Kamp pengasingan Moncongloe: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan
RaFaDa20631 (bicara | kontrib)
 
(6 revisi perantara oleh satu pengguna lainnya tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{underconstruction}}
{{wikify}}
{{Infobox prison
| name = Kamp pengasingan Moncongloe
Baris 20 ⟶ 18:
| location =
| coordinates = {{coord|5|21|6|S|119|55|22|E|region:ID_type:adm1st|display=inline,title}}
| status = Pengasingan
| classification = Rehabilitasi
| capacity =
Baris 27 ⟶ 25:
| opened = Maret 1969
| closed = 1979
| former_name = Inrehab Kokamtibda Sulselra
| managed_by =
| director =
| governor ='''{{small|Daftar kepala kamp}}''':{{br}}Kapten Rakimin (1969–){{br}}Kapten Bonar Siregar{{br}}Kapten Toliu{{br}}Kapten Wahyudin Lubis (–1979)
| warden =
| street-address = Moncongloe
| city = [[Kabupaten Maros]] dan [[Kabupaten Gowa]]
| county =
Baris 60 ⟶ 58:
| coordinates display = inline,title
| other names =Instalasi rehabilitasi Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban Daerah Sulawesi Selatan dan Tenggara (nomenklatur resmi sejak 1969–1974){{br}}{{br}}Instalasi rehabilitasi Moncongloe (nomenklatur resmi sejak 1974–1979){{br}}{{br}}Kamp konsentrasi Moncongloe (penamaan akademis){{br}}{{br}}Kamp tahanan Tanah Merah Moncongloe (penamaan lokal)
| known for = Praktik pelanggaran HAM oleh militer terhadap tahanan politik{{br}}{{br}}Tempat pembuangan tahanan politik PKI di Pulau Sulawesi
| location = Mencakup sebagian kecil wilayah [[Kabupaten Maros]] bagian selatan dan sebagian kecil wilayah [[Kabupaten Gowa]] bagian utara
| built by =[[Komando Daerah Militer XIV/Hasanuddin]]
| operated by = Kokamtibda Sulselra, [[Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban|Kopkamtib]] dibawah arahan Pemerintah Indonesia era [[Orde Baru (Indonesia)|Orde Baru]], Presiden [[Soeharto]]
Baris 69 ⟶ 67:
|commandant='''{{small|[[Daftar Panglima Komando Daerah Militer XIV/Hasanuddin|Daftar panglima Kodam XIV/Hasanuddin]]}}''':{{br}}Brigjen. TNI. [[Solihin Gautama Purwanegara]]{{br}}Brigjen. TNI. [[Sayidiman Suryohadiprojo]]{{br}}Brigjen. TNI. [[Abdul Azis Bustam]]{{br}}Brigjen. TNI. [[Hasan Slamet]]{{br}}Brigjen. TNI. Sukma Endang{{br}}Brigjen. TNI. Kusnadi{{br}}{{br}}
'''{{small|Daftar kepala kamp}}''':{{br}}Kapten Rakimin (1969–){{br}}Kapten Bonar Siregar{{br}}Kapten Toliu{{br}}Kapten Wahyudin Lubis (–1979)
| in operation = Maret 1969 – 1979 (untuk tahanan politik terkait PKI){{br}}1978 – ?1979 (untuk tahanan militer)
| gas chambers =
| prisoner type= Tahanan politik terkait [[Gerakan 30 September]] 1965 oleh [[Partai Komunis Indonesia]] (1969–1979){{br}}{{br}}Tahanan militer (1978–1979)
Baris 88 ⟶ 86:
[[Berkas:Kamp Moncongloe9.jpg|jmpl|262px|Area pintu masuk ke Kamp Pengasingan Moncongloe]]
[[Berkas:Kamp Moncongloe6.jpg|jmpl|262px|Area Kamp pengasingan Moncongloe yang telah dialihfungsikan menjadi lahan perkebunan singkong]]
Kamp pengasingan Moncongloe sebagai "pusat rehabilitasi" tahanan politik anggota PKI dan yang tertuduh PKI dari berbagai daerah di Sulawesi Selatan. Pintu masuk ke kompleks bangunan kamp ini terdapat di Dusun Moncongloe, [[Pacellekang, Pattallassang, Gowa|Desa Pacellekang]]. Kompleks kamp Moncongloe berukuran sekitar 120120–150 meter persegi terdiri dari:
;Barak tahanan
# 4 buah barak khusus laki-laki (barak A–D), setiap barak berukuran 6 x 20 m dihuni antara 80 sampai 100 orang.
:Terdapat 5 buah barak dengan rincian 4 buah barak khusus laki-laki (Barak A–D) dan 1 buah barak khusus perempuan (Barak E). Setiap barak berukuran 6 x 20 m dihuni antara 80 sampai 100 orang tapol. Barak A dan D dihuni oleh tapol golongan B. Dalam barak, ranjang bertingkat, lantai berupa papan tanpa kasur.
# 1 buah barak khusus perempuan (barak E)
# Pagar
# WC
# Aula
# Masjid
# Poliklinik
# Pos jaga
# Gereja
# Sumur
# Dapur umum
# Gedung Kodam lama, Gedung Chandra Kirana
# Area kebun
 
# ;Dapur umum
Di sekitaran Kamp pengasingan Moncongloe terdapat Kompleks Perumahan [[Komando Daerah Militer XIV/Hasanuddin|Kodam XIV/Hasanuddin]], yang meliputi; Home Base Puskopad, Home Base CPM, Home Base Kesdam, dan Home Base Kiwal.<ref name=":123"/>
:Terdapat 5 buah dapur umum yang tersebar di setiap barak.
 
# ;Pos jaga
:Terdapat 2 buah bangunan pos jaga/tempat piket untuk petugas jaga kamp. Para petugas kamp berjaga di area ini secara piketan.
 
;Jalan
:Terdapat 2 buah akses jalan beton, yakni jalan masuk ke kamp dan jalan yang berada di ketinggian untuk memantau situasi kamp.
 
;Pagar kamp
:Sepanjang area Kamp Moncongloe dipagari dengan kawat berduri
 
# ;Masjid
:Sebuah masjid dibangun di dalam kamp untuk tapol pemeluk agama Islam. Masjid tersebut berukuran 7 x 10 meter.
 
# ;Gereja
:Sebuah gereja dibangun di dalam kamp untuk tapol pemeluk agama Kristen. Gereja tersebut berukuran 7 x 10 meter.
 
# ;Poliklinik
:Terdapat sebuah poliklinik untuk tempat pengobatan
 
# ;WC
 
;Koperasi
 
# ;Aula
:Aula ini berukuran 6 x 20 meter.
 
;Lapangan upacara
 
# ;Sumur
 
# ;Gedung Kodam lama, Gedung Chandra Kirana
 
# ;Area kebun
<ref name=":154"/>
 
Ir. Rasjidi Amrah yang merupakan tapol dimanfaatkan oleh petugas. Dia menggambar desain masjid dan gereja. Dia pula merancang pembangunan barak. Bahkan di salah satu wilayah di Kabupaten Gowa, membuat desain 300 unit perumahaan tentara yang dikerjakan oleh para tapol. Di sekitaran Kamp pengasingan Moncongloe terdapat Kompleks Perumahan [[Komando Daerah Militer XIV/Hasanuddin|Kodam XIV/Hasanuddin]], yang meliputi; Home Base Puskopad, Home Base CPM, Home Base Kesdam, dan Home Base Kiwal.<ref name=":123"/>
 
== Geografi ==
Baris 124 ⟶ 148:
 
== Sejarah ==
Nama Moncongloe dalam sejarah [[Sejarah awal Gowa dan Tallo|Gowa Tallo]] ditemukan dengan nama Gallarang Moncongloe. Pada saat [[Kesultanan Tallo|Kerajaan Tallo]] menjadi kerajaan otonom, daerah ini dikuasai oleh Karaeng Loe ri Sero bersama beberapa Gallarang lainnya. Sebelum menjadi Gallarang, Moncongloe menjadi bagian dari Dewan Hadat Kerajaan Tallo. Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, daerah Moncongloe berada di wilayah administratif Onderafdeling Maros dengan status Distrik Adat Gemenschaap dipimpin oleh seorang kepala distrik. Kemudian, setelah bangsa Indonesia mencapai kemerdekaannya, daerah sekitar Moncongloe dijadikan markas [[Komando Daerah Militer XIV/Hasanuddin|Kodam XIV Hasanuddin]] pada tahun 1957. Pada tahun 1984 Moncongloe kemudian diserahkan kepada pemerintah daerah Maros dan Gowa sebagai wilayah administratif. Moncongloe kemudian dibagi menjadi dua, sebelah utara menjadi wilayah Kabupaten Maros dan sebelah selatan menjadi wilayah Kabupaten Gowa.<ref name=":1234">{{Cite web|url=https://palontaraq.id/2019/08/04/gallarang-appaka-dari-gowa-tallo-ke-maros/|title=Gallarang Appaka, dari Gowa-Tallo ke Maros|last=Makkasau|first=Andi Fahry|date=4 Agustus 2019|website=palontaraq.id|access-date=15 April 2023}}</ref>
 
Moncongloe erat kaitannya dengan istilah "Tanah Merah". Sedikitnya ada tiga sebab, pertama, struktur tanah Moncongloe yang berbukit-bukit memiliki jenis tanah merah, kedua, daerah ini telah dikenal sebagai rawan kekerasan perampokan karena masih hutan. Dalam sejarah gerakan bandit di Sulawesi Selatan, wilayah hutan yang membentang antara Moncongloe sampai Polongbangkeng seringkali disebut sebagai salah satu tempat persembunyian perampok sejak periode kolonial sampai era 1960-an. Ketiga, Moncongloe merupakan daerah tempat pengasingan tahanan politik PKI (1969-1979). Orang-orang PKI yang seringkali dilabelkan dengan orang-orang merah adalah bukan tidak mungkin menjadi penyebab semakin melekatnya nama Tanah Merah untuk menyebut Moncongloe. Terlepas dari persepsi tentang Moncongloe dan apakah itu direkonstruksi untuk memberi label negatif kepada tahanan politik PKI atau karena merupakan daerah rawan kekerasan dan perampokan, daerah ini merupakan salah satu wilayah yang cukup terisolasi dari segi informasi dan geografis serta senyap dari debat-debat sejarah pada periode Orde Baru. Tentang Moncongloe sebagai tempat pengasingan tahanan politik PKI nyaris tidak ditemukan informasi dalam berbagai literatur.<ref name=":15">{{Cite journal|last=Ahmad|first=Taufik|date=1 Juni 2013|title=Bertahan Melalui Perbudakan: Sejarah Alternatif Tanah Merah |url=http://www.jurnalalqalam.or.id/index.php/Alqalam/article/viewFile/224/206|journal=Jurnal Al-Qalam
Baris 166 ⟶ 190:
 
== Latar belakang pemilihan kamp ==
Pada 1966, Kolonel Inf. Solichin yang menjabat Panglima Kodam XIV Hasanuddin, mengeluarkan kebijakan baru untuk perumahaan satuan-satuan tempur, berupa pembukaan home base. Lokasinya disiapkan Pemerintah Daerah atas pertimbangan taktik dan strategi jangka panjang dalam rangkaian Perang Rakyat Semesta (Perata). Salah satunya adalah pembukaan lokasi di Moncongloe tahun 1969. Pola pemanfataan ini disebutkan pula sebagai transmigrasi lokal, sebagai upaya pemindahan Tapol dari Makssar menuju Moncongloe, yang saat ini menjadi wilayah Kabupaten Gowa dan Maros. Alasan pemisahaan Tapol dengan tahanan lain, untuk kemandarian dan tentu saja untuk memutus pemikiran dan ideologi Partai Komunis Indonesia (PKI).
 
Penumpasan dan penangkapan terhadap anggota dan simpatisan PKI pascatragedi G30S, jumlah tapol bertambah secara drastis sehingga penjara-penjara tidak mampu menampung tapol dan meningkatnya biaya yang harus dikeluarkan untuk keperluan tapol. Kemudian muncul Moncongloe sebagai tempat pembinaan dalam bentuk pengasingan sehingga tapol dapat mandiri. Moncongloe dipilih karena dianggap aman dan mampu dikontrol oleh militer sebab Moncongloe dikelilingi markas militer [[Kodam XIV/Hasanuddin]]. Selain itu, Moncongloe memiliki potensi hutan yang cukup baik. Kondisi ini kemudian menjadi salah satu alasan alternatif pembukaan Moncongloe sebagai tempat pengasingan para tapol PKI. Ada tiga potensi awal dan cukup menonjol di daerah Moncongloe; pertama, hutan Moncongloe masih tergolong hutan negara. Pembukaan lahan ini akan mempermudah proses pemilikan lahan dalam jumlah yang besar bagi mereka yang dapat mengontrol pekerjaan tapol. Kedua, hutan bambu yang sangat luas adalah sumber bahan baku pabrik kertas Kabupaten Gowa. Adanya hutan bambu juga menjadi alasan ekonomis pembukaan wilayah ini. Para tapol dipaksa bekerja menebang pohon bambu sebanyak-banyaknya untuk dijual kepada pabrik kertas Gowa. Ketiga, di daerah ini terdapat pohon-pohon besar utamanya bagian pegunungan. Pohon-pohon tersebut memiliki nilai ekonomis. Para tapol dibagi dalam berbagai regu kerja; seperti regu penebang pohon, regu yang khusus membuat papan dan tiang rumah. Regu kerja ini elastis, dapat bertambah ataupun dikurangi tergantung kebutuhan petugas di daerah pengasingan.<ref name=":123"/>
 
Baris 184 ⟶ 210:
Kamp pengasingan Moncongloe diisi oleh para tapol yang sebelumnya mendekam di penjara di wilayah Kodim kabupaten/kota se-Sulawesi Selatan. Mereka ditangkap periode Oktober 1965–Maret 1966 terkait Gerakan 30 S/PKI di Sulawesi Selatan.
* 1968: Kamp pengasingan Moncongloe mulai dirintis
* Maret 1969: Gelombang pertama, 11 tahanan politik dari penjara di Makassar dikirim ke Kamsing Moncongloe terdiri 7 laki-laki dan 4 perempuan. Karena jumlahnya 11, maka para tapol ini disebut angkatan 11
* Mei 1969: Gelombang kedua, 44 tahanan politik dikirim ke Kamsing Moncongloe. Karena jumlahnya 44, maka para tapol ini disebut angkatan 44
* Desember 1969: Beberapa fasilitas infrastruktur di Kamsing Moncongloe telah dibangun
* September 1970: Gelombang ketiga, 44 tahanan dikirim
* 1971: Sebanyak 250 tapol dari penjara Makassar dikirim ke Kamsing Moncongloe
* 1971
* Juni 1971: Para tapol didatangkan dari Majene, Polewali Mamasa, Pinrang, Tana Toraja, Palopo, Pinrang, Parepare, Barru, Pangkep, Maros, Bone, Gowa, Takalar, Bantaeng, Bulukumba, dan Kepulauan Selayar
* Desember 1971: Jumlah tapol yang menghuni Kamp Mocongloe mencapai 911 orang, terdiri dari 52 perempuan dan 859 laki-laki
* 1972
* 20 Desember 1977: Tapol mulai dibebaskan menjadi tahanan rumah
* 1978: Kamsing Moncongloe dijadikan tahanan militer
* 1979: Seluruh tapol baik sipil maupun militer dibebaskan
* 2012: Komnas HAM RI memutuskan adanya pelanggaran HAM berat di Kamsing Moncongloe
 
Tapol yang menghuni inrehab Moncongloe sebanyak 911 orang yang terdiri atas 52 perempuan dan 859 laki-laki yang berasal dari berbagai daerah yang berlangsung secara bergelombang mulai 1969 sampai 1971. 250 tapol didatangkan dari penjara Makassar pada tahun 1969 dan menjelang [[Pemilihan umum legislatif Indonesia 1971|pemilihan umum 1971]], tapol didatangkan dari Majene, Mamasa, Pinrang, Parepare, Barru, Pangkep, Maros, Palopo, Tana Toraja, Bone, Gowa, Takalar, Bantaeng, Bulukumba, dan Kepulauan Selayar. Akan tetapi tidak semua penghuni Inrehab Moncongloe murni anggota PKI. Sebagian dari mereka hanya karena korban salah tangkap atau mereka yang di-PKI-kan.
Baris 197 ⟶ 227:
== Daftar penjara sebelum dipindahkan ke kamp konsentrasi ==
Tragedi kemanusiaan peristiwa Gerakan 30 September 1965 menyisakan luka yang mendalam bagi mereka yang terlibat baik sebagai pelaku maupun korban. Beberapa penjara atau kamp yang bersifat sementara dibuat untuk menahan para tahanan politik baik anggota PKI maupun yang tertuduh sebagai PKI. Para tahanan politik tersebut dipenjara pelbagai penjara di Sulawesi Selatan, diantaranya sebagai berikut:
* Penjara Rajawali Makassar
* Penjara Kodim Majene
* Penjara Pangkep
* PenjaraLapas Parepare
* Penjara Kodim Parepare
* Penjara Kodim Watampone
* Penjara Poltabes Makassar
* Penjara Karebosi Makassar
* Penjara Kodim Toraja
* Rumah Tahanan Militer (RTM) Jalan Rajawali Makassar
 
== Pengklasifikasian tahanan ==
Seperti pada kamp-kamp pengasingan lain di wilayah Indonesia, para tahanan politik di Kamp Moncongloe juga memiliki golongan berdasarkan status keterlibatan mereka terkait PKI. Klasifikasi tersebut sebagai berikut:
;Golongan A
Tahanan golongan A adalah mereka yang menjadi pengurus Partai Komunis Indonesia (PKI) dan pentolan organisasi partai.
Baris 215 ⟶ 248:
;Golongan C
Golongan C adalah simpatisan dan orang-orang yang dicurigai terlibat PKI dan organisasinya.
<ref name=":154"/>
 
== Penderitaan tahanan dan pelanggaran HAM ==
Baris 228 ⟶ 262:
 
;Praktik perbudakan
Setiap pagi para tahanan politik berkunjung ke rumah-rumah perwira, dipekerjakan sebagai pembantu, atau pun menjadi pekerja perintis jalan, membuka lahan, dan membuat beberapa bangunan. Para tapol juga mendapatkan waktu, antara pukul 16.00 hingga 18.00 mengelola lahan. Menanam tomat, singkong, dan beberapa jenis sayuran.
 
Pasca ditangkap, para tahanan politik menghuni sel tahanan Kodim-Kodim daerah tanpa pengadilan, tanpa pembelaan. Bersama ratusan tahanan lain, setiap hari diperintahkan membuat jalan, ke sungai mengambil kerikil dan memanggulnya. Batu-batu itu harus sama semua, tak boleh ada yang lebih kecil, tak ada yang boleh lebih besar. Kalau banyak bentuk, akan kena sanksi, bisa dipukul.
 
Kerja paksa yang diterapkan kepada tahanan politik di Sulawesi Selatan pada masa lalu adalah suatu kejahatan sangat serius. Hal ini sangat
bertentangan dengan pernyataan umum hak-hak asasi manusia, UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, dan UU No. 12 Tahun 2005 Tentang Hak Sipil dan Politik. Pemerintah bersama dengan militer telah memperlakukan tapol seperti budak/hamba. Pada era Orde Baru, pemerintah telah melakukan suatu kejahatan besar dengan menangkap dan menahan belasan ribu orang selama bertahun-tahun tanpa proses hukum. Selain itu, mempekerjakan tapol dalam pembangunan infrastruktur dan fasilitas militer tanpa memberikan upah. Tahanan politik seperti sapi perah yang setiap saat harus dimanfaatkan untuk pembangunan.
Baris 267 ⟶ 305:
Pengadilan Hak Asasi Manusia, khususnya kejahatan terhadap kemanusiaan dalam bentuk tindak pidana Perbudakan, Perampasan Kemerdekaan dan Penganiayaan dalam peristiwa yang terjadi di kamp Moncongloe, Sulawesi Selatan, dalam kurun waktu setidak-tidaknya pada tahun 1970 sampai dengan
tahun 1978.<ref name=":11">{{Cite web|url=https://stopimpunity.org/content/stopimpunity/eksekutif_summary_peristiwa_1965_4.pdf|title=Pernyataan Komnas HAM Tentang Hasil Penyelidikan Pelanggaran HAM Yang Berat Peristiwa 1965-1966|last=Komnas HAM RI|first=|date=23 Juli 2012|website=stopimpunity.org|access-date=2 April 2023}}</ref>
 
== Sasaran tahanan ==
Pasca peristiwa Gerakan 30 September, para tentara menangkapi pihak-pihak yang terlibat PKI di Sulawesi Selatan. Orang-orang yang menjadi anggota organisasi yang berafiliasi PKI, seperti Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra), Pemuda Rakyat, Barisan Tani Indonesia (BTI), Badan Pendidikan Rakyat (BDR), Panitia Pendidikan Rakyat (PPR) di tingkat daerah menjadi sasaran penangkapan dan ditahan di Penjara Kodim.
 
== Sanksi sosial ==
Baris 361 ⟶ 402:
| (alm.) Muhammad Jufri Buape
| Laki-laki
| 1942/1944
| Anggota polisi Pamong Praja Kabupaten Sidenreng Rappang
| 1965 ditangkap dan ditahan di Kodim Parepare dan kemudian di Lapas Parepare; 1971 diasingkan ke Kamp Moncongloe; 20 Desember 1977 dibebaskan
| Sekretaris Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap) dan Pengurus Pemuda Rakyat Kotamadya Parepare, onderbouw/organisasi yang berafiliasi dengan PKI
|<ref name=":0"/><ref name=":1043"/><ref name=":154">{{Cite web|url=https://www.ekorusdianto.net/2020/02/orang-orang-pembuangan.html|title=Orang-orang Pembuangan|last=Rusdianto|first=Eko|date=18 Februari 2020|website=www.ekorusdianto.net|access-date=13 April 2023}}</ref>
Baris 375 ⟶ 416:
|
|<ref name=":104"/>
| -
|
| P.L. Payung
| Laki-laki
| 1940
| Guru Sekolah Dasar di Rantepao, Tana Toraja
| 28 Oktober 1965 ditangkap dan dipenjara di Penjara Kodim Toraja; 1971 diasingkan ke Kamp Moncongloe
|
|<ref name=":154"/>
|-
|
Baris 424 ⟶ 474:
| Waris Thahir
| Laki-laki
| 1945
| Pegawai Negeri di kantor Walikota Parepare
|
| Desember 1965 ditangkap dan dipenjara di Penjara Kodim Parepare
| 1965
|
|<ref name=":154"/>
Baris 485 ⟶ 535:
[[Berkas:Kamp_Moncongloe2.jpg|jmpl|262px|Sampul depan buku "Kamp Pengasingan Moncongloe", 2009]]
* "Kamp Pengasingan Moncongloe", karya Taufik Ahmad, Penerbit Desantara Depok, tahun 2009, 6 bab, 278 halaman
:''Kamp Pengasingan Moncongloe'' merupakan buku jenis sejarah dan politik yang diterbitkan pada tahun [[2009]] karya [[sejarawan]] [[Universitas Negeri Makassar]] Taufik Ahmad. Ia juga adalah [[peneliti]] Balai Pelestarian Nilai Budaya Sulawesi Selatan. Buku yang dipublikasikan oleh Desantara ini awalnya merupakan hasil tesis S3 dari Taufik Ahmad yang diangkat menjadi buku tentang representasi kronik kamp tahanan politik Moncongloe terkait PKI yang diasingkan. Buku ini mulai mengulas kemunculan dan perkembangan PKI di Sulawesi Selatan, riwayat Moncongloe dari hutan menjadi kamp pengasingan tapol, kondisi tahanan politik di Moncongloe, hingga pembebasan tahanan politik di Kamp Moncongloe.
* "Tragedi di Halaman Belakang: Kisah Orang-Orang Biasa dalam Sejarah Kekerasan Sulawesi", karya Eko Rusdianto, Penerbit EA Books, tahun 2009
* "Pulangkan Mereka! Merangkai Ingatan Penghilangan Paksa di Indonesia" pada bagian bab "Kerja Paksa Tapol Membangun Sulsel" hal. 165–206, karya Anak Agung Gde Putra dkk, Penerbit Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Jakarta, tahun 2012, ISBN 9789798981432
Baris 531 ⟶ 581:
[[Kategori:Pattallassang, Gowa]]
[[Kategori:Moncongloe, Maros]]
[[Kategori:Penjara di Indonesia|M]]
[[Kategori:Represi politik di Indonesia]]
[[Kategori:Sulawesi Selatan]]