Kesultanan Siak Sri Inderapura: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
SomeoneElseLol (bicara | kontrib)
Kesalahan format
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Harris Est 13 (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
 
(29 revisi perantara oleh 11 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 2:
{{Infobox Former Country
| native_name = ﻛﺴﻠطﺎﻧﻦ سياك سري إندراڤورا
| conventional_long_name = Siak Sri InderapuraIndrapura
| common_name = Kesultanan Siak
| religion = [[Islam]]
Baris 8:
| image_coat = Lambang Kerajaan Siak.jpg
| symbol_type =
| p1 = Kerajaan Pagaruyung
| p2 = Kesultanan Johor
| s1 = Indonesia
| s2 =
| flag_p1 = Flag of Minang.svg
| flag_p2 = Flag of Johor.svg
| flag_s1 = Flag of Indonesia.svg
Baris 23:
| image_map = Sultanate_of_Siak_(1850).png
| image_map_caption = Kesultanan Siak pada 1850
| capital = Buantan,<br /> Mempura,<br /> Pekanbaru,<br /> Siak Sri InderapuraIndrapura
| common_languages = [[Bahasa Melayu|Melayu]]
| government_type = Monarki
| title_leader = [[Yang Dipertuan Besar Siak|Yang Dipertuan Besar]]
| leader1 = [[Raja KecikKecil dari Siak|Raja Kecil]]
| year_leader1 = 1723-1746
| leader2 = [[YahyaSultan Alamuddin Syah dari Siak|Raja YahyaAlam]]
| year_leader2 = 17811761-17911766
| leader3 = [[SayyidSultan Syarif Ali dari Siak |Sultan Sayyid Ali]]
| year_leader3 = 1791-1811
| leader4 = [[Syarif Kasim II dari Siak|Sultan Syarif Kasim II]]
Baris 39:
}}
{{Sejarah Indonesia}}
'''Kesultanan Siak Sri Indrapura Di Melayu''' adalah sebuah [[Kerajaan Melayu]] [[Islam]] yang pernah berdiri di [[Kabupaten Siak]], Provinsi [[Riau]], [[Indonesia]]. Kesultanan ini didirikan di [[Buantan]] oleh ''[[Raja Kecil]] yangdari berasalSiak|Raja dariKecil]] Johor''putra bergelar [[Sultan Abdul Jalil RahmadMahmud Syah I|SultanII Abdul Jalil]]Johor pada tahun [[1723]], setelah sebelumnya terlibat dalam [[perebutan tahta [[Kesultanan Johor|Johor]]. Dalam perkembangannya, [[Kesultanan Siak]] muncul sebagai sebuah kerajaan [[bahari]] yang kuat<ref>''The Edinburgh Gazetteer, Or Geographical Dictionary'', A. Constable and Company, 1822.</ref> dan menjadi kekuatan yang diperhitungkan di pesisir timur [[Sumatra]] dan [[Semenanjung Malaya]] di tengah tekanan [[imperialisme]] [[Eropa]]. Jangkauan terjauh pengaruh kerajaan ini sampai ke [[Sambas]] di [[Kalimantanpulau BaratRupat]], sekaligus mengendalikan jalur pelayaran antaradi [[Sumatra]] dan [[KalimantanTimur]].<ref name="Andaya2">Andaya, L.Y., (1972), ''Raja Kechil and the Minangkabau conquest of Johor in 1718'', JMBRAS, 45-2.</ref><ref name="Barnard"/><ref name="Syair"/> Pasang surut kerajaan ini tidak lepas dari persaingan dalam memperebutkan penguasaan jalur perdagangan di [[Selat Malaka]]. Setelah [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia]], Sultan Siak terakhir, [[Syarif Kasim II|Sultan Syarif Kasim II]] menyatakan kerajaannya bergabung dengan [[Indonesia|Republik Indonesia]].<ref name="Samin"/>
 
== Etimologi ==
Ada beberapa pendapat yang dapat menjelaskan asal usul nama Siak.<ref name=":0">{{Cite journal|last=Asril|date=2009|title=Raja Kecil Pendiri Kerajaan Siak Sri Indrapura|journal=Lentera: Jurnal Ilmu-ilmu Sejarah, Budaya dan Sosial|volume=1|issue=2|pages=50-68|doi=https://media.neliti.com/media/publications/22968-ID-raja-kecil-pendiri-kerajaan-siak-sri-indrapura.pdf}}</ref> Pertama, dari kata "siak" yang artinya orang alim.<ref name=":1">{{Cite book|last=Suwondo|first=Bambang|collaboration=Anwar Syair, Umar Amin, Ahmad Yusuf, Suwardi MS|date=1977|url=https://www.google.co.id/books/edition/Sejarah_daerah_Riau/M84BAAAAMAAJ?hl=id&gbpv=0|title=Sejarah daerah Riau|publisher=Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah, Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan|language=id|url-status=live}}</ref> Amir Luthfi mengaitkan nama Siak sebagai daerah dengan kata "siak" dalam [[Bahasa Minangkabau]] yang artinya orang yang taat agama ataupun yang belajar agama di surau, serta berpendapat bahwa perkembangan Islam di Minangkabau erat kaitannya dengan Siak.<ref name=":2" /> Kata "siak" juga kadang dipakai dalam [[Bahasa Melayu]] dengan arti pengurus masjid.<ref>{{Cite web|date=2023-12-11|title=Carian Umum|url=https://web.archive.org/web/20231211163342/https://prpm.dbp.gov.my/Cari1?keyword=siak|website=web.archive.org|access-date=2024-09-17}}</ref> Kedua, dari kata "lasiak" dalam [[Bahasa Batak Toba|Bahasa Batak]] yang artinya ''pedas'',<ref name=":1" /> dikaitkan dengan kegiatan orang Batak di wilayah Siak yang banyak ditanami lada.<ref>{{Cite news|date=2002-10-06|title=Bangunan Istana Raja Siak Bukti Sejarah Kebesarannya|url=https://mpn.kominfo.go.id/arsip/detail/64218/sheet?q=kesultanan%20siak|work=Waspada}}</ref> Ketiga, dari kata "suak" yakni kampung-kampung yang berdiri di sekitar sungai Siak. Keempat, dari tumbuhan [[rumput siak-siak]] yang dikatakan tumbuh di wilayah tersebut.<ref name=":0" />
Kata Siak Sri Inderapura, secara harfiah dapat bermakna ''pusat kota raja yang taat beragama'', dalam bahasa [[Sanskerta]], ''sri'' berarti "bercahaya" dan ''indera'' atau ''indra'' dapat bermakna raja. Sedangkan ''pura'' dapat bermaksud dengan "kota" atau "kerajaan". ''Siak'' dalam anggapan masyarakat Melayu berkaitan erat dengan agama [[Islam]], ''Orang Siak'' ialah orang-orang yang ahli agama Islam; seseorang yang hidupnya tekun beragama dapat dikatakan sebagai ''Orang Siak''.<ref>As, M. S., (1996), ''Ulama pembawa Islam di Indonesia dan sekitarnya'', Lentera Basritama, ISBN 979-8880-16-1</ref><ref name="Jasmi">Jasmi, K., (2005), ''[[Surau]]: kumpulan cerpen'', Penerbit Republika, ISBN 979-3210-49-4.</ref>
 
Nama Siak sebagai sebuah daerah muncul lebih tua dari kemunculan Kesultanan Siak itu sendiri. Siak tercatat dalam karya sastra abad ke-14, [[Negarakertagama|Nagarakertagama]], sebagai wilayah [[nusantara]] jangkauan Majapahit berserta wilayah lainnya di Sumatera seperti Minangkabau, Rokan, dan Kampar. Gelar kerajaan ''Sri Inderapura'' muncul belakangan, setidaknya pada awal abad ke-19 sebagaimana tertulis dalam perjanjian [[Ibrahim dari Siak|Sultan Sayyid Ibrahim]] dengan [[William Farquhar]] dari [[EIC]].<ref>{{Cite book|last=Netscher|first=Elisa|date=2002|title=Belanda di Johor dan Siak 1602-1865|location=Pekanbaru|publisher=Pemerintah Daerah Kabupaten Siak dan Bina Pusaka|others=Diterjemahkan oleh Wan Ghalib|url-status=live}}</ref>
Nama Siak, dapat merujuk kepada sebuah klan di kawasan antara [[Pakistan]] dan [[India]], ''[[Sihag]]'' atau ''Asiagh'' yang bermakna ''pedang''. Masyarakat ini dikaitkan dengan bangsa [[Asii]],<ref>{{cite book|title=The annals and antiquities of Rajastʾhan: or the central and ..., Volume 2|last=Tod|first=James|authorlink=|coauthors=|year=1899|publisher=Indian Publication Society|page=1010|url=http://books.google.co.in/books?ei=QfOgS9KvD4TylQSPvZD1CQ&cd=1&id=rjJLAAAAYAAJ&dq=Asiagh+james+tod&q=Asiagh+Asi }}</ref> masyarakat nomaden yang disebut oleh masyarakat [[Romawi]], dan diidentifikasikan sebagai ''Sakai'' oleh [[Strabo]], seorang penulis geografi dari [[Yunani]].<ref>Iaroslav Lebedynsky. (2006). ''Les Saces: Les «Scythes» d'Asie, VIIIe siècle av. J.-C. — IVe siècle apr. J.-C''. Editions Errance, Paris. ISBN 2-87772-337-2</ref> Berkaitan dengan ini pada sehiliran [[Sungai Siak]] sampai hari ini masih dijumpai masyarakat terasing yang dinamakan sebagai [[Orang Sakai]].<ref>Suparlan P., (1995), ''[[Orang Sakai]] di [[Riau]]: masyarakat terasing dalam masyarakat Indonesia: kajian mengenai perubahan dan kelestarian kebudayaan Sakai dalam proses transformasi mereka ke dalam masyarakat Indonesia melalui Proyek Pemulihan Pembinaan Kesejahteraan Masyarakat Terasing'', Departemen Sosial, Republik Indonesia, Yayasan Obor Indonesia, ISBN 979-461-215-4.</ref>
 
== AgamaSejarah ==
Perkembangan [[agama]] [[Islam]] di Siak menjadikan kawasan ini sebagai salah satu pusat penyebaran dakwah Islam. Hal ini tidak lepas dari penggunaan nama ''Siak'' secara luas di kawasan Melayu. Jika dikaitkan dengan pepatah [[Minangkabau]] yang terkenal: ''Adat menurun, syara’ mendaki'' dapat bermakna masuknya Islam ke [[Dataran Tinggi Minangkabau|dataran tinggi pedalaman Minangkabau]] dari Siak sehingga orang-orang yang ahli dalam agama Islam, sejak dahulu sampai sekarang, masih tetap disebut dengan ''Orang Siak''.<ref name="Jasmi"/> Sementara di [[Semenanjung Malaya]], penyebutan Siak masih digunakan sebagai nama jabatan yang berkaitan dengan urusan agama Islam.<ref>Lamry, M. S., Nor, H. M., (1993), ''Masyarakat dan Perubahan'', Penerbit Universiti Kebangsaan Malaysia, ISBN 967-942-249-6.</ref><ref>http://www.jais.gov.my [http://www.jais.gov.my/borang/2010/IklanJawatanKosongS41S27S17.pdf Iklan Jawatan Kosong] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20110103140558/http://www.jais.gov.my/borang/2010/IklanJawatanKosongS41S27S17.pdf |date=2011-01-03 }}</ref>
 
=== Pendirian dan Perkembangan Awal ===
Walau telah menerapkan [[hukum]] Islam pada masyarakatnya, tetapi terdapat sedikit pengaruh [[Minangkabau]] dengan identitas [[matrilineal]]nya yang masih mewarnai tradisi masyarakat Siak. Dalam pembagian warisan, masyarakat Siak mengikut kepada hukum waris sebagaimana berlaku dalam Islam. Namun dalam hal tertentu, mereka menyepakati secara [[adat]] bahwa warisan dalam bentuk [[rumah]] hanya diserahkan kepada anak perempuan saja.<ref name="Luthfi"/>
Kesultanan Siak Sri Inderapura didirikan oleh Raja Kecil sekitar tahun 1723. Raja Kecil adalah seorang pengklaim takhta [[Kesultanan Johor]] yang telah diduduki oleh Abdul Jalil keturunan Bendahara. Dalam [[Hikayat Siak|''Hikayat Siak'']] dan [[Tuhfat al-Nafis|''Tuhfat al-Nafis'']], Raja Kecil merupakan anak sultan dengan Encik Apong hamba sahayanya, yang kemudian dilarikan ke [[Pagaruyung]] dan diasuh oleh Puti Jamilan. Saat remaja, ia merantau ke berbagai tempat seperti Jambi dan Palembang.<ref>{{Cite book|last=Andaya|first=Leonard Y.|date=2019|url=|title=Selat Malaka: Sejarah Perdagangan dan Etnisitas|location=Jakarta|publisher=Komunitas Bambu|isbn=978-623-7357-04-9|language=|url-status=live}}</ref><ref>{{Cite book|last=Barnard|first=Timothy P.|date=2003|url=|title=Multiple Centres of Authority: Society and Environment in Siak and Eastern Sumatra, 1674-1827|location=London|publisher=Brill|isbn=978-90-04-45435-4|language=|url-status=live}}</ref>
 
Membandingkan dengan catatan [[Tomé Pires]] yang ditulis antara tahun 1513-1515, [[Kabupaten Siak|Siak]] merupakan kawasan yang berada antara ''Arcat'' dan ''Indragiri'' yang disebutnya sebagai kawasan pelabuhan raja [[Minangkabau]],<ref>Cortesão, Armando, (1944), ''The Suma Oriental of Tomé Pires'', London: Hakluyt Society, 2 vols.</ref> kemudian menjadi [[vasal]] [[Kesultanan Melaka]] sebelum ditaklukkan oleh [[Portugal]]. Sejak jatuhnya [[Malaka]] ke tangan [[VOC]], [[Kesultanan Johor]] telah mengklaim Siak sebagai bagian dari wilayah kedaulatannya. Hal ini berlangsung hingga kedatangan [[Raja Kecil dari Siak|Raja Kecil]] yang kemudian mendirikan Kesultanan Siak.<ref name="Andaya2"/>
== Masa awal ==
Membandingkan dengan catatan [[Tomé Pires]] yang ditulis antara tahun 1513-1515, [[Kabupaten Siak|Siak]] merupakan kawasan yang berada antara ''Arcat'' dan ''Indragiri'' yang disebutnya sebagai kawasan pelabuhan raja [[Minangkabau]],<ref>Cortesão, Armando, (1944), ''The Suma Oriental of Tomé Pires'', London: Hakluyt Society, 2 vols.</ref> kemudian menjadi [[vasal]] [[Kesultanan Melaka]] sebelum ditaklukkan oleh [[Portugal]]. Sejak jatuhnya [[Malaka]] ke tangan [[VOC]], [[Kesultanan Johor]] telah mengklaim Siak sebagai bagian dari wilayah kedaulatannya. Hal ini berlangsung hingga kedatangan Raja Kecil yang kemudian mendirikan Kesultanan Siak.<ref name="Andaya2"/>
 
Dalam [[Syair Perang Siak]], [[Raja KecikKecil dari Siak|Raja Kecil]] putra [[Pagaruyung]], didaulat menjadi penguasa Siak atas mufakat masyarakat di [[Bengkalis]]. Hal ini bertujuan untuk melepaskan Siak dari pengaruh Kesultanan Johor.<ref name="Syair"/> Sementara dalam [[Hikayat Siak]], Raja Kecil disebut juga dengan ''sang pengelana'' pewaris Sultan Johor yang kalah dalam perebutan kekuasaan.<ref name="Barnard3"/> Berdasarkan korespondensi [[Indermasyah dari Suruaso|Sultan Indermasyah]] [[Yang Dipertuan Pagaruyung]] dengan Gubernur Jenderal Hindia Belanda di [[Melaka]] saat itu, disebutkan bahwa [[Sultan Abdul Jalil Rahmad Syah I|Sultan Abdul Jalil]] merupakan saudaranya yang diutus untuk urusan dagang dengan pihak [[Vereenigde Oostindische Compagnie|VOC]].<ref>{{cite journal | last = Coolhaas| first = W.P. | year = 1964 | title = Generale Missiven der V.O.C.| journal = Journal of Southeast Asian History | volume =2 | issue = 7 | doi =10.1017/S0217781100003318 | issn = 0217-7811}}</ref> Kemudian Sultan Abdul Jalil dalam suratnya tersendiri yang ditujukan kepada pihak Belanda, menyebut dirinya sebagai ''Raja Kecil'' dari Pagaruyung, akan menuntut balas atas kematian [[Sultan Johor]].<ref>NA, VOC 1895, ''Malacca'', 30 Januari 1718, fols.55-6.</ref>
 
Sebelumnya dari catatan [[Belanda]], dikatakan bahwa pada tahun 1674 telah datang utusan dari [[Johor]] meminta bantuan raja [[Minangkabau]] untuk berperang melawan raja [[Jambi]].<ref>Andaya, L.Y., (1971), ''The Kingdom of Johor, 1641-1728: a study of economic and political developments in the Straits of Malacca''. s.n.</ref> Dalam salah satu versi [[Sulalatus Salatin]], juga menceritakan tentang bagaimana hebatnya serangan [[Kesultanan Jambi|Jambi]] ke Johor (1673),<ref>Samad, A. A., (1979), ''[[Sulalatus Salatin]]'', Dewan Bahasa dan Pustaka.</ref> yang mengakibatkan hancurnya pusat pemerintahan Johor, yang sebelumnya juga telah dihancurkan oleh [[Portugal]] dan [[Kesultanan Aceh|Aceh]].<ref>Borschberg, P., (2004), ''Iberians in the Singapore-Melaka Area and Adjacent Regions (16th to 18th Century)'', Otto Harrassowitz Verlag, ISBN 3-447-05107-8.</ref><ref>Ricklefs, M.C., (2002), ''A History of Modern Indonesia Since C. 1200'', Stanford University Press, ISBN 0-8047-4480-7.</ref> Kemudian berdasarkan surat dari raja [[Jambi]], [[Ingalaga dari Jambi|Sultan Ingalaga]] kepada VOC pada tahun 1694, menyebutkan bahwa Sultan Abdul Jalil hadir menjadi saksi perdamaian dari perselisihan mereka.<ref>NA, VOC 1557, Jambi, 1 April 1694, fols.35-6.</ref>
 
Pada tahun 1718, Sultan Abdul Jalil berhasil menguasai [[Kesultanan Johor]]<ref name="Andaya2"/> sekaligus mengukuhkan dirinya sebagai Sultan Johor dengan gelar ''Yang Dipertuan Besar Johor''. Namun pada tahun 1722, terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh Raja Sulaiman anak Bendahara Johor, yang juga menuntut hak atas takhta Johor. Atas bantuan pasukan bayaran dari [[Suku Bugis|Bugis]], Raja Sulaiman kemudian berhasil mengkudeta takhta Johor, dan mengukuhkan dirinya menjadi penguasa Johor di [[Semenanjung Malaka]]. Sementara Sultan Abdul Jalil, pindah ke [[Bintan]] dan pada tahun 1723 membangun pusat pemerintahan baru di sehiliran [[Sungai Siak]] dengan nama ''Siak Sri InderapuraIndrapura''.<ref name="Syair">Cave, J., Nicholl, R., Thomas, P. L., Effendy, T., (1989), ''Syair Perang Siak: a court poem presenting the state policy of a Minangkabau Malay royal family in exile'', Malaysian Branch of the Royal Asiatic Society</ref> Sementara pusat pemerintahan Johor yang sebelumnya berada sekitar muara [[Sungai Johor]] ditinggalkan begitu saja, dan menjadi ''status quo'' dari masing-masing penguasa yang bertikai tersebut. Sedangkan klaim Raja Kecil sebagai pewaris sah takhta Johor, diakui oleh komunitas [[Orang Laut]]. Orang Laut merupakan kelompok masyarakat yang bermukim pada kawasan [[Kepulauan Riau]] yang membentang dari timur Sumatra sampai ke [[Laut Tiongkok Selatan]], dan loyalitas ini terus bertahan sampai kepada beberapa keturunan Raja Kecil berikutnya.<ref name="Andaya1">Andaya, L.Y., (1975), ''The Kingdom of Johor, 1641-1728'', Kuala Lumpur: Oxford University Press.</ref>
 
== Masa keemasan ==
Baris 75 ⟶ 74:
== Perdagangan ==
[[Berkas:Sultanate of Siak (1850).png|jmpl|kiri|250px|Kesultanan Siak dan taklukannya, 1850.]]
Kesultanan Siak Sri InderapuraIndrapura mengambil keuntungan atas pengawasan perdagangan melalui [[Selat Melaka]], serta kemampuan mengendalikan para perompak di kawasan tersebut. Kemajuan perekonomian Siak terlihat dari catatan Belanda yang menyebutkan pada tahun 1783 ada sekitar 171 kapal dagang dari Siak menuju Malaka.<ref>Lee Kam Hing, (1986), ''The Shipping Lists of Dutch Melaka; A Source for the Study
of Coastal trade and Shipping in the Malay peninsula during the 17th and 18th centuries'', in: Mohd. Yusoff Hashim et al., Kapal dan Harta Karam; Ships and Sunken Treasure, pp. 53-76, Kuala Lumpur: Muzium Malaysia.</ref> Siak menjadi kawasan segitiga perdagangan antara Belanda di Malaka dan Inggris di [[Pulau Pinang]].<ref>''The London general gazetteer, or Geographical dictionary: containing a description of the various countries, kingdoms, states, cities, towns, &c. of the known world'', W. Baynes & Son, 1825.</ref> Di sisi lain, kejayaan Siak ini memberi kecemburuan pada keturunan Yang Dipertuan Muda terutama setelah hilangnya kekuasaan mereka pada kawasan [[Kepulauan Riau]]. Sikap ketidaksukaan dan permusuhan terhadap [[Sultan Siak]], terlihat dalam [[Tuhfat al-Nafis]],<ref>[[Ali Haji bin Raja Haji Ahmad]], (1997), ''[[Tuhfat al-Nafis]]'', Fajar Bakti.</ref> di mana dalam deskripsi ceritanya mereka menggambarkan Sultan Siak sebagai "orang yang rakus akan kekayaan dunia".{{citation needed}}
 
Peranan [[Sungai Siak]] sebagai bagian kawasan inti dari kerajaan ini, berpengaruh besar terhadap kemajuan perekonomian Siak Sri InderapuraIndrapura. Sungai Siak merupakan kawasan pengumpulan berbagai produk perdagangan, mulai dari [[kapur barus]], benzoar, [[timah]], dan [[emas]]. Pada saat bersamaan, Kesultanan Siak juga telah menjadi eksportir kayu yang utama di Selat Malaka dan salah satu kawasan industri kayu untuk pembuatan kapal maupun bangunan. Dengan cadangan [[kayu]] yang berlimpah, pada tahun 1775 Belanda mengizinkan kapal-kapal Siak mendapat akses langsung ke sumber [[beras]] dan [[garam]] di [[Pulau Jawa]], tanpa harus membayar kompensasi kepada VOC. Namun, tentu dengan syarat Belanda juga diberikan akses langsung kepada sumber kayu di Siak, yang mereka sebut sebagai kawasan hutan hujan yang tidak berujung.<ref>VOC 3470, ''Secret Letters from Malacca to Batavia for 1775'', f. 339-34.</ref>
 
Dominasi Kesultanan Siak terhadap wilayah pesisir pantai timur Sumatra dan Semenanjung Malaya cukup signifikan. Mereka mampu menggantikan pengaruh Johor sebelumnya atas penguasaan jalur perdagangan. Selain itu, Kesultanan Siak juga muncul sebagai pemegang kunci ke dataran tinggi Minangkabau, melalui tiga sungai utama yaitu [[Sungai Siak|Siak]], [[Sungai Kampar|Kampar]], dan [[Batang Kuantan|Kuantan]], yang mana sebelumnya telah menjadi kunci bagi kejayaan [[Kesultanan Malaka|Malaka]]. Namun demikian, kemajuan perekonomian Siak memudar seiring dengan munculnya gejolak di pedalaman Minangkabau yang dikenal dengan [[Perang Padri]].<ref name="Anthony">Reid, A., (2005), ''Asal mula konflik Aceh: dari perebutan pantai Timur Sumatra hingga akhir kerajaan Aceh abad ke-19'', Yayasan Obor Indonesia, ISBN 979-461-534-X.</ref>
Baris 86 ⟶ 85:
Ekspansi kolonialisasi [[Belanda]] ke kawasan timur [[Pulau Sumatra]] tidak mampu dihadang oleh Kesultanan Siak, dimulai dengan lepasnya [[Kesultanan Deli]], [[Kesultanan Asahan]], [[Kesultanan Langkat]], dan kemudian muncul Indragiri sebagai kawasan mandiri.<ref>''History of the Royal Dutch'', Vol. 1, Brill Archive.</ref> Begitu juga di [[Johor]], di mana seorang [[sultan]] dari keturunan Tumenggung Johor kembali didudukkan, dan berada dalam perlindungan Inggris di [[Singapura]].<ref>Cook, Bethune, (1819), ''Sir Thomas Stamford Raffles: Founder of Singapore, 1819 and some of his friends and contemporaries'', London: A.H. Stockwell.</ref><ref>Trocki, C. A., (2007), ''Prince of Pirates: The Temenggongs and the Development of Johor and Singapore, 1784-1885'', NUS Press, ISBN 9971-69-376-3.</ref> Sementara Belanda memulihkan kedudukan [[Yang Dipertuan Muda]] di [[Pulau Penyengat]], dan kemudian mendirikan [[Kesultanan Riau-Lingga|Kesultanan Lingga]] di [[Pulau Lingga]]. Selain itu, Belanda juga mempersempit wilayah kedaulatan Siak, dengan mendirikan ''Residentie Riouw'' yang merupakan bagian dari pemerintahan [[Hindia Belanda]] yang berkedudukan di [[Tanjung Pinang]].<ref>Netscher, E., (1854), ''Beschrijving van een Gedeelte der Residentie Riouw'', Tijdschrift voor Indische Taal- Land- en, Volkenkunde.</ref><ref>Overeenkomsten met de zelfbesturen in de Residentie Riouw en Onderhoorigheden 1857-1909</ref><ref>''Bijdragen tot de taal-, land- en volkenkunde'', 1997, Volume 153, Issues 3-4, Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde, M. Nijhoff.</ref>
 
Penguasaan [[Inggris]] atas Selat Melaka, mendorong Sultan Siak pada tahun 1840 untuk menerima tawaran perjanjian baru mengganti perjanjian yang telah mereka buat sebelumnya pada tahun 1819. Perjanjian ini menjadikan wilayah Kesultanan Siak semakin kecil dan terjepit antara wilayah kerajaan kecil lainnya yang mendapat perlindungan dari Inggris.<ref>Locher-Scholten, E., (2004), ''Sumatran Sultanate and Colonial State: Jambi and the Rise of Dutch Imperialism, 1830-1907'', SEAP Publications, ISBN 0-87727-736-2.</ref> Demikian juga pihak Belanda menjadikan kawasan Siak sebagai salah satu bagian dari pemerintahan Hindia Belanda,<ref>Dick, H.W., (2002), ''The Emergence of a National Economy: An Economic History of Indonesia, 1800-2000'', University of Hawaii Press, ISBN 0-8248-2552-7.</ref> setelah memaksa Sultan Siak menandatangani perjanjian pada [[1 Februari]] [[1858]].<ref name="Anthony"/><ref>Panhuys, H. F., (1978), ''International Law in the Netherlands'', BRILL, ISBN 90-286-0108-2.</ref> Dari perjanjian tersebut Siak Sri InderapuraIndrapura kehilangan kedaulatannya, kemudian dalam setiap pengangkatan [[raja]], Siak mesti mendapat persetujuan dari Belanda. Selanjutnya dalam pengawasan wilayah, Belanda mendirikan pos militer di Bengkalis serta melarang Sultan Siak membuat perjanjian dengan pihak asing tanpa persetujuan pemerintahan Hindia Belanda.<ref name="Anthony"/>
 
Perubahan peta politik atas penguasaan jalur [[Selat Malaka]], kemudian adanya pertikaian internal Siak dan persaingan dengan [[Inggris]] dan [[Belanda]], melemahkan pengaruh hegemoni Kesultanan Siak atas wilayah-wilayah yang pernah dikuasainya.<ref>Milner, A. C., (1982), ''Kerajaan: Malay political culture on the eve of colonial rule'', University of Arizona Press, ISBN 0-8165-0772-4.</ref> Tarik ulur kepentingan kekuatan asing terlihat pada [[Perjanjian Sumatra]] antara pihak Inggris dan Belanda, menjadikan Siak berada pada posisi yang dilematis, berada dalam posisi tawar yang lemah.<ref>http://www.fco.gov.uk [http://web.archive.org/web/20120927180810/http://www.fco.gov.uk/en/treaties/treaties-landing/records/08400/08422 Treaty] (diakses pada 26 April 2012)</ref> Kemudian berdasarkan perjanjian pada [[26 Juli]] [[1873]], pemerintah Hindia Belanda memaksa Sultan Siak, untuk menyerahkan wilayah Bengkalis kepada Residen Riau.<ref name="Wolters">Wolters, O. W., (1999), ''History, Culture, and Region in Southeast Asian Perspectives'', SEAP Publications, ISBN 0-87727-725-7.</ref> Namun, di tengah tekanan tersebut, Kesultanan Siak masih tetap bertahan sampai kemerdekaan [[Indonesia]],<ref name="Samin"/> walau pada masa pendudukan tentara [[Jepang]] sebagian besar kekuatan militer Kesultanan Siak sudah tidak berarti lagi.{{citation needed}}
Baris 96 ⟶ 95:
 
== Struktur pemerintahan ==
Sebagai bagian dari [[Rantau|rantau Minangkabau]], sistem pemerintahan Kesultanan Siak mengikuti model [[Kerajaan Pagaruyung]]. Setelah posisi Sultan, terdapat ''Dewan Menteri'' yang mirip dengan kedudukan ''[[Basa Ampek Balai]]'' di Pagaruyung. Dewan Menteri ini memiliki kekuasaan untuk memilih dan mengangkat [[Sultan Siak]], sama dengan ''Undang Yang Ampat'' di [[Negeri Sembilan]].<ref>Martin, L., (1889), ''The Negri Sembilan: their origin and constitution'', Singapore, Foreign and Commonwealth Office Collection.</ref> Dewan Menteri bersama dengan Sultan, menetapkan undang-undang serta peraturan bagi masyarakatnya.<ref name="Luthfi"/><ref name="Sejarah"/> Dewan menteri ini terdiri dari:
# Datuk Tanah Datar
# Datuk LimapuluhLima Puluh
# Datuk Pesisir
# Datuk Kampar
# Datuk Pesisir
 
Seiring dengan perkembangan zaman, Siak Sri InderapuraIndrapura juga melakukan pembenahan sistem birokrasi pemerintahannya. Hal ini tidak lepas dari pengaruh model birokrasi pemerintahan yang berlaku di [[Eropa]] maupun yang diterapkan pada kawasan kolonial Belanda dan Inggris. Modernisasi sistem penyelenggaraan pemerintahan Siak terlihat pada naskah ''[[Ingat Jabatan]]'' yang diterbitkan tahun 1897. Naskah ini terdiri dari 33 halaman yang panjang serta ditulis dengan [[Abjad Jawi]] atau tulisan Arab-Melayu. ''Ingat Jabatan'' merupakan dokumen resmi Siak Sri InderapuraIndrapura yang dicetak di [[Singapura]], berisi rincian tanggung jawab dari berbagai posisi atau jabatan di pemerintahan mulai dari pejabat istana, wakil kerajaan di daerah jajahan, [[pengadilan]] maupun [[polisi]]. Pada bagian akhir dari setiap uraian tugas para birokrat tersebut, ditutup dengan peringatan serta perintah untuk tidak berkhianat kepada sultan dan ''nagari''.<ref name="Barnard4"/>
 
Pada perkembangan selanjutnya, Siak Sri InderapuraIndrapura juga menerbitkan salah satu kitab [[hukum]] atau [[undang-undang]], dikenal dengan nama ''[[Bab al-Qawa'id]]''.<ref name="Junus, H. 2016">Junus, H. (2016), ''Bab al-Qawa'id: Kitab Pegangan Hukum Dalam Kerajaan Siak'', Yayasan Pusaka Riau.</ref> Kitab ini dicetak di Siak tahun 1901, menguraikan hukum yang dikenakan kepada masyarakat [[Melayu]] dan masyarakat lain yang terlibat perkara dengan masyarakatsuku Melayu. Namun, tidak mengikat orang Melayu yang bekerja dengan pihak pemerintah Hindia Belanda, di mana jika terjadi permasalahan akan diselesaikan secara bilateral antara Sultan Siak dengan pemerintah [[Hindia Belanda]].<ref name="Luthfi"/>
 
Dalam pelaksanaan masalah pengadilan umum di Kesultanan Siak diselesaikan melalui ''Balai Kerapatan Tinggi'' yang dipimpin oleh Sultan Siak, Dewan Menteri dan dibantu oleh ''Kadi Siak'' serta ''Controleur Siak'' sebagai anggota. Selanjutnya, beberapa nama jabatan lainnya dalam pemerintahan Siak antara lain ''Pangiran Wira Negara'', ''Biduanda Pahlawan'', ''Biduanda Perkasa'', ''Opas Polisi''. Kemudian terdapat juga ''warga dalam'' yang bertanggung jawab terhadap ''harta-harta'' disebut dengan ''Kerukuan Setia Raja'', serta ''Bendahari Sriwa Raja'' yang bertanggung jawab terhadap pusaka kerajaan.<ref name="Barnard4">Barnard, T.P., ''Rules for Rulers: Obscure Texts, Authority, and Policing in Two Malay States'', Journal of Southeast Asian Studies, Vol. 32, No. 2 (Jun., 2001), pp. 211-225.</ref>
 
Dalam administrasi pemerintahannya Kesultanan Siak membagi kawasannya atas ''hulu'' dan ''hilir'', masing-masing terdiri dari beberapa kawasan dalam bentuk [[distrik]]<ref name="Wolters"/> yang dipimpin oleh seseorang yang bergelar [[Datuk]] atau [[Tuanku]] atau [[Yang Dipertuan]] dan bertanggungjawab kepada Sultan Siak yang juga bergelar ''[[Yang Dipertuan Besar]]''. Pengaruh [[Islam]] dan keturunan [[Bugis dan Arab]] mewarnai Kesultanan Siak,<ref>Dobbin, C. E., (1983), ''Islamic revivalism in a changing peasant economy: central Sumatra, 1784-1847'', Curzon Press, ISBN 0-7007-0155-9.</ref> salah satunya keturunan ''Al-Jufri'' yang bergelar ''Bendahara Patapahan''.<ref>L.W.C. van de Berg, ''Le Hadramouth et les colonies Arabes dans l'archipel Indien'', Batavia:Imprimerie du gouvernement, 1886.</ref>
 
Pada kawasan tertentu, ditunjuk ''Kepala SukuPuak'' yang bergelar [[Penghulu]], dibantu oleh ''Sangko Penghulu'', ''Malim Penghulu'' serta ''Lelo Penghulu''. Sementara terdapat juga istilah ''Batin'', dengan kedudukan yang sama dengan Penghulu, tetapi memiliki kelebihan hak atas hasil hutan yang tidak dimiliki oleh Penghulu. [[Batin]] ini juga dibantu oleh ''Tongkat'', ''Monti'' dan ''Antan-antan''. Istilah ''Orang Kaya'' juga digunakan untuk jabatan tertentu dalam Kesultanan Siak, sama halnya dengan pengertian ''Rangkayo'' atau ''Urang Kayo'' di Minangkabau terutama pada kawasan pesisir.<ref name="Luthfi"/><ref name="Sejarah"/><ref>Kathirithamby-Wells, J., ''Royal Authority and the "Orang Kaya" in the Western Archipelago, circa 1500-1800'', Journal of Southeast Asian Studies, Vol. 17, No. 2 (Sep., 1986), pp. 256-267.</ref>
 
== Pembagian Administrasi ==
Baris 139 ⟶ 138:
* Hakim Polisi Negeri [[Bangko, Rokan Hilir|Tebing Tinggi]] bergelar Datuk Dewa Pahlawan.
* Hakim Syari'ah bergelar Imam Negeri Bangko.
Salah satu Imam Bangko yang dikenal bernama Imam Abdullah.<ref name=":2">Luthfi, Amir (1991), ''Hukum dan Perubahan Struktur Kekuasaan: Pelaksanaan Hukum Islam dalm Kesultanan Melayu Siak 1901 - 1942'', Susqa Press.</ref>
* Batas-batas negeri: Dari Sungai Sinaboi mengikuti Tanah Besar masuk ke [[Sungai Rokan]] sebelah kiri sampai ke sungai Lang dan mengikut sebelah kanan mudik [[Sungai Rokan]] dari Sungai Dua Perkaitan sampai ke Tanjung Segerak dan pulau kecil-kecil mana yang masuk dalam kerajaan Siak Sri Indrapura yang dekat situ.
 
Baris 145 ⟶ 144:
* Hakim Polisi Negeri [[Tanah Putih, Rokan Hilir|Tanah Putih]] bergelar Datuk Setia Maharaja.
* Hakim Syari'ah bergelar Imam Negeri Tanah Putih.
*Batas-batas negeri: Dari Tanjung Segerak mengikuti [[Sungai Rokan]] sebelah kanan mudik lalu masuk ke [[Sungai Rokan Kiri|Sungai Rokan kiri]] sampai ke Pasir Rumput watasan dengan Kunto di Kota Intan dan dari sungai Sarang Lang mengikuti [[Sungai Rokan]] sebelah kiri mudik lalu masuk ke Batang Komo sampai ke Muara Batang Buruk watasan dengan [[Kerajaan Tambusai|Tambusai]] dan lalu masuk ke Sungai Rokan sampai ke Air Mendah watasan negeri Kepenuhan dan lagi masuk ke sungai Rayung sampai bertemu watasan Batin Delapan Sakai dan Pulau kecil-kecil mana yang masuk dalam kerajaan Siak Sri Indrapura yang dekat situ dan ditarik satu garis dari Tanjung Segerak terus ke hulu sungai Dayun dan terus ke hulu sungai Sepengambat dan terus ke hulu Sungai Mahna sehingga sungai Kuning dan lalu menikam Batang Buruk dan Langkuas berwatas dengan Tambusai.
 
=== Propinsi Negeri Kubu ===
Baris 160 ⟶ 159:
* Hakim Polisi Negeri [[Tapung, Kampar|Tapung Kiri]] bergelar Syarif Bendahara.
* Hakim Syari'ah bergelar Imam Negeri [[Petapahan, Tapung, Kampar|Petapahan]].
*Batas-batas negeri: Dari Kuala Tapung Kiri mudik ke hulunya sampai ke bukit Suliki watasan dengan Sri Paduka Gubernemen Pesisir Barat dan lalu naik ke darat sampai watasan dengan negeri Kampar Kanan dan Lima Kota dan sampai watasan dengan Empat Kota Rokan KananKiri dan sampai watasan dengan negeri Tapung Kanan.
 
=== Propinsi Negeri Tapung Kanan ===
* Hakim Polisi Negeri [[Tapung Hilir, Kampar|Tapung Kanan]] bergelar Datuk Bendahara Muda Sekijang.
* Hakim Syari'ah bergelar Imam Negeri [[Sikijang, Tapung Hilir, Kampar|Sekijang]].
*Batas-batas negeri: Dari Kuala Tapung Kanan sampai ke Bukit Suliki watasan dengan Sri Paduka Gubernemen Pesisir Barat sampai watasan dengan Empat Kota Rokan KananKiri dan sampai watasan dengan negeri Kunto dan sampai watasan dengan Batin Delapan Sakai dan sampai watasan dengan negeri Tapung Kiri sampai watasan dengan Tanah Mandau Batin Lima Sakai.
 
== Daftar Nama-Nama Sultan Siak Sri Indrapura ==
 
Daftar Sultan Siak Sri InderapuraIndrapura.
 
{| class="wikitable sortable" border="1" width="90%"
Baris 178 ⟶ 177:
|-
|1
|1723-17461740
|[[Raja Kecil|Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah I]]<ref name="Tijdschrift1862">{{nl}} {{cite book|pages=113|url=http://books.google.co.id/books?id=A0pJAAAAMAAJ&dq=pangeran%20agoeng&pg=PA113#v=onepage&q=pangeran%20agoeng&f=true|title=Tijdschrift voor Indische taal-, land-, en volkenkunde|volume=11|author=Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, Lembaga Kebudajaan Indonesia|publisher=Lange & Co.|year=1862}}</ref><br />Raja KecikKecil
|Yang Dipertuan Besar Siak<br />
[[Raja Kecil|Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah I]]<ref name="Tijdschrift1862">{{nl}} {{cite book|pages=113|url=http://books.google.co.id/books?id=A0pJAAAAMAAJ&dq=pangeran%20agoeng&pg=PA113#v=onepage&q=pangeran%20agoeng&f=true|title=Tijdschrift voor Indische taal-, land-, en volkenkunde|volume=11|author=Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, Lembaga Kebudajaan Indonesia|publisher=Lange & Co.|year=1862}}</ref><br />Raja Kecik
|Mengklaim tahta Johor<br />Mendirikan kesultanan Siak di [[Buantan Besar, Siak, Siak|Buantan]]
|-
|2
|17461740-1760
|[[Muhammad dari Siak|Sultan Muhammad Abdul Jalil Muzaffar Syah]]<br />Raja SultanBuwang (Tengku Buwang Asmara) Muhammad
|Putra dari no. 1<br /> Memindahkan pusat pemerintahan ke [[Mempura, Siak|Mempura]]**
|-
|3
|1760-1761
|[[Ismail dari Siak|Sultan Ismail Abdul Jalil Jalaluddin Syah]] <br /> SultanRaja Ismail<ref name="Barnard3">Barnard, T. P., (2004), ''Contesting Malayness: Malay identity across boundaries'', NUS Press, ISBN 9971-69-279-1.</ref>
|Putra dari no. 2<br />Dipaksa VOC turun tahta, kemudian berkelana selama 18 tahun*
|-
|4
|1761-1766
|[[Alamuddin dari Siak|Sultan Abdul Jalil Alamuddin Riayat Syah]]<br />Sultan Alam/ Raja Alam
|Putra no. 1, saudara no. 2<br />Merebut kekuasaan dari Sultan Ismail dengan bantuan Belanda<br />Memindahkan ibu kota ke [[Senapelan, Pekanbaru|Senapelan]]
|-
|5
|1766-1779
|[[Muhammad Ali dari Siak|Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzam Syah]]<br /> Sultan Muhammad Ali
|Putra no. 4<br />[[Johor]] telah menjadi bagian dari Siak Sri InderapuraIndrapura<br />Mengizinkan pendirian [[Negeri Sembilan|Kerajaan Negeri Sembilan]] tahun 1773
Mendirikan Kota [[Kota Pekanbaru|Pekanbaru]]
|-
|
|1779-1781
|[[Ismail dari Siak|Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah II]]<br /> Sultan Ismail
|Kembali berkuasa untuk kedua kali setelah menggeser Muhammad Ali
|-
|6
|1781-17911784
|[[Yahya dari Siak|Sultan Yahya Abdul Jalil Muzaffar Syah]]<br /> Sultan Yahya<ref>Koster, G. L., (1997) ''Roaming through seductive gardens: readings in Malay narrative'', Volume 167 of Verhandelingen Series, Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde.</ref>
|Putra no. 3<br />Pada tanggal 1 - 8 - 1782 membuat perjanjian dengan VOC dalam berperang melawan [[Inggris]]<br />Dikudeta oleh no. 7 kemudian menyingkir ke [[Kampar]] kemudian [[Terengganu]]<br />Meninggal dunia tahun 1791 dan dimakamkan di Tanjung Pati (Che Lijah, Dungun, [[Terengganu]], [[Malaysia]])
|-
|7
|17911784-1811
|[[Sayyid Ali dari Siak|Sultan AssaidisAssayyidis Syarif Ali Abdul Jalil Saifuddin]]<br /> Sultan Sayyid Ali
|Putra dari Sayyid OsmanUsman al-SyaikhSyahabuddin 'Ali Ba' Alawi, yang menikahidan Tengku Embung, yangBadariyah merupakanbinti putri no. 4 ([[Alamuddin dari Siak|Sultan Alamuddin]]) dan saudari no. 5<br />Siak memeperluasmemperluas daerah kekuasaanya hingga meliputi jajahan 12
|-
|8
|1811-1827
|[[Sayyid Ibrahim dari Siak|Sultan AssaidisAssayyidis Syarif Ibrahim Abdul Jalil Khaliluddin]]<br /> Sultan Sayyid Ibrahim
|Putra no. 7<br />Membuat perjanjian kerja sama dengan Inggris tanggal 31 Agustus 1818.<br /> Kemudian dengan Belanda tahun 1822<br /> Pengaruh dari [[Perjanjian London tahun 1824]], beberapa wilayah Siak lepas dan menjadi bagian dari kolonialisasi antara Inggris dan Belanda.<br />[[Johor]] lepas dari Siak, berada dalam pengawasan Inggris.<br />[[Pulau Lingga]] menjadi wilayah pengawasan Belanda.
|-
|9
|1827-1864
|[[Sayyid Ismail dari Siak|Sultan]] Assaidis[[Sayyid Ibrahim dari Siak|Assayyidis]] Syarif Ismail Abdul Jalil Jalaluddin]]<br /> Sultan Sayyid Ismail<br />
|Cucu Sayyid Ahmad (adik no. 7)<br />Mangkubumi Sayyid al-Syarif Jalaluddin 'Ali Ba' Alawi<ref>Or. 2242 IV, Surat Sultan Siak kepada Belanda tanggal 22 Ramadhan 1248 (22 Februari 1833)</ref><br />Menerima perjanjian baru dengan Inggris tahun 1840.<br />Tahun 1864 dipaksa Belanda turun tahta.
|-
|10
|1864-1889
|[[Syarif Kasim I dari Siak|Sultan]] Assaidis[[Sayyid Ibrahim dari Siak|Assayyidis]] Syarif Kasim I Abdul Jalil Saifuddin]]<br />Sultan Syarif Kasim I
|Saudara no.9<br />Pengangkatannya mesti disetujui oleh Ratu Belanda, Belanda menempatkan ''controleur'' di Siak<br />
Diperebutkan oleh Inggris dan Belanda dalam [[Perjanjian Sumatra]]
Baris 236 ⟶ 235:
|11
|1889-1908
|[[Syarif Hasyim dari Siak|Yang Dipertuan Besar]] Assaidis[[Sayyid Ibrahim dari Siak|Assayyidis]] Syarif Hasyim Abdul Jalil Saifuddin]]<ref name="Luthfi">Luthfi, A., (1991), ''Hukum dan perubahan struktur kekuasaan: pelaksanaan hukum Islam dalam Kesultanan Melayu Siak, 1901-1942'', Susqa Press.</ref><br />Sultan Syarif Hasyim
|Putra no. 10<br />Menerbitkan ''Bab Al-Qawa'id'' kitab undang-undang resmi negara<br />Meresmikan Istana Siak Sri InderapuraIndrapura
|-
|12
|19151908-1945
|[[Syarif Kasim II dari Siak|Yang Dipertuan Besar]] Assaidis[[Sayyid Ibrahim dari Siak|Assayyidis]] Syarif Kasyim II Abdul Jalil Saifuddin]]<ref>Dutch East Indies, (1941), ''Regeerings-Almanak voor Nederlandsch-Indië'', Volume 1.</ref><br />Sultan Syarif Kasim II
|Putra no. 11<br />Menyerahkan kerajaannya pada pemerintah [[Republik Indonesia]]
|-
|13
|2022- sekarang
|<span style="color:#0000FF">Sultan Syarif Assayidis Tengku Nazir </span>
|'''Sebagai simbol adat'''
|}
 
== Warisan sejarah ==
Siak Sri InderapuraIndrapura sampai sekarang tetap diabadikan sebagai nama ibu kota dari [[Kabupaten Siak]], dan Balai Kerapatan Tinggi yang dibangun tahun 1886 serta [[Istana Siak Sri InderapuraIndrapura]] yang dibangun pada tahun 1889,<ref>Rahman, E., Marni, T., Zulkarnain, (2003), ''Alam melayu: Sejumlah gagasan menjemput keagungan'', Unri Press, ISBN 979-3297-76-X</ref><ref>''Tempo, Volume 9'', Badan Usaha Jaya Press Jajasan Jaya Raya, 1979.</ref><ref>Berkmoes, V. R., (2010), ''Indonesia'', Lonely Planet, ISBN 1-74104-830-3.</ref> masih tegak berdiri sebagai simbol kejayaan masa silam, termasuk [[Tari Zapin|Tari Zapin Melayu]] dan [[Tari Olang-olang]] yang pernah mendapat kehormatan menjadi pertunjukan utama untuk ditampilkan pada setiap perayaan di Kesultanan Siak Sri InderapuraIndrapura.<ref name="Sejarah">''Sejarah daerah Riau'', Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah, Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1977.</ref> Begitu juga nama Siak masih merujuk kepada nama sebuah sungai di Provinsi Riau sekarang, yaitu [[Sungai Siak]] yang bermuara di kawasan timur pulau [[Sumatra]].<ref>Kodoatie, R.J., Sjarief, R., (2010), ''Tata Ruang Air'', Penerbit Andi, ISBN 979-29-1242-8.</ref>
 
== Galeri Bendera ==