Lakilaponto: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Arzan 88 (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Fitur saranan suntingan: 3 pranala ditambahkan.
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Tugas pengguna baru Disarankan: tambahkan pranala
 
(61 revisi perantara oleh 35 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{more citations needed}}
{{Infobox person
| name = Lakilaponto
| birth_name = LakilapontoLa Kilaponto
| birth_date = 15841488
| birth_place = [[Berkas:Flag of Indonesia.svg|border|link=Indonesia|17px]] Indonesia [[Muna]], [[Sulawesi Tenggara]], [[Indonesia]]
| death_date = 1584
| death_place = [[Berkas:Flag of Indonesia.svg|border|link=Indonesia|17px]] [[Bau-bau]], [[Indonesia]]
| death_cause =
| body_discovered =
| resting_place =
| resting_place_coordinates =
| monuments =
| residence =
| nationality =
| other_names =
| ethnicity = [[Muna]]
| spouse education =
| citizenship = [[Berkas:Flag of Indonesia.svg|border|link=Indonesia|17px]] Indonesia
| education alma_mater =
| alma_mater years_active =
|employer years_active =
| employer known_for =
| known_for notable_works =
|title = Sultan Muhammad Isa Kaimuddin Khalifatul Khamis ; Murhum
| notable_works =
|term title = Sultan Muhammad Isa Kaimuddin Khalifatul Khamis ; [[Halu Oleo]] ; Landolaki; Murhum1538-1584
| term predecessor = 1538-1584
|successor predecessor =
|party successor =
| party religion = [[Islam]]
|spouse religion = [[Islam]]
| spouse =
# Wa Ode Pogo,
# Wa Tampoidongi,
# Anawai Angguhairah,
# Wa Sameka,
# putri raja Jampe,
# putri raja Selayar
| children =
# La Tumparasi (Sangia Boleko)
# La Sangaji (Sangia Makengkuna)
# Wa Ode Poasia
# Wa Ode Lepo-lepo
# Wa Ode Konawe
# Paramasuni
# Wasugirampu
# Wabunganila
# Wabeta
| parents = [[Sugi Manuru]] <small>(ayah)</small><br />[[Wa Tubapala]] <small>(ibu)</small>
| relatives = La Posasu (Raja Muna VIII - gelar: Kobangkuduno) <small>(adik Laki-laki)
}}
{{wikiportal|Indonesia}}
 
'''Lakilaponto''' berasal dari [[Kerajaan Muna]] (Wuna) karena sebelum ia memerintah disekarang [[ButonPulau Muna]]), ia adalah Raja Muna VII, putra Raja Muna VI [[Sugi Manuru]] dengan pasangannya [[Wa Tubapala]].Setelah menyerahkan tahta kerajaan [[Muna]] ke adiknya [[La Posasu]] (gelar: Kobangkuduno)
Ia menjadi Raja Buton karena mendengar kerajaan Buton sedang diserang oleh [[La Bolontio]] (Kapitan dari [[Banggai]], sebuah kabupaten kepulauan di [[Sulawesi Tengah]] sekarang).
Ia selanjutnya menuju Buton karena mendengar kerajaan Buton sedang diserang oleh [[La Bolontio]] (Kapitan dari [[Banggai]], sebuah kabupaten kepulauan di [[Sulawesi Tengah]] sekarang). Dari sumber sejarah [[Kabupaten Kepulauan Selayar|Selayar]] diketahui bahwa kedatangan Lakilaponto ke Buton atas permintaan Raja Mulae ([[Raja Buton V]]); dan selain La Kilaponto, turut pula membantu Opu Manjawari (Raja Selayar). Cerita rakyat menyebutkan bahwa [[La Bolontio]] hanya memiliki satu mata. Dalam sebuah pertarungan terbuka, La Kilaponto sempat terdesak dan jatuh ke tanah berpasir (diduga pertarungan itu dilakukan di pantai). Dalam situasi itu Lakilaponto kemudian menendang pasir langsung mengenai mata La Bolontio dan situasi kemudian berbalik, La Kilaponto akhirnya menguasai pertarungan dan berhasil membunuh La Bolontio. Karena keberhasilannya itu, Lakilaponto kemudian dinobatkan sebagai Raja [[Buton]] VI.
 
Kedatangan Lakilaponto ke Buton karena mendapat informasi bahwa di Kerajaan Buton sedang diganggu oleh gerombolan perompak bernama La Bolontio dan Raja Buton saat itu La Mulae tidak mampu menaklukkannya. La Kilaponto mellihat ini merupakakn peluang untuk menguasai Buton tanpa perang dengan tetangganya itu. Ia cukup mengalahkan La Bolontio. Ia pun datang ke Buton setelah terlebih dahulu menyerhkan pimpinan kerajaan Muna ke adiknya, La Posasu.
Di kemudian hari La Kilaponto kemudian menobatkan dirinya sebagai Sultan [[Buton]] I dengan gelar Sultan Muhammad Isa Kaimuddin Khalifatl Khamis atau lebih dikenal dengan Sultan [[Murhum]] dan mengubah bentuk pemerintahan Buton menjadi Kesultanan setelah ia memeluk agama [[Islam]]. Sejak itu Islam berkembang pesat di [[Buton]]. Nama [[Halu Oleo]] diabadikan oleh masyarkat [[Sulawesi Tenggara]] menjadi nama sebuah universitas negeri terbesar di daerah itu: [[Universitas Halu Oleo]]. Kata “Haluoleo” diambil dari nama salah seorang raja pada Kerajaan Konawe yang hidup sekitar abad tujuh belas. Haluoleo selain dikenal sebagai pemimpin yang bijak, diyakini pula sebagai ksatria yang tak kenal menyerah dan gigih membela tumpah darahnya. Secara harfiah Haluoleo berarti delapan hari dalam [[bahasa Tolaki]] – bahasa penduduk asli Kerajaan Konawe yang mendiami Kendari.
 
Ia selanjutnya menuju Buton karena mendengar kerajaan Buton sedang diserang oleh [[La Bolontio]] (Kapitan dari [[Banggai]], sebuah kabupaten kepulauan di [[Sulawesi Tengah]] sekarang). Dari sumber sejarah [[Kabupaten Kepulauan Selayar|Selayar]] diketahui bahwa kedatangan Lakilaponto ke Buton atas permintaan Raja Mulae ([[Raja Buton V]]); dan selain La Kilaponto, turut pula membantu Opu Manjawari (Raja Selayar). Cerita rakyat menyebutkan bahwa [[La Bolontio]] hanya memiliki satu mata. Dalam sebuah pertarungan terbuka, La Kilaponto sempat terdesak dan jatuh ke tanah berpasir (diduga pertarungan itu dilakukan di pantai). Dalam situasi itu Lakilaponto kemudian menendang pasir langsung mengenai mata La Bolontio dan situasi kemudian berbalik, La Kilaponto akhirnya menguasai pertarungan dan berhasil membunuh La Bolontio. Karena keberhasilannya itu, Lakilaponto kemudian dinobatkan sebagai Raja [[Buton]] VI.
=== '''Sepak Terjang Lakilaponto''' ===
 
Saat menjadi Raja Muna, laki la ponto dikenal sebagai raja masyhur penuh kharisma, seorang pendekar, sang jenderal, berjiwa pejuang, bahkan terbilang cerdas dibidang ketatanegaraan. Kehebatannya dibidang pemerintahan juga dibuktikan dengan kemampuannya menyatukan beberapa kerajaan di [[Sulawesi Tenggara]], yang sebelumnya saling berseteru. Laki la ponto pun memiliki pertalian yang longgar menurut keturunan maupun perkawinan. Sehingga namanya terlukis indai di semua lembaran sejarah kerajaan-kerajaan di Sulawesi Tenggara, seperti di Kerajaan Muna, Kerajaan Buton (Wolio), Kerajaan Konawe, dan di Kerajaan Moronene.
Dengan matinya La Bolontio di tangannya, maka ia dengan mudah mendelegitimasi kepemimpinan Raja Buton La Mulae dan merebut kekuasaan darinya. Maka jadilah La Kilaponto sebagai Raja Buton ke - VI menggantikan La Mulae.
<br>
 
Setiap kerajaan yang ia kunjungi, laki la ponto kerapkali mengalami pergantian nama. Penyebutan namanya tergantung pada pemberian masyarakat setempat, yang didasarkan pada latar belakang kehadirannya. Misalnya di Kerajaan Konawe bernama Haluoleo, di [[Kerajaan Moronene]] bernama landolaki, dan di Kerajaan Buton dikenal dengan sebutan Murhum.
Di bawah kekuasaannya Wilayah [[Pulau Buton]] berkembang pesat sehingga ia kemudian berinisiatif mendirikan [[Kesultanan Buton]] dan ia dinobatkan sebagai Sultan [[Buton]] I dengan gelar Sultan Muhammad Isa Kaimuddin Khalifatl Khamis atau lebih dikenal dengan Sultan [[Murhum]] dan mengubah bentuk pemerintahan Buton menjadi Kesultanan setelah ia memeluk agama [[Islam]]. Sejak itu Islam berkembang pesat di [[Buton]].
 
=== '''Sepak TerjangSilsilah Lakilaponto''' ===
Lakilaponto adalah Raja Muna VII, putra Raja Muna VI [[Sugi Manuru]] dengan pasangannya [[Wa Tubapala]], dan merupakan keturunan para sugi. Sebagai anak yang tercerdas dan berwibawa dari seorang raja dengan sistem Monarki Absolutisme, sudah jelas bahwa Lakilapontolah yang menjadi putera mahkota untuk kelak menggantikan Sugi Manuru sebagai Raja Muna.
 
== Sepak terjang ==
Saat menjadi Raja Muna, laki la ponto dikenal sebagai raja masyhur penuh kharisma, seorang pendekar, sang jenderal, berjiwa pejuang, bahkan terbilang cerdas dibidang ketatanegaraan. Kehebatannya dibidang pemerintahan juga dibuktikan dengan kemampuannya menyatukan beberapa kerajaan di [[Sulawesi Tenggara]], yang sebelumnya saling berseteru. Laki la ponto pun memiliki pertalian yang longgar menurut keturunan maupun perkawinan. Sehingga namanya terlukis indai di semua lembaran sejarah kerajaan-kerajaan di Sulawesi Tenggara, seperti di Kerajaan Muna, Kerajaan Buton (Wolio), Kerajaan Konawe, dan di Kerajaan Moronene.
 
Setiap kerajaan yang ia kunjungi, laki la ponto kerapkali mengalami pergantian nama. Penyebutan namanya tergantung pada pemberian masyarakat setempat, yang didasarkan pada latar belakang kehadirannya. Misalnya di Kerajaan Konawe bernama Haluoleo, di [[Kerajaan Moronene]] bernama landolaki, dan di Kerajaan Buton dikenal dengan sebutan Murhum.
Laki la ponto mengakhiri masa pemerintahannya karena wafat tahun 1584 setelah memerintah lebih kurang 46 tahun, sebagai raja Buton VI selama 3 tahun dan sebagai Sultan I selama 43 tahun. Setelah ia meninggal dunia, Sara Kesultanan Buton memilih [[La Tumparasi]] (Sangi Boleka) sebagai sultan Buton II dan dilantik pada tahun itu juga. Laki La Ponto merupakan salah satu tokoh besar yang berasal dari Sulawesi Tenggara.
 
Pada sebuah hikayat disebutkan, saat Lakilaponto menjadi Raja di Kerajaan Muna, Buton dan Konawe, kerajaan-kerajaan lainya yaitu Kerajaan kaledupa, Kerajaan Mokole dan Mekongga ikut menggabungkan diri dibawa kekuasaan Lakilaponto, sebagai mana kutipan berikut ‘Adapun tatkala Murhum menjadi raja di Negeri Buton ini, tatkala dikaruniai Murhum, maka menjadilah sekalian Negeri, karena ia raja La Kilaponto membawahi negeri yang besar yaitu Buton dan Wuna, jadi ikut sekalian negeri seperti kaledupa dialihkan, Mekongga dialihkan, dan kabaena di Alihkan. Maka sekalian negeri pun dialihkan oleh Murhum”.
 
=== Lakilaponto Sebagaisebagai Raja Muna VII ===
Lakilaponto menjadi raja muna VII setelah menggantikan ayahandanya, Sugi Manuru sebagai raja muna. Lakilaponto memerintah kerajaan muna selama kurang lebih 3 tahun sebelum digantikan oleh adiknya sendiri, La Posasu.
 
Seperti telah disebutkan terdahulu, bahwa Lakilaponto adalah putra sulung Sugi Manuru dan Wa Tubapala. sebagai anak sulung, dari seorang raja dengan sistem Monarchi Absolutisme, sudah jelas bahwa Lakilaponto-lah yang menjadi putera mahkota untuk kelak menggantikan Sugi Manuru sebagai raja muna.<ref>Rustam E Tamburaka, 2007, Sejarah dan Kebudayaan Sulawesi Tenggara, Badan Riset Daerah Sulawesi Tenggara</ref>
 
Lakilaponto pada saat memerintah Kerajaan Muna, menanamkan falsafa atau nilai-nilai dasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara seperti yang diajarkan oleh SUGI MANURU yaitu :
# Pobini-biniti kuli, ( saling tengang rasa )
# Poangka-angka tau, ( Saling harga-menghargai )
# Poma-masigho, ( Saling sayang- menyayangi )
# Poadha-adhati. (Saling menghormati )
Keempat prinsip dasar diatas wajib dipahami dan dijalankan oleh setiap warga kerajaan muna dalam hal ini termasuk juga Raja dan aparat kerajaan lainnya. Lakilaponto juga menyebar luaskan konstitusi Negara kerajaan Muna pada kerjaan-kerajaan yang dipimpinnya Yaitu :
# Hansuru –hansuru badha Sumano kono hansuru liwu ( Biarlah badan binasa asal Negara tetap berdiri ).
# Hansuru-hansuru Liwu Sumano kono hansuru Ahdati ( kalaupun Negara harus bubar adat tetap harus dipertahankan ).
# Hansuru-hansuru Adhati sumano Tangka Agama ( Kalupun adat tidak bisa lagi dipertahankan, agama harus tetap ditegakkan ).
 
Falsafah dasar dan Konstitusi kerajaan Muna yang telah di ajarkan oleh Ayahandanya Raja Muna VI Sugi Manuru kemudian disebar luaskan pada kerajaan-kerajaan yang dipimpin oleh Lakilaponto berikutnya.
=== Lakilaponto Sebagai Sultan Buton ===
Pada saat islam masuk ke kerajaan Buton yang dibawa oleh imam arab, Syeh Abdul Wahid bentuk pemerintahan dari kerajaan berubaha menjadi kesultanan dimana Lakilaponto menerima islam sebagai agama resmi. Pada menjadi kesultanan, Lakilaponto diangkat sebagai Sultan Pertama bergelar Sultan Muhammad Isa Kaimuddin Khalifatul Khamis. Pengangkatan lakilaponto sebagai sultan mendapat persetujuan langsung dari Khalifah di [[Kesultanan Utsmaniyah]]. Lakilaponto memerintah kesultanan buton cukup lama yaitu selama 43 tahun.
 
== Rujukan ==
<references />
Buku sejarah Buton (arsip)
 
{{indo-bio-stub}}
[[Kategori:Kesultanan Buton]]
[[Kategori: sejarahSejarah]]
[[Kategori:Kerajaan]]
[[Kategori:Sulawesi Tenggara]]
[[Kategori:Tokoh Sulawesi Tenggara]]