'''Slangit''' adalah [[desa]] di kecamatan [[Klangenan, Cirebon|Klangenan]], [[Kabupaten Cirebon|Cirebon]], [[Jawa Barat]], [[Indonesia]]. Terletak di ujung utara kecamatan klangenan yang berbatasan dengan kecamatann Arjawinangun dan Panguragan.
{{Klangenan, Cirebon}}
dimulai saat Pangeran Cakrabuana yang biasa dikenal dengan sebutan Mbah Kuwu Cirebon, berkeinginan membangun suatu pedukuhan baru di bagian Barat. Kemudian Mbah Kuwu Cirebon atau Mbah Kuwu Sangkan, membuka hutan yang masih angker. Menurut cerita, masih dihuni oleh siluman dan binatang buas.
Hutan yang angker tersebut, ternyata menjadi tempat yang aman dan tentram untuk dihui usai dibuka oleh Mbah Kuwu Cirebon.
Namun pemukiman baru itu masih memiliki kekurangan, sumber mata air masih belum tersedia di wilayah baru tersebut. Meski begitu, Mbah Kuwu Cirebon tetap meneruskan membuka lahan, dijadikannya bekas hutan itu menjadi lahan padi hingga sampai ke wilayah barat. Lahan pertanian itu, sekarang disebut dengan Desa Jungjang.
Setiap harinya, Mbah Kuwu Cirebon dibantu oleh seorang pemuda yang masih bujangan bernama Jaka Dolog. Mbah kuwu juga dalam hal ini membuat sebuah bangunan berupa bale untuk keperluan bermusyawarah dan istirahat, bale ini diberi nama Ki Wasiat.
Mbah Kuwu biasanya menggarap sawahnya menggunakan weluku (bajak) yang ditarik oleh sebuah kerbau yang diberi nama Dongkol. Tempat yang dulunya dijadikan kandang kerbaunya Mbah kuwu, sekarang diberi nama Kandang Dalem. Sedangkan jembatan yang biasa dilewati kerbau Mbah Kuwu Cirebon, dinamakan Wo Dalem. Sementara tempat untuk mencari makannya kerbau, dinamakan Tegal Pangonan.
Pada suatu ketika, Mbah Kuwu Cirebon kedatangan seorang pemuda yang masih keturunan Kerajaan Galuh bernama Ki Bandang Samaran. Ki Bandang Samaran sebetulnya tersesat, mencari seorang guru yang tidak lain adalah Mbah Kuwu Cirebon.
Kedatangannya ke tempat Mbah Kuwu Sangkan, merupakan peristiwa yang terjadi secara kebetulan.Setelah lama berguru, kemudian Ki Bandang Samaran diberi kepercayaan untuk membimbing masyarakat di pedukuhan tersebut. Ki Badang Samaran ini dikenal sebagai Ki Gede Limas oleh masyarakat pedukuhan itu. Suatu ketika Mbah Kuwu Sangkan teringat akan suatu barang miliknya, barang tersebut berupa sepotong kayu pemberian Ki Danuwarsi.
Setelah itu, kayu tersebut ditancapkan oleh Mbah Kuwu Sangkan di pekarangan tempat tinggal Ki Gede Limas atau Ki Badang Samaran. Setelah ditancapkan, tak diduga potongan kayu itu tumbuh menjadi sebuah pohon yang menjulang tinggi. Pohon tersebut diberi nama Pohon Slangit, karena saking tingginya sehingga terlihat menempel ke langit. Fenomena tersebut menjadi asal usul Desa Slangit. Sampai sekaran nama tersebut dijadikan nama di sebuah desa yang berada di wilayah Kecamatan Klangenan yakni Desa Slangit.
Di Desa Slangit, terdapat mitos turun-temurun yang masih dipegang teguh hingga sekarang oleh warganya. Jika dilanggar, seram akibatnya. Antara meninggal atau sial. Percaya atau tidak, konon pernah terbukti. Penduduk Desa Slangit, tidak ada yang menjual nasi. Jika ada yang berjualan, hanya menyediakan lauk-pauknya. Andai ada pembeli memaksa, disediakan gratis. Tak masuk daftar pembayaran. Pedagang juga menolak untuk dibayar. Mereka ikhlas, tanpa menggerutu setelahnya. Dan ini hanya berlaku di Desa Slangit. Tidak di desa tetangga seperti Kreyo, Klangenan atau Pekantingan. Larangan menjual nasi ini erat kaitannya dengan jiwa sosial leluhur. Yang memiliki kepedulian tinggi untuk memberi. Apalagi itu kebutuhan pokok. Bukan berarti semua yang terbuat dari nasi dilarang. Ada pengecualian. Seperti lontong dan bubur. Terbuat dari beras tapi bukan berbentuk nasi. Hanya beda pengolahan dan penyebutan. Itu, boleh. Termasuk pantang menjual nasi yang diambil dari luar Desa Slangit. Nasi jenis apapun. Baik itu kuning, uduk, termasuk lengko. Jika ada akan berdampak sama. Sial atau meninggal.{{Klangenan, Cirebon}}
{{Authority control}}
|