213343,106.862093&spn=0.004256,0.006899=m&z=17
|accessdate = 4 September 2012
}}
| ref = {{sfnRef|Google Maps, Jakarta}}
}}
* {{wikicite
| reference =
{{google maps
|title = Purworejo
|url = http://maps.google.com.sg/?ll=-7.708015,110.012648&spn=0.008484,0.013797&t=m&z=16
|accessdate = 4 September 2012
}}
| ref = {{sfnRef|Google Maps, Purworejo}}
}}
* {{wikicite
| reference =
{{google maps
|title = Yogyakarta
|url = http://maps.google.com.sg/?ll=-7.783282,110.38305&spn=0.008483,0.013797&t=m&z=16
|accessdate = 4 September 2012
}}
| ref = {{sfnRef|Google Maps, Yogyakarta}}
}}
* {{cite book
|last = Imran
|first = Amrin
|year = 1980
|publisher = Mutiara
|location = Jakarta
|title = Panglima Besar Jenderal Soedirman
|oclc = 220643587
|ref = harv
}}
* {{cite book
|last = Imran
|first = Amrin
|year = 1983
|publisher = Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
|location = Jakarta
|title = Urip Sumohardjo
|oclc = 10945069
|ref = harv
}}
* {{cite news
|title = Let. Djen. Urip Meninggal
|work = Kedaulatan Rakjat
|date = 18 November 1948
|ref = {{sfnRef|KR 1948, Let. Djen. Urip Meninggal}}
}}
* {{cite book
|last = McGregor
|first = Katharine E
|year = 2007
|title = History in Uniform: Military Ideology and the Construction of Indonesia's Past
|location = Honolulu
|publisher = University of Honolulu Press
|isbn = 978-9971-69-360-2
|url = http://books.google.ca/books?id=dVxi2oXZqjkC
|ref = harv
}}
* {{cite news
|title = Meninggal Dunia
|url = http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/1977/11/12/PT/mbm.19771112.PT75962.id.html
|work = Tempo
|date = 12 November 1977
|accessdate = 10 Mei 2012
|archivedate = 2012-05-10
|archiveurl = https://www.webcitation.org/67Y3vLxIc?url=http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/1977/11/12/PT/mbm.19771112.PT75962.id.html
|ref = {{sfnRef|Tempo 1977, Meninggal Dunia}}
|dead-url = no
}}
* {{cite book
|url = http://books.google.ca/books?id=WrkzPcxBnLMC
|title = Takhta untuk Rakyat: Celah-celah Kehidupan Sultan Hamengku Buwono IX
|isbn = 978-979-22-6767-9
|editor1-first = Mohamad
|editor1-last = Roem
|editor1-link = Mohamad Roem
|editor2-first = Mochtar
|editor2-last = Lubis
|editor2-link = Mochtar Lubis
|editor3-first = Kustiniyati
|editor3-last = Mochtar, et al
|last = Nasution
|first = A. H.
|authorlink = Abdul Haris Nasution
|publisher = Gramedia Pustaka Utama
|location = Jakarta
|year = 2011
|origyear = 1982
|edition = Revised
|ref = harv
}}
* {{cite web
|title = Oerip Soemohardjo
|url = http://www.jakarta.go.id/english/encyclopedia/detail/2102
|work = Encyclopedia of Jakarta
|publisher = Pemerintah Kota Jakarta
|accessdate = 9 Mei 2012
|archivedate = 2012-05-09
|archiveurl = https://www.webcitation.org/67WUfhDjl?url=http://www.jakarta.go.id/english/encyclopedia/detail/2102
|ref = {{sfnRef|Pemerintah Kota Jakarta, Oerip Soemohardjo}}
|dead-url = yes
}}
* {{cite book
|year = 2008
|last = Pour
|first = Julius
|title = Ign. Slamet Rijadi
|url = http://books.google.ca/books?id=Ukf9i3uZe7UC
|isbn = 978-979-22-3850-1
|publisher = Gramedia
|location = Jakarta
|ref = harv
}}
* {{cite book
|last = Said
|first = Salim
|isbn = 978-981-3035-90-4
|year = 1991
|title = Genesis of Power: General Sudirman and the Indonesian Military in Politics, 1945–49
|location = Singapore
|publisher = Institute of Southeast Asian Studies
|ref = harv
}}
* {{cite news
|last = Saragih
|first = Bagus BT
|title = SBY bestows honors to late Cabinet members
|url = http://www.thejakartapost.com/news/2012/08/13/sby-bestows-honors-late-cabinet-members.html
|work = The Jakarta Post
|date = 13 Agustus 2012
|archivedate = 2012-08-26
|accessdate = 26 Agustus 2012
|archiveurl = https://www.webcitation.org/6AC6OuWK8?url=http://www.thejakartapost.com/news/2012/08/13/sby-bestows-honors-late-cabinet-members.html
|ref = {{sfnRef|Saragih 2012, SBY bestows honors}}
|dead-url = no
}}
* {{cite book
|last = Sardiman
|title = Guru Bangsa: Sebuah Biografi Jenderal Sudirman
|publisher = Ombak
|location = Yogyakarta
|isbn = 978-979-3472-92-8
|year = 2008
|ref = harv
}}
* {{cite book
|last = Soemohardjo-Soebroto
|first = Rohmah
|year = 1973
|publisher = Gunung Agung
|location = Jakarta
|title = Oerip Soemohardjo : Letnen Jenderal TNI (22 Februari 1893&nbsp;– 17 November 1948)
|oclc = 13266021
|ref = harv
}}
* {{cite book
|title = Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan
|publisher = Government of Indonesia
|date = 18 Juni 2009
|location = Jakarta
|ref = {{sfnRef|UU No. 20/2009}}
}}
* {{cite book
|last1 = Zoetmulder
|first1 = P. J.
|authorlink1 = Petrus Josephus Zoetmulder
|last2 = Robson
|first2 = S. O.
|last3 = Darusupapta
|first3 =
|last4 = Supriyitna
|first4 = Sumarti
|year = 2006
|publisher = Royal Netherlands Institute of Southeast Asian and Caribbean Studies working with Gramedia Pustaka Utama
|location = Jakarta
|title = Kamus Jawa Kuno Indonesia
|isbn = 978-979-605-347-6
|ref = harv
}}
{{refend}}
{{Pahlawan Nasional Indonesia|state=collapsed}}
 
{{artikel pilihan}}
{{lifetime|1893|1948}}
 
<!--anda dapat berkontribusi dalam pelacakan artikel biografi tokoh muslim di wikipedia dengan menambahkan templat ini pada halaman tokoh muslim yang belum terhimpun di dalam kategori pelacakan --Kategori:Semua artikel biografi tokoh muslim -- Lihat Templat:Lifetime-Tokoh-Muslim -->
{{Lifetime-Tokoh-Muslim
|sort =
|hari_lahir =
|tgl_lahir_h =
|tgl_lahir_m = 22
|bln_lahir_h =
|bln_lahir_m = Februari
|thn_lahir_h =
|thn_lahir_m = 1893
|tempat_lahir = Purworejo
|status_hidup_wafat = WAFAT
|sebab_wafat = serangan jantung
|tempat_wafat = Yogyakarta
|hari_wafat =
|tgl_wafat_h =
|tgl_wafat_m = 17
|bln_wafat_h =
|bln_wafat_m = November
|thn_wafat_h =
|thn_wafat_m = 1948
|tempat_makam = Taman Makam Pahlawan Semaki
}}
 
{{DEFAULTSORT:Soemohardjo, Oerip}}
[[Kategori:Artikel mengandung aksara Belanda]]
[[Kategori:Jenderal Indonesia]]
[[Kategori:Kelahiran 1893]]
[[Kategori:Kematian 1948]]
[[Kategori:Meninggal usia 55]]
[[Kategori:Pahlawan nasional Indonesia]]
[[Kategori:Semua artikel pilihan]]
[[Kategori:Semua orang yang sudah meninggal]]
[[Kategori:Tanggal kelahiran 22 Februari]]
[[Kategori:Tanggal kematian 17 November]]
[[Kategori:Tokoh Jawa Tengah]]
[[Kategori:Tokoh dari Purworejo]]
[[Kategori:Tokoh militer Indonesia]]
[[Kategori:Penerima Bintang Republik Indonesia Adipradana]]
 
[[Kategori:Penerima Bintang Mahaputera Adipradana]]
[[jv:Oerip Soemohardjo]]
[[Kategori:Tokoh yang berpindah agama dari Islam ke Katolik]]
[[ms:Urip Sumohardjo]]