Perang Aceh: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Dirga udara (bicara | kontrib) Tag: halaman dengan galat kutipan Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
Tag: Pengembalian manual VisualEditor |
||
(17 revisi perantara oleh 8 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{For|Pemberontakan 1976–2005|Pemberontakan di Aceh}}
{{Infobox military conflict
| conflict
| image
| image_size
| caption
| date
| place
| result
* Pembubaran [[Kesultanan Aceh]]
*Pemberlakuan kekuasaan Belanda atas [[Aceh]]
| territory
| combatant1
*[[Tentara Kerajaan Hindia Belanda]]
*[[Angkatan Laut Kerajaan Belanda]]
| combatant2
*[[ulama]] Islam<ref name="Ibrahim133"/><ref name="Vickers13"/>
| commander1 = {{flagdeco|Netherlands}} [[Johan Harmen
{{flagdeco|Netherlands}} [[Jan van Swieten]]<br />
{{flagdeco|Netherlands}} [[Johannes Ludovicius Jakobus Hubertus Pel|J.L.J.H Pel]]{{KIA}}<br />
Baris 27 ⟶ 26:
{{flagdeco|Netherlands}} [[Gotfried Coenraad Ernst van Daalen|Gotfried van Daalen]]<ref name="Ibrahim133"/><br />
{{flagdeco|Netherlands}} [[George Frederik Willem Borel]]
| commander2 = {{flagicon image|Flag of the Aceh Sultanate.png}} [[
{{flagicon image|Flag of the Aceh Sultanate.png}} [[
▲{{flagicon image|Flag of the Aceh Sultanate.png}} [[Alauddin Muhammad Da'ud Syah II]]{{surrendered}}<ref name="Ricklefs145"/><br />
{{flagicon image|Flag of the Aceh Sultanate.png}} [[Tuanku Hasyim Banta Muda]]<br />
{{flagicon image|Flag of the Aceh Sultanate.png}} [[Habib Abdurrahman Az-Zahir]]<br />
{{flagicon image|Flag of the Aceh Sultanate.png}} [[Teuku Umar]]{{KIA}}<ref name="Reid336">Anthony Reid (2005), p. 336</ref><br />
{{flagicon image|Flag of the Aceh Sultanate.png}} [[Cut Nyak Dhien]]<ref name="Reid352">Anthony Reid (2005), p. 352</ref><br /> {{flagicon image|Flag of the Aceh Sultanate.png}} [[Teungku Chik di Tiro]]{{assassinated}}<br />
{{flagicon image|Flag of the Aceh Sultanate.png}} [[Cut Nyak Meutia]]{{KIA}}<br />
{{flagicon image|Flag of the Aceh Sultanate.png}} [[Panglima Polem]]{{surrendered}}<br>
{{flagicon image|Flag of the Aceh Sultanate.png}} [[Teuku Ben Mahmud]]{{surrendered}}<br />
| strength1
|
|
| casualties2 = 60.000–70.000 orang terbunuh (termasuk akibat kolera)<ref name="Vickers13"/><br />10.000 pengungsi<ref name="Vickers13"/>
| campaignbox
}}
{{Sejarah Indonesia}}
Baris 59:
===Serangan Belanda pertama===
{{Main|Ekspedisi Aceh Pertama}}
[[File:Generaal Kohler sneuvelt in de Mesigit.jpg|jmpl|ki|Ilustrasi Mayor Jenderal Köhler ketika tertembak oleh [[penembak jitu]] Aceh di bawah pohon [[kepuh|''geulumpang'']] di [[Masjid Raya Baiturrahman]] dari jarak 100 meter<ref>{{Cite web|title=Lama Disembunyikan, Ini Dia Sniper Misterius yang Menembak Mati Jenderal Kohler|url=https://aceh.tribunnews.com/2017/09/11/lama-disembunyikan-ini-dia-sniper-misterius-yang-menembak-mati-jenderal-kohler|website=Serambinews.com|language=id-ID|access-date=2024-07-07}}</ref>]]
Pada tahun 1873, negosiasi terjadi di Singapura antara perwakilan Kesultanan Aceh dan Konsul Amerika setempat mengenai potensi perjanjian bilateral.<ref name="Ricklefs144"/> Belanda melihat hal ini sebagai pelanggaran terhadap perjanjian sebelumnya dengan Inggris pada tahun 1871 dan menggunakan ini sebagai kesempatan untuk mencaplok Aceh secara militer.<ref name="Ibrahim133"/> Ekspedisi di bawah pimpinan Mayor Jenderal [[Johan Harmen Rudolf Köhler]] diutus pada tanggal 26 Maret 1873, yang membombardir ibu kota [[Banda Aceh]] dan mampu menduduki sebagian besar wilayah pesisir pada bulan April.<ref name="Ricklefs144"/> Itu niat Belanda untuk menyerang dan merebut istana Sultan, yang juga akan berujung pada pendudukan seluruh negeri. Sultan meminta dan mungkin menerima bantuan militer dari [[Italia]] dan Inggris di Singapura. Bagaimanapun, tentara Aceh dengan cepat dimodernisasi dan diperbesar dengan jumlah berkisar antara 10.000 hingga 100.000.<ref name="Ricklefs144"/> Karena meremehkan kemampuan militer orang Aceh, Belanda membuat beberapa kesalahan taktis dan mengalami kerugian termasuk kematian Köhler dan 80 tentara.<ref name="Ricklefs144"/> Kekalahan ini menggerogoti moral dan gengsi Belanda.<ref name="Ibrahim132"/>
Baris 67 ⟶ 70:
[[Berkas:The Dutch War In Sumatra- Malay Soldiers Under The Dutch.jpg|thumb|Tentara Melayu di bawah komando Belanda di Sumatera.]]
Pada bulan November 1873, ekspedisi kedua yang terdiri dari 13.000 tentara dipimpin oleh Jenderal [[Jan van Swieten]] dikirim ke Aceh.<ref name="Ricklefs185-88"/> Invasi tersebut bertepatan dengan wabah [[kolera]] yang menewaskan ribuan orang di kedua sisi.<ref name="Ricklefs145"/> Pada bulan Januari 1874, kondisi yang memburuk memaksa [[Alauddin Mahmud Syah II|Sultan Mahmud Syah]] dan para pengikutnya meninggalkan Banda Aceh dan mundur ke pedalaman. Sementara itu, pasukan Belanda menduduki ibu kota dan merebut “dalam” (istana sultan) yang secara simbolis penting, membuat Belanda percaya bahwa mereka telah menang. Penjajah Belanda kemudian membubarkan Kesultanan Aceh dan mendeklarasikan Aceh sebagai bagian dari wilayah Hindia Belanda.<ref name="Ricklefs145"/>
[[File:Jirat Pel.JPG|jmpl|ki|Makam Mayor Jenderal [[Johannes Ludovicius Jakobus Hubertus Pel]] yang tewas di Tunggai, Banda Aceh pada tahun 1876]]
Sepeninggal Mahmud karena kolera, masyarakat Aceh memproklamasikan cucu muda [[Alauddin Ibrahim Mansur Syah]], bernama Tuanku Muhammad Daud, sebagai [[Alauddin Muhammad Da'ud Syah II]] (memerintah 1874–1903) dan meneruskan perjuangannya di wilayah perbukitan dan hutan selama sepuluh tahun, dengan banyak korban jiwa di kedua belah pihak.<ref name="Ricklefs145"/> Sekitar tahun 1880 strategi Belanda berubah, dan alih-alih melanjutkan perang, mereka kini berkonsentrasi mempertahankan wilayah yang sudah mereka kuasai, yang sebagian besar terbatas pada ibu kota ([[Banda Aceh]] modern),<ref name="Ibrahim132"/> dan kota [[pelabuhan]] [[Ulee Lheue]]. Blokade laut Belanda berhasil memaksa ''uleebelang'' atau pemimpin sekuler untuk menandatangani perjanjian yang memperluas kendali Belanda di sepanjang wilayah pesisir.<ref>Fink (2023), hal. 484-486.</ref> Namun, uleebelang kemudian menggunakan pendapatan mereka yang baru diperoleh kembali untuk membiayai kekuatan perlawanan Aceh.
Baris 74 ⟶ 80:
===Perang suci===
[[Berkas:Moulin, JJK de. Generaal majoor.jpg|jmpl|ki|200px|Mayor Jenderal [[Jan Jacob Karel de Moulin]] tewas pada tanggal 8 Juli 1896 setelah 4 hari ia berada di Aceh sebagai panglima besar militer Belanda untuk Aceh<ref>{{Cite web|date=2020-07-08|title=PORTALSATU.com - Aceh Hari Ini: Jenderal de Moulin Tewas di Aceh|url=https://portalsatu.com/aceh-hari-ini-jenderal-de-moulin-tewas-di-aceh/|language=id|access-date=2024-07-07}}</ref>]]
Perang dimulai lagi pada tahun 1883, ketika kapal Inggris Nisero terdampar di Aceh, di daerah yang pengaruh Belandanya kecil. Seorang pemimpin setempat meminta tebusan dari Belanda dan Inggris, dan di bawah tekanan Inggris, Belanda terpaksa berusaha membebaskan para pelaut tersebut. Setelah upaya Belanda yang gagal untuk menyelamatkan para sandera, dimana pemimpin setempat [[Teuku Umar]] dimintai bantuan tetapi dia menolak, Belanda bersama Inggris menyerbu wilayah tersebut. Sultan menyerahkan para sandera, dan menerima sejumlah besar uang tunai sebagai imbalannya.<ref name="Reid186-88">Anthony Reid (2005), hal. 186–88</ref>
Menteri Peperangan Belanda [[August Willem Philip Weitzel]] kembali mendeklarasikan perang terbuka terhadap Aceh, dan peperangan terus berlanjut tanpa membuahkan hasil seperti sebelumnya. Menghadapi musuh yang memiliki teknologi lebih unggul, masyarakat Aceh melakukan [[perang gerilya]], khususnya perangkap dan penyergapan. Pasukan Belanda membalas dengan memusnahkan seluruh desa dan membunuh tahanan dan warga sipil.<ref>Vickers (2005), hal. 11</ref> Pada tahun 1884, Belanda membalas dengan menarik seluruh pasukan mereka di Aceh ke garis pertahanan di sekitar Banda Aceh .<ref name="Ibrahim132"/> Belanda kini juga mencoba merekrut para pemimpin lokal: Umar yang disebutkan di atas dibeli dengan uang tunai, [[opium]], dan senjata. Umar mendapat gelar Panglima Prang Besar (Panglima Perang Besar).
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Groepsportret van de marechaussee met overste Van Daalen bij de vermoorde inwoners van de versterkte kampong Koeto Reh TMnr 60009090.jpg
Umar malah menyebut dirinya ''Teuku Djohan Pahlawan'' (Johan yang Pahlawan). Pada tanggal 1 Januari 1894 Umar bahkan mendapat bantuan Belanda untuk membangun pasukan. Namun, dua tahun kemudian Umar malah menyerang Belanda dengan pasukan barunya, bukannya membantu Belanda dalam menundukkan Aceh bagian dalam. Hal ini tercatat dalam sejarah Belanda dengan sebutan “Het verraad van Teukoe Oemar” (Pengkhianatan [[Teuku Umar]]). Sejak pertengahan tahun 1880-an, kepemimpinan militer Aceh didominasi oleh [[ulama]] agama, termasuk [[Teungku Chik di Tiro]] (Muhamma Saman), yang menyebarkan konsep "[[perang agama|perang suci]] melalui khotbah dan teks yang dikenal dengan hikayat atau dongeng puitis. Pejuang Aceh memandang diri mereka sebagai martir agama yang melawan "penjajah kafir".<ref name="Ibrahim133"/> Pada tahap ini, Perang Aceh digunakan sebagai simbol perlawanan umat Islam terhadap imperialisme Barat.<ref name="Vickers13"/>
Baris 100 ⟶ 108:
Akan tetapi, pengaruh kolonial di wilayah [[Dataran Tinggi (geografi)|dataran tinggi]] terpencil di Aceh tidak pernah besar, dan perlawanan [[gerilya]] terbatas yang dipimpin oleh para ulama tetap bertahan hingga tahun 1942.<ref name="Ibrahim133"/> Tidak dapat untuk mengusir Belanda, banyak ulama yang secara bertahap menghentikan perlawanannya. Wilayah [[Kabupaten Gayo Lues|Gayo]] tetap menjadi pusat perlawanan hingga tahun 1914.<ref name="Reid339" /> Seorang intelektual [[Sayyid Ahmad Khan]] menganjurkan penghentian "[[jihad]]" melawan Belanda.<ref name="Ibrahim133"/>
===Serangan bunuh diri===
[[Orang Aceh|Aceh]] Muslim dari [[Kesultanan Aceh]] melakukan "perang suci" yang dikenal dengan sebutan Parang-sabil melawan penjajah seperti Amerika dalam penyerangan terhadap [[Joseph Peabody]] kapal ''[[Persahabatan Salem#Persahabatan .281830s.29|Persahabatan]]'', selama [[Ekspedisi Sumatera Pertama]] dan [[Ekspedisi Sumatera Kedua]],<ref name="(Teuku.)1992 1">{{cite book |author=Ibrahim Alfian (Teuku.) |title=Sastra perang: sebuah pembicaraan mengenai Hikayat Perang Sabil |url=https://books.google.com/books?id=rKiZnTEhX-UC&pg=PA3|year=1992 |publisher=PT Balai Pustaka |isbn=978-979-407-422-0 |page=3}}</ref><ref>{{Cite web|url=http://www.masshist.org/object-of-the-month/objects/salem-and-the-sumatra-pepper-trade-2012-08-01|title=Massachusetts Historical Society: "To the Farthest Ports of the Rich East": Salem and the Sumatra Pepper Trade|website=www.masshist.org}}</ref><ref>{{Cite web|url=http://www.bingregory.com/archives/2015/06/19-america-bombs-indonesia-over-drug-deal-gone-bad-in-1832/|title=America Bombs Indonesia over Drug Deal Gone Bad … in 1832|date=19 Juni 2015}}</ref><ref name="Baker2008">{{cite book |author=Jim Baker |title=Crossroads (2nd Edn): A Popular History of Malaysia and Singapore |url=https://books.google.com/books?id=iRaJAAAAQBAJ&pg=PA102|date=15 July 2008 |publisher=Marshall Cavendish International Asia Pte Ltd |isbn=978-981-4435-48-2 |pages=102–103}}</ref><ref name="KellyLaycock2015">{{cite book |author1=Christopher Kelly |author2=Stuart Laycock |title=All the Countries the Americans Have Ever Invaded: Making Friends and Influencing People? |url=https://books.google.com/books?id=pu0gCwAAQBAJ&pg=PT154|date=2015|publisher=Amberley Publishing |isbn=978-1-4456-5177-4 |page=154}}</ref><ref>{{cite web |url=https://www.ciaonet.org/attachments/25328/uploads |title = Where Are You From}}</ref>{{Overcited|date=September 2022}} dan melawan Belanda dalam [[ekspedisi Belanda di pantai barat Sumatera]] dan terutama selama Perang Aceh, di mana mereka melakukan [[serangan bunuh diri]] sebagai bagian dari "parang sabil". Hal itu dianggap sebagai bagian dari [[jihad]] pribadi dalam agama Islam masyarakat Aceh. Orang Belanda menyebutnya ''Atjèh-moord'',<ref>{{cite book |title=Atjeh |url=https://books.google.com/books?id=JXMeAAAAIAAJ&pg=PA613|year=1878 |publisher=Brill Archive |page=613|id=GGKEY:JD7T75Q7T5G}}</ref><ref name="Kreemer1923">{{cite book |author=J. Kreemer |title=Atjèh: algemeen samenvattend overzicht van land en volk van Atjèh en onderhoorigheden |url=https://books.google.com/books?id=kzosAAAAMAAJ|year=1923 |publisher=E.J. Brill |page=613}}</ref> (''Acehmord'', ''Mord Aceh'', ''Aceh-mord, Aceh Pungo''). Karya sastra Aceh, Hikayat Perang Sabil memberikan latar belakang dan alasan terjadinya "Aceh-mord" – serangan bunuh diri masyarakat Aceh terhadap Belanda.<ref name="BraithwaiteBraithwaite2010">{{cite book |author1=John Braithwaite |author2=Valerie Braithwaite |author3=Michael Cookson |author4=Leah Dunn |title=Anomie and Violence: Non-truth and Reconciliation in Indonesian Peacebuilding |url=https://books.google.com/books?id=OrdM8X7CBTAC&pg=PA347|year=2010 |publisher=ANU E Press |isbn=978-1-921666-23-0 |page=347}}</ref><ref>{{Cite book|url=https://press.anu.edu.au/publications/series/peacebuilding-compared/anomie-and-violence|title=Anomie and Violence|first1=Valerie|last1=Braithwaite|first2=Michael|last2=Cookson|first3=Leah|last3=Dunn|first4=John|last4=Braithwaite|year=2010 |publisher=ANU Press|doi=10.22459/AV.03.2010 |isbn=9781921666223 |via=press.anu.edu.au |doi-access=free }}</ref><ref>{{Cite journal|url=https://www.academia.edu/18313161|title=Anomie and Violence: Non-Truth and Reconciliation in Indonesian Peacebuilding|first=John|last=Braithwaite|via=www.academia.edu}}</ref> Terjemahan bahasa Belanda dari istilah Belanda adalah ''Aceh pungo'' atau ''Aceh gila'' (Aceh moord).<ref name="Ahmad(Indonesia)1992">{{cite book|author1=Sayed Mudhahar Ahmad|author2=Aceh Selatan (Indonesia)|title=Ketika pala mulai berbunga: seraut wajah Aceh Selatan|url=https://books.google.com/books?id=I65yAAAAMAAJ|year=1992|publisher=Pemda Aceh Selatan|page=131}}</ref>
''Atjèh-moord'' juga digunakan untuk melawan Jepang oleh orang Aceh pada masa [[Pendudukan Jepang di Hindia Belanda#Pendudukan|Pendudukan Jepang di Aceh]].<ref name="Piekaar1949">{{cite book|author=A. J. Piekaar|title=Atjèh en de oorlog met Japan|url=https://books.google.com/books?id=txYyAQAAIAAJ&q=Atj%C3%A8h-moord |year=1949|publisher=W. van Hoeve|page=3}}</ref> [[Ulama]] Aceh (ulama Islam) berperang melawan Belanda dan Jepang, memberontak melawan Belanda pada bulan Februari 1942 dan melawan Jepang pada bulan November 1942. Pemberontakan ini dipimpin oleh Persatuan Ulama Agama Seluruh Aceh (PUSA). Jepang menderita 18 orang tewas dalam pemberontakan tersebut sementara mereka membantai hingga 100 atau lebih 120 orang Aceh.<ref name="Ricklefs 2001">{{cite book|author=Merle Calvin Ricklefs|title=A History of Modern Indonesia Since C. 1200|url=https://books.google.com/books?id=0GrWCmZoEBMC&pg=PA252|year=2001|publisher=Stanford University Press|isbn=978-0-8047-4480-5|page=252}}</ref> Pemberontakan terjadi di Bayu dan berpusat di sekitar pesantren desa Tjot Plieng.<ref>[https://books.google.com/books?id=3NETAQAAMAAJ "Tempo: Indonesia's Weekly News Magazine, Volume 3, Issues 43-52" 2003], p. 27.</ref><ref name="atjehcyber.net">{{cite web |url=http://www.atjehcyber.net/2011/08/sejarah-jejak-perlawanan-aceh.html |title=Sejarah Jejak Perlawanan Aceh |access-date=2016-05-17 |url-status=dead |archive-url=https://web.archive.org/web/20160427002230/http://www.atjehcyber.net/2011/08/sejarah-jejak-perlawanan-aceh.html |archive-date=27 April 2016 |df=dmy-all }}</ref><ref name="Pepatah Lama Di Aceh Utara">{{Cite web|url=https://issuu.com/waspada/docs/waspada__sabtu_17_maret_2012/3|title=Waspada, Sabtu 17 Maret 2012|website=Issuu|date=16 Maret 2012 |access-date=19 Agustus 2020}}</ref><ref name="issuu.com">{{Cite web|url=https://issuu.com/waspada/docs/waspada__sabtu_17_maret_2012|title=Waspada, Sabtu 17 Maret 2012|website=Issuu|date=16 Maret 2012 |access-date=19 Agustus 2020}}</ref> Pada masa pemberontakan, pasukan Jepang yang bersenjatakan mortir dan senapan mesin diserang oleh orang Aceh yang memegang pedang di bawah pimpinan Teungku Abduldjalil (Tengku Abdul Djalil) di Buloh Gampong Teungah dan Tjot Plieng pada tanggal 10 dan 13 November.<ref name="books.google.com">[https://books.google.com/books?id=BiTjAAAAMAAJ "Berita Kadjian Sumatera: Sumatra Research Bulletin, Volumes 1–4" 1971], p. 35.</ref><ref>[https://books.google.com/books?id=v3kDBvr5UeYC "Sedjarah Iahirnja Tentara Nasional Indonesia" 1970], p. 12.</ref><ref name="ReferenceA">[https://books.google.com/books?id=9AE5AQAAIAAJ "20 [i. e Dua puluh] tahun Indonesia merdeka, Volume 7"], p. 547.</ref><ref name="Sedjarah TNI-Angkatan Darat 1965. p. 8">[https://books.google.com/books?id=KOyzISuyJlwC "Sedjarah TNI-Angkatan Darat, 1945–1965. [Tjet. 1.]" 1965], p. 8.</ref><ref name="ReferenceB">[https://books.google.com/books?id=QtsRAAAAMAAJ "20 tahun Indonesia merdeka, Volume 7"], p. 545.</ref><ref name="Atjeh Post 1990">Atjeh Post, Minggu Ke III September 1990. halaman I & Atjeh Post, Minggu Ke IV September 1990 halaman I</ref> Pada bulan Mei 1945 rakyat Aceh kembali memberontak.<ref>{{cite book|author=Louis Jong|title=The collapse of a colonial society: the Dutch in Indonesia during the Second World War|url=https://books.google.com/books?id=BpZuAAAAMAAJ|year=2002|publisher=KITLV Press|isbn=978-90-6718-203-4|page=189}}</ref>
Karya sastra [[Hikayat Prang Sabi]] yang ditulis dengan [[aksara Jawi]] berbahasa Aceh telah ditransliterasikan ke dalam abjad Latin dan diberi anotasi oleh Ibrahim Alfian yang diterbitkan di Jakarta.<ref name="(Teuku.)1992">{{cite book |author=Ibrahim Alfian (Teuku.) |title=Sastra perang: sebuah pembicaraan mengenai Hikayat Perang Sabil |url=https://books.google.com/books?id=rKiZnTEhX-UC |year=1992 |publisher=PT Balai Pustaka |isbn=978-979-407-422-0 }}{{Dead link|date=Juli 2023 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref> Perang sabi adalah kata dalam bahasa Aceh yang berarti jihad, perang suci dan karya sastra berbahasa Aceh tentang perang sabi disebarkan oleh ulama (ulama) seperti Teungku di Tiro untuk membantu perlawanan terhadap Belanda dalam Perang Aceh.<ref name="Ooi2004">{{cite book |author=Keat Gin Ooi |title=Southeast Asia: A Historical Encyclopedia, from Angkor Wat to East Timor |url=https://books.google.com/books?id=QKgraWbb7yoC&pg=PA123|date=1 January 2004 |publisher=ABC-CLIO |isbn=978-1-57607-770-2 |page=123}}</ref> Balasan yang diberikan kepada para pejuang di surga (dirinci dalam teks Arab) dan penyebutan kekejaman Belanda dijabarkan dalam Hikayat Perang Sabil yang dibacakan secara komunal oleh komplotan rahasia kecil ulama dan masyarakat Aceh yang bersumpah sebelum mencapai status yang diinginkan. "martir" dengan melancarkan serangan bunuh diri terhadap Belanda.<ref name="Reid2014">{{cite book |author=Anthony Reid|author-link=Anthony Reid (academic)|title=The Blood of the People: Revolution and the End of Traditional Rule in Northern Sumatra |url=https://books.google.com/books?id=DCWIBgAAQBAJ&pg=PA10|date=17 Maret 2014 |publisher=NUS Press |isbn=978-9971-69-637-5 |page=10}}</ref> Perang sabil adalah bahasa Melayu yang setara dengan istilah lain seperti Jihad, Ghazawat untuk "Perang Suci".<ref name="Braginsky2015">{{cite book |author=Vladimir Braginsky |title=The Turkic-Turkish Theme in Traditional Malay Literature: Imagining the Other to Empower the Self |url=https://books.google.com/books?id=5P7dCgAAQBAJ&pg=PA291|date=19 October 2015 |publisher=BRILL |isbn=978-90-04-30594-6 |page=291}}</ref>
Novel fiksi seperti Sabil: Prahara di Bumi Rencong karya Sayf Muhammad Isa tentang perang Aceh melawan Belanda memuat referensi ke Hikayat Perang Sabil.<ref name="Isa2014">{{cite book |author=Sayf Muhammad Isa |title=Sabil: Prahara di Bumi Rencong |url=https://books.google.com/books?id=9Rv-AwAAQBAJ|date=8 Oktober 2014|publisher=Qanita|id=GGKEY:EZ5D51UPWRR}}</ref> Mualimbunsu Syam Muhammad wrote the work titled "Motives for Perang Sabil in Nusantara" (''Motivasi perang sabil di Nusantara: kajian kitab Ramalan Joyoboyo, Dalailul-Khairat, dan Hikayat Perang Sabil'') on Indonesia's history of Islamic holy war.<ref name="Muhammad2013">{{cite book |author=Mualimbunsu Syam Muhammad |title=Motivasi perang sabil di Nusantara: kajian kitab Ramalan Joyoboyo, Dalailul-Khairat, dan Hikayat Perang Sabil |url=https://books.google.com/books?id=ldmFmwEACAAJ|year=2013 |publisher=Media Madania |isbn=978-602-19227-2-9}}</ref> Anak-anak dan perempuan terinspirasi untuk melakukan serangan bunuh diri yang dilakukan Hikayat Perang Sabil terhadap Belanda.<ref name="BraithwaiteBraithwaite2010" /> Hikayat dianggap sebagai bagian penting sastra Melayu abad ke-19.<ref name="Salleh2010">{{cite book|author=Siti Hawa Hj. Salleh|title=Malay Literature of the 19th Century|url=https://books.google.com/books?id=dtNx3QcEg_cC&pg=PA366|year=2010|publisher=ITBM|isbn=978-983-068-517-5|page=366}}</ref> Di Aceh yang diduduki Belanda, hikayat tersebut disita dari rumah Sabi dalam penggerebekan polisi pada 27 September 1917.<ref>{{cite book|title=Akademika|url=https://books.google.com/books?id=uToUAQAAMAAJ|year=1972|publisher=Jawatankuasa Penerbitan, Universiti Kebangsaan Malaysia|pages=98, 100, 102}}</ref><ref name="(Teuku.)1987">{{cite book|author=Ibrahim Alfian (Teuku.)|title=Perang di Jalan Allah: Perang Aceh, 1873–1912|url=https://books.google.com/books?id=Rh8sAAAAMAAJ|year=1987|publisher=Pustaka Sinar Harapan|page=130}}</ref><ref>{{Cite web|url=https://digitalcollections.universiteitleiden.nl/view/collection/acehbooks|title=Aceh Books (KITLV) | Digital Collections|website=digitalcollections.universiteitleiden.nl}}</ref>
Tentara Belanda diserang dengan pisau yang diayunkan oleh pejuang Aceh di kakinya.<ref name="Inc.1994">{{cite journal|author=Active Interest Media, Inc.|title=Black Belt|journal=Black Belt. Buyer's Guide|url=https://books.google.com/books?id=FtADAAAAMBAJ&pg=PA69|date=April 1994|publisher=Active Interest Media, Inc.|page=69|issn=0277-3066}}</ref>
== Akibat ==
Baris 107 ⟶ 126:
Kebencian masyarakat Aceh semakin dipicu oleh sistem kerja paksa yang mengharuskan warganya bekerja pada proyek perbaikan jalan pemerintah selama 24 hari dalam setahun.<ref name="Reid339"/> Pada pertengahan tahun 1920-an, kondisi Aceh sudah kembali seperti semula. perang gerilya skala penuh. Setelah invasi Jepang, pasukan pendudukan Jepang pada awalnya disambut oleh kaum nasionalis Aceh sebagai pembebas meskipun perbedaan tersebut menyebabkan perlawanan berkepanjangan dari pemberontak yang terinspirasi Islam, yang berpuncak pada pemberontakan di [[Bayu, Indonesia|Bayu]].<ref name="Reid341 ">Reid (2005), hal. 341</ref>
''[[ulama]]'' (ulama Islam) Aceh berperang melawan Belanda dan Jepang, memberontak melawan Belanda pada bulan Februari 1942 dan melawan Jepang pada bulan November 1942. Pemberontakan ini dipimpin oleh Ulama Pan-Aceh. Asosiasi (PUSA). Jepang menderita 18 orang tewas dalam pemberontakan tersebut sementara mereka membantai 100–120 orang Aceh.<ref>{{cite book|last=Martinkus|first=John|title=Indonesia's Secret War in Aceh|url=https://books.google.com/books?id=RcdwAAAAMAAJ|year=2004|publisher=Random House Australia|isbn=978-1-74051-209-1|page=47}}</ref><ref>{{cite book|last=Ricklefs|first=Merle Calvin|title=A History of Modern Indonesia Since C. 1200|url=https://books.google.com/books?id=0GrWCmZoEBMC&pg=PA252|year=2001|publisher=Stanford University Press|isbn=978-0-8047-4480-5|page=252}}</ref> Pemberontakan terjadi di Bayu dan berpusat di sekitar pesantren desa Tjot Plieng.<ref name="atjehcyber.net" /><ref name="Pepatah Lama Di Aceh Utara" /><ref name="issuu.com" /><ref>[https://books.google.com/books?id=3NETAQAAMAAJ "Tempo: Indonesia's Weekly News Magazine, Volume 3, Issues 43–52" 2003], p. 27.</ref> Pada masa pemberontakan, pasukan Jepang yang bersenjatakan mortir dan senapan mesin diserang oleh orang Aceh yang memegang pedang di bawah pimpinan Teungku Abduldjalil (Tengku Abdul Djalil) di Buloh Gampong Teungah dan Tjot Plieng pada tanggal 10 dan 13 November.<ref name="Atjeh Post 1990" /><ref name="books.google.com" /><ref>[https://books.google.com/books?id=v3kDBvr5UeYC Nasution 1963], p. 89.</ref><ref>[https://books.google.com/books?id=cKbQAAAAMAAJ "Sedjarah Iahirnja Tentara Nasional Indonesia" 1970], p. 12.</ref><ref name="ReferenceA" /><ref name="Sedjarah TNI-Angkatan Darat 1965. p. 8" /><ref name="ReferenceB" />{{Overcited|date=September 2022}} Pada bulan Mei 1945 rakyat Aceh kembali memberontak.<ref>{{cite book|last=Jong|first=Louis|title=The collapse of a colonial society: the Dutch in Indonesia during the Second World War|url=https://books.google.com/books?id=BpZuAAAAMAAJ|year=2002|publisher=KITLV Press|isbn=978-90-6718-203-4|page=189}}</ref> Selama [[Revolusi Nasional Indonesia]] setelah [[penyerahan Jepang]] pada bulan Agustus 1945, kaum bangsawan menjadi sasaran pembalasan karena kolaborasi mereka dengan Belanda dan wilayah tersebut menjadi benteng bagi [[Sukarno]] Partai Republik. <ref name="Vickers102" /> Karena sentimen anti-kolonial yang mengakar, Belanda tidak mengungguli Aceh dalam [[politionele action|aksi polisi]]
Setelah penyerahan kedaulatan Belanda ke Indonesia pada bulan Agustus 1949, banyak masyarakat Aceh yang merasa tidak puas dengan kebijakan pemerintah pusat yang didominasi [[Orang Jawa]] di [[Jakarta]] dan mulai melakukan agitasi untuk [[otonomi]] .<ref name="Vickers140">Vickers (2005), hal. 140</ref> Keluhan yang muncul mencakup penggabungan Aceh ke dalam provinsi [[Sumatera Utara]] yang mayoritas penduduknya [[Kristen]] [[Suku Batak|Batak]], buruknya imbalan finansial dan politik di dalam [[negara kesatuan|kesatuan]] Republik Indonesia dan kegagalan menerapkan hukum [[syariah]].<ref name="Reid341" /><ref name="Reid19">Reid (2005), p. 19</ref> Pada tahun 1953, [[Soekarno]] menyatakan bahwa ia menentang rencana Aceh untuk memberlakukan hukum [[syariah]], dengan menyatakan bahwa "Indonesia adalah negara bangsa dengan ideologi [[Pancasila]] , bukan negara teokratis dengan orientasi keagamaan tertentu."<ref>{{Cite web|url=https://historia.id/politik/articles/air-mata-bung-karno-meleleh-di-aceh-vqrx1|title=Bung Karno's Tears Melt in Aceh|last =Jo|first=Hendi|date=9 Oktober 2015|website=Historia.id|access-date=}}</ref> Diceritakan Sajoeti yang juga mendampingi Soekarno, sebagian kelompok militan Aceh tidak menyambut baik kunjungan Sukarno bahkan menduga ia mempunyai agenda sekularisasi. Misalnya, ada beberapa poster yang bertuliskan: "Kami menyayangkan pidato Presiden di Amuntai"; Kami mencintai Presiden, namun kami lebih mencintai negara. Kami cinta tanah air, tapi kami lebih cinta agama. Islam itu suci”; “Mencintai agama berarti mencintai tanah air. Tapi itu tidak berarti mencintai negara berarti mencintai agama", dan "Mereka yang menolak hukum Islam bukanlah pembela Islam."<ref name="Sajoeti">Sajoeti 1953: 33–8</ref> Faktor-faktor ini menyebabkan hingga pemberontakan singkat oleh gerakan [[Darul Islam]] di bawah [[Daud Bereueh]]<ref name="Reid341" /> yang ditindas oleh [[Tentara Nasional Indonesia|Bahasa Indonesia angkatan bersenjata]].<ref name="Reid19" /><ref name="Vickers120">Vickers (2005), hal. 120</ref> Meskipun demikian, banyak masyarakat Aceh dan masyarakat Sumatera lainnya yang tidak menyukai dominasi posisi penting di pemerintahan dan militer oleh orang Jawa.<ref name="Reid19" /> Pemberontakan yang dipimpin oleh [[Gerakan Aceh Merdeka]] berkecamuk di provinsi tersebut hingga perjanjian damai ditandatangani antara gerakan Aceh dan pemerintah Indonesia setelah [[Samudera Hindia tahun 2004 gempa bumi dan tsunami|Tsunami Besar Aceh]].
===Pemakaman Kerkhof Poucut Belanda===
[[File:Peucut.JPG|jmpl|300px|Kerkhof Peucut]]
Banyak korban Belanda dalam Perang Aceh dimakamkan di [[Pemakaman Kerkhof Peucut]] (juga disebut Pemakaman Peutjoet atau Peutjut), pemakaman militer Belanda terletak di dekat pusat [[Banda Aceh]] di sebelah [[Museum Tsunami Aceh]]. Kerkhoff Poucut tercatat sebagai pemakaman militer Belanda terbesar di luar Belanda. Terdapat sekitar 2.200 kuburan tentara Belanda serta rekrutan dari Ambon, Manado dan Jawa, serta beberapa jenderal Belanda.<ref>Hotli Semanjuntak, '[http://www.thejakartapost.com/news/2012/03/20/kerkhoff-poucut-cemetery-testifying-aceh-war.html Kerkhoff Poucut Cemetery, testifying to the Aceh War'], ''The Jakarta Post'', 20 Maret 2012.</ref>▼
▲Banyak korban Belanda dalam Perang Aceh dimakamkan di
== Tanggapan ==
* Ketika perang kolonial Belanda di Aceh hampir memasuki seperempat abad, Letnan Kolonel infantri purnawirawan G.B. Hooijer yang pernah bertugas di Aceh menulis dalam ikhtisar umum bukunya ''De Krijgsgeschiedenis van Nederlansch Indië van 1811 tot 1894'', jilid III (terakhir, setebal 480 halaman), tahun 1895, pada halaman 5 sebagai berikut:
:''Tidak ada pasukan [[Diponegoro]] atau [[Sentot Prawirodirdjo|Sentot]], baik orang-orang [[Perang Padri|Padri]] yang fanatik maupun rombongan orang-orang [[Perang Bali|Bali]] atau massa berkuda orang-orang [[Bone]], seperti yang pernah diperagakan oleh para pejuang Aceh yang begitu berani dan tak takut mati menghadapi serangan, yang begitu besar menaruh kepercayaan pada diri sendiri, yang sedemikian gigih menerima nasibnya, yang cinta kemerdekaan, yang bersikap sedemikian fanatik seolah-olah mereka dilahirkan untuk menjadi gerilyawan bangsanya. Oleh sebab itu perang Belanda di Aceh akan tetap menjadi sumber pelajaran bagi pasukan kita. Dan karena itu pula saya menganggap tepat sekali jika jilid III atau terakhir sejarah perang (Belanda di [[Hindia Belanda]]) itu seluruhnya saya peruntukkan guna menguraikan peperangan di Aceh.''<ref>Zentgraaf, H.C. 1983. [http://books.google.co.id/books?ei=DGsQUq-oBsyprAfW7YG4CQ&hl=id&id=mKxwAAAAMAAJ&dq=inauthor%3A%22H.+C.+Zentgraaff%22&q=dipo#search_anchor Aceh]. Jakarta: Penerbit Beuna. (terjemahan oleh Aboe Bakar)</ref>
* ''Namun dari semua pemimpin peperangan kita yang pernah bertempur di setiap pelosok kepulauan kita ini, kita mendengar bahwa tidak ada satu bangsa yang begitu gagah berani dan fanatik dalam peperangan kecuali bangsa Aceh; wanita-wanitanya pun mempunyai keberanian dan kerelaan berkorban yang jauh melebihi wanita-wanita lain.''<ref>''Idem'' hal. 63</ref>
== Lihat juga ==
Baris 151 ⟶ 179:
*{{cite book |editor-last=Raven |editor-first=G.J.A. |date=1988 |title=De kroon op het anker: 175 jaar Koninklijke Marine |language=Dutch|edition= |location=Amsterdam |publisher=De Bataafsche Leeuw |page= |isbn=90-6707-200-1}}
==
*{{commons category-inline}}
▲{{Lembaran hitam Nusantara}}{{Authority control}}
[[Kategori:Perang Aceh| ]]
[[Kategori:Perang yang melibatkan Belanda|Aceh]]
[[Kategori:Sejarah Aceh]]
{{indo-sejarah-stub}}
|