Amangkurat I: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Re. suhendar (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Benedettou (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
 
(119 revisi perantara oleh 48 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Infobox royalty
{{noref}}
|mother=Ratu Batang (Ratu Wetan)
{{untuk|Sultan Banjar|Amangkurat I}}
|religion=[[Islam]]
{{Infobox_Monarch
|queen=Ratu Kulon
|name =Sri Susuhunan Amangkurat Agung
|burial_place=[[Pasarean Tegalarum]], [[Adiwerna, Tegal|Adiwerna]], [[Kabupaten Tegal|Tegal]]
|title =Susuhunan Ing Alaga<br />Kanjeng Susuhunan Prabu Amangkurat Agung<br />Susuhunan Tegal Wangi<br />Susuhunan Tegal Arum<br />
|death_place={{flagicon|Kesultanan Mataram}} Wanayasa, [[Kabupaten Banyumas|Banyumas]], [[Kesultanan Mataram|Mataram]]
|image =Amangkurat I.jpg
|death_date=13 Juli 1677
|caption =Lukisan Prabu Amangkurat I
|birth_place={{flagicon|Kesultanan Mataram}} [[Kutagede, Mataram]]
|reign =[[1613]] – [[1645]]
|birth_date=1618/1619
|predecessor =[[Adipati Martapura]]
|issue=[[Amangkurat II]]<br>[[Pakubuwana I]]<br/>GRA. Pamot<br/>KP. Martasana<br/>KP. Singasari<br/>
|successor =[[Amangkurat I]]
|father=[[Sultan Agung]]
|reg-type =Perdana Menteri
|name=Amangkurat I<br />{{java|ꦲꦩꦁꦏꦸꦫꦠ꧀꧇꧑꧇}}
|regent =[[Daftar Perdana Menteri Thailand|''Lihat daftar'']]
|royal house=[[Wangsa Mataram|Mataram]]
|consort =[[Ratu Kulon]] putri [[Kesultanan Cirebon]]<br />[[Ratu Wetan]] putri [[Adipati]] [[Kabupaten Batang|Batang]]
|successor=[[Amangkurat II]]
|royal house =[[Berkas:Flag of the Sultanate of Mataram.svg|22px]] [[Dinasti Mataram]]
|father predecessor=[[Sultan Agung dari Mataram|Anyakrakusuma]]
|reign=11 April 1646–1677<small>(31 tahun berkuasa)</small>
|mother =[[Kanjeng Ratu Batang / Ratu Ayu Wetan]]
|title=Sunan Tegalarum
|date of birth =[[?]]
|posthumous name=Sunan Tegalarum<br>Sunan Tegalwangi
|place of birth =[[Berkas:Flag of the Sultanate of Mataram.svg|22px]] [[Kutagede]], [[Kesultanan Mataram|Mataram]]
|native_lang1=[[Bahasa Jawa]]
|date of death =[[13 Juli 1677]] (umur ?)
|native_lang1_name1=ꦲꦩꦁꦏꦸꦫꦠ꧀꧇꧑꧇
|place of death =[[Berkas:Flag of the Sultanate of Mataram.svg|22px]] [[Banyumas|Banyumas]], [[Kesultanan Mataram|Mataram]]
|regnal name=''Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Prabu Amangkurat Senapati ing Ngalaga Abdurrahman Sayyidin Panatagama Khalifatullah Ingkang Jumeneng Kaping I''
|}}
|birth_name=Raden Mas Sayyidin
|image=Graf van Soesoehoenan Mangkoerat I te Tegal, KITLV 91018.tiff
|caption=Gerbang makam Sunan Tegalarum di [[Kabupaten Tegal|Tegal]], {{circa|1915}}|image_size=270px
|succession=[[Susuhunan Mataram]]
|moretext=ke-4
|coronation={{Start date and age|1646}}
}}
 
'''Amangkurat I''' ({{lang-jv|ꦲꦩꦁꦏꦸꦫꦠ꧀꧇꧑꧇|amangkurat kapisan|amangkurat satu}}; 1618/1619 – 13 Juli 1677) adalah penguasa [[Kesultanan Mataram|Mataram]] keempat dengan gelar [[susuhunan]] yang memerintah dari 1646 hingga meninggal di tahun 1677. Pada masa pemerintahannya, ia harus menghadapi beberapa kali percobaan penggulingan kekuasaan dan [[Pemberontakan Trunajaya]] akibat kebijakannya yang banyak menyebabkan ketidakpuasan di internal kerajaan. Pemberontakan Trunajaya yang sukses menduduki [[Plered, Mataram|Keraton Plered]] memaksa Amangkurat I melarikan diri untuk meminta perlindungan [[VOC]], namun ia meninggal dunia ketika sedang dalam perjalanan. [[Amangkurat II|Raden Mas Rahmat]], putranya, kemudian naik takhta menggantikannya.
'''Sri Susuhunan Amangkurat Agung''' atau disingkat '''Amangkurat I''' adalah raja [[Kesultanan Mataram]] yang memerintah tahun 1646-1677. Ia adalah anak dari [[Sultan Agung|Sultan Agung Hanyokrokusumo]]. Ia banyak mengalami pemberontakan selama masa pemerintahannya. Ia meninggal dalam pelariannya tahun 1677 dan dimakamkan di Tegalwangi (dekat [[Tegal]]), sehingga dikenal pula dengan gelar anumerta ''Sunan Tegalwangi'' atau ''Sunan Tegalarum''. Nama lainnya ialah ''Sunan Getek'', karena ia terluka saat menumpas pemberontakan Mas Alit adiknya sendiri.
 
== SilsilahKehidupan Amangkurat Iawal ==
Sunan Amangkurat I atau Sunan Tegalarum lahir pada 1618 atau 1619 dengan nama kecil Raden Mas Sayyidin.{{Sfn|Ooi|2004|p=139}}{{Sfn|Kiernan|2007|p=143}} Ia adalah putra dari [[Sultan Agung dari Mataram|Sultan Agung]] dan [[cicit]] dari [[Senapati dari Mataram|Panembahan Senapati]].{{Sfn|Purwadi|2016}} Semasa menjadi [[putra mahkota]], ia tersandung skandal perselingkuhan dengan istri seorang [[abdi dalem]] senior, Tumenggung Wiraguna, pada tahun 1637. Adiknya, Pangeran Alit, mendukung Wiraguna dalam kasus tersebut.{{Sfn|Ricklefs|2008|pp=86-87}}
Nama aslinya adalah '''Raden Mas Sayidin''', putra [[Sultan Agung]]. Ibunya bergelar Ratu Wetan, yaitu putri Tumenggung Upasanta bupati [[Batang]] (keturunan [[Ki Juru Martani]]). Ketika menjabat [[Adipati Anom]] ia bergelar '''Pangeran Arya Prabu Adi Mataram'''.
 
== Masa pemerintahan ==
Sebagaimana umumnya raja-raja [[Mataram]], Amangkurat I memiliki dua orang permaisuri. Putri [[Pangeran Pekik]] dari [[Surabaya]] menjadi Ratu Kulon yang melahirkan Raden Mas Rahmat, kelak menjadi [[Amangkurat II]]. Sedangkan putri keluarga Kajoran menjadi Ratu Wetan yang melahirkan Raden Mas Drajat, kelak menjadi [[Pakubuwana I]].
Pada 1645, ia diangkat sebagai raja Mataram menggantikan ayahnya yang bergelar ''Susuhunan ing Ngalaga''. Setelah penobatannya pada tahun 1646, ia bergelar ''Susuhunan Prabu Amangkurat Agung'', disingkat ''Amangkurat''. Dalam [[bahasa Jawa]], kata ''Amangku'' berarti "memangku" dan ''Rat'' berarti "bumi". Dengan demikian, gelar ''Amangkurat'' berarti "memangku bumi" atau makna harfiahnya "memerintah suatu negara". Ia kemudian menjadi raja yang memiliki kekuasaan penuh atas seluruh Kesultanan Mataram dan negara bawahannya. Pada penobatannya, semua anggota keluarga kerajaan bersumpah setia kepadanya.<ref name=":0">{{Cite journal|last=Siswanta|first=Siswanta|date=2019-04-01|title=Sejarah Perkembangan Mataram Islam Kraton Plered|url=https://journal.upy.ac.id/index.php/karmawibangga/article/view/329|journal=KARMAWIBANGGA: Historical Studies Journal|volume=2|issue=1|doi=10.31316/fkip.v2i1.329|issn=2715-4483}}</ref>
 
Amangkurat I mendapat warisan ayahnya berupa wilayah Mataram yang sangat luas. Dalam hal ini, ia menerapkan sentralisasi. Setelah naik takhta, ia mencoba untuk membawa stabilitas jangka panjang di [[pulau Jawa]] yang luasnya cukup luas tetapi dirusak oleh pemberontakan yang terus-menerus.{{sfn|Pigeaud|1976|p=66}}
== Awal pemerintahan ==
Pada tahun 1645 ia diangkat menjadi raja Mataram untuk menggantikan ayahnya, dan mendapat gelar ''Susuhunan Ing Alaga''. Ketika dinobatkan secara resmi tahun 1646, ia bergelar Amangkurat atau Mangkurat, lengkapnya adalah '''Kanjeng Susuhunan Prabu Amangkurat Agung'''. Dalam [[bahasa Jawa]] kata ''Amangku'' yang berarti "memangku", dan kata ''Rat'' yang berarti "bumi", jadi Amangkurat berarti "memangku bumi". Demikianlah, ia menjadi raja yang berkuasa penuh atas seluruh Mataram dan daerah-daerah bawahannya, dan pada upacara penobatannya tersebut seluruh anggota keluarga kerajaan disumpah untuk setia dan mengabdi kepadanya.
 
Untuk memajukan kejayaannya kembali, raja baru meninggalkan istana di [[Karta, Mataram|Keraton Karta]] dan pindah ke istana baru di [[Plered, Mataram|Keraton Plered]].{{sfn|Pigeaud|1976|pp=54–55}} Amangkurat I menetap di sana hingga setidaknya pada tahun 1666.{{Sfn|Ricklefs|2008|p=87}}
Amangkurat I mendapatkan warisan [[Sultan Agung]] berupa wilayah Mataram yang sangat luas. Dalam hal ini ia menerapkan sentralisasi atau sistem pemerintahan terpusat. Amangkurat I juga menyingkirkan tokoh-tokoh senior yang tidak sejalan dengan pandangan politiknya. Misalnya, Tumenggung Wiraguna dan Tumenggung Danupaya tahun 1647 dikirim untuk merebut [[Blambangan]] yang telah dikuasai [[Bali]], namun keduanya dibunuh di tengah jalan.
 
=== Perbaikan hubungan dengan Belanda ===
Pada tahun 1647 ibu kota Mataram dipindah ke [[Plered]]. Istana baru ini lebih banyak dibangun dari batu bata, sedangkan istana lama di [[Kerta]] terbuat dari kayu. Perpindahan istana tersebut diwarnai pemberontakan Raden Mas Alit atau Pangeran Danupoyo, adik Amangkurat I yang menentang penumpasan tokoh-tokoh senior. Pemberontakan ini mendapat dukungan para ulama namun berakhir dengan kematian Mas Alit. Amangkurat I ganti menghadapi para ulama. Mereka semua, termasuk anggota keluarganya, sebanyak 5.000 orang lebih dikumpulkan di alun-alun untuk dibantai.
Pada tahun pertamanya berkuasa, ia menandatangani perjanjian damai dengan [[Perusahaan Hindia Timur Belanda|VOC]] yang berisi enam pasal. Keenam pasal tersebut, yaitu: mengatur pengiriman utusan Belanda ke Mataram, kesediaan Belanda mengatur perjalanan ulama Mataram, pembebasan tawanan Belanda di Mataram, penyerahan orang-orang berutang, perang bersama, dan pelayaran bebas di [[Kepulauan Maluku]]. Perjanjian ini ditandatangai pada tanggal 24 September 1646. Perjanjian ini disambut baik oleh Belanda. Dentuman-dentuman meriam sebagai wujud perayaan perdamaian terdengar dari loji-loji Belanda. Oleh Amangkurat I perjanjian ini menjadi bukti bahwa VOC telah takluk dengan kekuasaan Mataram.<ref name=":0" />
 
Berdasarkan perjanjian tersebut, [[Pemerintah Hindia Belanda|Pemerintah Batavia]] mengakui Amangkurat sebagai penguasa Mataram dan berjanji mengirimkan duta setiap tahun serta membawa hadiah yang banyak kepada pemerintahannya. Pemberian-pemberian ini menjadi pemasukan yang besar bagi pemerintahannya tapi dia memperlakukan duta-duta Belanda yang pertama sebagai orang kelas bawah dan tidak penting. Dia membuat mereka duduk jauh darinya, di luar ''pendopo''. Dia membuat mereka menunggu berjam-jam tanpa memberi perhatian kepada mereka dan mengkritik pemberian meraka agar membawah hadiah yang lebih baik di pemberian tahun berikutnya. Menanggapi kritik tersebut, pemerintah di Batavia mengirimkan pesan ke Persia untuk meminta kuda-kuda terbesar dan terbaik yang dapat diperoleh untuk dibeli bagi Amangkurat. Permintaan tersebut meningkat setiap tahunnya. Pemerintah Batavia menanggung biaya kira-kira 60.000 gulden untuk hadiah yang diberikan pada 1652. Sebagai balasan, Pemerintah Batavia menerima beras dan kayu, diserahkan oleh orang-orang dari daerah pantai atas perintah Amangkurat. Batavia membutuhkan suplai ini dan Mataram bermurah hati memberikannya meskipun pemberian ini menjadi beban berat bagi rakyatnya.<ref>{{Cite book|last=H. M. Vlekke|first=Bernard|date=2022|title=Nusantara, Sejarah Indonesia|location=Jakarta|publisher=Kepustakaan Populer Gramedia|isbn=978-602-6208-06-4|pages=161-162|url-status=live}}</ref>
== Hubungan dengan pihak lain ==
Amangkurat I menjalin hubungan dengan [[VOC]] yang pernah diperangi ayahnya. Pada tahun 1646 ia mengadakan perjanjian, antara lain pihak VOC diizinkan membuka pos-pos dagang di wilayah Mataram, sedangkan pihak Mataram diizinkan berdagang ke pulau-pulau lain yang dikuasai VOC. Kedua pihak juga saling melakukan pembebasan tawanan. Perjanjian tersebut oleh Amangkurat I dianggap sebagai bukti takluk VOC terhadap kekuasaan Mataram. Namun ia kemudian tergoncang saat VOC merebut [[Palembang]] tahun 1659.
 
=== Pembunuhan dan penindasan ===
Permusuhan Mataram dan [[Kesultanan Banten|Banten]] juga semakin buruk. Pada tahun 1650 [[Kesultanan Cirebon|Cirebon]] ditugasi menaklukkan Banten tapi gagal. Kemudian tahun 1652 Amangkurat I melarang ekspor beras dan kayu ke negeri itu.
{{Lihat pula|Pembantaian ulama oleh Amangkurat I}}
Pada 1647, sehubungan dengan skandal yang terjadi pada tahun 1637 silam, Amangkurat I yang merupakan raja baru mengirim Wiraguna ke [[Tapal Kuda, Jawa Timur|Daerah Tapal Kuda]] dengan kedok mengusir [[Kerajaan Blambangan]] dari Jawa. Tujuan sebenarnya adalah untuk membunuh Wiraguna selagi jauh dari keluarga dan pendukungnya. Kemudian, Amangkurat I memerintahkan keluarganya dan yang terlibat dalam skandal dibunuh.{{Sfn|Ricklefs|2008|pp=86-87}}{{Sfn|Ooi|2004|pp=139-140}}
 
Pangeran Alit yang melihat rekannya dibunuh kemudian memberontak dengan menyerang keraton Plered. Serangan itu dapat ditumpas dan Pangeran Alit sendiri terbunuh dalam serangan itu. Takut akan ancaman lebih lanjut dari para ulama yang mendukung Pangeran Alit, Amangkurat I memerintahkan pembantaian terhadap para ulama beserta keluarganya.{{Sfn|Ooi|2004|p=140}} Menurut laporan [[Rijcklof van Goens]], sekitar 5.000 hingga 6.000 orang yang terdiri dari pria, wanita, dan anak-anak dibantai.{{Sfn|Ricklefs|2008|p=87}} Banyak rekan-rekan lama [[Sultan Agung dari Mataram|Sultan Agung]] yang pernah mengabdinya juga ikut dibunuh.{{Sfn|Ooi|2004|p=140}}
Sementara itu hubungan diplomatik Mataram dan [[Kesultanan Gowa|Makasar]] yang dijalin Sultan Agung akhirnya hancur di tangan putranya setelah tahun 1658. Amangkurat I menolak duta-duta Makasar dan menyuruh [[Sultan Hasanuddin]] datang sendiri ke Jawa. Tentu saja permintaan itu ditolak.
 
Keluarga dekatnya juga turut menjadi korban. Pada 1659, Amangkurat I memerintahkan [[Pangeran Pekik]], ayah mertuanya, beserta keluarganya dibunuh. Hal ini disebabkan karena Pangeran Pekik berani mengambil seorang gadis yang bernama Rara Oyi, yang hendak dijadikan sebagai selirnya, untuk dinikahkan pada Raden Mas Rahmat.{{Sfn|Hoëvell|1849|p=213}} Pangeran Purbaya, pamannya, hampir menjadi korban pembunuhan ketika ia diselamatkan oleh ibunya Amangkurat I.{{Sfn|Ricklefs|2008|p=87}}
== Perselisihan dengan putra mahkota ==
Amangkurat I juga berselisih dengan putra mahkotanya, yaitu Raden Mas Rahmat yang menjadi Adipati Anom. Perselisihan ini dilatarbelakangi oleh berita bahwa jabatan [[Adipati Anom]] akan dipindahkan kepada Pangeran Singasari (putra Amangkurat I lainnya).
 
=== Pemberontakan Trunajaya ===
Pada tahun 1661 Mas Rahmat melancarkan aksi [[kudeta]] tetapi gagal. Amangkurat I menumpas seluruh pendukung putranya itu. Sebaliknya, Amangkurat I juga gagal dalam usaha meracun Mas Rahmat tahun 1663. Perselisihan memuncak tahun 1668 saat Mas Rahmat merebut calon selir ayahnya yang bernama Rara Oyi.
{{Main|Pemberontakan Trunajaya}}
Pada pertengahan 1670-an, ketidakpuasan para pejabat Mataram terhadap raja berubah menjadi pemberontakan terbuka, dimulai dari Jawa Timur. Raden Mas Rahmat bersekongkol dengan Panembahan Rama dari [[Klaten]], yang mengusulkan siasat di mana putra mahkota membiayai menantu Rama, Trunajaya, untuk memulai pemberontakan di Jawa Timur.{{sfn|Pigeaud|1976|pp=67–68}} [[Trunojoyo|Raden Trunajaya]], seorang pangeran dari [[Pulau Madura|Madura]], [[Pemberontakan Trunajaya|memimpin pemberontakan]] yang didukung oleh para pejuang dari [[Kesultanan Gowa]], dipimpin oleh [[Karaeng Galesong]] (salah satu putra [[Sultan Hasanuddin]]), yang merebut [[Plered, Mataram|Keraton Plered]] pada pertengahan 1677.{{sfn|Pigeaud|1976|p=73}}
 
Konflik susulan terjadi antara Trunajaya dan [[Amangkurat II|Raden Mas Rahmat]], menyebabkan Trunajaya tidak menyerahkan kekuasaan kepadanya seperti yang direncanakan sebelumnya dan bahkan menjarah keratonnya. Mas Rahmat yang tidak bisa mengendalikan Trunajaya akhirnya berada di pihak ayahnya. Amangkurat I melarikan diri ke pantai utara bersama putra sulungnya untuk meminta perlindungan VOC,{{Sfn|Hall|1981|p=348}} meninggalkan putra bungsunya [[Pangeran Puger]] di Mataram. Pangeran Puger berada dalam kendali pemerintahan lemah, dan segera memanfaatkan kesempatan ini untuk merebut kekuasaan Mataram. Pangeran Puger kemudian naik takhta di Plered dengan gelar ''Susuhunan ing Ngalaga''.{{sfn|Pigeaud|1976|p=76}}{{Sfn|Ricklefs|2008|pp=92-94}}
Amangkurat I menghukum mati [[Pangeran Pekik]] mertuanya sendiri, yang dituduh telah menculik Rara Oyi untuk Mas Rahmat. Mas Rahmat sendiri diampuni setelah dipaksa membunuh Rara Oyi dengan tangannya sendiri.
 
=== Hubungan luar negeri ===
== Pemberontakan Trunajaya ==
Amangkurat I mulai menjadi sekutu [[Vereenigde Oostindische Compagnie|VOC]] pada tahun 1646. Sebelumnya, VOC merupakan pihak yang berperang melawan ayah Amangkurat I. Namun Amangkurat I mengadakan perjanjian yang mengizinkan VOC untuk membuka pos-pos perdagangan di wilayah kekuasaan Kesultanan Mataram. Selain itu, Kesultanan Mataram juga memperoleh izin untuk berdagang di pulau-pulau lain yang berada dalam kekuasaan VOC.<ref>{{Cite book|last=Hasibuan, H., dkk.|date=2020|url=https://repository.umj.ac.id/450/9/ARSITEKTUR%20PENINGGALAM%20MATARAM%20DARI%20KACAMATA%20MAHASISWA.pdf|title=Arsitektur Peninggalan Mataram dari Kacamata Mahasiswa|location=Jakarta Pusat|publisher=Arsitektur UMJ Press|isbn=978-602-5428-40-1|editor-last=Ashadi|pages=13|url-status=live}}</ref> Keduanya juga saling memberi keleluasaan satu sama lain. Perjanjian politik tersebut dipandang oleh Amangkurat I sebagai tanda dimulainya hubungan diplomatik VOC kepada kekuasaan Mataram. Namun, ia terkejut saat Belanda berhasil menaklukkan [[Kesultanan Palembang]] pada tahun 1659.
Mas Rahmat yang sudah dipecat dari jabatan [[Adipati Anom]] berkenalan dengan Raden [[Trunajaya]] menantu Panembahan Rama alias Raden Kajoran tahun 1670. Panembahan Rama mengusulkan agar ia membiayai Trunajaya untuk melakukan pemberontakan. Kemudian Trunajaya dibiayai untuk melakukan pemberontakan terhadap Amangkurat I.
 
Permusuhan antara Mataram dan [[Kesultanan Banten]] juga semakin parah. Pada 1650, Cirebon dibawah [[Panembahan Ratu II]] diperintahkan untuk menaklukkan Banten tetapi gagal. Dua tahun kemudian, Amangkurat I melarang ekspor beras dan kayu menuju Banten.
Maka dimulailah pemberontakan Trunajaya pangeran [[Pulau Madura|Madura]]. Trunajaya dan pasukannya juga dibantu para pejuang Makasar pimpinan [[Karaeng Galesong]], yaitu sisa-sisa pendukung [[Sultan Hasanuddin]] yang dikalahkan [[VOC]] tahun 1668. Sebelumnya tahun 1674 pasukan Makasar ini pernah meminta sebidang tanah untuk membuat perkampungan, namun ditolak Amangkurat I.
 
Sementara itu, hubungan diplomatik antara [[Kesultanan Mataram]] dan [[Kesultanan Gowa]] yang telah dibangun oleh Sultan Agung akhirnya merenggang. Amangkurat I menolak utusan Gowa dan meminta [[Sultan Hasanuddin]] sendiri untuk datang ke Jawa. Namun, permintaan itu ditolak.
Pertempuran demi pertempuran terjadi di mana kekuatan para pemberontak semakin besar. Diperkirakan terjadi perselisihan antara Trunajaya dan Adipati Anom, sehingga Trunajaya tidak jadi menyerahkan kekuasaan kepada Adipati Anom sebagaimana yang direncanakan sebelumnya dan malah melakukan penjarahan terhadap istana Kartasura. Mas Rahmat yang tidak mampu lagi mengendalikan Trunajaya pun berbalik kembali memihak ayahnya.
 
== Kematian ==
Puncaknya, tanggal 28 Juni 1677 Trunajaya berhasil merebut istana [[Plered]]. Amangkurat I dan Mas Rahmat melarikan diri ke barat. ''[[Babad Tanah Jawi]]'' menyatakan, dengan jatuhnya istana Plered menandai berakhirnya Kesultanan Mataram. Setelah mengambil rampasan perang dari istana, Trunajaya kemudian meninggalkan keraton Mataram dan kembali ke pusat kekuasaannya di [[Kediri]], [[Jawa Timur]].
[[Berkas:Graf van Soesoehoenan Mangkoerat I te Tegal, KITLV 91020.tiff|jmpl|296x296px|Makam Sunan Tegalarum (Amangkurat I) {{circa|1915}}]]
Amangkurat I meninggal di Wanayasa (suatu desa di [[Kabupaten Banyumas|Banyumas]] utara) ketika dalam pelarian dari [[Raden Trunajaya|Trunajaya]], dan berwasiat agar ia dimakamkan di dekat gurunya. Lokasinya kini ada di [[Pesarean, Adiwerna, Tegal|Pesarean]], [[Adiwerna, Tegal|Adiwerna]], [[Kabupaten Tegal|Tegal]]. Karena tanahnya berbau harum, daerah tempat Amangkurat I dimakamkan dijuluki "[[Pasarean Tegalarum|Tegalarum]]" atau "Tegalwangi". Dengan demikian, Amangkurat I dijuluki dengan [[nama anumerta]]nya, ''Sunan Tegalarum'' atau ''Sunan Tegalwangi''.{{Sfn|Kesteren|1892}}{{Sfn|Grimberg en Company|1890}}
 
Ia digantikan oleh Raden Mas Rahmat pada 1677, yang memerintah sebagai [[Amangkurat II]].{{sfn|Pigeaud|1976|p=74}} Amangkurat II pada akhirnya dapat menumpas pemberontakan dan menangkap Trunajaya setelah beberapa pertempuran yang sengit, dimana Trunajaya kemudian dihukum mati dengan ditusuk [[keris]]. Perdamaian di Jawa akhirnya baru dipulihkan pada tahun 1682.{{Sfn|Hall|1981|p=348}}
Kesempatan tersebut diambil oleh Pangeran Puger untuk menguasai kembali keraton yang sudah lemah, dan mengangkat dirinya menjadi raja di Plered dengan gelar Susuhunan ing Alaga. Dengan demikian sejak saat itu terpecahlah kerajaan Mataram.
 
== Kematian Amangkurat IKeluarga ==
Pelarian Amangkurat I membuatnya jatuh sakit. Menurut ''Babad Tanah Jawi'', kematiannya dipercepat oleh air kelapa beracun pemberian Mas Rahmat. Meskipun demikian, ia tetap menunjuk Mas Rahmat sebagai raja selanjutnya, tapi disertai kutukan bahwa keturunannya kelak tidak ada yang menjadi raja, kecuali satu orang dan itu pun hanya sebentar. Amangkurat I meninggal pada 13 Juli 1677 di desa Wanayasa, [[Banyumas]] dan berwasiat agar dimakamkan dekat gurunya di [[Tegal]]. Karena tanah daerah tersebut berbau harum, maka desa tempat Amangkurat I dimakamkan kemudian disebut Tegalwangi atau Tegalarum.
Oufers hadir disana dengan dua belas orang serdadu.
Amangkurat I juga berwasiat agar Mas Rahmat meminta bantuan VOC dalam merebut kembali takhta dari tangan Trunajaya. Mas Rahmat ini kemudian bergelar [[Amangkurat II]] dan mendirikan [[Kasunanan Kartasura]] sebagai kelanjutan Kesultanan Mataram.
 
Sepanjang hidupnya Amangkurat I menikah dengan lima istri permaisuri dan beberapa istri selir. Istri permaisuri Amangkurat I yaitu Ratu Kilen I / Ratu Pambayun / Ratu Ageng dari Surabaya, Ratu Kilen II / Ratu Wetan dari Kajoran, Ratu Malang, Ratu Kancana dari Kranon, dan Ratu Pasuruan / Ratu Ayu Amangkurat dari Pasuruan. Istri selir Amangkurat I yang memberinya keturunan yaitu Raden Langenkusuma, Raden Mangkukusuma, Mas Ayu Galuh, Mas Ayu Wulan, Mas Ayu Marangsari, Mas Ayu Kenya, Rara Wilan, Bok Pantes, Mas Ayu Danariyem, dan Mas Ayu Tasib / Mas Ayu Tasik.
== Kepustakaan ==
* ''Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647''. (terj.). 2007. Yogyakarta: Narasi
* M.C. Ricklefs. 1991. ''Sejarah Indonesia Modern'' (terj.). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
* Moedjianto. 1987. ''Konsep Kekuasaan Jawa: Penerapannya oleh Raja-raja Mataram''. Yogyakarta: Kanisius
* Purwadi. 2007. ''Sejarah Raja-Raja Jawa''. Yogyakarta: Media Ilmu
 
Dari pernikahan-pernikahannya Amangkurat I memiliki 22 orang anak. Sesuai urutan kelahiran, anak-anaknya yaitu:
{{start box}}
# Raden Mas Rahmat / Raden Mas Kuning / Pangeran Adipati Anom Mataram / [[Amangkurat II]], anak dari Ratu Kilen I
{{succession box |
# Perempuan yang meninggal sebelum diberi nama, anak dari Ratu Kilen I.
before=[[Sultan Agung]] |
# Raden Mas Darajat / Pangeran Adipati Puger / [[Pakubuwana I]], anak dari Ratu Kilen II.
title=[[Sultan Mataram]] |
# Raden Ajeng Putih / Raden Ayu Pamot, anak dari Raden Langenkusuma.
years=1646-1677 |
# Raden Mas Kabula / Pangeran Harya Martasana, anak dari Raden Mangkukusuma.
after=[[Amangkurat II]]
# Raden Mas Pandonga / Pangeran Harya Singasari, anak dari Ratu Kilen II.
}}
# Laki-laki yang meninggal sebelum diberi nama, anak dari Mas Ayu Galuh.
{{end box}}
# Raden Mas Subekti / Pangeran Harya Selarung II, anak dari Ratu Malang.
# Laki-laki yang meninggal sebelum diberi nama, anak dari Mas Ayu Wulan.
# Raden Mas Sasika / Pangeran Harya Natabrata / Pangeran Harya Natapraja, anak dari Ratu Malang.
# Raden Mas Dadi / Pangeran Rangga Satata, anak dari Ratu Ayu Amangkurat.
# Raden Mas Sujanma / Pangeran Harya Panular, anak dari Mas Ayu Wulan.
# Raden Ajeng Brungut / Raden Ajeng Bubut / Raden Ayu Kaleting Kuning I / Raden Ayu Pucang / Raden Ayu Sindureja, anak dari Mas Ayu Marangsari.
# Raden Ayu Kaleting Kuning II / Raden Ayu Martayuda II / Raden Ayu Yudanagara I / Raden Ayu Bandara, anak dari Ratu Kancana.
# Raden Ayu Kaleting Biru / Raden Ayu Mangkuyuda, anak dari Mas Ayu Kenya.
# Raden Ayu Kaleting Wungu / Raden Ayu Kaliwungu / Raden Ayu Mangkupraja, anak dari Ratu Kancana.
# Raden Mas Satapa / Pangeran Harya Mantaram, anak dari Ratu Kancana.
# Raden Ajeng Mulat / Raden Ayu Kaleting Abang, anak dari Rara Wilan.
# Raden Ajeng Siram / Raden Ayu Kaleting Cemeng, anak dari Bok Pantes.
# Laki-laki yang meninggal sebelum diberi nama, anak dari Mas Ayu Danariyem.
# Raden Ajeng Tungle / Raden Ayu Kaleting Dadu / Raden Ayu Tanjung / Raden Ayu Danureja, anak dari Mas Ayu Tasib / Mas Ayu Tasik.
# Raden Ajeng Pusuh / Raden Ajeng Susuh / Raden Ayu Kaleting Ijo / Raden Ayu Wiramenggala, anak dari Mas Ayu Danariyem.
 
== Rujukan ==
{{reflist|colwidth=30em}}
 
=== Daftar pustaka ===
* {{Cite book|date=1890|url=https://books.google.co.id/books?id=SJMBuMo0SjgC&pg=PA71#v=onepage&q&f=false|title=Boekoe tjerita-an tahah Djawa|location=[[Surabaya|Soerabaia]]|publisher=Grimberg en Company|language=id|ref={{harvid|Grimberg en Company|1890}}|url-status=live}}
* {{Cite book|last=Hall|first=D. G. E.|date=1981|url=https://books.google.co.id/books?id=XD9dDwAAQBAJ|title=History of South East Asia|publisher=Macmillan International Higher Education|isbn=978-1-349-16521-6|language=en|ref=harv|url-status=live}}
* {{Cite book|last=Hoëvell|first=W. R.|date=1849|url=https://books.google.co.id/books?id=u56o81YWqPIC&vq=amral&hl=id&pg=RA2-PA213#v=onepage|title=Tijdschrift voor Nederlandsch-Indie͏̈ Jaargang 1840|location=[[Groningen]]|publisher=Ter Lands-drukkerij|language=nl|ref=harv|url-status=live}}
* {{Cite book|date=1892|url=https://books.google.co.id/books?id=eQFCAQAAMAAJ&vq=13%20Juli%201677&hl=id&pg=PA2298#v=snippet&q=13%20Juli%201677&f=false|title=De Indische Gids|location=[[Leiden]]|publisher=E. J. Brill|editor-last=Kesteren|editor-first=C. E. V.|volume=14|pages=2298|language=nl|chapter=Sultan Amangkoe Rat Eene bladzijde uit de geschiedenis van Mataram|url-status=live|ref=harv}}
* {{Cite book|last=Kiernan|first=Ben|date=2007|url=https://books.google.co.id/books?id=R5p7cRyK748C|title=Blood and Soil: Modern Genocide 1500-2000|publisher=Melbourne University Press|isbn=978-0-522-85477-0|language=en|ref=harv|url-status=live}}
* {{Cite book|last=Ooi|first=Keat Gin|date=2004|url=https://books.google.co.id/books?id=QKgraWbb7yoC|title=Southeast Asia: A Historical Encyclopedia, from Angkor Wat to East Timor|publisher=ABC-CLIO|isbn=978-1-57607-770-2|language=en|ref=harv|url-status=live}}
* {{Cite journal|last=Purwadi|date=2016|title=Menggali Nilai Luhur Jatidiri Budaya Mataram|url=https://jrd.bantulkab.go.id/?p=652|journal=Jurnal Riset Daerah|volume=XV|issue=2|pages=2461|ref=harv}}
* {{cite book|authorlink=M. C. Ricklefs|url-status=live|last=Ricklefs|first=M.C.|title=A History of Modern Indonesia Since C.1200|url=https://books.google.com/books?id=0AAdBQAAQBAJ|date=2008|publisher=Palgrave Macmillan|isbn=978-1-137-05201-8|language=en|ref=harv}}{{Pranala mati|date=Maret 2023 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}
* {{cite book|ref=harv|last=Pigeaud|first=T. G. Th.|authorlink=Theodoor Gautier Thomas Pigeaud|title=Islamic States in Java 1500–1700: Eight Dutch Books and Articles by Dr H. J. de Graaf|url=https://archive.org/details/islamicstatesinj0000pige|date=1976|publisher=Martinus Nijhoff|location=[[Den Haag]]|isbn=90-247-1876-7|language=en|url-access=registration|url-status=live}}
 
{{s-start}}
{{s-hou|[[Wangsa Mataram]]||{{circa|1618/1619}}||1677}}
{{s-reg|}}
{{s-bef|before=[[Anyakrakusuma]]}}
{{s-ttl|title=[[Kesultanan Mataram|Susuhunan Mataram]]|years=1646 ‒ 1677}}
{{s-aft|after=[[Amangkurat II]]}}
{{s-end}}
 
{{Authority control}}
 
{{DEFAULTSORT:Amangkurat 01}}
[[Kategori:Kematian 1677]]
[[Kategori:SultanKesultanan Mataram]]
[[Kategori:TokohSusuhunan YogyakartaMataram]]
[[Kategori:Tokoh Jawa]]
[[Kategori:Raja Jawa]]
[[Kategori:Kematian akibat keracunan]]