Belian sentiu: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Perubahan kosmetika
Turmadan (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
 
(9 revisi perantara oleh 6 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
'''Belian sentiu''' adalah sebuah upacararitual keagamaan [[tradisionalKaharingan]] yang dilakukan oleh masyarakat [[Dayak Benuaq]] di [[Tanjung Isuy, Jempang, Kutai Barat]], [[Kalimantan Timur]]. Upacara tersebut berkaitan dengan sistem kepercayaan dan [[religi]] yang dianut oleh masyarakat setempat serta berhubungan dengan permohonan pertolongan terhadap roh-roh makhluk halus yang ada di sekitar mereka sekaligus arwah leluhur serta penguasa atas (''lahtalaLahtala'') dan juga penguasa bawah (''uwokng).Uwokng''). Nama lain dari ritual ini adalah [[Belian Bawo]], Basangiang, atau juga disebut Badewa.<ref>{{Cite news|url=http://news.liputan6.com/read/113941/belian-pengobatan-tradisional-metode-alam-bawah-sadar|title=Belian, Pengobatan Tradisional Metode Alam Bawah Sadar|last=Liputan6.com|newspaper=liputan6.com|access-date=2017-12-14}}</ref> Hal itu tetap perlu mereka lakukan meskipun secara formal mereka sudah memeluk [[agama]] sebagaimana manusia [[Indonesia]] pada umumnya. Perlunya melakukan upacara [[tradisional]]ritual tersebut mereka anggap sebagai upaya untuk mentransformasikan hubungan manusia yang hidup sebagai makluk di jagad raya dengan alam gaib yang sifatnya metafisika. Dalam praktiknya, mereka mengumandangkan manteramantra-manteramantra magis dan sakral yang diiringi dengan musik serta tarian. Hal itu menunjukan bahwa mereka amat menjaga keseimbangan antara kehidupan dunawi dengan metafisik.<ref name=":0">Irawati, Eli. 2012. Makna Simbolik Pertunjukan Kelentanan dalam Upacara Belian Sentiu Suku Dayak Benuaq Desa Tanjung Isuy, Kutai Barat, Kalimantan Timur. Tesis. Program Studi Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa Universitas Gadjah Mada: Tidak Dipublikasikan </ref>
 
== Gambaran Umum ==
Belian Sentiu berasal dari “''Belian”'' yang dikenal oleh masyarakat Benuaq sebagai upacara ritual perdukunan dengan cara ''Bememang'' atau membaca manteramantra-manteramantra sambil meliuk-liukan badan seperti orang menari dan diirngi dengan bunyi-bunyian atau kelentangan. Masyarakat [[Dayak Benuaq]] bahkan menggunakan berbagai macam sesajen yang telah dipersiapkan sesuai dengan niat untuk apa ''Belian'' tersebut dilakukan. Masyarakat Banuaq juga mengenal Balian sebagai tarian dewa atau ''kanjong dewa'' yang disertai dengan ilmu magis untuk manteramantra-manteramantra dan doa yang dilakukan oleh dukun atau yang biasa mereka sebut dengan ''Pemliatan.'' Ritual upacara Belian Sentiu biasa dilakukan oleh masyarakat setempat apabila ada anggita masyarakat yang mengalami sakit jasmani atau rohani untuk disembuhkan. Proses penyembuhannya sendiri dilakukan oleh ''Pameliatn'' yang dianggap sebagai perantara antara dunia realita dengan dunia metafsika serta menyampaikan permintaan dan juga hal-hal yang perlu dilakukan oleh manusia.<ref name=":1">Florus, Paulus. 1994. Kebudayaan Dayak: Aktualisasi dan Transformasi. Jakarta: PT Grasindo</ref>
 
Sementara itu, kata “Sentiu” yang tersemat dalam nama Belian Sentiu berasla dari kata “''Nyenteyau”'' yang memiliki makna penyelidikan terhadap berbagai macam penyakit yang diderita orang yang sakit tertentu. Mula-mula, ''Pameliatn'' akan menyelediki terlebih dahulu apa penyakit yang sedang diderita oleh masyarakat kemudian menentukan penyebab terjadinya penyakit tersebut. Baru kemudian, ''Pameliatn'' akan melakukan pengobatan. Menyelidik terlebih dahulu sumber penyakit seseorang menurut masyarakat [[Dayak Benuaq]] menjadi sangat penting karena merupakan ajaran atau tradisi yang diajarkan oleh nenek moyang secara turun temurun.
Baris 13:
Menurut penuturan salah satu tokoh masyarakat Banuaq, upacara Belian Sentiu bermula ketika ada sesorang laki-laki yang memperistri seorang perempuan cantik bernama Lise. Kecantikan sang istri menimbulkan rasa cemburu yang berlebihan kepada suaminya, apabila snag istri sedang berbicara atau berkomunikasi dengan lelaki lain. Hal itu membuat sang suami memutuskan sebuah tekad besar untuk memboyong sang istri ke tengah [[hutan]] belantara dan meninggalkan desa tempat mereka tinggal. Baru beberapa saat tinggal di [[hutan]], sang istri ternyata jatuh sakit dan kemudian meninggal dunia. Sang suami merasa panik dan ketakutan. Ia pun membuatkan sebuah peti kayu untuk menyimpan jenazah sang istri. Awalnya, ia berniat membawa jenazah itu ke tengah [[hutan]] belantara, sebab membawanya kembali ke [[desa]] mereka tentu amat jauh lokasinya. Namun demikian, sang suami khawatir jenazah Istrinya akan dimakan ''Uwokng-Uwokng'' yang merupakan makhluk halus pemakan jenazah. Akhirnya, ia memilih untuk menghanyutkan peti jenazah tersebut ke dalam sungai.<ref name=":1" />
 
Tanpa menunggu waktu lama, ''Uwokng'' itu kemudian mendatangi rumah [[laki-laki]] tersebut dan menanyakan dimanakah keberadaan jenazah istrinya yang baru meninggal tersebut. Untuk melindungi istrinya dari marabahaya, ia mengatakan bahwa ia tidak tahu dimana jenazah itu berada. Akhirnya, ''Uwokng-uwokng'' itu membacakan manteramantra yang bertujuan untuk menemukan [[jenazah]] istri dari laku-laki tersebut. Bunyi mantranya kurang lebih demikian ''owir ngoko ekai, lemeq lungun lise, dooq li turus sungkai.'' Tanpa menunggu beberapa lama, jenazah [[perempuan]] itu kemudian diketahui mereka berada di bawah [[sungai]]. Mereka menyelami [[sungai]] yang ada dan kemudian membawa [[jenazah]] Lise ke permukaan. Sebelum menyantap [[jenazah]] tersebut, mereka ingin menghidupkan kembali tubuh Lise agar lebih nikmat dan segar ketika akan dimakan. Mereka mengoleskan beberapa obat-obatan dan kemudian [[jenazah]] Lise bangkit kembali. Ketika sedang mengambil posisi akan dimakan oleh ''Uwokng-uwokng'', sang suami paham bahwa istrinya sedang dalam kondisi bahaya. Ia pun marah sejadi-jadinya dengan mengucapkan mantar seperti yang diucapkan oleh ''Uwokng-Uwokng.'' Mendengar hali itu, ''Uwokng-Uwokng'' justru lari ketakutan. Semenjak kejadian itu, sang [[suami]] memiliki kekuatan untuk mampu mengusir makhluk halus. Ilmu itu kemdian diturunkan kepada anak keturunannya sampai hari ini.<ref name=":0" />
 
== Persiapan ''Belian Sentiu'' ==
Dalam tahap persiapan, Belian Sentiu bisanya tidak terlepas dari para pelaku upacara secara langsung seperti adanya pihak penyelnggara atau adanya orang yang sakit dan membutuhkan pertolongan sehingga perlu diadakan upacara Belian Sentiu. Pihak penyelenggara biasanya mencari pengugu ramu sebagai pihak perantara atau penghubung antara pihak penyelenggara dengan ''pemeliatn'' sebagai pemimpin ritual Belian Sentiu. Beberapa pihak yang terlibat dalam Belian Sentiu antara lain adalah ''pemeliatn'', pemain musik, dan ''pengungu ramu'' yang menjadi satu kesatuan kelompok serta saling mendukung satu sama lain. Meskipun masing-masing peran tersebut memiliki posisi dan fungsinya masing-masing, terintegrasinya keseluruhan peran terlihat jelas selama proses persiapan Belian Sentiu.<ref name=":2">Bonoh, Yhannes. 1985. Belian Bawo. Samarinda: Proyek Pengembangan Permuseuman Kalimantan Timur</ref>
 
Sebelum upacara Belian Sentiu yang sesungguhnya dimulai, para pendukung [[upacara]] tersebut biasanya akan diminta untuk melakukan ritual kecil terlebih dahulu sebagai bekal agar lebih siap dan tenang dalam menjalankan upacara Belian Sentiu. Waktu persiapan itu sendiri dilakukan beberapa hari sebelum upacara Belian Sentiu yang sesungguhnya berlangsung. Selain itu, para pengisi peran dalam upacara Belian Sentiu juga harus menghindarkan diri dari berbagai sifat jelek seperti marah-marah, berkelahi, dan membawa barang-barang tertentu yang dinilai akan membawa kesialan. Khusus bagi sang pemimpin upacara, yaitu ''Pemeliatn'', diminta untuk meminta petunjuk kepada roh leluhurnya masing-masing agar diberikan kesiapan dan kemampuan dalam menyelesaikan upacara Belian Sentiu. Persiapan semacam itu bukanlah sesuatu yang tanpa makna, mereka menyadari bahwa kemampuan mereka sebagai manusia biasa sangat terbatas, sehingga memerlukan pertolongan dari kekyatankekuatan mikrokosmos lain untuk membantunya, yaitu roh [[leluhur]] dan arwah makhluk halus.<ref name=":1" />
 
Beberapa unsur atau pelaku yang akan dilibatkan dalam Belian Sentiu juga perlu melakukan persiapan. Pihak penyelenggara menjadi unsur yang paling penting karena ia merupakan sebuah keluarga yang anggotanya sedang mengalami sakit sehingga membutuhkan pengobatan secara nonmedis. [[Keluarga]] sebagai penyelenggara itu bisa berupa siapa saja, baik rakyat kecil biasa maupun ''Temenggung'' yang memiliki kekuasaan, asalkan mereka memiliki biaya yang cukup untuk menggelar upacara Belian Sentiu. Pihak keluarga sebagai penyelenggara biasanya akan dibantu oleh seorang perantara yang disebut dengan istilah ''Pengugu Ramu'' yang akan menghubungkan ''Pemeliatn'' sebagai pemimpi upacara dengan pihak keluarga sebagai penyelnggara. Pihak lain yang terlibat dalam Belian Sentiu adalah ''Peeliatn'' yang merupakan dukun Belian atau pawing belian yang akan bertindak sebagai pemimpin jalannya upacara Belian Sentiu. Oleh sebab Belian Sentiu berfungsi sebagai [[upacara]] untuk penyembuhan orang sakit, segala tahap yang dilakukan harus sesuai dengan arahan ''Pemeliatn'' yang sebelumnya telah memperoleh petunjuk dari roh-roh leluhur dan roh halus di sekitarnya. Lebih dari itu, Pemeliatn yang berindak untuk memimpin upacara Belian Sentiu bisa kelompok laki-laki maupun kelompok [[perempuan]]. Apabila ''Pemeliatn'' berjenis kelamin [[perempuan]], akan disebut sebagai ''Pemeliatn Bawe'', sementara apabila berjenis kelamin [[laki-laki]], akan disebut sebagai ''pemeliatn turaatn''.<ref name=":0" />
Baris 25:
 
== Pelaksanaan ''Belian Sentiu'' ==
Secara garis besar, pelaksanaan proses penyembuhan dalam ritual Belian Sentiu dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu tahap ''ngawat;'' tahap ''badasuq''; tahap ''nyolukng samat.'' Ketiga tahap tersebut diiringi dengan [[musik]] [[Kelentangan]] mulai dari awal ritual dimulai hingga selesai.<ref>___. 1964. Music in Primitive Culture. Cambrigde: Harvard University Press.</ref> Perlu diketahui bahwa ketiga tahapan tersebut tidak perlu dilaksanakan seluruhnya oleh penyelenggara upacara. Apabila di tahap pertama, penyakit anggota keluarga yang ingin disembuhkan sudah pulih, maka tahap kedua dan ketiga tidak perlu dilakukan. Sementara itu, apabila di tahap pertama belum mengalami kesembuhan, maka seluruh tahapan harus dilaksanakan.<ref>{{Cite web |url=http://dispar.kutaikartanegarakab.go.id/berita/tampilan_belian_sentiu_dayak_benuaq |title=Salinan arsip |access-date=2017-12-14 |archive-date=2017-06-07 |archive-url=https://web.archive.org/web/20170607155330/http://dispar.kutaikartanegarakab.go.id/berita/tampilan_belian_sentiu_dayak_benuaq |dead-url=yes }}</ref>
 
Pada tahap ''ngawat'' atau tahap pertama, waktu yang diberlukan penyelenggara untuk menggelar upacara Belian Sentiu biasanya adalah delapan hari delapan malam. Hal itu sesuai dengan perkiraan masyarakat [[Suku Dayak Benuaq]] yang amat percaya pada angka genap karena diyakini sebagai angka yang baik untuk menyembuhkan penyakit. Tahap ''ngawat'' dinilai sebagai tahap awal yang merupakan usaha awal dari pemeliatn untuk mengadakan hubungan langsung dengan makhluk-makhluk halus dan roh [[leluhur]] untuk meminta bantuan. Tujuan dari usaha itu adalah untuk memohon petunjuk kepada roh leluhur agar dapat mengetahui penyebab penyakit seseorang sekaligus meminta petunjuk mengenai obat atau ramuan apa yang cocok untuk jenis penyakit tersebut. Dalam tahapan itu, penyelenggara harus memberikan dua buah [[Sesajen]], yaitu ''entaaq'' dan ''encaak''. Keduanya merupakan sesjai yang digunakan untuk mengadakan hubungan dnegan makhluk halus dan roh [[leluhur]].<ref name=":0" />
Baris 40:
Tahapan upacara lain yang dilakukan oleh ''Pemeliatn'' adalah ''ngasih ngado'' yang diartikan sebagai proses permintaan belas kasihan kepada roh halus dengan memberikan persembahan tertentu karena mereka telah mencelakai orang yang sakit. Persembahan yang diberikan biasanya berbentuk [[hewan]] ternak seperti [[ayam]], [[babi]], dan [[kerbau]]. Ritual yang mereka lakukan adalah dengan membunuh hewan [[babi]] dan [[ayam]] dengan cara ditombak agar orang yang sakit beserta keluarganya tidak tertimpa musibah serupa. Upacara tersebut juga menjadi penanda bahwa pihak penyelenggara telah menepati janji dan sebagai tanda bahwa tali janji antara pihak penyelenggara dengan makhluk halus itu dengan demikian terputus.
 
Dalam tahapan tersebut, musik kelentengan yang dimainkan memiliki tempo yang agak lambat dengan volume pukulan yang dilakukan oleh pemain dibuat turun. Pada saat musik dimainkan demikian, ''guruq pemeliatn'' menari-nari sambil membawa ayam dan darah [[babi]] untuk dipersembahkan kepada makhluk halus yang telah membantu proses penyembuhan sekaligus memutus janji yang telah disepakati sebelumnya. Sementara itu, para ''Pemeliatn'' akan menari-nari sambil membawa tengkorak dan tulang belulang leluhur yang sebelumnya diletakkan di dalam lungun. Hal itu mereka lakukan dengan pola lantai menyerupai huruf O dan mengelilingi awir batu raja berulang-ulang sebagai ucapan terimakasihterima kasih kepada makhluk halus dan roh-roh [[leluhur]] yang telah membantu.<ref name=":0" />
 
''Ngasi ngado'' bermaksud agar makhluk-makhluk halus dan roh-roh [[leluhur]] mau membersihkan diri orang yang [[sakit]] tersebut dari segala penyakit dan pengaruh buruk makhluk halus. Selain dilakukan dengan membunuh [[hewan]] kurban [[babi]] dan [[ayam]], ''Pameliatn'' juga mempersiapkan satu baskom air yang berisi pengasi, yaitu satu ikat kembang yang terdiri dari berbagai jenis seperti kembang ''kepanggir'', bungaa, daun tomat, dan lain sebagaunyasebagainya. Air baskom yang berisi bunga dan darah dari hewan-hewan tadi kemudian dikuburkan dan dipercikan ke tubuh orang yang sakit, mulai dari ujung rambut, hingga ujung kaki dengan menggunakan daun ''kapeer''.<ref name=":3" />
 
== ''Nyalolo'' dan ''Tangai'' ==
''Nyalo'' adalah sebuah proses mengahapus roh jahat yang dilakukan melalui selembar daun [[pisang]] yang dibelah-belah dan diremas-remas. Sementara itu, bagi masyarakat setempat yang mengalami sakit berupa [[demam]], sangat cocok apabila meminum hasil remasan dari daun [[pisang]] tersebut. Hal itu dilakukan oleh ''Pemeliatn'' sebagai warisan pengetahuan budaya [[leluhur]] mereka. Dalam fase tersebut, alunan musik Kelentangan yang dimainkan terasai menyejukan hati dan perlahan ''Pemeliatn'' melakukan pembersihan jiwa orang yang [[sakit]] dengan cara mengusapkan dan memercikkan air hasil remasan daun [[pisang]] ke tubuh orang tersebut. Hal itu memiliki arti bahwa [[air]] merupakan sumber kehidupan dan dipilihnya daun [[pisang]] karena sudah mendapat perintah dari makhluk halus dan roh-roh [[leluhur]] tersebut.<ref name=":0" />
 
Setelah fase ''nyalolo'' dilakukan, tahapan selanjutnya adalah tahapan penutupan atau ''Tangai''. Tahap tersebut merupakan tahapan penutupan untuk mengakhiri segala rangkaian upacara Belian Sentiu sejak dimulainya dari tahap ''ngawat.'' Pada tahap itu, mantra-mantar yang diucapkan oleh ''pemeliatn'' akan dibacakan dengan nada tertentu yang bertujuan untuk mengembalikan para makhluk halus ke tempat semula dan mengucapkan terimakasihterima kasih kepada mereka karena telah membantu mengobati orang yang [[sakit]] itu. Pada saat itu, seluruh [[penduduk]] yang menyaksikan upacara Belian Sentiu akan sangat senang dan puas karena upacara tersebut dapat berjalan lancar dan orang yang sakit itu dapat disembuhkan. ''Pemeliatn'' kemudian berkonsentrasi untuk membacakan mantra penutup dan pemain kelentangan akan memainkan alat musiknya dengan tempo sedang. [[Mantra]] yang disebut sebagai ''Bememeng'' itu diucapkan oleh ''Pemeliant'' sebagaimana ajaran dan anjuran dari [[leluhur]] mereka. Setelahnya, pemain kelentangan akan memainkan alat musiknya dengan tempo cepat dan volume yang keras menyesuaikan gerakan ''Pemeliatn''. Untuk mengungkapkan rasa bahagia dan kepuasannya terhadap prosesi ritual tersebut, seluruh penduduk biasanya akan memainkan air sisa ritual yang terlebih dahulu telah dibacakan doa dan [[mantra]] oleh ''Pemeliatn''. Orang-orang yang akan kena siraman air tersebut di antaranya adalah ''Pemeliatn'', pihak penyelnggara, pemain musik ''Kelentangan'' dan seluruh simpatisan upacara. Hal itu dimaksudkan agar segala pengaruh jahat tidak melindungi tempat mereka yang hadir di sana dan kalau punkalaupun ada diharapkan pengaruh-pengaruh jahat itu hilang, lebur, dan sirna bersamaan dengan air yang telah disiramkan. Hal tersebut juga memiliki filosofi tersendiri di mata mereka, yaitu air yang tadi digunakan berasal dari [[bumi]] dan [[tanah]], dan sekarang segera berganti dengan pengaruh baik yang membawa keselamatan dan keberkahan bagi orang-orang yang mengikuti rangkaian upacara Belian Sentiu dari awal hingga akhir.<ref name=":3" />
 
== Referensi ==
<references />
 
[[Kategori:Budaya IndonesiaKaharingan]]
[[Kategori:Ritual AdatDayak]]