Konservasi alam di Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
RianHS (bicara | kontrib)
 
(Satu revisi perantara oleh satu pengguna lainnya tidak ditampilkan)
Baris 9:
Sejak akhir abad ke-19, pemerintah kolonial Belanda mulai memiliki kesadaran akan perlunya melestarikan satwa liar unik di Hindia Belanda. Pemerintah Belanda menyadari bahwa burung-burung tertentu berperan penting untuk mengendalikan hama pertanian. Mereka memandang bahwa masyarakat adat menjadi ancaman utama bagi lingkungan sehingga Pemerintah Belanda menerapkan pengendalian ketat terhadap beberapa populasi satwa liar, terutama membatasi perburuan [[cenderawasih]]. Akan tetapi, anggota kelas menengah dan elit kolonial diizinkan berburu dengan membeli izin. Setelah Indonesia merdeka, keterkaitan antara [[konservasionisme]] dengan [[kolonialisme]] mengakibatkan terbatasnya dukungan masyarakat lokal terhadap konservasi alam.<ref>{{Cite journal|last=Cribb|first=Robert|date=2007|title=Conservation in Colonial Indonesia|url=https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/13698010601173817|journal=Interventions|volume=9|issue=1|pages=49–61|doi=10.1080/13698010601173817|issn=1369-801X}}</ref>
 
Konservasi alam di Indonesia mulai memperoleh perhatian pada tahun 1970-an. Sejak saat itu konservasi sumber daya alam di Indonesia mulai berkembang. Tujuan dilaksanakannya konservasi tersebut adalah untuk memelihara proses [[ekologi]] yang penting dan sistem penyangga kehidupan; menjamin keanekaragaman genetik; pelestarian pemanfaatan jenis dan ekosistem.<ref name=":0">{{Cite web|last=Joko|first=Christianti|date=2014|title=Ruang Lingkup Konservasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan|url=http://repository.ut.ac.id/4311/1/PWKL4220-M1.pdf|website=Ruang Lingkup Konservasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan.|access-date=}}</ref>
 
Selama periode 1974-1982, bidang konservasi alam di Indonesia mengalami kemajuan yang pesat. Perhatian para peneliti sudah mulai timbul dan tenaga-tenaga ahli Indonesia yang bekerja di bidang konservasi alam semakin meningkat jumlahnya. Pada tahun 1982, di Bali diadakan [[Kongres Taman Nasional Sedunia]] ke-3 yang menghasilkan [[Deklarasi Bali]]. Terpilihnya Bali sebagai tempat kongres mempunyai dampak yang positif bagi pengelolaan Hutan [[Suaka Alam]] dan [[Taman Nasional]] di Indonesia. Perkembangan kawasan konservasi terus meningkat, hingga tahun 1986 luas kawasan perlindungan dan pelestarian alam mencapai 18,7 juta hektar. Di samping itu, dilakukan pula program perlindungan dan pelestarian terhadap satwa liar dan tumbuhan alam yang keadaan populasi serta penyebarannya mengkhawatirkan ditinjau dari segi kelestariannya. Pada tahun 1978 tercatat tidak kurang dari 104 jenis telah dinyatakan sebagai satwa liar yang dilindungi. Sampai dengan tahun 1985, keadaan berubah menjadi 95 jenis mamalia, 372 jenis burung, 28 jenis reptil, 6 jenis ikan dan 20 jenis serangga yang dilindungi .<ref name=":2">{{Cite web|last=Setiadi|first=Dede|last2=Sulistijorini|date=2014|editor-last=Indrawan|editor-first=Andry|title=Konservasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan|url=http://bahanajar.ut.ac.id/app/webroot/epub/pdf_files/1013/PEBI4522.pdf|titlewebsite=|publisher=Untitled - Universitas Terbuka|lastlocation=Dede|first=Rachman|date=2012|website=|access-date=|archive-date=2020-02-02Tangerang Selatan|archive-url=https://web.archive.org/web/20200202092208/http://bahanajar.ut.ac.id/app/webroot/epub/pdf_files/1013/PEBI4522.pdf|archive-date=2 Februari 2020|dead-url=yes|access-date=|last3=Muhadiono|last4=Hadijaya|first4=Dodit|last5=Santosa|first5=Imam|last6=Rosdiana|first6=Ina}}</ref>
 
Kemajuan dan kegiatan konservasi alam di Indonesia juga banyak dirangsang oleh adanya ''[[World Conservation Strategy]]'' (Strategi Konservasi Alam Sedunia), SKAS yang telah disetujui pada waktu sidang umum [[Perserikatan Bangsa-Bangsa]] pada tanggal 15 Maret 1979. Pemerintah Indonesia menyambut positif SKAS tersebut, yang dituangkan dalam tanggapan dan petunjuk Presiden Republik Indonesia pada waktu sidang kabinet tanggal 5 Maret 1980, sebagai berikut:
Baris 19:
# Menyebarluaskan SKAS terhadap masyarakat luas untuk diketahui dan dilaksanakan sesuai dengan semangat dan ideologi Pancasila <ref name=":2" />
 
Pada tahun 1983 dibentuk [[Departemen Kehutanan sehingga Direktorat Perlindungan dan Pengawetan Alam]] statusnya diubah menjadi [[Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam]] (PHPA) yang wawasan tugas dan tanggung jawabnya semakin luas. Di samping itu, kegiatan koordinasi yang menyangkut permasalahan lingkungan hidup, termasuk satwa liar, secara aktif dilakukan oleh Kantor [[Menteri Negara dan Kependudukan Lingkungan Hidup]] (KLH) misalnya [[Operasi Tata Liman]] pada tahun 1982, berhasil menggiring + 240 ekor gajah dari [[Lebong]] Hitam ke [[Padangsugihan]] (Sumatera Selatan). Di Sumatra telah dilakukan beberapa studi tentang AMDAL satwa liar, misalnya dampak eksploitasi minyak terhadap satwa liar di [[Suaka Margasatwa]] [[Danau Pulau Besar]] dan [[Danau Bawah]] (Riau) dan studi AMDAL gajah untuk lingkungan PIR ([[Perkebunan Inti Rakyat]]) Takseleri kelapa sawit di PT Perkebunan VI Kabupaten Kampar (Riau). Beberapa studi AMDAL yang banyak membahas pelestarian dan perlindungan satwa liar telah dilakukan .<ref name=":2" />
 
Pertumbuhan [[Kebun Binatang]], [[Taman Burung]] dan [[Taman Safari]] di Indonesia sangat membantu program perlindungan dan pelestarian satwa liar. Oleh karena selain fungsinya sebagai tempat rekreasi dan koleksi binatang, Taman Safari dan Taman Burung juga mempunyai peranan dalam usaha melindungi dan melestarikan satwa liar. Beberapa kebun binatang di Indonesia telah berhasil mengembangbiakkan satwa liar, misalnya [[Komodo]], [[Jalak Bali]] dan [[Anoa]]. Di samping itu, Kebun Binatang dan Taman Safari secara terbatas juga dapat menampung satwa liar sebagai titipan dari instansi PHPA, misalnya gajah Sumatra atau hewan hasil sitaan. Organisasi Kebun Binatang, Taman dan Taman Safari seluruh Indonesia bersatu di bawah satu perhimpunan, yaitu [[Perhimpunan Kebun Binatang Se-Indonesia]] (PKBSI). Perhatian dunia Internasional terhadap kepentingan perlindungan satwa liar juga sangat besar. Melalui Pertemuan IUCN (''International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources'') telah ada perjanjian-perjanjian internasional yang membahas masalah konservasi sumber daya alam antara lain:
Baris 46:
{{reflist}}
 
[[Kategori:Konservasi alam di Indonesia| ]]