Kuwaru, Kuwarasan, Kebumen: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
→ASAL USUL: Menambah detail informasi Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
|||
(45 revisi perantara oleh 6 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{desa|peta = Lurah Sodikin.jpg
|caption =Kepala Desa dan Perangkat Desa Kuwaru
|nama =Kuwaru
|provinsi =Jawa Tengah
Baris 6 ⟶ 7:
|kecamatan =Kuwarasan
|kode pos =54366
|nama pemimpin =
|luas =128.02 Ha
|penduduk =
(
|kepadatan =... jiwa/km² }}
Baris 15 ⟶ 16:
[[Kabupaten Kebumen|Kebumen]], [[Jawa Tengah]],
[[Indonesia]].
== GEOGRAFI ==
Baris 25 ⟶ 24:
1. Sebelah utara dengan Desa
Bendungan dan Gunung
Mujil.
2. Sebelah timur dengan Desa
Banjareja, Desa Serut dan
Desa Bendungan.
3. Sebelah barat dengan Desa
Gumawang dan Desa
Wonoyoso.
4. Sebelah selatan dengan
Baris 47 ⟶ 46:
== DEMOGRAFI ==
Jumlah penduduk di Desa
Kuwaru tahun
1. Jumlah laki-laki sebanyak
2. Jumlah perempuan sebanyak
== ASAL USUL ==
Sejarah Berdirinya Desa
Kuwaru berdasarkan data terpercaya baik tertulis maupun lisan dari para keturunan pendiri desa serta
Data lisan berupa saksi hidup, para sesepuh keturunan pendiri Desa Kuwaru yang masih bisa menceritakan detail sejarah ; R. Bambang Sumantri / K.H.Hasan Mansyur, R. Djapar, R. Marsoedi, R.Ngt. Warsinah, R.Ngt. Yunitah Yusmadiwirya.</ref> Detail dapat dilihat di website resmi Desa kuwaru, bab sejarah.<ref>Sejarah Desa Kuwaru, tulisan Sekretaris Desa Kuwaru, Arif Wicaksana yang masih keturunan pendiri Desa Kuwaru.
Sumber - Halaman Website Resmi Desa Kuwaru :
https://kuwaru.kec-kuwarasan.kebumenkab.go.id/index.php/web/artikel/159/398</ref>
[[File:Stamboek Asal Usul Anak Glondhong Kuwaru.png|thumb|Stamboek Soerat Asal - Usul milik R. Tjokrosoekarto, salah satu putra Raden Kromosoekarto ( Glondong terakhir Desa Kuwaru ) yang memuat nama-nama leluhurnya sebagai penguasa turun-temurun di Desa Kuwaru]]
1. Awal Mula
Pasca Perang Diponegoro, tahun 1830-an. Raden Tumenggung Sindunegara II ditugaskan oleh Kesultanan Yogyakarta sebagai Bupati Roma ( nama lama Gombong, Karanganyar dan Sekitarnya ) dan berpangkat Mayor Tumenggung Sindunegara.<ref>Buku : M.D, Sagimun, Pahlawan Diponegoro Berjuang (Bara Api Kemerdekaan Nan Tak Kunjung Padam), 1956, Jogjakarta, Tjabang Bagian Bahasa, Djawatan Kebudajaan Kementerian P.P. dan K. Jogjakarta MCMLVII. Memuat Mayor Tumenggung Sindunegoro yang ditugaskan sebagai Bupati Roma/ Gombong.</ref>
Di Roma/ Gombong terjadi pembrontakan oleh pengikut Pangeran Diponegoro untuk melawan Belanda yang dipimpin oleh Kyai Raden Demang Kromoleksono dari Kuwaru, putra Pangeran Adipati Purwo-diningrat hingga akhirnya beliau dibuang ke Banjarmasin.
Mereka berdua adalah putra dari Raden Adipati Purwo/ Raden Mas Riya Mandura/ Raden Tumenggung Sindunegoro/ Patih Danurejo III.
Adipati Purwo adalah putra dari Patih Danurejo I, seorang Patih pertama Kesultanan Yogyakarta.
Adipati Purwo naik menjadi Patih menggantikan keponakannya, Patih Danurejo II yang dihukum mati Sultan Hamengkubuwono II.
Jabatan patih setara dengan perdana menteri negara.<ref>Buku: R.,, Carey, P. B.; Bambang,, Murtianto,; Gramedia, PT. Takdir : riwayat Pangeran Diponogoro, 1785-1855. Jakarta. ISBN 9789797097998. OCLC 883389465. Memuat Nama Kanjeng Raden Tumenggung Sindunegara/ Kanjeng Adipati Purwadiningrat.</ref><ref>Buku: penulis, H.Y. Agus Murdiyastomo [and five. Pangeran Notokusumo : hadĕging Kadipaten Pakualaman : sejarah Pakualaman. [Yogyakarta]. ISBN 9786020818092. OCLC 964698478. Memuat Nama Kanjeng Raden Tumenggung Sindunegara/ Kanjeng Adipati Purwadiningrat yang diangkat sebagai Patih Danurejo III Yogyakarta.</ref>
Setelah pensiun karena sudah sepuh, pasca Geger Sapehi, Adipati Purwo mendapatkan tanah 1000 karya / hektar di Siti Penumbak Sewu Tanah Roma ( sekarang wilayah Gombong, Karanganyar dan sekitarnya) dan bertempat tinggal disana.
Wilayah Kadipaten Roma terbentang mulai dari barat sungai Luk Ulo hingga wilayah Pegunungan Serayu Kidul dan merupakan wilayah kekuasaan Negara Kesultanan Yogyakarta.
Dahulu, wilayah Kebumen dan Gombong berdasarkan Perjanjian Giyanti masuk dalam wilayah Inclave Negara Kesultanan Yogyakarta Hadiningrat yang disebut Siti Sewu. [http://historyandlegacy-kebumen.blogspot.com/2021/03/siti-sewu-dan-numbak-anyar-memahami.html?m=1]
Setelah wafat, Adipati Purwo dimakamkan di Astana Gambiran, DIY.
Putra - putri beliau berjumlah 16 dan tersebar di Jogja, Kebumen - Gombong, Banyumas hingga Wonosobo dangan berbagai jabatan.
Dalam buku peninggalan keluarga dan keterangan lisan sesepuh Desa Kuwaru disebutkan bahwa Adipati Purwo/ Purwodiningrat mempunyai istri di Gombong bernama Nyai Adjeng Cempaka.
Bila dicocokan dengan data di Buku Silsilah Kadanurejan dari Kraton Yogyakarta yang memuat Silsilah Seluruh Keturunan dan asal-usul Bupati Banyumas, bisa ditarik kesimpulan bahwa Nyai Adjeng Cempaka adalah putri ke 14 Raden Ngabehi Kanduruwan 1, Bupati Roma/ Gombong yang makamnya ada di area Makam Keluarga Mangkupraja/ Banyakwide Pekuncen, Sempor, Gombong.
Kemudian setelah menikah, Nyai Adjeng Cempaka bergelar Nyai Riya Mandura.[[Berkas:Nyi_Mas_Adjeng_Cempaka.jpg|jmpl|Ilustrasi lukisan Nyi Mas Adjeng Cempaka ( doc. koleksi keluarga R. Kromosendjoyo )]]
Di tanah Roma/ Gombong, Nyai Adjeng Cempaka dan keluarga bertempat tinggal di wilayah yang sekarang menjadi Desa Kuwaru.
Menurut cerita sesepuh desa, mereka dahulu melakukan pembukaan wilayah/ babad Alas di tempat yang banyak tumbuh Pohon Waru ( Hibiscus tiliaceus ).
Hingga akhirnya tempat itu dinamakan Kuwaru.
Kuwaru menjadi sebuah kademangan dan pemimpin pertamanya bergelar Raden Demang Kromoleksono.
Kademangan adalah wilayah setara Kecamatan dan Demang/ Wedana jabatan penguasa wilayah setingkat Camat.
Kemungkinan sebelum tinggal di Kuwaru dan menjabat Demang, Raden Demang Kromoleksono juga punya nama lain seperti nama kecil, nama bergelar bangsawan dan nama Jabatan lain.
Seperti saudara-saudaranya yang juga mengabdi ke Kesultanan Yogya dan punya banyak nama serta gelar bangsawan/ jabatan.
Demang Kromoleksono adalah salah satu putra dari Adipati Purwo dengan istrinya yaitu Nyai Adjeng Cempaka.
Disebutkan dalam catatan peninggalan keluarga yang dicocokkan data sejarah Roma tulisan H.R. Soenarto bahwa Demang Kromoleksono dari Kuwaru adalah pengikut Pangeran Diponegoro dan menjadi pemimpin pembrontakan melawan Belanda di Gombong hingga akhirnya beliau dibuang Belanda ke Banjarmasin.<ref>Buku : Soenarto, HR, Sejarah Brangkal, Kabupaten Roma (Jatinegara/Kruwed) dan Kabupaten Karanganyar.
Memuat nama Raden Tumenggung Sindunegoro/ Pangeran Purwadiningrat dan Raden Demang Kromoleksono/ Kyai Kramaleksana dari Kuwaru.
Sumber : https://jatinegara.kec-sempor.kebumenkab.go.id/index.php/web/artikel/4/472</ref>
Untuk makamnya sampai saat ini belum jelas ada di Kuwaru atau di luar Jawa, karena belum ditemukan bukti tertulis/ lisan lainnya.
Pada masa ini, pasca Pangeran Diponegoro ditangkap & Perang Jawa berakhir, Belanda berhasil merebut wilayah Bagelen, Kebumen, Gombong hingga Banyumas dan mulai memerintah secara resmi sejak 1835 dan Kesultanan Yogyakarta tidak lagi berkuasa secara penuh.[https://wayahbagelen.or.id/kebudayaan-bagelen-agung-perkasa/ Kebudayaan]
Kemudian kepemimpinan Kuwaru selanjutnya dilanjutkan oleh putranya, yaitu Raden Demang Prawirodikromo hingga beliau meninggal dan dimakamkan di TPU Keputihan Kuwaru, satu kompleks dengan makam Mbah Cempaka.
Demang Kromoleksono menurunkan para pemimpin Desa Kuwaru selanjutnya secara turun-temurun, mulai dari kepemimpinan Demang hingga dipimpin Glondong.
Dari jaman Negara Kerajaan sampai masa2 awal berdirinya NKRI yang berbentuk Republik.
Bahkan pasca negara berubah menjadi Republik, jabatan Kepala Desa diluar trah keluarga Nyai Adjeng Cempaka baru ada sekitar tahun 1980-an dan yang menjadi lurah terpilih pertama dari kalangan rakyat biasa adalah Bapak Satiman.
Setelah Wafat, Nyai Adjeng Cempaka dimakamkan di Desa Kuwaru yang akhirnya berkembang menjadi pemakaman umum bernama Keputihan.
Di Desa Kuwaru Makam Nyai Adjeng Cempaka dikenal dengan sebutan "Makam Mbah Cempaka".
[[File:Pintu Masuk Makam Nyi Mas Adjeng Cempaka.png|thumb|Pintu Masuk Makam Mbah Cempaka yang Terukir Huruf Jawa]]
[[File:Kompleks Makam Nyi Mas Adjeng Cempaka dan Keturunannya.png|thumb|Kompleks Makam Nyi Mas Adjeng Cempaka / Mbah Cempaka di TPU Keputihan, Desa Kuwaru]]
Makam Nyai Adjeng Cempaka menjadi makam yang tertua dan mengelompok tersendiri membentuk sebuah kompleks. Karena terdiri dari makam Nyai Adjeng Cempaka sebagai pusatnya dan dikelilingi oleh banyak keturunannya.
Letak lokasi makam Nyai Adjeng Cempaka berada di pojok sebelah kanan dari pintu masuk makam atau tepatnya di belakang Masjid Jami Darussalam.
Sedangkan suaminya, Adipati Purwa dimakamkan di makam keluarga ibunya di Astana Gambiran, Yogyakarta dekat dengan leluhurnya, Ki Juru Kiting dan para keturunan Ki Juru Martani, Patih Pertama Mataram Islam.
Kompleks makam Nyai Adjeng Cempaka terdapat dua cungkup.
Cungkup pertama adalah cungkup utama dan paling besar.
Berisi makam leluhur desa utama yaitu Nyai Adjeng Cempaka dan keluarga, total ada lebih dari 10 makam namun yang diketahui namanya hanya beberapa makam saja karena tidak ada data tertulis dan terlupakan karena sudah ratusan tahun.
Di dalam makam utama terdapat sebuah unur atau gundukan tanah rumah rayap yang sudah pernah dibersihkan beberapa kali namun selalu tumbuh kembali dan dibawah unur tertimbun 2 buah makam.
Arsitektur bentuk makam masih asli kuno, bergaya Mataram Dipanagaran era tahun 1800 an dengan berhias motif Tumpal dan Kembang Awan khas makam tokoh-tokoh bangsawan pada era tersebut.
Cungkup kedua adalah makam keluarga Glondong Kuwaru, Raden Kromosoekarto.
Nisan tertua adalah nisan paling pojok kanan yang tertimbun tanah unur rayap dan menyembul nisan berhias yang beda dari lainnya.
Sedangkan makam-makam lain bentuknya sederhana dan tergolong baru.
Di luar makam utama, tersebar makam2 keturunan yang mengelilingi makam utama.
Ciri khas nya dapat dilihat dari gelar bangsawan/ keturunan ningrat yang tertulis pada tiap nisannya, yaitu R. (Raden), R.Bg (Raden Bagus), Rr. (Raden Roro) dan R.Ngt (Raden Nganten).[[Berkas:Makam_keturunan_mbah_cempaka.jpg|jmpl|Salah satu makam keturunan Nyi Mas Adjeng Cempaka dengan ciri khas berupa gelar keturunan bangsawan/ ningrat di depan namanya]]
Makam Nyai Adjeng Cempaka menjadi makam leluhur yang sakral dan dihormati sebagai Sesepuh Ageng Desa Kuwaru.
Selain Makam Nyai Adjeng Cempaka dan keluarganya, di Desa Kuwaru juga terdapat makam2 leluhur lainnya.
Yaitu Makam Eyang Sutawirya yang seorang Penewu terletak di tengah TPU Keputihan, kemudian ada Makam Panjang yang merupakan makam tombak dan peralatan perang para prajurit yang gugur pada era perang diponegoro, lalu ada makam Eyang Sarahjaya di bagian paling belakang makam yang dikisahkan beliau adalah pertapa yang hanyut di sungai dan makam leluhur terakhir adalah makam Eyang Singobrojo yang terletak di Dukuh Enthak, di pinggir jalan dekat perbatasan Desa Gumawang, diperkirakan beliau adalah pengawal dari eyang cempaka.
2. Kuwaru Menjadi Wilayah yang Lebih Kecil
Pada tahun-tahun berikutnya Kademangan Kuwaru berubah status menjadi Desa yang hanya membawahi beberapa Kelurahan
[[Berkas:Penghargaan_Raden_Kromosoekarto.jpg|jmpl|Raden Kromosoekarto, Glondong Desa Kuwaru menerima penghargaan Kerajaan Belanda berupa "Medali Bintang Perak Kecil". Termuat dalam Koran Hindia Belanda, De Locomotief Edisi 2 September 1936]] [[File:Piagam Belanda.jpg|thumb|Piagam Penghargaan Dari Kerajaan Belanda Untuk Raden Kromosoekarto Glondong Desa Kuwaru]]
Putra Raden Demang Prawirodikromo yaitu Raden Kromosoekarto menjadi pemimpin Desa Kuwaru selanjutnya yang bergelar " Glondhong " yaitu Kepala Desa Kuwaru yang membawahi beberapa Kelurahan & Lurah - lurah di Kuwaru.<ref>Surat Kabar Harian Belanda yang memuat nama Raden Kromosoekarto, Hoofd Van Desa Koewaroe dari dokumentasi situs Delpher :
https://www.delpher.nl/nl/kranten/results?query=Raden+Kromosoekarto&coll=ddd</ref> Kelurahan di Kuwaru ; Enthak, Karangwunung, Karangkobar,dan Kemantenan.
Maka dari itu Raden Kromosoekarto lebih dikenal sebagai " Mbah Glondhong Kuwaru "
atau " Mbah Glondhong Sepuh ".
Beliau mempunyai 3 orang istri dan
Raden Kromosoekarto, Glondong Desa Kuwaru pernah menerima penghargaan dari Kerajaan Belanda berupa "Medali Bintang Perak Kecil / Kleine Zilveren Ster" sebagai tanda jasa atas kepemimpinannya yang baik. Penghargaan tersebut termuat dalam Koran Hindia Belanda, De Locomotief Edisi 2 September 1936.
Raden Kromosoekarto memimpin Desa Kuwaru sampai tahun 1945.
Beliau meninggal di usia tua dan dimakamkan di TPU Keputihan Kuwaru,
Dalam satu blok tersebut berkumpul makam - makam Keturunan Mbah Cempaka.
[[File:Makam Raden Kromosoekarto Glodong Kuwaru.png|thumb|Makam Raden Kromosoekarto, Glondhong Desa Kuwaru]]
3. Terbentuknya NKRI
Pada tanggal 17 Agustus 1945 terbentuklah Negara Indonesia
Kemudian diadakanlah pemilihan Kepala Desa untuk pertama kalinya dengan sistem demokratis dan yang terpilih adalah
Raden Purwodinoto, yang kebetulan adalah salah satu putra Raden Kromosoekarto.
R. Purwodinoto adalah ayah dari R. Bambang Sumantri atau K.H. Hasan Mansyur, salah satu sesepuh dan Kyai di Masjid Al Hikmah, Enthak - Kuwaru.
R. Purwodinoto juga bergelar "Glondhong" karena sistem kerajaan masih mengakar & Republik Indonesia baru terbentuk, hingga berangsur - angsur sebutan Glondhong tersebut pudar dan berganti menjadi Kepala Desa atau Lurah seperti sekarang.[[File:Raden Poerwodinoto Glondong Kuwaru.jpg|thumb|Makam Raden Poerwodinoto Glondong Kuwaru II]]
4. Gejolak G30S PKI/ Gestapu
Baris 122 ⟶ 166:
Beliau terpilih hingga 2 periode.
Kepala Desa Kuwaru Selanjutnya adalah Sugeng Pribadi yang kebetulan masih keturunan Raden Kromosoekarto dan beliau juga terpilih hingga 2 periode walaupun tidak sampai habis karena sakit dan meninggal dunia.
Kepala Desa yang berikutnya adalah Bapak Sodikin selama 1 periode dan kemudian dilanjutkan oleh Drs. Sutrisno sebagai Kepala Desa Kuwaru hingga
Akhir tahun 2023 diadakan pemilihan kepala desa kembali dan dimenangkan oleh mantan lurah sebelumnya yaitu Bapak Sodikin yang akan menjabat dari tahun 2024 sampai 2031, karena peraturan terkini jabatan kepala desa menjadi 8 tahun dan bisa dipilih maksimal 2 periode.
Berikut ini adalah urutan kepemimpinan
1. Raden Demang Kromoleksono
Demang Pertama Desa Kuwaru, merupakan putra dari Nyai Adjeng Cempaka dan Kanjeng Raden Adipati Purwo-diningrat / Tumenggung Sindunegoro / Patih Danurejo III dari Kesultanan Yogyakarta.
2. Raden Demang Prawirodikromo
3. Raden Kromosoekarto (Glondong
4. R. Purwodinoto (Glondong
5. R. Idris
Baris 143 ⟶ 189:
9. Drs. Sutrisno
10. Sodikin ( 2024 - 2031 )
== PEMERINTAHAN ==
Baris 161 ⟶ 209:
== MATA PENCAHARIAN ==
Mata pencaharian penduduk
di Desa Kuwaru berdasarkan data dari website resmi Desa Kuwaru tahun
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11. Karyawan BUMD sebanyak 1 orang.
12. Buruh harian lepas sebanyak 105 orang.
13. Buruh Tani sebanyak 128 orang.
14. Tukang batu sebanyak 2 orang.
15. Tukang kayu sebanyak 1 orang.
16. Tukang jahit sebanyak 1 orang.
17. Guru sebanyak 25 orang.
18. Bidan sebanyak 2 orang.
19. Pedagang sebanyak 79 orang.
20. Perangkat desa sebanyak 11 orang.
21. Kepala desa sebanyak 1 orang.
22. Wiraswasta sebanyak 200 orang.
23. Lainnya sebanyak 2 orang.
== PENDIDIKAN ==
Riwayat pendidikan
penduduk di Desa Kuwaru berdasarkan data dari website resmi Desa Kuwaru tahun
yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9. Tamat S3 sebanyak 3 orang.
== Referensi ==
{{Reflist}}
Data tertulis berupa surat kekancingan dari Keraton Yogyakarta dan Keraton Surakarta, Surat Stamboek/ asal-usul, Piagam - piagam pengangkatan, dan catatan tertulis milik keluarga keturunan Glondong Kuwaru, R. Kromosoekarto.
Data lisan berupa saksi hidup, para sesepuh keturunan pendiri Desa Kuwaru yang masih bisa menceritakan detail sejarah ; R. Bambang Sumantri / K.H.Hasan Mansyur, R. Djapar, R. Marsoedi, R.Ngt. Warsinah, R.Ngt. Yunitah Yusmadiwirya.
Sejarah Desa Kuwaru, tulisan Sekretaris Desa Kuwaru, Arif Wicaksana yang masih keturunan pendiri Desa Kuwaru.
Sumber - Halaman Website Resmi Desa Kuwaru :
https://kuwaru.kec-kuwarasan.kebumenkab.go.id/index.php/web/artikel/159/398
Buku: R.,, Carey, P. B.; Bambang,, Murtianto,; Gramedia, PT. Takdir : riwayat Pangeran Diponogoro, 1785-1855. Jakarta. ISBN 9789797097998. OCLC 883389465. Memuat Nama Kanjeng Raden Tumenggung Sindunegara/ Kanjeng Adipati Purwadiningrat.
Buku: penulis, H.Y. Agus Murdiyastomo [and five. Pangeran Notokusumo : hadĕging Kadipaten Pakualaman : sejarah Pakualaman. [Yogyakarta]. ISBN 9786020818092. OCLC 964698478. Memuat Nama Kanjeng Raden Tumenggung Sindunegara/ Kanjeng Adipati Purwadiningrat yang diangkat sebagai Patih Danurejo III Yogyakarta.
Buku : M.D, Sagimun, Pahlawan Diponegoro Berjuang (Bara Api Kemerdekaan Nan Tak Kunjung Padam), 1956, Jogjakarta, Tjabang Bagian Bahasa, Djawatan Kebudajaan Kementerian P.P. dan K. Jogjakarta MCMLVII. Memuat Tumenggung Sindunegoro yang ditugaskan sebagai Bupati Roma/ Gombong.
<nowiki>http://historyandlegacy-kebumen.blogspot.com/2021/03/siti-sewu-dan-numbak-anyar-memahami.html?m=1</nowiki> SITI SEWU DAN NUMBAK ANYAR: MEMAHAMI PEMBAGIAN WILAYAH DI BAGELEN SEBELUM DAN SESUDAH PERJANJIAN GIYANTI SERTA PENEMPATAN DINASTI ARUNG BINANG DI KEBUMEN
Buku : Soenarto, HR, Sejarah Brangkal, Kabupaten Roma (Jatinegara/Kruwed) dan Kabupaten Karanganyar.
Memuat nama Raden Tumenggung Sindunegoro/ Pangeran Purwadiningrat dan Raden Demang Kromoleksono/ Kyai Kramaleksana dari Kuwaru.
Sumber : https://jatinegara.kec-sempor.kebumenkab.go.id/index.php/web/artikel/4/472
<nowiki>https://wayahbagelen.or.id/kebudayaan-bagelen-agung-perkasa/</nowiki> Kebudayaan Bagelen Agung & Perkasa
Surat Kabar Harian Belanda yang memuat nama Raden Kromosoekarto, Hoofd Van Desa Koewaroe dari dokumentasi situs Delpher :
https://www.delpher.nl/nl/kranten/results?query=Raden+Kromosoekarto&coll=ddd
Surat kabar Hindia Belanda, De Locomotief Edisi 2 September 1936{{Kuwarasan, Kebumen}}
{{Authority control}}
|