Nawawi al-Bantani: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
→Karya-Karyanya: Buku MANAWA : Majmu'ah Nawawi Al-Bantani |
Dasimarajo (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan |
||
(35 revisi perantara oleh 25 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Berbunga-bunga}}{{hatnote|"Syekh Nawawi" beralih ke halaman ini. Artikel ini membahas mengenai biografi [[Ulama]] besar [[Mazhab Syafi'i]] berkebangsaan [[Indonesia]]. Untuk [[Ulama]] besar [[Mazhab Syafi'i]] berkebangsaan [[Suriah]], lihat [[Abu Zakaria Muhyuddin an-Nawawi|Imam Nawawi]].}}
{{Infobox Ulama Muslim
|honorific_prefix = Syaikh Muhammad Nawawi al-Bantani
Baris 5 ⟶ 6:
|title =
lihat [[Nawawi al-Bantani#Gelar-gelar|Gelar-gelar]]
|kunya = Abu
|name = Muhammad Nawawi
|nasab = bin Umar
Baris 11 ⟶ 12:
|parents = Umar (ayah)<br>Zubaedah (ibu)
|relatives =
|spouse =
|children =
|birth_name = Muhammad Nawawi
|birth_date = [[1813]] [[Masehi]]
|birth_place =
|death_date =
|death_place =
|death_cause =
|resting_place = [[Jannatul Mu'alla]], [[Mekkah]]
|other_names = Syekh Nawawi<br>Syekh Nawawi Banten
|nationality = {{flagicon|Kesultanan Banten}} [[Kesultanan Banten|Banten]]<br>{{negara|
|era = 12 [[Hijriyah]]
|region = [[Mekkah]], [[Hijaz]]
Baris 37:
|awards =
|influences =
|influenced = [[Hasjim Asy'ari]], [[Kholil al-Bangkalani]], [[Arsyad Thawil al-Bantani]], [[Tubagus Ahmad Bakri as-Sampuri]], [[Sulaiman Ar-Rasuli|Sulaiman ar-Rasuli]], [[Nawawi al-Bantani#Murid-muridnya|Dan Murid-murid Lainnya]]
|module =
|signature =
Baris 47:
== Biografi ==
Syekh Nawawi lahir di Kampung Tanara Desa Tanara, sebuah desa kecil di kecamatan [[Tirtayasa, Serang|Tirtayasa]] (dulu, sekarang Kecamatan [[Tanara, Serang|Tanara]]), Kabupaten [[Serang]], [[Banten]] pada tahun 1230 [[Hijriyah]] atau [[1815]] [[Masehi]], dengan nama Muhammad Nawawi bin 'Umar bin 'Arabi al-Bantani. Dia adalah sulung dari tujuh bersaudara, yaitu Ahmad Syihabudin, Tamim, Said, Abdullah, Tsaqilah dan Sariyah. Ia merupakan generasi ke-12 dari [[Maulana Hasanuddin dari Banten|Sultan Maulana Hasanuddin]], [[Daftar Sultan Banten|raja pertama Banten]] Putra [[Sunan Gunung Jati]], [[Cirebon]].
Ayah Syekh Nawawi merupakan seorang Ulama lokal di [[Banten]], Syekh Umar bin Arabi al-Bantani, sedangkan ibunya bernama Zubaedah, seorang ibu rumah tangga biasa.
Syaikh Nawawi menikah dengan Nyai Nasimah, gadis asal [[Tanara, Serang]] dan dikaruniai 3 orang anak: Nafisah, Maryam, Rubi'ah. Sang istri wafat mendahului dia.{{sfn|Majalah Alkisah edisi 15 Februari 2004|p=100}}
== Pendidikan ==
Baris 134 ⟶ 95:
Selain pelajaran agama, Syekh Nawawi juga mengajarkan makna kemerdekaan, anti [[Kolonialisme]] dan [[Imperialisme]] dengan cara yang halus. Mencetak kader patriotik yang di kemudian hari mampu menegakkan kebenaran. Perjuangan yang dilakukan Syekh Nawawi memang tidak dalam bentuk revolusi fisik, namun lewat pendidikan dalam menumbuhkan semangat kebangkitan dan jiwa nasionalisme.
=== Pendapat Penentangan di Arab Saudi ===
Meskipun saat itu [[Arab Saudi]] Kerajaan Arab Saudi melarang ziarah kubur dengan alasan bidah, namun Syekh Nawawi tidak menentang praktik ini. Pendapat ini dilandasi temuan Syekh Nawawi tentang ketentuan hukumnya dalam ajaran Islam. Syekh Nawawi bahkan menganjurkan umat Islam untuk menghormati makam-makam orang yang berjasa dalam sejarah Islam, termasuk makam Nabi {{SAW}} dan para sahabat. Menurut Syekh Nawawi, Mengunjungi makam Nabi {{SAW}} adalah praktik ibadah yang identik dengan bertemu muka (''tawajjuh'') dengan Nabi {{SAW}} dan mengingatkan kebesaran perjuangan dan prestasi yang patut untuk diteladani.<ref name=':3' />
Baris 158 ⟶ 119:
# K.H. Mas Abdurahman - Pendiri [[Universitas Mathla'ul Anwar|Mathla'ul Anwar]]
# [[Raden Asnawi|K.H. Raden Asnawi]], [[Kudus]]
# [[Abdul Karim Amrullah|Haji Abdul Karim Amrullah]], [[
# K.H. Thahir Jamaluddin, [[Singapura]]
# K.H. Dawud, [[Perak, Malaysia]]
Baris 215 ⟶ 176:
# Tîjân al-Darâry syarah Matan al-Baijûry
# Fath al-Mujîb syarah Mukhtashar al-Khathîb
# Murâqah Shu’ûd al-Tashdîq syarah
# Kâsyifah al-Sajâ syarah [[Safinatun Najah|Safînah al-Najâ]]
# al-Futûhâh al-Madaniyyah syarah al-Syu’b al-Îmâniyyah
# ‘Uqûd al-Lujain fi Bayân Huqûq al-Zaujain
Baris 235 ⟶ 196:
Karya tafsirnya, al-Munir, sangat monumental, bahkan ada yang mengatakan lebih baik dari [[Tafsir al-Jalalain]], karya Imam [[Jalaluddin as-Suyuthi]] dan Imam [[Jalaluddin al-Mahalli]] yang sangat terkenal. Sementara Kasyifah al-Saja merupakan syarah atau komentar terhadap kitab fiqih [[Safinatun Najah]], karya Syekh Salim bin Sumeir al-Hadhramy. Karya-karya dia di bidang Ilmu Akidah misalnya adalah Tijan ad-Darary, Nur al-Dhalam, Fath al-Majid. Sementara dalam bidang Ilmu Hadits misalnya Tanqih al-Qaul. Karya-karya dia di bidang Ilmu Fiqih yakni Sullam al-Munajah, Nihayah al-Zain, Kasyifah al-Saja, dan yang sangat terkenal di kalangan para santri pesantren di [[Jawa]] yaitu Syarah ’Uqud al-Lujain fi Bayan Huquq al-Zaujain. Adapun Qami'u al-Thugyan, Nashaih al-'Ibad dan Minhaj al-Raghibi merupakan karya tasawwuf.{{sfn|Majalah Alkisah edisi 14 September 2003|p=7}}
Sebagian dari karya-karya Syekh Nawawi yang '''sudah diterjemahkan ke dalam berbahasa Indonesia'''
# Fathul Majid (Panduan Permunian Tauhid), diterbitkan oleh PT. Manawa Hijrah Pustaka
# Hilyatush Shibyan (Ilmu Tajwid Lanjutan), diterbitkan oleh PT. Manawa Hijrah Pustaka
Baris 248 ⟶ 210:
Pada suatu waktu di sebuah perjalanan dalam ''syuqduf'' (rumah-rumahan di punggung unta) Syekh Nawawi pernah mengarang kitab dengan menggunakan telunjuknya sebagai lampu. Hal tersebut terjadi karena tidak ada cahaya dalam ''syuqduf'' yang ia tumpangi, sementara aspirasi untuk menulis kitab tengah kencang mengisi kepalanya. Syekh Nawawi kemudian berdoa kepada [[Allah]] agar telunjuk kirinya dapat menjadi lampu, menerangi jari kanan yang akan digunakannya untuk menulis. Kitab yang kemudian lahir dengan nama '''''Maraqi al-'Ubudiyyah''''' syarah Matan '''''Bidayah al-Hidayah''''' itu harus dibayarnya dengan cacat pada jari telunjuk kiri, karena cahaya yang diberikan Allah pada telunjuk kirinya itu membawa bekas yang tidak hilang.<ref name=':0'>{{citeweb|last=Wicaksono|first=Bayu Aji|url=http://m.viva.co.id/berita/nasional/639044-kisah-syekh-nawawi-kaki-bisa-menyala-jasadnya-tetap-utuh|title=Kisah Syekh Nawawi: Kaki Bisa Menyala, Jasadnya Tetap Utuh|date=17 Juni 2015|website=viva.co.id|language=id|access-date=25 Mei 2017}}</ref>
=== Jasad yang Tetap Utuh ===
Telah menjadi kebijakan Pemerintah [[Arab Saudi]] bahwa orang yang telah dikubur selama setahun kuburannya harus digali. Tulang belulang si mayat kemudian diambil dan disatukan dengan tulang belulang mayat lainnya. Selanjutnya semua tulang itu dikuburkan di tempat lain di luar kota dan lubang kubur yang dibongkar dibiarkan tetap terbuka hingga datang jenazah berikutnya terus silih berganti. Kebijakan tersebut dijalankan tanpa pandang bulu hingga menimpa pula pada makam Syekh Nawawi. Setelah kuburnya genap berusia satu tahun, datanglah petugas dari pemerintah kota untuk menggali kuburnya. Tetapi yang terjadi adalah hal yang tak lazim. Para petugas kuburan itu tak menemukan tulang belulang seperti biasanya, yang mereka temukan adalah satu jasad yang masih utuh. Tidak kurang satu apapun, tidak lecet dan tidak ada tanda-tanda pembusukan seperti lazimnya jenazah yang telah lama dikubur. Bahkan kain kafan penutup jasad Syekh Nawawi tidak sobek dan tidak lapuk sedikitpun.<ref name=':0' />
Terang saja kejadian tersebut mengejutkan para petugas. Mereka lari berhamburan mendatangi atasannya dan menceritakan apa yang telah terjadi. Setelah diteliti, sang atasan kemudian menyadari bahwa makam yang digali itu bukan makam orang sembarangan. Langkah strategis lalu diambil, yaitu larangan dari pemerintah untuk membongkar makam Syekh Nawawi. Jasadnya lalu dikuburkan kembali seperti sediakala, dan hingga sekarang makam Syekh Nawawi tetap berada di Ma'la, [[Mekah]].{{sfn|Majalah Alkisah edisi 15 Februari 2004|p=105}}
=== Shalat di Dalam Mulut Ular Besar ===
Suatu hari ketika dalam perjalanan, Syekh Nawawi istirahat di sebuah tempat untuk azan kemudian salat. Setelah ia azan ternyata tidak ada orang yang datang, akhirnya ia qamat lalu salat sendirian. Usai shalat Syekh Nawawi kembali melanjutkan perjalanan, tapi ketika menengok ke belakang, ternyata ada seekor ular raksasa dan mulutnya sedang menganga. Akhirnya ia tersadar bahwa ternyata ia salat di dalam mulut ular yang sangat besar itu.<ref>{{citeweb|last=Abdullah|url=http://www.nu.or.id/post/read/64902/kiai-nawawi-kisahkan-karomah-syekh-nawawi|title=Kiai Nawawi kisahkan Karomah Syekh Nawawi|date=11 Januari 2016|website=nu.or.id|language=id|access-date=25 Mei 2017}}</ref>
Baris 308 ⟶ 263:
[[Kategori:Ahli hadis Indonesia]]
[[Kategori:Tokoh Banten|Nawawi al-Bantani]]
[[Kategori:Ulama Indonesia|Nawawi al-Bantani]]
[[Kategori:Ulama Syafi'i Abad ke-14 H|Nawawi al-Bantani]]
[[Kategori:Imam
|