Wae Rebo: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Uniamel (bicara | kontrib)
k Beberapa ejaan dan menambahkan deskripsi singkat.
k menghapus templat usulan penggabungan, artikel ini berbeda konteksnya dengan Mbaru Niang. Satunya wilayah dan satunya rumah adat di dalam wilayah.
 
(22 revisi perantara oleh 9 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
[[Berkas:Wae Rebo di Pagi Hari.jpg|jmpl|Mbaru Niang dengan 6 rumah lain pada pagi yang dingin di Wae Rebo]]'''Wae Rebo''' atau '''Waerebo''' adalah sebuah desa adat terpencil dan misterius di [[Kabupaten Manggarai]], [[Nusa Tenggara Timur]]. Wae Rebo merupakan salah satu destinasi wisata budaya di Kabupaten Manggarai.<ref>{{Cite web|last=UWA|date=2022-06-03|title=Wae Rebo, Wisata Budaya Manggarai|url=https://uwa.co.id/wae-rebo-wisata-budaya-manggarai/|website=UWA|language=en-US|access-date=2022-08-14}}</ref> Terletak di ketinggian 1.200 meter di atas permukaan laut. Di kampung ini hanya terdapat 7 rumah utama atau yang disebut sebagai [[Mbaru Niang]]. Wae Rebo dinyatakan UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia pada Agustus 2012 dengan menyisihkan 42 negara lainnya.<ref>{{Cite web|title=|url=|website=|language=id|access-date=}}</ref> Wae sendiri dalam bahasa manggarai artinya ialah "air". Penulisan waerebo menggunakan 1 kata dan tidak memakai spasi seperti yang ditulis media. Desa Waerebo sendiri sudah berumur 1200 tahun dan sudah memasuki generasi ke 20. Dimana 1 generasi berusia 60 tahun lamanya.
[[Berkas:Wae Rebo.jpg|ka|290px]]
'''Wae Rebo''' adalah sebuah desa adat terpencil dan misterius di [[Kabupaten Manggarai]], [[Nusa Tenggara Timur]]. Terletak di ketinggian 1.200 m di atas permukaan laut. Di kampung ini hanya terdapat 7 rumah utama atau yang disebut sebagai [[Mbaru Niang]]. Pemandangan alam berpadu dengan Mbaru Niang adalah suguhan luar biasa untuk pengunjung yang pernah datang ke Wae Rebo. Menurut legenda masyarakatnya, nenek moyang mereka berasal dari [[Minangkabau]], [[Sumatera]].<ref name="Detik.com">
 
{{== Sejarah-stub}} ==
[http://travel.detik.com/read/2013/11/19/081331/2416645/1519/wae-rebo-kampung-adat-misterius-di-tengah-pegunungan-flores "Wae Rebo, Kampung Adat Misterius di Tengah Pegunungan Flores"] ''[[Detik.com]]'', 19-11-2013. Diakses 10-10-2014.</ref>
Menurut legenda masyarakatnya, nenek moyang mereka berasal dari [[Minangkabau]].<ref name="Detik.com">
[http://travel.detik.com/read/2013/11/19/081331/2416645/1519/wae-rebo-kampung-adat-misterius-di-tengah-pegunungan-flores "Wae Rebo, Kampung Adat Misterius di Tengah Pegunungan Flores"] ''[[Detik.com]]'', 19-11-2013. Diakses 10-10-2014.</ref> yang bernama Empo Maro berlayar dari Pulau Sumatera hingga ke [[Labuan Bajo, Komodo, Manggarai Barat|Labuan bajo]]. Empo Maro melarikan diri dari kampungnya karena difitnah dan ingin dibunuh. Kemudian ia merantau ke beberapa kota. Pertama ia singgah di Gowa Sulawesi, lalu berpindah lagi ke beberapa kota lain. Saat perpindahannya, Maro menemukan seorang istri. Lalu ia mengajak istrinya tersebut ikut berpindah bersamanya. Pada suatu malam Maro bermimpi bertemu dengan seorang petua yang berbicara kepada Maro untuk menetap dan berkembang di Kampung Wae Rebo. Maro mengikuti apa yang petua itu katakan. Ia bersama istrinya mencari Kampung Wae Rebo tersebut. Setelah sampai di Wae Rebo, Maro dan istri hidup dan menetap di sana.<ref>{{Cite journal|last=Novena|first=Josephine|title=Wae Rebo Warisan Dunia|url=http://journal.starki.id/index.php/forum/article/viewFile/541/324|journal=Tarfomedia|publisher=STIKS Tarakanita|issn=2720-9431}}</ref>
 
== Kehidupan masyarakat ==
Wae Rebo tidak saja memiliki keindahan desa dan alamnya saja, ragam kehidupan dan sosialnya pun juga menjadi daya tarik. Desa ini ditinggali oleh 44 keluarga dengan mata pencaharian utama di sektor pertanian seperti kopi, cengkeh, dan umbi-umbian. Aktivitas para wanita di Desa Adat Wae Rebo, selain memasak, mengasuh anak, menenun, juga membantu kaum pria di kebun. Masyarakat Wae Rebo masih mempertahankan cara hidup sesuai budaya dan tradisi yang diwarikan oleh leluhur mereka.<ref>{{Cite web|last=UWA|date=2022-04-27|title=Wisata Budaya Wae Rebo|url=https://uwa.co.id/wisata-budaya-wae-rebo/|website=UWA|language=en-US|access-date=2022-08-14}}</ref>
 
Untuk memenuhi kebutuhan air bersih, masyarakat menggunakan mata air yang berasal dari pegunungan. Sumber mata air ini dinamakan sosor, yang terbagi menjadi 2, yaitu sosor pria dan sosor wanita.<ref name=":0">{{Cite web|title=Sarat dengan Kearifan Lokal, Inilah Wae Rebo “Desa di Atas Awan” - Indonesia Travel|url=https://www.indonesia.travel/id/id/ide-liburan/sarat-dengan-kearifan-lokal-inilah-wae-rebo-desa-di-atas-awan|website=www.indonesia.travel|language=id|access-date=2022-05-16}}</ref>
 
== Rujukan ==
{{Reflist}}
 
{{Commons category|Wae Rebo}}
{{Sejarah-stub}}
[[Berkas:Wae Rebo di Pagi Hari.jpg|jmpl|Mbaru Niang dengan 6 rumah lain pada pagi yang dingin di Wae Rebo]]
Menurut keyakinan orang Wae Rebo, nenek moyang mereka bernama Empu Maro berasal dari Minangkabau. Dalam sebuah kompetisi memperebutkan gadis cantik di Minangkabau, Empu Maro harus berhadapan dengan kakak kandungnya. Para tetua adat meminta mereka untuk melangsungkan pertandingan dengan cara adu kerbau.
 
Dengan kepintarannya, Empu Maro tidak menurunkan kerbau besar yang kuat dalam adu kerbau itu, dia justru menurunkan anak kerbau yang tidak diberi minum susu seminggu jelang diadu. Empu Maro menambahkan tanduk pada anak kerbau yang haus akan susu itu.
 
Saat pertandingan, anak kerbau yang haus susu tersebut mengejar kerbau besar lawannya karena haus susu, tanpa disadari oleh musuhnya, sewaktu kerbau kecil ini mencari puting untuk dia menyusu, ketika itu tanduk buatan yang dipasang Empu Maro menusuk tepat di bagian dada kerbau jantan itu. Seketika kerbau jantan mati dan Empu Maro dinyatakan sebagai pemenang.
 
Jelang persiapan pernikahan Empu Maro dengan gadis tersebut, terdengar isu bahwa kakak kandung Empu Maro tidak terima dengan kekalahannya, dia bermaksud membunuh Empu Maro. Saudara perempuan Empu Maro yang mendengar rencana itu akhirnya meminta Empu Maro untuk segera pergi meninggalkan desa.
 
Akhirnya Empu Maro pergi meninggalkan desa di Minangkabau tempat kelahirannya dengan menggunakan perahu. Perahu berlabuh hingga ke Makassar. Tidak lama di Makassar, Empu Maro meneruskan perjalanan hingga tiba di Labuan Bajo, Flores. Perjalanan diteruskan sampai ke sebuah tempat yang bernama Waraloka. Empu Maro pindah dari satu desa ke desa lainnya, dimulai dari Waraloka kemudian ke Mangapa’ang, kemudian pindah lagi ke Todo, Popo, Liho, Mofo, Golo Ponto, Ndara, Golo Pando, Golo Damu.
 
Di desa-desa yang didatangi Empu Maro diatas, beberapa kali dia mendapatkan suasana pertikaian antar warga yang membuat dirinya tidak bisa bertahan lama. Akhirnya, Empu Maro melakukan pendakian dan menemukan tempat yang hingga kini kita kenal dengan nama Wae Rebo dan membangun desa ini dengan penuh ketentraman yang masih terjaga hingga kini.
 
[[Kategori:Sejarah]]
[[Kategori:Nusa Tenggara Timur]]
[[Kategori:Minangkabau]]
[[Kategori:Kampung di Indonesia]]