Tumpeng: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k ~
Harsss (bicara | kontrib)
 
(2 revisi perantara oleh 2 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 14:
{{Sidebar masakan Indonesia}}
[[Berkas:Tumpeng-Jawa.jpg|jmpl|250px|Sego Tumpeng]]
[[Berkas:NasiVariasi Kuningtumpeng.jpgpng|jmpl|250px333x333px|Variasi Tumpeng untuk [[selamatan]]]]
 
'''Tumpeng''' atau '''nasi tumpeng''' ({{lang-jv|ꦱꦼꦒꦠꦸꦩ꧀ꦥꦼꦁ|sêga tumpêng}}) adalah hidangan yang disajikan pada upacara adat masyarakat [[Suku Jawa|Jawa]], [[Suku Bali|Bali]], [[Suku Madura|Madura]] dan [[Suku Sunda|Sunda]] yang penyajian [[nasi]]nya dibentuk [[kerucut]] dan ditata bersama dengan lauk-pauknya. Olahan nasi yang dipakai umumnya berupa [[nasi kuning]], nasi putih biasa, atau [[nasi uduk]]. Cara penyajian nasi ini khas [[Jawa]] atau masyarakat [[Suku Betawi|Betawi]] keturunan Jawa dan biasanya dibuat pada saat [[kenduri]] atau perayaan suatu kejadian penting. Meskipun demikian, masyarakat Indonesia sudah mengenal kegiatan ini secara umum.<ref>Asal-usul Tumpeng, Sajian yang Tak Pernah Absen di Setiap Perayaan[https://www.goodnewsfromindonesia.id/2021/08/02/asal-usul-tumpeng-sajian-yang-tak-pernah-absen-di-setiap-perayaan]</ref>
 
Baris 30 ⟶ 29:
 
Acara yang melibatkan nasi tumpeng disebut secara awam sebagai 'tumpengan'. Di [[Yogyakarta]] misalnya, berkembang tradisi 'tumpengan' pada malam sebelum tanggal 17 Agustus, Hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, untuk mendoakan keselamatan negara.
 
'''Kesalahan Saat Membagikan Tumpeng'''
 
Sering kita jumpai masyarakat awam bahkan hingga kaum pelaku tradisi dan budaya masih salah dalam memperlakukan tumpeng. Orang-orang dalam acara yang menggunakan tumpeng memotong bagian atas tumpeng secara horizontal, hal ini sangatlah keliru. Bagian atas tumpeng melambangkan Tuhan dan bagian bawah melambangkan kawula-Nya, sehingga tumpeng itu juga adalah simbol dari penyatuan Tuhan dan hamba-Nya atau dalam bahasa Jawa disebut "''manunggaling kawula Gusti''". Sehingga jika tumpeng itu dipotong bagian atasnya secara horizontal maka terputuslah penyatuan antara Tuhan dan hamba-Nya. Tumpeng dapat dibelah di bagian tengah dari bagian dasar ke puncak sehingga terpisah menjadi 2 kemudian dikeduk dari bawah ke atas agar bagian bawah dan atas dapat menyatu, baru setelah itu dibagikan.<ref>{{Cite web|last=Khairunnisa|first=Syifa Nuri|date=2020-08-19|title=Jangan Potong Puncak Tumpeng, Begini Cara yang Benar|url=https://www.kompas.com/food/read/2020/08/10/121200075/jangan-potong-puncak-tumpeng-begini-cara-yang-benar|website=Kompas.com|access-date=2024-08-16}}</ref>
 
== Lauk-pauk ==
Baris 43 ⟶ 46:
* ''Tumpeng Nasi Kuning'' - warna kuning menggambarkan kekayaan dan moral yang luhur. Digunakan untuk syukuran acara-acara gembira, seperti kelahiran, pernikahan, tunangan, dan sebagainya.
* ''Tumpeng Nasi Uduk'' - Disebut juga ''tumpeng tasyakuran''. Digunakan untuk peringatan Maulud Nabi.
* ''Tumpeng Seremonial/Modifikasi/Variasi -'' Biasa digunakan sebagai tumpeng hantaran untuk acara keluarga''.''
 
Dalam [[Serat Centhini]], yakni semacam kitab ensiklopedia kebudayaan [[Jawa]] dari awal abad XIX, disebutkan tidak kurang dari sembilan rupa tumpeng yang perlu disiapkan sebagai ''[[sajen]]'' dalam pertunjukan [[wayang kulit]] dan ruwatan. Aneka tumpeng ini dituliskan pada tembang (pupuh) ke-157 bait 2-3. Disebutkan, antara lain, ''tumpĕng tutul'', ''tumpĕng lugas'', ''tumpĕng kĕndhit'', ''tumpĕng pucuk lombok bang'' (tumpeng dengan [[cabai merah]] di pucuknya), ''tumpĕng magana isi janganan'' (tumpeng megana isi sayuran), ''tumpĕng magana isi wak ayam'' (tumpeng megana isi ayam), ''tumpĕng rajĕg dom-wajane'', ''tumpĕng tigan ing pucuk'' (dengan [[telur]] di pucuknya), dan ''tumpĕng sĕmbur''.<ref>{{aut|Ranggasutrasna, R.Ng.}} ''dkk.'' (1814). ''Serat Suluk Tambangraras'' (Serat Centhini) [https://archive.org/details/seratcenthini/centhini02/page/n363/mode/2up Jil. '''II''': 365 (Pupuh 157: 2-3)]</ref>