Muhammad Sujono: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Wagino Bot (bicara | kontrib) |
|||
Baris 55:
Di samping itu Soedjono bertemu dengan Opsir Muda Udara I Soekotjo yang pernah bergabung dengan Angkatan Laut Belanda, melaksanakan penerjunan dalam Operasi Perang Dunia ke-II. Soejono kemudian menghubungi orang-orang tersebut untuk membantu memberikan teori dan praktek tentang penerjunan. Opsir Muda Udara I Soekotjo dengan senang hati membagikan pengetahuan dan pengalamannya pada Soedjono mengenai teori dan praktek terjun payung meliputi teknik pendaratan klasik dengan koprol, juga membagikan ilmu operasi pendaratan di daerah yang diduduki musuh seperti menghilang bila sedang diikuti musuh disuatu kota dan lain sebagainya.
Soedjono bersama Opsir Muda Udara I Soekotjo mencoba sendiri untuk melakukan latihan terjun payung yang juga merupakan penerjunan kedua dengan pesawat Cureng bersayap ganda yang dikemudikan [[Kolonel|Komodor Muda Udara]] [[Agustinus Adisoetjipto|A. Adisutjipto]] dan Kadet Udara I Gunadi.<ref name=":1" /> Penerjunan kedua ini dilaksanakan pada [[8 Maret]] [[1947]] dan bertepatan dengan ''Wing Day'', yakni hari dimana para kadet penerbang diwisuda. Penerjunan ini juga disaksikan oleh [[Presiden Soekarno]], [[Mohammad Hatta|Wakil Presiden Mohammad Hatta]], petinggi-petinggi [[Tentara Nasional Indonesia|TNI]] serta masyarakat [[Yogyakarta]].<ref name=":1" /> Pesawat [[Cureng]] sebetulnya tidak lazim digunakan untuk terjun payung, karena pesawat tersebut merupakan pesawat latih yang tidak memungkinkan seorang penerjun meloncat dari dalam pesawat. Untuk itu ada teknik tersendiri untuk loncat dari pesawat, dimana penerjun keluar dari dalam pesawat kemudian merayap ke sisi kiri atau kanan pesawat untuk persiapan terjun. Setelah siap dengan posisi jongkok di pinggir sayap pesawat kemudian merebahkan diri kebelakang agar tidak tersangkut ekor pesawat.
|