Muhammad Sujono: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Wagino Bot (bicara | kontrib) →Referensi: clean up |
|||
(6 revisi perantara oleh 6 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Infobox Officeholder
|name =
|birth_date = {{birth date|1923|1|8}}
|birth_place = [[Surakarta]], [[Hindia Belanda]]
|death_date = {{death date and age|2010|8|16|1923|1|8}}
|death_place = [[Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto|RSPAD Gatot Subroto]], [[Jakarta]]
Baris 17:
|allegiance = {{flag|Indonesia}}
|serviceyears = 1946—1978
|servicenumber = 461010
|rank = [[Berkas:Pdu marsdyatni staf.png|25px]] [[Marsekal Madya]] [[TNI]]
|branch = [[Berkas:Insignia of the Indonesian Air Force.svg|25px]] [[TNI Angkatan Udara]]
Baris 51 ⟶ 52:
Kegiatan lainnya yang dilakukannya adalah melatih para pemuda untuk menjadi anggota [[Paskhas|Pasukan Pertahanan Pangkalan]] ([[PPP]]), kemudian atas perintah Markas Tertinggi AURI melalui [[Halim Perdanakusuma|Komodor Muda Udara Halim Perdanakusuma]] pada 1947 membentuk pasukan payung pertama (''paratroop''). Soedjono dengan semangat yang menyala-nyala melaksanakan perintah yang telah diberikan oleh Markas Tertinggi AURI dengan senang hati. Oleh karena ia belum pernah melaksanakan terjun, langkah pertama yang dilakukan beliau adalah mendatangi orang-orang yang berpengalaman dalam hal ''paracutis'', di samping itu ia mempelajari sendiri teori-teori terjun payung. Secara kebetulan Soedjono mendapatkan payung-payung bekas peninggalan Belanda yang sudah lama tidak terpakai di [[Bandar Udara Adi Sucipto|Pangkalan Udara Maguwo]]. Soedjono sendiri secara kebetulan baru mendapatkan informasi kalau ada pelipat payung zaman Belanda yaitu Legino, Amir Hamzah, dan Pungut.
[[AURI]] melaksanakan latihan penerjunan pertama kali pada tanggal [[12 Februari]] [[1946]] di [[Bandar Udara Adi Sucipto|Pangkalan Udara Maguwo]]. Penerjunan ini seharusnya menggunakan pesawat angkut C-47 Dakota, namun karena keterbatasan, akhirnya hanya mempergunakan pesawat dengan dua tempat duduk peninggalan [[Jepang]], [[Churen]]. Penerjunan itu dilakukan dari ketinggian 2.300 kaki dari tiga buah pesawat. Pesawat pertama diterbangkan oleh [[Adisutjipto]] dan menerjunkan Amir Hamzah, penerbang kedua, [[Iswahyudi]] menerjunkan Legino dan penerbang ketiga, M. Suhodo, menerjunkan Pungut.<ref name=":1">{{Cite
Di samping itu Soedjono bertemu dengan Opsir Muda Udara I Soekotjo yang pernah bergabung dengan Angkatan Laut Belanda, melaksanakan penerjunan dalam Operasi Perang Dunia ke-II. Soejono kemudian menghubungi orang-orang tersebut untuk membantu memberikan teori dan praktek tentang penerjunan. Opsir Muda Udara I Soekotjo dengan senang hati membagikan pengetahuan dan pengalamannya pada Soedjono mengenai teori dan praktek terjun payung meliputi teknik pendaratan klasik dengan koprol, juga membagikan ilmu operasi pendaratan di daerah yang diduduki musuh seperti menghilang bila sedang diikuti musuh disuatu kota dan lain sebagainya.
Soedjono bersama Opsir Muda Udara I Soekotjo mencoba sendiri untuk melakukan latihan terjun payung yang juga merupakan penerjunan kedua dengan pesawat Cureng bersayap ganda yang dikemudikan [[Kolonel|Komodor Muda Udara]] [[Agustinus Adisoetjipto|A. Adisutjipto]] dan Kadet Udara I Gunadi.<ref name=":1" /> Penerjunan kedua ini dilaksanakan pada [[8 Maret]] [[1947]] dan bertepatan dengan ''Wing Day'', yakni hari dimana para kadet penerbang diwisuda. Penerjunan ini juga disaksikan oleh [[Presiden Soekarno]], [[Mohammad Hatta|Wakil Presiden Mohammad Hatta]], petinggi-petinggi [[Tentara Nasional Indonesia|TNI]] serta masyarakat [[Yogyakarta]].<ref name=":1" /> Pesawat [[Cureng]] sebetulnya tidak lazim digunakan untuk terjun payung, karena pesawat tersebut merupakan pesawat latih yang tidak memungkinkan seorang penerjun meloncat dari dalam pesawat. Untuk itu ada teknik tersendiri untuk loncat dari pesawat, dimana penerjun keluar dari dalam pesawat kemudian merayap ke sisi kiri atau kanan pesawat untuk persiapan terjun. Setelah siap dengan posisi jongkok di pinggir sayap pesawat kemudian merebahkan diri kebelakang agar tidak tersangkut ekor pesawat.
Baris 60 ⟶ 61:
== Meninggal Dunia ==
[[Marsekal Madya]] [[TNI]] ([[Purnawirawan|Purn.]]) HM. Soedjono, yang juga mantan [[Komando Pertahanan Udara Nasional Indonesia|Panglima Komando Pertahanan Udara Nasional]] ([[Komando Pertahanan Udara Nasional Indonesia|Pangkohudnas]]) pertama, meninggal dunia pada tanggal [[16 Agustus]] [[2010]] di [[Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto|RSPAD Gatot Subroto]], [[Jakarta]]. HM Soedjono wafat pada usia 87 tahun karena sakit.<ref name=":0">{{Cite
== Jabatan Militer ==
* Wakil Komandan Lanud Bugis (1946)
* Wakil Komandan Lanud Maospati (1946)
* Perwira Staf Khusus merangkap perwira diperbantukan Danlanud Maguwo
* Dankodikau (1950—1953)
Baris 89 ⟶ 92:
{{DEFAULTSORT:Sujono, H.M.}}
[[Kategori:Pejuang kemerdekaan Indonesia]]
[[Kategori:Tokoh militer Indonesia]]
Baris 101 ⟶ 102:
[[Kategori:Tokoh Angkatan 45]]
[[Kategori:Politikus Indonesia]]
[[Kategori:Duta Besar Indonesia untuk Suriah]]
|