Kuwaru, Kuwarasan, Kebumen: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
ASAL USUL: Edit tahun
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
(7 revisi perantara oleh 4 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{desa|peta =[[File: Lurah Sodikin.jpg|thumb|Lurah Dan Perangkat Desa Saat Ini]]
|caption =Kepala Desa dan Perangkat Desa Kuwaru
|nama =Kuwaru
Baris 55:
== ASAL USUL ==
Sejarah Berdirinya Desa
Kuwaru berdasarkan data terpercaya baik tertulis maupun lisan dari para keturunan pendiri desa serta dataLayang resmiKekancingan dari keraton Yogyakarta dan Keraton Surakarta.<ref>Data tertulis berupa surat kekancingan dari Keraton Yogyakarta dan Keraton Surakarta, Surat Stamboek/ asal-usul, Piagam - piagam pengangkatan, dan catatan tertulis milik keluarga keturunan Glondong Kuwaru, R. Kromosoekarto.
Data lisan berupa saksi hidup, para sesepuh keturunan pendiri Desa Kuwaru yang masih bisa menceritakan detail sejarah ; R. Bambang Sumantri / K.H.Hasan Mansyur, R. Djapar, R. Marsoedi, R.Ngt. Warsinah, R.Ngt. Yunitah Yusmadiwirya.</ref> Detail dapat dilihat di website resmi Desa kuwaru, bab sejarah.<ref>Sejarah Desa Kuwaru, tulisan Sekretaris Desa Kuwaru, Arif Wicaksana yang masih keturunan pendiri Desa Kuwaru.
Sumber - Halaman Website Resmi Desa Kuwaru :
Baris 62:
1. Awal Mula
BeliauPasca Perang Diponegoro, tahun 1830-an. Raden Tumenggung Sindunegara II ditugaskan oleh Kesultanan Yogyakarta sebagai Bupati wilayah GombongRoma (dahulu bernamanama Roma)lama olehGombong, KeratonKaranganyar Yogyakartadan untukSekitarnya mengurus) wilayahdan yangberpangkat terdampakMayor PerangTumenggung DiponegoroSindunegara.<ref>Buku : M.D, Sagimun, Pahlawan Diponegoro Berjuang (Bara Api Kemerdekaan Nan Tak Kunjung Padam), 1956, Jogjakarta, Tjabang Bagian Bahasa, Djawatan Kebudajaan Kementerian P.P. dan K. Jogjakarta MCMLVII. Memuat Mayor Tumenggung Sindunegoro yang ditugaskan sebagai Bupati Roma/ Gombong.</ref>
Pada tahun 1830-an, pasca Perang Diponegoro usai, seorang Adipati dari Keraton Yogyakarta bernama Kanjeng Raden Adipati Purwodiningrat/ Raden Tumenggung Sindunegoro. Beliau adalah putra dari Patih Danurejo I, Seorang Perdana Menteri Pertama di Negara Kesultanan Yogyakarta Hadiningrat.<ref>Buku: R.,, Carey, P. B.; Bambang,, Murtianto,; Gramedia, PT. Takdir : riwayat Pangeran Diponogoro, 1785-1855. Jakarta. ISBN 9789797097998. OCLC 883389465. Memuat Nama Kanjeng Raden Tumenggung Sindunegara/ Kanjeng Adipati Purwadiningrat.</ref><ref>Buku: penulis, H.Y. Agus Murdiyastomo [and five. Pangeran Notokusumo : hadĕging Kadipaten Pakualaman : sejarah Pakualaman. [Yogyakarta]. ISBN 9786020818092. OCLC 964698478. Memuat Nama Kanjeng Raden Tumenggung Sindunegara/ Kanjeng Adipati Purwadiningrat yang diangkat sebagai Patih Danurejo III Yogyakarta.</ref>
Di Roma/ Gombong terjadi pembrontakan oleh pengikut Pangeran Diponegoro untuk melawan Belanda yang dipimpin oleh Kyai Raden Demang Kromoleksono dari Kuwaru, putra Pangeran Adipati Purwo-diningrat hingga akhirnya beliau dibuang ke Banjarmasin.
 
Mereka berdua adalah putra dari Raden Adipati Purwo/ Raden Mas Riya Mandura/ Raden Tumenggung Sindunegoro/ Patih Danurejo III.
Beliau ditugaskan sebagai Bupati wilayah Gombong (dahulu bernama Roma) oleh Keraton Yogyakarta untuk mengurus wilayah yang terdampak Perang Diponegoro.<ref>Buku : M.D, Sagimun, Pahlawan Diponegoro Berjuang (Bara Api Kemerdekaan Nan Tak Kunjung Padam), 1956, Jogjakarta, Tjabang Bagian Bahasa, Djawatan Kebudajaan Kementerian P.P. dan K. Jogjakarta MCMLVII. Memuat Tumenggung Sindunegoro yang ditugaskan sebagai Bupati Roma/ Gombong.</ref>
Adipati Purwo adalah putra dari Patih Danurejo I, seorang Patih pertama Kesultanan Yogyakarta.
Adipati Purwo naik menjadi Patih menggantikan keponakannya, Patih Danurejo II yang dihukum mati Sultan Hamengkubuwono II.
PadaJabatan tahunpatih 1830-an,setara pascadengan Perangperdana Diponegoromenteri usai, seorang Adipati dari Keraton Yogyakarta bernama Kanjeng Raden Adipati Purwodiningrat/ Raden Tumenggung Sindunegoro. Beliau adalah putra dari Patih Danurejo I, Seorang Perdana Menteri Pertama di Negara Kesultanan Yogyakarta Hadiningratnegara.<ref>Buku: R.,, Carey, P. B.; Bambang,, Murtianto,; Gramedia, PT. Takdir : riwayat Pangeran Diponogoro, 1785-1855. Jakarta. ISBN 9789797097998. OCLC 883389465. Memuat Nama Kanjeng Raden Tumenggung Sindunegara/ Kanjeng Adipati Purwadiningrat.</ref><ref>Buku: penulis, H.Y. Agus Murdiyastomo [and five. Pangeran Notokusumo : hadĕging Kadipaten Pakualaman : sejarah Pakualaman. [Yogyakarta]. ISBN 9786020818092. OCLC 964698478. Memuat Nama Kanjeng Raden Tumenggung Sindunegara/ Kanjeng Adipati Purwadiningrat yang diangkat sebagai Patih Danurejo III Yogyakarta.</ref>
 
Setelah pensiun karena sudah sepuh, pasca Geger Sapehi, Adipati Purwo mendapatkan tanah 1000 karya / hektar di Siti Penumbak Sewu Tanah Roma ( sekarang wilayah Gombong, Karanganyar dan sekitarnya) dan bertempat tinggal disana.
Wilayah Kadipaten Roma terbentang mulai dari barat sungai Luk Ulo hingga wilayah Pegunungan Serayu Kidul dan merupakan wilayah kekuasaan Negara Kesultanan Yogyakarta.
Dahulu, wilayah Kebumen dan Gombong berdasarkan Perjanjian Giyanti masuk dalam wilayah Inclave Negara Kesultanan Yogyakarta Hadiningrat yang disebut Siti Sewu. [http://historyandlegacy-kebumen.blogspot.com/2021/03/siti-sewu-dan-numbak-anyar-memahami.html?m=1]
Setelah wafat, Adipati Purwo dimakamkan di Astana Gambiran, DIY.
Putra - putri beliau berjumlah 16 dan tersebar di Jogja, Kebumen - Gombong, Banyumas hingga Wonosobo dangan berbagai jabatan.
 
Dalam buku peninggalan keluarga dan keterangan lisan sesepuh Desa Kuwaru disebutkan bahwa Adipati Purwo/ Purwodiningrat mempunyai istri di Gombong bernama Nyai Adjeng Cempaka.
Beliau membawa serta salah satu Istrinya yaitu Nyi Mas Adjeng Cempaka / Nyai Adjeng Cempaka ( Di Desa Kuwaru dikenal sebagai Mbah Cempaka - Makam Punden keramat di TPU Keputihan Kuwaru )
Bila dicocokan dengan data di Buku Silsilah Kadanurejan dari Kraton Yogyakarta yang memuat Silsilah Seluruh Keturunan dan asal-usul Bupati Banyumas, bisa ditarik kesimpulan bahwa Nyai Adjeng Cempaka adalah putri ke 14 Raden Ngabehi Kanduruwan 1, Bupati Roma/ Gombong yang makamnya ada di area Makam Keluarga Mangkupraja/ Banyakwide Pekuncen, Sempor, Gombong.
beserta anak, pengawal & abdi dalem.
Kemudian setelah menikah, Nyai Adjeng Cempaka bergelar Nyai Riya Mandura.[[Berkas:Nyi_Mas_Adjeng_Cempaka.jpg|jmpl|Ilustrasi lukisan Nyi Mas Adjeng Cempaka ( doc. koleksi keluarga R. Kromosendjoyo )]]
Di tanah Roma/ Gombong, Nyai Adjeng Cempaka dan keluarga bertempat tinggal di wilayah yang sekarang menjadi Desa Kuwaru.
Di sebuah wilayah Hutan Waru, mereka melakukan babad alas dan mendirikan wilayah Kademangan yang diberi nama Kuwaru, karena dahulu disana banyak tumbuh pohon Waru.
Menurut cerita sesepuh desa, mereka dahulu melakukan pembukaan wilayah/ babad Alas di tempat yang banyak tumbuh Pohon Waru ( Hibiscus tiliaceus ).
Dalam pembangunan wilayah tersebut juga dibantu abdi setia Nyi Mas Adjeng Cempaka yaitu Mbah Singabraja ( Makam di Dukuh Enthak / Perbatasan Desa Gumawang ) dan Mbah Sutawirya ( Makam di TPU Keputihan Kuwaru, Tempat menaruh keranda ).
Hingga akhirnya tempat itu dinamakan Kuwaru.
Kuwaru menjadi sebuah kademangan dan pemimpin pertamanya bergelar Raden Demang Kromoleksono.
Kademangan adalah wilayah setara Kecamatan dan Demang/ Wedana jabatan penguasa wilayah setingkat Camat.
Kemungkinan sebelum tinggal di Kuwaru dan menjabat Demang, Raden Demang Kromoleksono juga punya nama lain seperti nama kecil, nama bergelar bangsawan  dan nama Jabatan lain.
Seperti saudara-saudaranya yang juga mengabdi ke Kesultanan Yogya dan punya banyak nama serta gelar bangsawan/ jabatan.
Demang Kromoleksono adalah salah satu putra dari Adipati Purwo dengan istrinya yaitu Nyai Adjeng Cempaka.
Setelah selesai bertugas, Kanjeng Raden Adipati Purwodiningrat/ Raden Tumenggung Sindunegoro kembali pulang ke Keraton Yogyakarta.
Disebutkan dalam catatan peninggalan keluarga yang dicocokkan data sejarah Roma tulisan H.R. Soenarto bahwa Demang Kromoleksono dari Kuwaru adalah pengikut Pangeran Diponegoro dan menjadi pemimpin pembrontakan melawan Belanda di Gombong hingga akhirnya beliau dibuang Belanda ke Banjarmasin.<ref>Buku : Soenarto, HR, Sejarah Brangkal, Kabupaten Roma (Jatinegara/Kruwed) dan Kabupaten Karanganyar.
Tetapi istrinya, Nyi Mas Adjeng Cempaka beserta anak dan abdi-abdinya tetap tinggal di Kuwaru dan memimpin wilayah disana.
Kemudian Kuwaru menjadi wilayah kademangan yang maju dan menjadi pemukiman yang ramai dihuni masyarakat.
[[Berkas:Nyi_Mas_Adjeng_Cempaka.jpg|jmpl|Ilustrasi lukisan Nyi Mas Adjeng Cempaka ( doc. koleksi keluarga R. Kromosendjoyo )]]
Nyi Mas Adjeng Cempaka memimpin sampai meninggal dan dimakamkan di utara Desa Kuwaru yang kemudian hari menjadi pemakaman umum bernama Keputihan.
Di TPU Keputihan, tepatnya di belakang tembok Masjid Jami Darussalam, ada sebuah Punden Keramat yang berbentuk bangunan rumah besar/ Cungkup dengan gundukan unur/ tanah tinggi dengan makam-makam tua berarsitektur khas Mataram Islam Yogyakarta di dalamnya.
Itu adalah Makam Nyi Mas Adjeng Cempaka beserta keluarga, abdi, pengawal dan keturunannya.
Di Kuwaru lebih dikenal sebagai Makam Mbah Cempaka, Pendiri Desa Kuwaru. Yang sampai sekarang masih sakral & dihormati masyarakat setempat. Makam beliau terpisah jauh dari suaminya, karena Kanjeng Raden Adipati Purwodiningrat dimakamkan di Astana Mulya Gambiran,Yogyakarta bersama keluarga besar dan juga leluhur ibunya yang merupakan keturunan Ki Juru Martani. [[File:Kompleks Makam Nyi Mas Adjeng Cempaka dan Keturunannya.png|thumb|Kompleks Makam Nyi Mas Adjeng Cempaka / Mbah Cempaka di TPU Keputihan, Desa Kuwaru]]
Demang pertama Kuwaru adalah putra dari Nyi Mas Adjeng Cempaka/ Mbah Cempaka yaitu Raden Demang Kromoleksono,
Beliau adalah tokoh yang gagah berani membela pribumi & menentang Belanda.
Beliau bergabung dengan pasukan Pangeran Diponegoro di Gombong untuk melawan penjajah.<ref>Buku : Soenarto, HR, Sejarah Brangkal, Kabupaten Roma (Jatinegara/Kruwed) dan Kabupaten Karanganyar.
Memuat nama Raden Tumenggung Sindunegoro/ Pangeran Purwadiningrat dan Raden Demang Kromoleksono/ Kyai Kramaleksana dari Kuwaru.
Sumber : https://jatinegara.kec-sempor.kebumenkab.go.id/index.php/web/artikel/4/472</ref>
Untuk makamnya sampai saat ini belum jelas ada di Kuwaru atau di luar Jawa, karena belum ditemukan bukti tertulis/ lisan lainnya.
Karena Belanda merasa resah, akhirnya beliau ditangkap dan dibuang ke Ceylon (Srilanka) dan ada versi lain juga yang menuliskan bahwa beliau dibuang ke Bandjarmasin. Namun sampai saat ini belum jelas makam beliau ada dimana.
 
Pada masa ini, pasca Pangeran Diponegoro ditangkap & Perang Jawa berakhir, Belanda berhasil merebut wilayah Bagelen, Kebumen, Gombong hingga Banyumas dan mulai memerintah secara resmi sejak 1835 dan Kesultanan Yogyakarta tidak lagi berkuasa secara penuh.[https://wayahbagelen.or.id/kebudayaan-bagelen-agung-perkasa/&#x20;Kebudayaan]
 
Kemudian kepemimpinan Kuwaru selanjutnya dilanjutkan oleh putranya, yaitu Raden Demang Prawirodikromo hingga beliau meninggal dan dimakamkan di TPU Keputihan Kuwaru, satu kompleks dengan makam Mbah Cempaka.
 
Demang Kromoleksono menurunkan para pemimpin Desa Kuwaru selanjutnya secara turun-temurun, mulai dari kepemimpinan Demang hingga dipimpin Glondong.
Dari jaman Negara Kerajaan sampai masa2 awal berdirinya NKRI yang berbentuk Republik.
Bahkan pasca negara berubah menjadi Republik, jabatan Kepala Desa diluar trah keluarga Nyai Adjeng Cempaka baru ada sekitar tahun 1980-an dan yang menjadi lurah terpilih pertama dari kalangan rakyat biasa adalah Bapak Satiman.
 
NyiSetelah MasWafat, Nyai Adjeng Cempaka memimpin sampai meninggal dan dimakamkan di utara Desa Kuwaru yang kemudianakhirnya hariberkembang menjadi pemakaman umum bernama Keputihan.
Di Desa Kuwaru Makam Nyai Adjeng Cempaka dikenal dengan sebutan "Makam Mbah Cempaka".
[[File:Pintu Masuk Makam Nyi Mas Adjeng Cempaka.png|thumb|Pintu Masuk Makam Mbah Cempaka yang Terukir Huruf Jawa]]
[[File:Kompleks Makam Nyi Mas Adjeng Cempaka dan Keturunannya.png|thumb|Kompleks Makam Nyi Mas Adjeng Cempaka / Mbah Cempaka di TPU Keputihan, Desa Kuwaru]]
Makam Nyai Adjeng Cempaka menjadi makam yang tertua dan mengelompok tersendiri membentuk sebuah kompleks. Karena terdiri dari makam Nyai Adjeng Cempaka sebagai pusatnya dan dikelilingi oleh banyak keturunannya.
Letak lokasi makam Nyai Adjeng Cempaka berada di pojok sebelah kanan dari pintu masuk makam atau tepatnya di belakang Masjid Jami Darussalam.
Sedangkan suaminya, Adipati Purwa dimakamkan di makam keluarga ibunya di Astana Gambiran, Yogyakarta dekat dengan leluhurnya, Ki Juru Kiting dan para keturunan Ki Juru Martani, Patih Pertama Mataram Islam.
 
Kompleks makam Nyai Adjeng Cempaka terdapat dua cungkup.
Cungkup pertama adalah cungkup utama dan paling besar.
Berisi makam leluhur desa utama yaitu Nyai Adjeng Cempaka dan keluarga, total ada lebih dari 10 makam namun yang diketahui namanya hanya beberapa makam saja karena tidak ada data tertulis dan terlupakan karena sudah ratusan tahun.
Di dalam makam utama terdapat sebuah unur atau gundukan tanah rumah rayap yang sudah pernah dibersihkan beberapa kali namun selalu tumbuh kembali dan dibawah unur tertimbun 2 buah makam.
Arsitektur bentuk makam masih asli kuno, bergaya Mataram Dipanagaran era tahun 1800 an dengan berhias motif Tumpal dan Kembang Awan khas makam tokoh-tokoh bangsawan pada era tersebut.
Cungkup kedua adalah makam keluarga Glondong Kuwaru, Raden Kromosoekarto.
Nisan tertua adalah nisan paling pojok kanan yang tertimbun tanah unur rayap dan menyembul nisan berhias yang beda dari lainnya.
Sedangkan makam-makam lain bentuknya sederhana dan tergolong baru.
Di luar makam utama, tersebar makam2 keturunan yang mengelilingi makam utama.
[[File:MakamCiri Radenkhas Kromosoekartonya Glodongdapat Kuwarudilihat dari gelar bangsawan/ keturunan ningrat yang tertulis pada tiap nisannya, yaitu R.png|thumb|Makam (Raden), KromosoekartoR.Bg (Raden Bagus), GlondhongRr. Desa(Raden KuwaruRoro) dan R.Ngt (Raden Nganten).[[Berkas:Makam_keturunan_mbah_cempaka.jpg|jmpl|Salah satu makam keturunan Nyi Mas Adjeng Cempaka dengan ciri khas berupa gelar keturunan bangsawan/ ningrat di depan namanya]]]]
 
Makam Nyai Adjeng Cempaka menjadi makam leluhur yang sakral dan dihormati sebagai Sesepuh Ageng Desa Kuwaru.
Selain Makam Nyai Adjeng Cempaka dan keluarganya, di Desa Kuwaru juga terdapat makam2 leluhur lainnya.
Yaitu Makam Eyang Sutawirya yang seorang Penewu terletak di tengah TPU Keputihan, kemudian ada Makam Panjang yang merupakan makam tombak dan peralatan perang para prajurit yang gugur pada era perang diponegoro, lalu ada makam Eyang Sarahjaya di bagian paling belakang makam yang dikisahkan beliau adalah pertapa yang hanyut di sungai dan makam leluhur terakhir adalah makam Eyang Singobrojo yang terletak di Dukuh Enthak, di pinggir jalan dekat perbatasan Desa Gumawang, diperkirakan beliau adalah pengawal dari eyang cempaka.
 
2. Kuwaru Menjadi Wilayah yang Lebih Kecil
Pada tahun-tahun berikutnya Kademangan Kuwaru berubah status menjadi Desa yang hanya membawahi beberapa Kelurahan karena Status Demang sudahdan naikdipimpin menjadioleh lebihseorang tinggiGlondong.
[[Berkas:Glondong_Raden_Kromosoekarto.jpg|jmpl|Foto Raden Kromosoekarto, Glondong Desa Kuwaru terakhir sebelum terbentuknya Negara Indonesia. ( doc. foto koleksi keluarga R. Kromosendjoyo )]]
[[Berkas:Penghargaan_Raden_Kromosoekarto.jpg|jmpl|Raden Kromosoekarto, Glondong Desa Kuwaru menerima penghargaan Kerajaan Belanda berupa "Medali Bintang Perak Kecil". Termuat dalam Koran Hindia Belanda, De Locomotief Edisi 2 September 1936]] [[File:Piagam Belanda.jpg|thumb|Piagam Penghargaan Dari Kerajaan Belanda Untuk Raden Kromosoekarto Glondong Desa Kuwaru]]
Baris 110 ⟶ 141:
Beliau meninggal di usia tua dan dimakamkan di TPU Keputihan Kuwaru, dalam sebuah bangunan Cungkup ( Rumah Makam ) yang bersebelahan dengan Cungkup Mbah Cempaka.
Dalam satu blok tersebut berkumpul makam - makam Keturunan Mbah Cempaka.
[[File:Makam Raden Kromosoekarto Glodong Kuwaru.png|thumb|Makam Raden Kromosoekarto, Glondhong Desa Kuwaru]]
 
Ciri khas makam keturunan Mbah Cempaka di Desa Kuwaru dapat dilihat dari adanya gelar keturunan bangsawan/ ningrat pada nama yang tertera di nisan, yaitu : R. (Raden), Rr. (Raden Roro) dan R.Ngt. (Raden Nganten).
[[File:Makam Raden Kromosoekarto Glodong Kuwaru.png|thumb|Makam Raden Kromosoekarto, Glondhong Desa Kuwaru[[Berkas:Makam_keturunan_mbah_cempaka.jpg|jmpl|Salah satu makam keturunan Nyi Mas Adjeng Cempaka dengan ciri khas berupa gelar keturunan bangsawan/ ningrat di depan namanya]]]]
3. Terbentuknya NKRI
Baris 143 ⟶ 172:
1. Raden Demang Kromoleksono
Demang Pertama Desa Kuwaru, Putramerupakan putra dari Nyi MasNyai Adjeng Cempaka dengandan Kanjeng Raden Adipati PurwodiningratPurwo-diningrat / Tumenggung Sindunegoro / Patih Danurejo III dari Kesultanan Yogyakarta.
2. Raden Demang Prawirodikromo
Baris 278 ⟶ 307:
https://www.delpher.nl/nl/kranten/results?query=Raden+Kromosoekarto&coll=ddd
 
Surat kabar Hindia Belanda, De Locomotief Edisi 92 FebruariSeptember 1936{{Kuwarasan, Kebumen}}
{{Authority control}}