Muhammad Sujono: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
|||
(15 revisi perantara oleh 13 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Infobox Officeholder
|name =
|birth_date = {{birth date|1923|1|8}}
|birth_place =
|death_date = {{death date and age|2010|8|16|1923|1|8}}
|death_place =
|image = Pangkohanudnas H.M.Sujono.jpg
|imagesize =
|caption =
|office =
|
| term_end = 1 Oktober 1977
|nationality = {{flagicon|Indonesia}} [[Indonesia]]▼
| president = [[Soeharto]]
| predecessor = Domo Pranoto
| successor = Kartidjo
|allegiance = {{flag|Indonesia}}
|serviceyears =
|servicenumber = 461010
|rank = [[Berkas:Pdu marsdyatni staf.png|25px]] [[Marsekal Madya]] [[TNI]]
|branch = [[Berkas:
|unit =
|awards =
Baris 24 ⟶ 29:
|party =
|family =
|spouse = Ny. Hj. Siti Safiningrat E
|children =
|residence =
Baris 32 ⟶ 37:
}}
== Karier Militer ==
=== Perintis Terjun Payung TNI AU ===
Awal ketertarikan ia ke dunia militer adalah pada saat sekolah di [[AMS]][[SMA Negeri 1 Yogyakarta|-A I]], [[Yogyakarta]]. Ketika kelas tiga, pemuda Soedjono melamar untuk masuk ''Vrijwilling Vliegers Corps'' (VVC) yang merupakan suatu korps Penerbang Sukarela Belanda. Setelah diadakan berbagai tes, akhirnya Soedjono terpilih diantara para pemuda yang lainnya untuk mengikuti pendidikan. Soedjono bersama para calon siswa lainnya berlatih terbang di sekolah tersebut setiap sore hari di daerah Sekip. Pesawat yang digunakan adalah pesawat buatan [[Belanda]] dan pelatihnya tentara ''[[Militaire Luchtvaart van het Koninklijk Nederlands-Indisch Leger|Militaire Lucthvaart]]'' ([[Militaire Luchtvaart van het Koninklijk Nederlands-Indisch Leger|ML]]) [[Belanda]]. [[Belanda|Pemerintah Belanda]] menyadari bahwa disaat mendekati [[Perang Dunia ke-2]] dibutuhkan banyak tenaga penerbang yang akan diterjunkan ke berbagai front pertempuran. Pada saat mendekati [[Perang Dunia ke-2]], ia bersama para pemuda lainnya dimiliterisasi untuk dijadikan tentara wajib militer. ia bersama para siswa lainnya kemudian dibawa ke [[Tasikmalaya]], lalu ke [[Bandung]], kemudian dari Jakarta diungsikan ke [[Australia]] melalui jalur laut. Jadi sebelum tentara pendudukan Jepang masuk ke wilayah [[Hindia Belanda|Hindia-Belanda]], pemuda Soedjono sudah berangkat terlebih dahulu ke [[Australia]]. Sesampainya disana, rupanya timbul berbagai permasalahan baru seperti keterbatasan instruktur penerbang untuk melatih calon-calon penerbang, minimnya persediaan bahan bakar pesawat dan permasalahan lainnya. Dari permasalahan yang ada pemerintah [[Belanda]] kemudian membuat kebijakan yaitu para calon penerbang tersebut diberangkatkan ke [[Amerika Serikat]] untuk berlatih terbang. Dari [[Amerika Serikat]], Soedjono kemudian dikembalikan lagi ke [[Australia]] untuk dilatih di ''Jungle Warfare Training Camp'' di [[Queensland]] sebelum diberangkatkan ke front pertempuran di [[Biak]]. Satu tahun di front pertempuran [[Biak]], ia lalu mendapat istirahat di kota [[Melbourne]] lalu ke [[Brisbane]], [[Australia]]. Sebelum berangkat lagi ke front pertempuran, pada pertengahan bulan [[September]] [[1945]], ia mendengar berita bahwa [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia]] telah dikumandangkan pada tanggal [[17 Agustus]] [[1945]]. Untuk itu ia mencari informasi ke berbagai sumber untuk mendapat keterangan mengenai kondisi terakhir di [[Indonesia]].<ref>
Soedjono dengan berbagai cara, akhirnya tiba dengan selamat di tanah air, pesawat yang ditumpangi mendarat dengan selamat di [[Bandar Udara Internasional Kemayoran|Lapangan Udara Kemayoran]] pada tanggal [[5 Oktober]] [[1945]]. Tiba di tanah air, Soedjono melihat masih banyak tentara [[Jepang]] yang berkeliaran. Bersama Bapak [[Halim Perdanakusuma]] dan Bapak Roeslanoedanoeroesamsi berusaha mencari kontak dengan para pemuda untuk bisa sampai ke kota [[Yogyakarta]]. Pada saat tiba di [[Bandar Udara Internasional Kemayoran|Lapangan Udara Kemayoran]], ia masih mengenakan seragam [[Belanda]], dengan memakai topi pet, membawa pistol sehingga membuat orang-orang pribumi segan, malah cenderung takut untuk didekati kalau ditanya informasi seputar keadaan di tanah air. Akhirnya dengan pertolongan beberapa tokoh pejuang ia bisa berangkat ke [[Yogyakarta]] melalui [[Stasiun Manggarai]]. Sebelum berangkat ia dipesan oleh Dr. Kuswolodigo agar jangan bertanya macam-macam karena tentara dan mata-mata [[Belanda]] ada dimana-mana, di samping itu juga agar tidak menimbulkan kecurigaan pihak [[Belanda]] tentang keberadaan mereka. Sesampainya di [[Yogyakarta]], ia menginap di rumah orang tua Bapak Roeslanoedanoeroesamsi yaitu Bapak
=== Bergabung AURI ===
Baris 47 ⟶ 52:
Kegiatan lainnya yang dilakukannya adalah melatih para pemuda untuk menjadi anggota [[Paskhas|Pasukan Pertahanan Pangkalan]] ([[PPP]]), kemudian atas perintah Markas Tertinggi AURI melalui [[Halim Perdanakusuma|Komodor Muda Udara Halim Perdanakusuma]] pada 1947 membentuk pasukan payung pertama (''paratroop''). Soedjono dengan semangat yang menyala-nyala melaksanakan perintah yang telah diberikan oleh Markas Tertinggi AURI dengan senang hati. Oleh karena ia belum pernah melaksanakan terjun, langkah pertama yang dilakukan beliau adalah mendatangi orang-orang yang berpengalaman dalam hal ''paracutis'', di samping itu ia mempelajari sendiri teori-teori terjun payung. Secara kebetulan Soedjono mendapatkan payung-payung bekas peninggalan Belanda yang sudah lama tidak terpakai di [[Bandar Udara Adi Sucipto|Pangkalan Udara Maguwo]]. Soedjono sendiri secara kebetulan baru mendapatkan informasi kalau ada pelipat payung zaman Belanda yaitu Legino, Amir Hamzah, dan Pungut.
[[AURI]] melaksanakan latihan penerjunan pertama kali pada tanggal [[12 Februari]] [[1946]] di [[Bandar Udara Adi Sucipto|Pangkalan Udara Maguwo]]. Penerjunan ini seharusnya menggunakan pesawat angkut C-47 Dakota, namun karena keterbatasan, akhirnya hanya mempergunakan pesawat dengan dua tempat duduk peninggalan [[Jepang]], [[Churen]]. Penerjunan itu dilakukan dari ketinggian 2.300 kaki dari tiga buah pesawat. Pesawat pertama diterbangkan oleh [[Adisutjipto]] dan menerjunkan Amir Hamzah, penerbang kedua, [[Iswahyudi]] menerjunkan Legino dan penerbang ketiga, M. Suhodo, menerjunkan Pungut.<ref name=":1">{{Cite
Di samping itu Soedjono bertemu dengan Opsir Muda Udara I Soekotjo yang pernah bergabung dengan Angkatan Laut Belanda, melaksanakan penerjunan dalam Operasi Perang Dunia ke-II. Soejono kemudian menghubungi orang-orang tersebut untuk membantu memberikan teori dan praktek tentang penerjunan. Opsir Muda Udara I Soekotjo dengan senang hati membagikan pengetahuan dan pengalamannya pada Soedjono mengenai teori dan praktek terjun payung meliputi teknik pendaratan klasik dengan koprol, juga membagikan ilmu operasi pendaratan di daerah yang diduduki musuh seperti menghilang bila sedang diikuti musuh disuatu kota dan lain sebagainya.
Soedjono bersama Opsir Muda Udara I Soekotjo mencoba sendiri untuk melakukan latihan terjun payung yang juga merupakan penerjunan kedua dengan pesawat Cureng bersayap ganda yang dikemudikan [[Kolonel|Komodor Muda Udara]] [[Agustinus Adisoetjipto|A. Adisutjipto]] dan Kadet Udara I Gunadi.<ref name=":1" /> Penerjunan kedua ini dilaksanakan pada [[8 Maret]] [[1947]] dan bertepatan dengan ''Wing Day'', yakni hari dimana para kadet penerbang diwisuda. Penerjunan ini juga disaksikan oleh [[Presiden Soekarno]], [[Mohammad Hatta|Wakil Presiden Mohammad Hatta]], petinggi-petinggi [[Tentara Nasional Indonesia|TNI]] serta masyarakat [[Yogyakarta]].<ref name=":1" /> Pesawat [[Cureng]] sebetulnya tidak lazim digunakan untuk terjun payung, karena pesawat tersebut merupakan pesawat latih yang tidak memungkinkan seorang penerjun meloncat dari dalam pesawat. Untuk itu ada teknik tersendiri untuk loncat dari pesawat, dimana penerjun keluar dari dalam pesawat kemudian merayap ke sisi kiri atau kanan pesawat untuk persiapan terjun. Setelah siap dengan posisi jongkok di pinggir sayap pesawat kemudian merebahkan diri kebelakang agar tidak tersangkut ekor pesawat.
Baris 56 ⟶ 61:
== Meninggal Dunia ==
[[Marsekal Madya]] [[TNI]] ([[Purnawirawan|Purn.]]) HM. Soedjono, yang juga mantan [[Komando Pertahanan Udara Nasional Indonesia|Panglima Komando Pertahanan Udara Nasional]] ([[Komando Pertahanan Udara Nasional Indonesia|Pangkohudnas]]) pertama, meninggal dunia pada tanggal [[16 Agustus]] [[2010]] di [[Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto|RSPAD Gatot Subroto]], [[Jakarta]]. HM Soedjono wafat pada usia 87 tahun karena sakit.<ref name=":0">{{Cite
== Jabatan Militer ==
* Wakil Komandan Lanud Bugis (1946)
* Perwira Staf Khusus merangkap perwira diperbantukan Danlanud Maguo▼
* Wakil Komandan Lanud Maospati (1946)
* Dankodikau (1950-1953)▼
* [[Komando Pertahanan Udara Nasional Indonesia|Pangkohanudnas]] ([[1962]] - [[1966]])<ref name=":0" />▼
▲* [[Komando Pertahanan Udara Nasional Indonesia|Pangkohanudnas]] (
* Wakil Gubernur [[Lemhanas]]<ref>{{Cite web|url=http://www.lemhannas.go.id/|title=Wakil Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional|last=|first=|date=|website=Lemhanas RI|access-date=[[12 Juni]] [[2019]]}}</ref>
Baris 70 ⟶ 77:
{{s-mil}}
{{s-new}}
{{s-ttl | title = [[Kohanudnas|Pangkohanudnas]] | years =
{{s-aft | after = Laksamana Muda Udara [[Leo Wattimena]]}}
{{kotak suksesi
Baris 80 ⟶ 87:
{{s-dip}}
{{s-new}}
{{s-ttl | title = [[Daftar Duta Besar Indonesia untuk Suriah|Duta Besar Indonesia untuk Suriah]] | years =
{{s-aft | after = Bahruddin Abdulwahab Ubani gelar Mantari Batuah}}
{{kotak selesai}}
{{DEFAULTSORT:Sujono, H.M.}}
[[Kategori:Pejuang kemerdekaan Indonesia]]
[[Kategori:
[[Kategori:
[[Kategori:Panglima Komando Pertahanan Udara Nasional]]▼
[[Kategori:Perintis Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara]]▼
[[Kategori:Tokoh Dirgantara Indonesia]]
[[Kategori:Tokoh Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara]]
▲[[Kategori:Perintis Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara]]
▲[[Kategori:Panglima Komando Pertahanan Udara Nasional]]
[[Kategori:Alumni SMA Negeri 1 Yogyakarta]]
[[Kategori:Tokoh Angkatan 45]]
[[Kategori:Politikus Indonesia]]
[[Kategori:Duta Besar Indonesia untuk Suriah]]
|