Cinta kasih dalam Kekristenan: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
→Kebajikan: -kebijakan +kebajikan (typo) |
||
(21 revisi perantara oleh 3 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
[[Berkas:Christian cross at Salagou Lake cf01.jpg|al=|jmpl|280x280px|Sebagaimana sistem etika lainnya,
{{Cinta kasih}}
Menurut teolog Kristen seperti [[Agustinus dari Hippo]] dan [[Thomas Aquinas]], cinta kasih merupakan bagian dasar dari kebajikan [[teologi]] [[Kekristenan|Kristen]]. Sebagaimana sistem etika lainnya, Kristen juga dibangun atas sejumlah kebajikan. Secara konvensional, kebajikan itu dibagi menjadi tujuh bagian. Apabila dikombinasikan dengan lawannya – tujuh dosa besar – dapat menjelaskan seluruh spektrum perilaku manusia. [[Mahnaz Heydarpoor]] dalam bukunya berjudul ''Wajah Cinta Islam dan Kristen'' mencatat bahwa tujuh kebajikan tersebut terdiri dari empat kebajikan “alami” – yang sudah dikenal di dunia [[Paganisme|pagan]] kuno – dan tiga kebajikan “teologis” – yang secara khusus ditemukan dalam Kristen. kebajikan alami dapat diperoleh melalui usaha manusia, tetapi kebajikan teologis muncul sebagai anugerah dari [[Tuhan]].▼
'''Cinta kasih dalam Kekristenan''' merupakan dasar bagi kebajikan [[teologi]] [[Kekristenan]] sebagaimana sistem etika lainnya. Kebajikan dalam Kekristenan secara konvensional dibagi menjadi tujuh bagian dan jika dikombinasikan dengan tujuh dosa besar dapat menjelaskan seluruh spektrum perilaku manusia. Kebajikan-kebajikan teologis tersebut tidak berasal dari manusia secara alami. Kebajikan tersebut ditanamkan Tuhan melalui [[Kristus]] dan kemudian diamalkan oleh orang yang beriman kepada-Nya. Menurut [[Paul Brett]] dalam bukunya berjudul ''Love Your Neighbour'', cinta kasih dalam Kekristenan adalah "aku mencintaimu karena kamu adalah manusia seperti diriku".
== Kebajikan ==
<blockquote>''Suatu waktu berdirilah seorang ahli Taurat seraya bertanya untuk menguji [[Yesus]]. “Guru, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?" tanyanya. “Apa yang tertulis dalam hukum [[Taurat]],” jawab Yesus. "Apa yang kau baca di sana?” tanya orang itu lagi. “Cintailah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu, jiwamu, kekuatanmu, dan akal budimu. Cintailah
▲Menurut
Menurut ajaran Kristen, kebajikan-kebajikan teologis tidak berasal dari manusia secara alami. Kebajikan tersebut ditanamkan Tuhan melalui [[Kristus]] dan kemudian diamalkan oleh orang yang beriman kepada-Nya. Kebajikan-kebajikan alami tersebut adalah kebijaksanaan, kesederhanaan, keberanian, dan keadilan. Menurut Mahnaz, daftar kebajikan ini konon berasal dari [[Sokrates]] dan tentu saja dapat ditemukan dalam pemikiran [[Plato]] dan [[Aristoteles]]. Selain empat kebijakan itu, Kristen menambahkan tiga kebijakan teologis, yaitu imani, harapan, dan cinta kasih. Tiga kebijakan ini awalnya diperkenalkan oleh [[Paulus dari Tarsus]], yang memilih [[cinta]] sebagai yang utama dari ketiganya.<ref name=":1">{{Cite book|last=Nurcholish|first=Ahmad|last2=Dja'far|first2=Alamsyah Muhammad|year=2015|title=Agama Cinta: Menyelami Samudra Cinta Agama-Agama|location=Jakarta|publisher=Elex Media Komputindo|isbn=978-602-0265-30-8|page=|pages=121–128|ref={{sfnref|Nurcholish|Dja'far|2015}}|url-status=live}}</ref> ▼
▲
<blockquote>''Demikianlah tinggal tiga hal ini, yaitu iman, pengharapan, dan kasih, tetapi yang paling besar dari ketiganya ini adalah cinta kasih.''<ref>{{Cite web|title=Korintus 13:13|url=https://alkitab.sabda.org/verse.php?book=1ko&chapter=13&verse=13|website=Alkitab Sabda|access-date=11 Juli 2021}}</ref><br>––––– Korintus 13:13</blockquote>
[[Berkas:Siemianowice Holy Spirit church interior 2018.jpg|al=|jmpl|280x280px|Menurut ajaran
Hal ini menandakan bahwa cinta menjadi acuan yang paling menentukan umat Kristiani. Ketika banyak kewajiban berebut perhatian, cinta adalah prioritas yang harus diberikan. Sebegitu pentingnya cinta membuat seluruh perjalanan [[Rohani|spiritual]] dipandang sebagai bentuk cinta. William Johnston, seperti dikutip oleh Mahnaz, menulis sebagai berikut.<ref name=":1" />
<blockquote>Ia ([[mistisisme]]) adalah jawaban atas panggilan cinta, yang setiap tahapannya diterangi dan dibimbing oleh nyala yang hidup, kobaran yang menyilaukan, cinta tanpa syarat dan tanpa batas. Cinta inilah yang kata Paulus lebih unggul daripada anugerah karismatik apa pun dan tidak dibatasi oleh apa pun. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, dan sabar menanggung segala sesuatu... Kasih tidak berkesudahan (Korintus 13:7–8).<ref name=":1" /></blockquote>
Ajaran
<blockquote>''Lalu seorang ahli Taurat, yang mendengar Yesus dan orang-orang [[Saduki]] bertanya jawab dan tahu, bahwa Yesus memberi jawab yang tepat kepada orang-orang itu, datang kepada-Nya dan bertanya: “Hukum manakah yang paling utama?” Yesus menjawab: “Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu Esa. Cintailah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu, jiwamu, kekuatanmu, dan akal budimu. Dan hukum kedua ialah cintailah sesama manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama daripada kedua hukum ini".''<br>––––– Markus 12:28–31</blockquote>
Berdasarkan ayat-ayat tersebut, perintah cinta kepada sesama manusia dalam
<blockquote>Barang siapa mencintai sesama manusia, dia sudah memenuhi hukum Taurat. Perintah "jangan berzina, jangan membunuh, jangan mencuri, dan jangan mengingini" serta perintah lainnya sudah tersimpul dalam firman ini, yaitu, "cintailah sesama manusia seperti dirimu sendiri". Cinta tidak berbuat jahat kepada sesama manusia karena merupakan kegenapan hukum Taurat (Roma 13:8–10). Sebab, sebuah hukum Taurat tercakup dalam satu firman ini, yaitu "cintailah sesama manusia seperti dirimu sendiri!”(Galatia 5:14).</blockquote>
Baris 33 ⟶ 34:
== Konsep ==
[[Berkas:Youth praying.jpg|al=|jmpl|280x280px|Cinta kasih dalam Kekristenan adalah "aku mencintaimu karena kamu adalah manusia seperti diriku".]]
Terdapat sejumlah definisi tentang konsep cinta dalam ajaran
* Pertama, yang paling pokok adalah kepasrahan diri. Cinta bukan hanya memberikan sesuatu, melainkan menyerahkan seluruh diri kepada yang dicintai. Menurut Chervin, aspek cinta Tuhan kepada manusia ditandai dengan mempersembahkan anak tunggal-Nya kepada umat manusia. Dia memberikan diri-Nya melalui anak-Nya.
Baris 39 ⟶ 41:
* Ketiga, cinta adalah mengubah. Cinta membuat sang pencinta berusaha selalu menyenangkan yang dicintai. Cinta seorang hamba kepada Tuhan mengubahnya menjadi orang beriman yang sejati.<ref name=":1" />
Ketiga ciri tersebut melekat dalam diri seorang pencinta. Dia senantiasa memasrahkan dirinya kepada orang yang dicintainya, hidup bersama tanpa ada "pembatas", dan merubah dirinya untuk selalu berbuat kebajikan – kepada Yang Kuasa maupun sesama manusia.<ref>{{Cite book|last=Darwin|date=2015|title=Filsafat dan Cinta yang Menggebu|location=Yogyakarta|publisher=The Phinisi Press|isbn=978-602-7250-62-8|pages=2–6|ref={{sfnref|Darwin|2015}}|url-status=live}}</ref> Cinta selalu mendorong pencinta untuk berbuat sesuatu yang menyenangkan bagi orang yang dicintainya – menyenangkan pula bagi Tuhan yang menciptakan cinta itu sendiri. Dalam ranah historis, terdapat pemahaman cinta dalam [[Perjanjian Baru]] yang bersifat [[Periode Helenistik|Helenistik]]. Pemahaman [[Injil]] tentang cinta
{{cquote|Cinta dalam agama Kristen adalah aku mencintaimu karena kamu adalah manusia seperti diriku. Di sini terdapat unsur persamaan fundamental – aku mencintaimu seperti mencintai diriku sendiri.<ref name=":1" /></blockquote>|}}
Selain itu, Mahnaz turut menguraikan jika agape juga digunakan dalam pengertian yang sama dalam "pesta cinta". Selama abad pertama Masehi, komunitas
[[Berkas:Augustinus 1.jpg|al=|jmpl|280x280px|Agustinus menggunakan istilah ''amor'' (cinta) sebagai penilaian etis yang memengaruhi perilaku
Konsep ''charity'' (kemurahan hati) sendiri serupa dengan cinta. Kalimat tersebut merupakan terjemahan dari kata ''agape'' ([[bahasa Yunani
{{cquote|Kemurahan hati adalah kebijakan yang muncul setelah rasa sayang kita jalankan secara sempurna, akan menyatukan kita dengan Tuhan, karena dengan itulah kita mencintai-Nya.<ref name=":1" />|}}
▲[[Berkas:Augustinus 1.jpg|al=|jmpl|280x280px|Agustinus menggunakan istilah ''amor'' (cinta) sebagai penilaian etis yang memengaruhi perilaku ({{harvnb|Nurcholish|Dja'far||p=127–128}}).]]
▲Dengan menggunakan definisi ini, para teolog [[Abad Pertengahan]], terutama [[Thomas Aquinas]], menempatkan kemurahan hati dalam kebijakan teologis (bersama iman dan pengharapan), dan memosisikan kemurahan hati sebagai “dasar atau akar” dari kebijakan teologis. Kalangan reformis Kristen sendiri mengidentifikasikan agape Tuhan bagi manusia sebagai cinta yang tidak berbalas. Mahnaz menyimpulkan bahwa mereka mensyaratkan bahwa kemurahan hati – sebagaimana cinta manusia kepada sesamanya – seharusnya didasarkan bukan dari sesuatu yang diinginkan dari objek cinta, melainkan kepada transformasi subjek (pencinta) melalui kekuatan agape Tuhan.<ref name=":1" />
Agustinus menggunakan istilah ''amor'' (cinta) sebagai penilaian etis yang memengaruhi perilaku. ''Amor'' adalah dinamika moral yang mendorong manusia untuk melakukan suatu tindakan. Kebaikan yang lebih rendah merupakan sarana menuju kebaikan yang lebih tinggi. Kebaikan tertinggi sajalah yang dapat “dinikmati” sebagai tujuan puncak, yang merupakan wilayah hati. Bagi Agustinus, kebaikan tertinggi – yang buahnya hanya bisa dicapai setelah manusia mampu mencapai kesempurnaan – adalah Tuhan, yang sifat dasarnya adalah cinta.<ref name=":1" />
|