Dyah Wawa: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Naval Scene (bicara | kontrib)
Menolak perubahan teks terakhir (oleh 114.125.191.191) dan mengembalikan revisi 9490152 oleh Humboldt: tolak
Itox (bicara | kontrib)
Pemindahan pusat pemerintahan Medang: Penambahan tentang fakta Gunung/Perbukitan Gendol
 
(27 revisi perantara oleh 11 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
[[FileBerkas:Minto_stone.jpg|thumbjmpl|[[Prasasti SanggurahSangguran]], dengan tinggi 2 meter dan berat 3,8 ton, ditemukan di Ngendat dan sempat diuraikan [[Colin Mackenzie]] dipada tahun 1811-14]]
'''Sri Maharaja Rakai Sumba Dyah Wawa Sri Wijayalokanamottungga''' adalah raja terakhir yang memerintah [[Medang|Kerajaan Medang]] ''periode Jawa Tengah'' (atau lazim disebut [[Kerajaan Mataram Kuno]]), yang memerintahberkuasa sekitar tahun [[928927]]–[[929]].
 
{{infobox royalty
|title = '''Sri Maharaja Rakai Sumba Dyah Wawa Sri Wijayalokanamottungga'''
|image =
|birth_name =
|father =
|mother =
|succession = Raja Medang Ke-16
|reign = ( 14 Februari 928 - 24 Maret 929 M )
|predecessor = [[Dyah Tulodhong]]
|successor = [[Mpu Sindok]]
|spouse =
|issue =
|religion = [[Hindu]]
|house = [[Wangsa Sanjaya|Sanjaya]]
}}
 
== Asal-Usul ==
Dyah Wawa naik takhta menggantikan [[DyahSri Maharaja Pu TulodhongWagiswara]]. Nama Rakai Sumba tercatat dalam prasasti[[Prasasti CulanggiSukabumi]] tanggal [[7 Maret]] [[927]], menjabat menjabat sebagai Sang Pamgat Momahumah, yaitu semacam pegawai pengadilan. Selain bergelar Rakai Sumba, Dyah Wawa juga bergelar '''Rakai Pangkaja'''.
 
Dalam prasasti[[Prasasti Wulakan]] tanggal [[14 Februari]] [[928]], Dyah Wawa mengaku sebagai ''anak Kryan Landheyan sang Lumah ri Alas'' (putra Kryan Landheyan yang dimakamkan di hutan). Nama ayahnya ini mirip dengan [[Rakryan Landhayan]], yaitu ipar [[Rakai Kayuwangi]] yang melakukan penculikan dalam [[peristiwa Wuatan Tija]].
 
Saudara perempuan Rakryan Landhayan yang menjadi istri Rakai Kayuwangi bernama Rakryan Manak, yang melahirkan Dyah Bhumijaya. Ibu dan anak itu suatu hari diculik Rakryan Landhayan, namun keduanya berhasil meloloskan diri di desa Tangar. Anehnya, Rakryan Manak memilih bunuh diri di desa Taas, sedangkan Dyah Bhumijaya ditemukan para pemuka desa Wuatan Tija dan diantarkan pulang ke hadapan Rakai Kayuwangi.
 
== Riwayat Pemerintahanpemerintahan ==
Makam Rakryan Landhayan sang pelaku penculikan diberitakan terdapat di tengah hutan. Mungkin ia akhirnya tertangkap oleh tentara Medang dan dibunuh di dalam hutan. Peristiwa tersebut terjadi tahun [[880]]. Mungkin saat itu Dyah Wawa masih kecil. Jadi, Dyah Wawa merupakan sepupu dari Dyah Bhumijaya, putra Rakai Kayuwangi (raja Medang 856–890-an).
 
PeninggalanCatatan sejarahkepemimpinan Dyah Wawa berupadiketahui antara lain adalah [[Prasasti Wulakan]] Februari (928 M) berisi informasi anugerah [[sima]] di Wulakan, [[Prasasti Kinawe]] (928 M) mengenai anugerah [[sima]] di Kinawe, dan [[prasastiPrasasti Sangguran]] tanggal [[2 Agustus]] [[928]] tentang penetapan desa Sangguran sebagai [[sima]] swatantra (daerah bebas pajakotonom) agar penduduknya ikut serta merawat bangunan suci di daerah Kajurugusalyan.
Dengan demikian, Dyah Wawa tidak memiliki hak atas takhta Dyah Tulodhong. Sejarawan Boechari berpendapat bahwa Dyah Wawa melakukan [[kudeta]] merebut takhta [[Kerajaan Medang]].
 
== Pemindahan pusat pemerintahan Medang ==
== Riwayat Pemerintahan ==
Raja sesudah Dyah Wawa adalah [[Mpu Sindok]] yang membangun istana [[Kerajaan Medang]] baru di daerah Tamwlang, dan kemudian dipindahkan ke Watugaluh. Kedua tempat tersebut diperkirakan saat ini masuk wilayah [[Jombang]] [[Jawa Timur]] karena masih ada desa dengan nama yang bermiripan ([[Tembelang, Tembelang, Jombang|Tembelang]] dan [[Watugaluh, Diwek, Jombang|Watugaluh]]). Mpu Sindok mengaku bahwa Kerajaan Medang di Watugaluh adalah kelanjutan dari Kerajaan Medang di Bhumi Mataram.
Kemungkinan besar kudeta yang dilakukan oleh Dyah Wawa mendapat bantuan dari [[Mpu Sindok]], yang naik pangkat menjadi ''Rakryan Mapatih Hino''. Sebelumnya, yaitu pada masa pemerintahan [[Dyah Tulodhong]], Mpu Sindok menjabat sebagai ''Rakryan Halu'', sedangkan Rakai Hino dijabat oleh Mpu Ketuwijaya.
 
Perpindahan istana Medang dari Mataram menuju Tamwlang menurut teori [[Rein van Bemmelen|van Bammelen]] terjadi karena letusan [[Gunung Merapi]] yang sangat dahsyat. Konon sebagian puncak Merapi hancur. Kemudian lapisan tanah begeser ke arah barat daya sehingga terjadi lipatan, yang antara lain, membentuk Gunung Gendol dan lempengan Pegunungan Menoreh di [[Kabupaten Magelang]]. Tetapi hal ini terbantahkan oleh penelitian di tahun 2016, yang menyebutkan kalau Perbukitan Gendol merupakan vulkanisme purba insitu, bukan hasil dari ''debris avalanche'' Gunungapi Merapi.<ref>{{Cite journal|last=Kurniawan|first=Alva|date=2016|title=Kajian Genesis Perbukitan Gendol di Daerah Muntilan-Salam, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah|url=https://etd.repository.ugm.ac.id/penelitian/detail/95340|publisher=Universitas Gadjah Mada}}</ref>
Peninggalan sejarah Dyah Wawa berupa [[prasasti Sangguran]] tanggal [[2 Agustus]] [[928]] tentang penetapan desa Sangguran sebagai sima swatantra (daerah bebas pajak) agar penduduknya ikut serta merawat bangunan suci di daerah Kajurugusalyan.
 
Letusan Gunung Merapi tersebut disertai gempa bumi dan hujan material vulkanik berupa abu dan batu. Konon, istana Kerajaan Medang di Mataram (dekat [[Yogyakarta]] sekarang) sampai mengalami kehancuran akibat bencana alam tersebut.
== Kehancuran Istana Medang Mataram ==
Raja sesudah Dyah Wawa adalah [[Mpu Sindok]] yang membangun istana [[Kerajaan Medang]] baru di daerah Tamwlang, dan kemudian dipindahkan ke Watugaluh. Kedua tempat tersebut saat ini masuk wilayah [[Jawa Timur]]. Mpu Sindok mengaku bahwa Kerajaan Medang di Watugaluh adalah kelanjutan dari Kerajaan Medang di Bhumi Mataram.
 
Sejarawan [[Boechari]] berpendapat bahwa bencana alam Gunung Merapi tersebut terjadi sebagai hukuman [[Tuhan]] atas perebutan takhta yang sering terjadi di antara keluarga Kerajaan Medang sejak zaman pemerintahan [[Rakai Pikatan]].{{Facts}}
Perpindahan istana Medang dari Mataram menuju Tamwlang menurut teori van Bammelen terjadi karena letusan [[Gunung Merapi]] yang sangat dahsyat. Konon sebagian puncak Merapi hancur. Kemudian lapisan tanah begeser ke arah barat daya sehingga terjadi lipatan, yang antara lain, membentuk Gunung Gendol dan lempengan Pegunungan Menoreh di Kabupaten Magelang.
 
LetusanPrasasti Gunungtertua Merapiatas tersebutnama disertai[[Mpu gempaSindok]] bumiyang dansudah hujanditemukan materialditulis vulkaniktahun berupa[[929]], abusedangkan danprasasti batuDyah Wawa ditulis tahun [[928]]. Konon,Perpindahan istana Kerajaan Medang didari MataramJawa (dekatTengah [[Yogyakarta]]menuju Jawa sekarang)Timur sampaidipastikan mengalamiterjadi kehancuranpada akibatsalah bencanasatu alamtahun tersebut.
 
== Referensi ==
Sejarawan Boechari berpendapat bahwa bencana alam Gunung Merapi tersebut terjadi sebagai hukuman [[Tuhan]] atas perebutan takhta yang sering terjadi di antara keluarga Kerajaan Medang sejak zaman pemerintahan [[Rakai Pikatan]].
<references />
 
Prasasti tertua atas nama Mpu Sindok yang sudah ditemukan ditulis tahun [[929]], sedangkan prasasti Dyah Wawa ditulis tahun [[928]]. Perpindahan istana Kerajaan Medang dari Jawa Tengah menuju Jawa Timur dipastikan terjadi pada salah satu tahun tersebut.
 
== Kepustakaan ==
* Marwati Poesponegoro & Nugroho Notosusanto. 1990. ''Sejarah Nasional Indonesia Jilid II''. Jakarta: Balai Pustaka
* [[Slamet Muljana]]. 2005. ''Menuju Puncak Kemegahan'' (terbitan ulang 1965). Yogyakarta: LKIS
 
 
{{kotak mulai}}
Baris 38 ⟶ 51:
{{kotak selesai}}
 
[[Kategori:Raja Mataram Kuno|Wawa]]
[[Kategori:Tokoh Jawa]]