Suku Batak: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Mengembalikan suntingan oleh Mactepu (bicara) ke revisi terakhir oleh 27christian11
Tag: Pengembalian
Tidak ada ringkasan suntingan
 
(45 revisi perantara oleh 14 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Contains special characters|special=[[Surat Batak]]}}
{{ethnic group
 
{{ethnic| group|group = Suku Batak <br>
'''Suku Batak''' merupakan salah satu [[kelompok etnik]] terbesar di [[Indonesia]], berdasarkan [[sensus]] dari [[Badan Pusat Statistik]] pada tahun [[2010]]. Nama ini merupakan sebuah tema kolektif untuk mengidentifikasikan beberapa suku bangsa yang bermukim dan berasal dari Pantai Barat dan Pantai Timur di provinsi [[Sumatera Utara]]. Suku bangsa yang dikategorikan sebagai Batak adalah [[Suku Angkola|Angkola]], [[Suku Karo|Karo]], [[Suku Mandailing|Mandailing]], [[Suku Pakpak|Pakpak]]-[[Suku Batak Dairi|Dairi]], [[Suku Simalungun|Simalungun]], [[Suku Batak Toba|Toba]] dan Pardembanan.<ref>{{Cite book|last=Tobing|first=Philip Oder Lumban|date=1963|url=https://books.google.co.id/books?id=GFbWAAAAMAAJ&q=structure+of+the+toba+batak&dq=structure+of+the+toba+batak&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&redir_esc=y|title=The Structure of the Toba-Batak Belief in the High God|publisher=South and South-East Celebes Institute for Culture|pages=13|language=en|url-status=live}}</ref> Batak adalah rumpun suku-suku yang mendiami sebagian besar wilayah [[Sumatera Utara]].
 
{{ethnic group|group=Suku Batak <br>
{{small|'''[[Surat Batak#Bentuk|Toba]]''':
{{btk|ᯅᯖᯂ᯲ᯆᯖᯂ᯲}}}} <br>
{{small|'''[[Surat Batak#Bentuk|Karo]]''':
{{btk|ᯆᯗᯂ᯳}}}} <br>
Baris 13 ⟶ 11:
{{btk|ᯅᯗᯂ᯲}}}} <br>
{{small|'''[[Surat Batak#Bentuk|Angkola]]-[[Surat Batak#Bentuk|Mandailing]]''':
{{btk|ᯅᯖᯄᯱ᯲ᯅᯖᯄ᯦᯲}}}}
| image = <!-- <table border=0 align="center" style="font-size:90%;">
<tr>
<td>[[Berkas:Sisingamangaraja XII.jpg|60x80px]]</td>
Baris 53 ⟶ 51:
<tr>
</table> -->
| poptime = '''8.466.969''' <ref>{{citeweb|url=https://www.bps.go.id/website/pdf_publikasi/watermark%20_Kewarganegaraan,%20Suku%20Bangsa,%20Agama%20dan%20Bahasa_281211.pdf|title=''Kewarganegaraan, Suku Bangsa, Agama, dan Bahasa Sehari-hari Penduduk Indonesia 2011''|date=2011-01-01|accessdate=2016-12-31}}</ref>
| region1 = [[Sumatera Utara]]
| pop1 = 5.785.716
| region2 = [[Riau]]
| pop2 = 691.399
| region3 = [[Jawa Barat]]
| pop3 = 467.438
| region4 = [[DKI Jakarta]]
| pop4 = 326.645
| region5 = [[Sumatera Barat]]
| pop5 = 222.549
| region6 = [[Kepulauan Riau]]
| pop6 = 208.678
| region7 = [[Aceh]]
| pop7 = 147.259
| region8 = [[Banten]]
| pop8 = 139.259
| region9 = [[Jambi]]
| pop9 = 106.249
| region10 = [[Jawa Timur]]
| pop10 = 56.339
| region11 = [[Lampung]]
| pop11 = 52.311
| region12 = [[Sumatera Selatan]]
| pop12 = 45.709
| region13 = [[Kalimantan Timur]]
| pop13 = 37.145
| region14 = [[Bengkulu]]
| pop14 = 32.972
| region15 = [[Kalimantan Barat]]
| pop15 = 26.486
| region16 = [[Jawa Tengah]]
| pop16 = 24.357
| region17 = [[Kalimantan Selatan]]
| pop17 = 12.408
| region18 = [[Kalimantan Tengah]]
| pop18 = 12.324
| region19 = [[Daerah Istimewa Yogyakarta|D.I. Yogyakarta]]
| pop19 = 9.858
| region20 = [[Bangka Belitung]]
| pop20 = 9.452
| region21 = {{flagicon|Malaysia}} [[Malaysia]]
| pop21 = 5.400
| langs = [[Bahasa Batak Angkola|Angkola]] • [[Bahasa Karo|Karo]] • [[Bahasa Mandailing|Mandailing]] • [[Bahasa Batak Pakpak|Pakpak]] • [[Bahasa Batak Simalungun|Simalungun]] • [[Bahasa Batak Toba|Toba]]
| rels = [[Protestanisme|Protestan]], [[Islam]], [[Katolik]], [[Ugamo Malim|Parmalim]]<ref>{{cite web| title = Aris Ananta, Evi Nurvidya Arifin, M Sairi Hasbullah, Nur Budi Handayani, Agus Pramono. Demography of Indonesia's Ethnicity. Singapore: ISEAS: Institute of Southeast Asian Studies. p. 271.| date = 2015| url = }}</ref>
| related = [[Suku Alas|Alas]], [[Suku Kluet|Kluet]], [[Suku Singkil|Singkil]], [[Suku Gayo|Gayo]], [[Suku Nias|Nias]]
}}
'''Suku Batak''' merupakan salah satu [[kelompok etnik]] terbesar ketiga di [[Indonesia]], berdasarkan [[sensus]] dari [[Badan Pusat Statistik]] pada tahun [[2010]]. Nama ini merupakan sebuah temaistilah kolektif untuk mengidentifikasikan beberapa suku bangsa yang bermukim dan berasal dari Pantai Barat dan Pantai Timur di provinsi [[Sumatera Utara]]. Suku bangsa yang dikategorikantermasuk sebagai Batak adalah [[Suku Angkola|Angkola]], [[Suku Karo|Karo]], [[Suku Mandailing|Mandailing]], [[Suku Pakpak|Pakpak]]-[[Suku Batak Dairi|Dairi]], [[Suku Simalungun|Simalungun]], dan [[Suku Batak Toba|Toba]].{{efn|Termasuk dandi dalamnya, Batak Pardembanan.}}<ref>{{Cite book|last=TobingSarumpaet|first=Philip Oder LumbanJ.P.|date=19631988|url=https://bookswww.google.co.id/books?id=GFbWAAAAMAAJ&q=structure+of+the+toba+batak&dq=structure+of+the+toba+batak&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&redir_esc=y/edition/Bibliografi_Batak/Gt7fAAAAMAAJ|title=TheBibliografi Structure of the Toba-Batak Belief in the High God|location=[[Melbourne]]|publisher=SouthSahata and South-East Celebes Institute for CulturePublications|pages=13vii|language=enid|isbn=978-095-8786-51-5|url-status=live}}</ref> Batak adalah rumpun suku-suku yang mendiami sebagian besar wilayah [[Sumatera Utara]].
 
== Sejarah ==
Orang Batak adalah penutur bahasa [[rumpun bahasa Austronesia|Austronesia]], tetapi tidak diketahui kapan nenek moyang orang Batak pertama kali bermukim di Tapanuli dan Sumatra TimurUtara. Bahasa dan bukti-bukti arkeologi menunjukkan bahwa orang yang berbahasa Austronesia dari [[Republik Tiongkok|Taiwan]] telah berpindah ke wilayah [[Filipina]] dan [[Indonesia]] sekitar 2.500 tahun lalu, yaitu pada zaman batu muda ([[Neolitikum]]).<ref>[[Peter Bellwood]], ''Prehistory of the Indo-Malaysian Archipelago'', Revised edition, University of Hawaii Press, Honolulu, 1997</ref> Karena hingga sekarang belum ada artefak Neolitikum (Zaman Batu Muda) yang ditemukan di wilayah Batak, maka dapat diduga bahwa nenek moyang Batak baru bermigrasi ke Sumatera Utara pada zaman logam.{{Citation-needed}}
 
Pada abad ke-6, pedagang-pedagang [[Suku Tamil|Tamil]] asal [[India]] mendirikan kota dagang bernama [[Barus, Tapanuli Tengah|Barus]], yang terletak di pesisir barat Sumatera Utara. Mereka berdagang kapur Barusbarus yang diusahakan oleh petani-petani didari pedalaman. Kapur Barusbarus dari tanah Batak bermutu tinggi sehingga menjadi salah satu komoditas ekspor di samping kemenyan. Pada abad ke-10, Barus diserang oleh [[Sriwijaya]]. Hal ini menyebabkan terusirnya pedagang-pedagang Tamil dari pesisir barat Sumatra.<ref>{{cite book | last =Munoz | first =Paul Michel | authorlink = | coauthors = | title =Early Kingdoms of the Indonesian Archipelago and the Malay Peninsula | publisher = | date =2006 | location = | url =https://archive.org/details/earlykingdomsofi0000muno| doi = | isbn = | page = }}</ref> Sebagian pedagang Tamil itu ada yang berpindah ke dataran tinggi Karo dan menjadi cikal bakal beberapa marga Karo.<ref>E. Mc Kinnon, "New Light on Indianization of the Karo-Batak" in: Carle, R. (ed). Cultures and Societies of North Sumatra. Berlin: Dietrich Reimer Verlag, 1987</ref> Pada masa-masa berikutnya, perdagangan kapur Barusbarus mulai banyak dikuasai oleh [[Saudagar Minangkabau|pedagang Minangkabau]] yang mendirikan koloni di pesisir barat dan timur Sumatera Utara. Koloni-koloni mereka terbentang dari [[Barus, Tapanuli Tengah|Barus]], [[Sorkam, Tapanuli Tengah|Sorkam]], hingga [[Natal, Mandailing Natal|Natal]].<ref name="Dobbin">{{cite book |last=Dobbin|first=Christine|title=Gejolak Ekonomi, Kebangkitan Islam, dan Gerakan Paderi, Minangkabau 1784 – 1847}}</ref>
Orang Batak adalah penutur bahasa [[rumpun bahasa Austronesia|Austronesia]], tetapi tidak diketahui kapan nenek moyang orang Batak pertama kali bermukim di Tapanuli dan Sumatra Timur. Bahasa dan bukti-bukti arkeologi menunjukkan bahwa orang yang berbahasa Austronesia dari [[Republik Tiongkok|Taiwan]] telah berpindah ke wilayah [[Filipina]] dan [[Indonesia]] sekitar 2.500 tahun lalu, yaitu pada zaman batu muda ([[Neolitikum]]).<ref>[[Peter Bellwood]], ''Prehistory of the Indo-Malaysian Archipelago'', Revised edition, University of Hawaii Press, Honolulu, 1997</ref> Karena hingga sekarang belum ada artefak Neolitikum (Zaman Batu Muda) yang ditemukan di wilayah Batak, maka dapat diduga bahwa nenek moyang Batak baru bermigrasi ke Sumatera Utara pada zaman logam.{{Citation-needed}}
 
Berdasarkan penuturan dari seorang kepala suku batakdi Silindung saat kunjungandarikunjungan tiga [[misionaris]] dari [[Masyarakat Misionaris Baptis|Baptist Missionary Society]], yaitu [[NathanNathaniel Ward]], Evans Meers, dan Richard Burton pada tahun 1824, sukuorang-orang batakBatak dipercaya merupakan orang-orang yangkelompok pertama yang menetap di [[Sumatra|Pulau Sumatra]]. Tradisi mengenai negeri asal mereka tidak dapat diketahui lagi, selain bahwa negeri itu berada jauh di timur samudra. Awalnya, orang-orang Batak itu mendarat di sekitar wilayah timur dari Danau Toba. yangMereka berasalakhirnya daribermukim wilayahdi timurdaerah jauhtepian melewatidanau lautan.karena Kemudiantelah merekamendapatkan berpindahkenyamanan keyang Silindungdi danada terus bertambahdi seiiringdaerah waktuitu. BeberapaSetelah penduduk pindahbertambah banyak, beberapa di antara mereka berpindah ke daerah Silindung, sebagian berpindah ke daerah [[Kabupaten Dairi|Dairi]] di utara, dan sisanyaselebihnya ke daerah [[Kabupaten Tapanuli Selatan|Angkola]] di selatan. PendudukOrang-orang angkolaBatak pindahdi Angkola ini kemudian berangsur-angsur berpindah ke daerah [[Sumatera Barat|Minangkabau]] dan menguasai wilayah tersebut. Mereka percaya bahwa sultan dari [[Kerajaan Pagaruyung]] merupakan anak dari anak ketiga dari [[Aleksander Agung|Alexander Agung]]. Pada masa ini, kepala-kepala suku langsung di bawah pemerintahan Kerajaan Paguruyung, yaitu bawahan dari Sultan dan harus patuh kepada perintahnya secara penuh. <ref name=":02">{{Cite book|last=|first=|date=22 April 1826|url=https://books.google.co.id/books?id=OUs1AQAAMAAJ&pg=PA485&dq=30+April+1824,+Burton+dan+Ward&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwi4tby1xs7_AhXS7zgGHauXAL4Q6AF6BAgJEAI|title=Transactions of the Royal Asiatic Society of Great Britain and Ireland|location=Royal Asiatic Society of Great Britain and Ireland|publisher=The Society.|pages=495|language=en|chapter=XXVI. Report of a Journey into the Batak Country, in the interior of Sumatra, in the year 1824. By Messrs. BURTON and WARD, Baptist Missionaries. Communicated by the late Sir STAMFORD RAFFLES, Kt.|url-status=live}}</ref>
Pada abad ke-6, pedagang-pedagang [[Suku Tamil|Tamil]] asal [[India]] mendirikan kota dagang bernama [[Barus, Tapanuli Tengah|Barus]], yang terletak di pesisir barat Sumatera Utara. Mereka berdagang kapur Barus yang diusahakan oleh petani-petani di pedalaman. Kapur Barus dari tanah Batak bermutu tinggi sehingga menjadi salah satu komoditas ekspor di samping kemenyan. Pada abad ke-10, Barus diserang oleh [[Sriwijaya]]. Hal ini menyebabkan terusirnya pedagang-pedagang Tamil dari pesisir Sumatra.<ref>{{cite book | last =Munoz | first =Paul Michel | authorlink = | coauthors = | title =Early Kingdoms of the Indonesian Archipelago and the Malay Peninsula | publisher = | date =2006 | location = | url =https://archive.org/details/earlykingdomsofi0000muno| doi = | isbn = | page = }}</ref> Pada masa-masa berikutnya, perdagangan kapur Barus mulai banyak dikuasai oleh [[Saudagar Minangkabau|pedagang Minangkabau]] yang mendirikan koloni di pesisir barat dan timur Sumatera Utara. Koloni-koloni mereka terbentang dari [[Barus, Tapanuli Tengah|Barus]], [[Sorkam, Tapanuli Tengah|Sorkam]], hingga [[Natal, Mandailing Natal|Natal]].<ref name="Dobbin">{{cite book |last=Dobbin|first=Christine|title=Gejolak Ekonomi, Kebangkitan Islam, dan Gerakan Paderi, Minangkabau 1784 – 1847}}</ref>
 
Sebelum kedatangan Belanda, kepala-kepala suku berada di bawah pemerintahan [[Kerajaan Pagaruyung]], dan mereka mengirimkan upeti secara teratur kepada sultan melalui perantaranya di Barus.<ref>Jane Drakard, Malay Frontier: Unity and Duality in a Sumatran Kingdom, 1988</ref> Setelah Belanda berhasil menaklukkan pasukan [[Perang Padri|Padri]], wilayah Tapanuli dimasukkan ke dalam bagian administrasi [[Pesisir Barat Sumatra|Sumatra's Westkust]] yang berpusat di [[Kota Padang|Padang]].<ref>{{Cite book|url=https://books.google.co.id/books?id=5Wh_DwAAQBAJ&pg=PA56&dq=1837+%22Sumatra's+Westkust%22&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwj_5Ivro6fqAhUCfX0KHfsJAL8Q6AEwAHoECAAQAg#v=onepage&q=1837%20%22Sumatra's%20Westkust%22&f=false|title=PENERBITAN MINANGKABAU MASA KOLONIAL: Sejarah Penerbitan Buku di Fort de Kock (Bukittinggi) 1901-1942|last=Fadila|first=Zikri|date=2018|publisher=Gre Publishing|isbn=978-602-7677-59-3|language=id}}</ref>
Berdasarkan penuturan dari seorang kepala suku batak Silindung saat kunjungandari tiga [[misionaris]] dari [[Masyarakat Misionaris Baptis|Baptist Missionary Society]], yaitu [[Nathan Ward]], Evans Meers, dan Richard Burton pada tahun 1824, suku batak dipercaya merupakan orang-orang yang pertama menetap di [[Sumatra|Pulau Sumatra]] sekitar wilayah timur dari Danau Toba yang berasal dari wilayah timur jauh melewati lautan. Kemudian mereka berpindah ke Silindung dan terus bertambah seiiring waktu. Beberapa penduduk pindah ke [[Kabupaten Dairi]] dan sisanya ke [[Kabupaten Tapanuli Selatan|Angkola]]. Penduduk angkola pindah ke [[Sumatera Barat]] dan menguasai wilayah tersebut. Mereka percaya bahwa sultan dari [[Kerajaan Pagaruyung]] merupakan anak dari anak ketiga dari [[Aleksander Agung|Alexander Agung]]. Pada masa ini, kepala-kepala suku langsung di bawah pemerintahan Kerajaan Paguruyung, yaitu bawahan dari Sultan dan harus patuh kepada perintahnya secara penuh. <ref name=":02">{{Cite book|last=|first=|date=22 April 1826|url=https://books.google.co.id/books?id=OUs1AQAAMAAJ&pg=PA485&dq=30+April+1824,+Burton+dan+Ward&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwi4tby1xs7_AhXS7zgGHauXAL4Q6AF6BAgJEAI|title=Transactions of the Royal Asiatic Society of Great Britain and Ireland|location=Royal Asiatic Society of Great Britain and Ireland|publisher=The Society.|pages=495|language=en|chapter=XXVI. Report of a Journey into the Batak Country, in the interior of Sumatra, in the year 1824. By Messrs. BURTON and WARD, Baptist Missionaries. Communicated by the late Sir STAMFORD RAFFLES, Kt.|url-status=live}}</ref>
 
Hingga saat ini, teori-teori masih diperdebatkan tentang asal usul dari Bangsa Batak. Mulai dari Pulau [[Pulau Formosa|Formosa]] ([[Republik Tiongkok|Taiwan]]), [[Indochina]], [[Mongolia]], [[Mizoram]], dan yang paling kontroversial [[Sepuluh Suku yang Hilang]] dari [[Israel]].{{Citation-needed}}
 
== Identitas Batak ==
''Identitas Batak'' populer dalam sejarah Indonesia modern setelah di dirikan dan tergabungnyabergabungnya para pemuda dari [[Suku Angkola|Angkola]], [[Suku Mandailing|Mandailing]], [[Suku Karo|Karo]], [[Suku Pakpak|Pakpak]], [[Suku Simalungun|Simalungun]], dan [[Suku Batak Toba|Toba]] didalam organisasi yang di namakan [[Jong Batak]] di tahun [[1926]],. tanpa

Organisasi membedakanini agama dalammemiliki satu kesepahaman: ''

{{cquote|Bahasa Batak kita begitu kaya akan Puisipuisi, Pepatahpepatah, dan Pribahasapribahasa yang mengandung satu dunia kebijaksanaan tersendiri,. Bahasanya sama dari Utarautara ke Selatanselatan, tapi terbagi jelas dalam berbagai dialek. Kita memiliki budaya sendiri, Aksaraaksara sendiri, Seniseni Bangunanbangunan yang tinggi mutunya yang sepanjang masa tetap membuktikan bahwa kita mempunyai nenek moyang yang perkasa,. Sistem marga yang berlaku bagi semua kelompok penduduk negeri kita menunjukkan adanya tata negara yang bijak,. kitaKita berhak mendirikan sebuah persatuan Batak yang khas, yang dapat membela kepentingan kita dan melindungi budaya kuno itu'' <ref>{{cite book |title =Dengan Semangat Berkobar |author = Hans Van Miert |publisher = Hasta Mitra-Pustaka Utan Kayu-KITLV |page = 475 |isbn = 9799665736 |year = 2003}}</ref>}}
 
[[R.W Liddle]] mengatakan, bahwa sebelum abad ke-20 di Sumatra bagian utara tidak terdapat kelompok etnis sebagai satuan sosial yang koheren. Menurutnya sampai abad ke-19, interaksi sosial di daerah itu hanya terbatas pada hubungan antar individu, antar kelompok kekerabatan, atau antar kampung. Dan hampir tidak ada kesadaran untuk menjadi bagian dari satuan-satuan sosial dan politik yang lebih besar.<ref>{{cite book | last =Liddle | first =R.W | authorlink = | coauthors = | title =Ethnicity, party, and national integration: an Indonesian case study | year =1970 | publisher =New Haven: Yale University Press | location = | url =https://archive.org/details/ethnicitypartyna00lidd| doi = | isbn = | page = }}</ref> Pendapat lain mengemukakan, bahwa munculnya kesadaran mengenai sebuah keluarga besar Batak baru terjadi pada zaman kolonial.<ref>{{cite book | last =Castles | first =L | authorlink = | coauthors = | title =Statelesness and Stateforming Tendencies Among the Batak before Colonial Rule | publisher =Monograph no 6 of MBRAS | date = | location = Kuala Lumpur | url = | doi = | isbn = | page = 67-66 }}</ref> Dalam disertasinya [[J. Pardede]] mengemukakan bahwa istilah "Tanah Batak" dan "rakyat Batak" diciptakan oleh pihak asing. Sebaliknya, [[Siti Omas Manurung]], seorang istri dari putra pendeta Batak Toba menyatakan, bahwa sebelum kedatangan Belanda, semua orang baik [[Karo]] maupun [[Simalungun]] mengakui dirinya sebagai Batak, dan BelandalahBelanda-lah yang telah membuat terpisahnya kelompok-kelompok tersebut. Sebuah mitos yang memiliki berbagai macam versi menyatakan, bahwa [[Pusuk Buhit]], salah satu puncak di barat [[Danau Toba]], adalah tempat "kelahiran" bangsa Batak.<ref>Tahi SelainBonar ituSimatupang, mitos-mitosMembuktikan tersebutKetidakbenaran jugaSuatu menyatakanMitos: bahwaMenelusuri nenekMakna moyangPengalaman orangSeorang BatakPrajurit berasalGenerasi dariPembebas [[Samosir]].{{Citation-needed}}Bagi Masa Depan Masyarakat, Bangsa dan Negara; Pustaka Sinar Harapan, 1991</ref>
 
Terbentuknya masyarakat Batak yang tersusun dari berbagai macam marga, sebagian disebabkan karena adanya migrasi keluarga-keluarga dari wilayah lain di Sumatra. Penelitian penting tentang tradisi Karo dilakukan oleh [[J.H Neumann]], berdasarkan sastra lisan dan transkripsi dua naskah setempat, yaitu ''[[Pustaka Kembaren]]'' dan ''[[Pustaka Ginting]]''. Menurut ''Pustaka Kembaren'', daerah asal marga Kembaren dari [[Kerajaan Pagaruyung|Pagaruyung]] di Minangkabau.<ref name="Perret">Daniel Perret, La Formation d'un Paysage Ethnique: Batak et Malais de Sumatra Nord-Est, Paris: EFEO, 1995</ref> Selain itu marga [[Nasution]] di Mandailing juga dipercaya merupakan keturunan Batara Payung Tuanku Raja Nan Sakti, putra Sultan Alamsyah Siput Aladin, [[Raja Pagaruyung|raja Pagaruyung]].<ref>Cut Nuraini, Permukiman suku Batak Mandailing, 2004</ref><ref>Dada Meuraxa, Sejarah Kebudayaan Suku-suku di Sumatera Utara, 1973</ref> Orang Tamil diperkirakan juga menjadi unsur pembentuk masyarakat Karo. Hal ini terlihat dari banyaknya nama marga Karo yang diturunkan dari [[Bahasa Tamil]]. [[Suku Tamil|Orang-orang dari Suku Tamil]] yang menjadi pedagang di pantai barat, lari ke pedalaman Sumatra akibat serangan pasukan Minangkabau yang datang pada abad ke-14 untuk menguasai Barus.<ref>{{cite book | last =Tideman | first =J. | authorlink = | coauthors = | title =Hindoe-Invloed in Noordelijk Batakland | publisher =Uitgave van het Bataksche Institut no 23 | date = | location = Amsterdam | url = | doi = | isbn = | page = 56 }}</ref>
 
== Sebaran di wilayah Indonesia ==
Baris 122 ⟶ 124:
[[Berkas:Batak.png|jmpl|250px|ka|[[Ulos]] dan [[Ruma Bolon]]. ]]
 
Orang Batak kebanyakan berada di [[Sumatera Utara]], dan sebagaimenjadi salah satu suku asli di provinsi tersebut. Berdasarkan data dari [[Sensus Penduduk Indonesia 2010]], jumlah penduduk Indonesia dari suku Batak sebanyak 8.446.969 jiwa, atau 3,58% dari seluruh penduduk [[Indonesia]], dan berada di urutan ke tiga, setelah suku [[Suku Jawa|Jawa]] dan [[Suku Sunda|Sunda]]. Suku Batak mencakup semua sub-suku, yakni [[Suku Angkola|Angkola]], [[Suku Karo|Karo]], [[Suku Mandailing|Mandailing]], [[Suku Pakpak|Pakpak]], [[Suku Simalungun|Simalungun]], dan [[Suku Batak Toba|Toba]]. Berikut ini jumlah orang Batak di Indonesia menurut provinsi berdasarkan Sensus [[2010]]:<ref name="SUKU">{{Cite web|url=http://demografi.bps.go.id/phpfiletree/bahan/kumpulan_tugas_mobilitas_pak_chotib/Kelompok_1/Referensi/BPS_kewarganegaraan_sukubangsa_agama_bahasa_2010.pdf|title=Kewarganegaraan Suku Bangsa, Agama, Bahasa 2010|website=demografi.bps.go.id|publisher=[[Badan Pusat Statistik]]|year=2010|format=PDF|accessdate=28 Oktober 2021|pages=23, 31, 36-41|archive-date=2017-07-12|archive-url=https://web.archive.org/web/20170712140438/http://demografi.bps.go.id/phpfiletree/bahan/kumpulan_tugas_mobilitas_pak_chotib/Kelompok_1/Referensi/BPS_kewarganegaraan_sukubangsa_agama_bahasa_2010.pdf|dead-url=yes}}</ref>
 
{| class="wikitable sortable" style="font-size:90%;"
Baris 191 ⟶ 193:
|-
| 13
| [[Kalimantan Timur]]*
| style="text-align: right;" | 37.145
| style="text-align: right;" | 0,44%
Baris 217 ⟶ 219:
[[Berkas:The Childrens Museum of Indianapolis - Carved bone calendar and almanac.jpg|jmpl|ka|250px|Sebuah kalender Batak yang terbuat dari tulang, dari abad ke-20. Dimiliki oleh Museum Anak di Indianapolis.]]
 
Sebelum suku Batak menganut agama [[Kristen]] dan [[Islam]], mereka mempunyai sistem kepercayaan dan religi terhadap Mula Jadi''Mulajadi Nabolon'' yang memiliki kekuasaan di atas langit dan pancaran kekuasaannya terwujud dalam ''Debata Natolu.'' {{Citation-needed}} Ajaran ini disebut [[Ugamo Malim]] dan penghayatnya dikenal sebagai ''Parmalim''.
 
Menyangkut jiwa dan roh, suku Batak Toba mengenal tiga konsep, yaitu:{{Citation-needed}}
Baris 224 ⟶ 226:
* ''Begu'': adalah tondi orang telah meninggal, yang tingkah lakunya sama dengan tingkah laku manusia, hanya muncul pada waktu malam.
 
Demikianlah religi dan kepercayaan suku Batak yang terdapat dalam ''pustaha''. Walaupun sudah menganut agama Kristen dan berpendidikan tinggi, tetapi orang Batak belum mau meninggalkan religi dan kepercayaan yang sudah tertanam di dalam hati sanubari mereka.<ref name=":0" />
 
=== Penyebaran agama ===
==== Masuknya Islam ====
Dalam kunjungannya pada tahun 1292, [[Marco Polo]] melaporkan bahwa masyarakat Batak sebagai orang-orang "liar" dan tidak pernah terpengaruh oleh agama-agama dari luar. Meskipun [[Ibn Battuta]], mengunjungi Sumatera Utara pada tahun 1345 dan mengislamkan [[Sultan Al-Malik Al-Dhahir]], masyarakat Batak tidak pernah mengenal Islam sebelum disebarkan oleh pedagang Minangkabau. Bersamaan dengan usaha dagangnya, banyak pedagang Minangkabau yang melakukan kawin-mawin dengan perempuan Batak. Hal ini secara perlahan telah meningkatakan pemeluk Islam di tengah-tengah masyarakat Batak.<ref name="Dobbin"/> Pada masa [[Perang Paderi]] di awal abad ke-19, pasukan Minangkabau menyerang tanah Batak dan melakukan pengislaman besar-besaran atas masyarakat Mandailing dan Angkola.<ref>[http://www.amazon.com/dp/0472101765 Kipp, 1990.]</ref> [[Kerajaan Aceh]] di utara, juga berperan dalam mengislamkan sebagian masyarakat [[Suku Karo|Karo]] dan [[Suku Pakpak|Pakpak]]. Sementara Simalungun banyak terkena pengaruh Islam dari masyarakat [[Suku Melayu-Indonesia|Melayu]] di pesisir Sumatra Timur
 
==== [[Daftar misionaris Kristen di Tanah Batak|Misionaris Kristen]] ====
{{seealso|Sejarah masuknya Kekristenan ke suku Batak}}
 
Pada tahun 1824, dua misionaris Baptist asal [[Inggris]], Richard Burton dan [[Nathaniel Ward]] berjalan kaki dari [[Sibolga]] menuju pedalaman Batak.<ref>Burton, R. and Ward, N., "Report of a Journey into the Batak Country, in the interior of Sumatra, in the year 1824." ''Transactions of the Royal Asiatic Society,'' London 1:485-513.</ref> Setelah tiga hari berjalan, mereka sampai di dataran tinggi [[Silindung]] dan menetap selama dua minggu di pedalaman. Dari penjelajahan ini, mereka melakukan observasi dan pengamatan langsung atas kehidupan masyarakat Batak. Pada tahun 1834, kegiatan ini diikuti oleh [[Henry Lyman]] dan [[Samuel Munson]] dari [[Dewan Komisaris Amerika untuk Misi Luar Negeri]].<ref>[https://www.amherst.edu/aboutamherst/magazine/issues/2000_winter/amherst_authors#anchor52178 "Missionaries: The Martyrs of Sumatra," in ''The Most of It: Essays on Language and the Imagination.'' by Theodore Baird, Amherst, Mass.: Amherst College Press, 1999.]</ref>
 
Pada tahun 1850, [[Dewan Injil Belanda]] menugaskan [[Herman Neubronner van der Tuuk]] untuk menerbitkan buku tata bahasa dan kamus bahasa Batak - Belanda. Hal ini bertujuan untuk memudahkan misi-misi kelompok Kristen Belanda dan Jerman berbicara dengan masyarakat Toba dan Simalungun yang menjadi sasaran pengkristenan mereka.<ref name=":0">Tuuk, H. N. van der, ''Bataksch Leesbok, Stukken in het Mandailingsch; Stukken in het Dairisch.'' Amsterdam, 1861.</ref>
 
Misionaris pertama asal [[Jerman]] tiba di lembah sekitar Danau Toba pada tahun 1861, dan sebuah misi pengkristenan dijalankan pada tahun 1881 oleh [[Ludwig Ingwer Nommensen|Dr. [[Ludwig Ingwer Nommensen]]. Kitab Perjanjian Baru untuk pertama kalinya diterjemahkan ke bahasaBahasa Batak Toba oleh Nommensen pada tahun 1869 dan penerjemahan Kitab Perjanjian Lama diselesaikan oleh [[P. H. Johannsen]] pada tahun 1891. Teks terjemahan tersebut dicetak dalam huruf latin di [[Medan]] pada tahun 1893. Menurut [[H. O. Voorma]], terjemahan ini tidak mudah dibaca, agak kaku, dan terdengar aneh dalam bahasa Batak.<ref>{{Cite web |url=http://www.library.uu.nl/digiarchief/dip/diss/1922364/full.pdf |title=Voorma, H.O. ''The Encounter of the Batak People with Rheinische Missions-Gesellschaft in the Field of Education, 1861-1940, A Historical-Theological Inquiry.'' (2000), p. 173. |access-date=2010-04-16 |archive-date=2003-04-18 |archive-url=https://web.archive.org/web/20030418080337/http://www.library.uu.nl/digiarchief/dip/diss/1922364/full.pdf |dead-url=yes }}</ref>
 
Berikutnya, [[Misimisi Katolik di Tanah Batak|Misi Katolik di tanah Batak]] terhitung sejak Pastor Misionaris pertama yakni Pastor [[Sybrandus van Rossum]], OFM. Cap., masuk ke jantung tanah Batak, yakni [[Balige]] tanggal 5 Desember 1934. Masyarakat Toba, Karo, Simalungun, Pakpak, dan sebagian Angkola menyerap agama Kristen dengan cepat, dan pada awal abad ke-20 telah menjadikan Kristen sebagai identitas budaya.<ref>[http://books.google.com/books?id=QKgraWbb7yoC&printsec=frontcover&source=gbs_v2_summary_r&cad=0#v=onepage&q=&f=false Ooi KG. ''Southeast Asia: A Historical Encyclopedia, from Angkor Wat to East Timor.'' Santa Barbara, Calif.: ABC-CLIO, 2004.]</ref> Pada masa ini merupakan periode kebangkitan kolonialisme [[Hindia Belanda]], dimana banyak orang Batak yang sudah tidaktak lagi melakukan perlawanan lagi denganterhadap pemerintahan kolonial. Perlawanan secara gerilya yang dilakukan oleh orang-orang Batak Toba berakhir pada tahun 1907, setelah pemimpin kharismatik mereka, [[Sisingamangaraja XII]] wafat.<ref>[http://www.amazon.com/dp/0804716668 Sherman, George, ''Rice, Rupees and Ritual,'' Cornell University Press, Ithaca, NY 1990.]</ref>
 
=== Gereja HKBPdi Tanah Batak ===
Gereja [[Huria Kristen Batak Protestan]] (HKBP) telah berdiri di [[Balige, Toba Samosir|Balige]] pada bulan September 1917. Pada akhir tahun 1920-an, sebuah sekolah perawat memberikan pelatihan perawatan kepada bidan-bidan disana. Kemudian pada tahun 1941, [[Gereja Batak Karo Protestan|Gereja Batak Karo Protestan (GBKP)]] didirikan.<ref>{{Cite web |url=http://faculty.washington.edu/kushnick/kushnick_ch2.pdf |title=Kushnick, G. "Parent-Offspring Conflict Among the Karo of Sumatra," Doctoral dissertation, University of Washington, Seattle, 2006, p. 7. |access-date=2010-04-19 |archive-date=2011-03-31 |archive-url=https://web.archive.org/web/20110331222601/http://faculty.washington.edu/kushnick/kushnick_ch2.pdf |dead-url=yes }}</ref>
 
Misi Katolik masuk ke tanah Batak setelah [[Zending|Zending Protestan]] berada di sana selama 73 tahun. Daerah-daerah yang padat penduduknya serta daerah-daerah yang subur sudah menjadi “milik” [[Protestan]]. Menurut Sybrandus van Rossum dalam tulisannya berjudul “Matahari Terbit di Balige” bahwa pada tahun 1935 orang Batak yang sudah dibaptis di Protestan mencapai lebih kurang 450.000 orang. Lembaga pendidikan dan kesehatan sudah berada di tangan [[Zending]]. Zending juga sudah mempunyai kader-kader yang tangguh baik dalam masyarakat maupun dalam pemerintahan. Dalam situasi seperti itulah misi Katolik masuk ke [[Tano Batak|tanah Batak]].
=== Gereja Katolik di Tanah Batak ===
Misi Katolik masuk ke tanah Batak setelah [[Zending Protestan]] berada di sana selama 73 tahun. Daerah-daerah yang padat penduduknya serta daerah-daerah yang subur sudah menjadi “milik” [[Protestan]]. Menurut Sybrandus van Rossum dalam tulisannya berjudul “Matahari Terbit di Balige” bahwa pada tahun 1935 orang Batak yang sudah dibaptis di Protestan mencapai lebih kurang 450.000 orang. Lembaga pendidikan dan kesehatan sudah berada di tangan [[Zending]]. Zending juga sudah mempunyai kader-kader yang tangguh baik dalam masyarakat maupun dalam pemerintahan. Dalam situasi seperti itulah misi Katolik masuk ke [[Tano Batak|tanah Batak]].
 
== Budaya, Kekerabatan, dan Sistem Kemasyarakatan ==
== Salam khas Batak ==
[[Berkas:Ahnenhaus der Batak Toba.jpg|ka|250px|jmpl|[[Ruma Bolon]], rumah tradisional masyarakat Batak Toba.]]
Tiap etnis Batak memiliki salam khasnya masing masing. Beberapa salam yang biasa dituturkan oleh tiap etnis adalah:{{Citation-needed}}
 
# [[Suku Angkola|Angkola]] dan [[Suku Mandailing|Mandailing]]: “Horas Tondi Madingin Pir Ma Tondi Matogu, Sayur Matua Bulung!”
[[Berkas:Flag of Batak WRB.jpg|jmpl|Bendera yang digunakan oleh suku Batak.]]
# [[Suku Karo|Karo]]: “Mejuah-juah Kita Krina!”
# [[Suku Pakpak|Pakpak]]: “Njuah-juah Mo Banta Karina!”
# [[Suku Simalungun|Simalungun]]: “Horas banta Haganupan, Salam Habonaran Do Bona!”
# [[Suku Batak Toba|Toba]]: “Horas Jala Gabe Ma Di Hita Saluhutna!” atau "Horas Tondi Matogu, Pir Ma Tondi Madingin!"
 
=== Kekerabatan ===
[[Berkas:Halak Batak.jpg|jmpl|ka|250px|Laki-laki dan perempuan [[Suku Batak Toba|Batak Toba]]. ]]
Kekerabatan adalah menyangkut hubungan hukum antar orang dalam pergaulan hidup. Ada dua bentuk kekerabatan bagi suku Batak, yakni berdasarkan garis keturunan ([[genealogi]]) dan berdasarkan sosiologis, sementara kekerabatan teritorial tidak ada.{{Citation-needed}}
 
Bentuk kekerabatan berdasarkan garis keturunan (genealogi) terlihat dari silsilah [[marga]] mulai dari [[Si Raja Batak]], dimana semua suku bangsa Batak memiliki [[marga]]. Sedangkan kekerabatan berdasarkan sosiologis terjadi melalui perjanjian (padan antar marga tertentu) maupun karena perkawinan. Dalam tradisi Batak, yang menjadi kesatuan Adatadat adalah ikatan sedarah dalam marga, kemudian Margamarga. ArtinyaDikarenakan misalnya Harahap, kesatuan adatnya adalah Marga Harahap vs Marga lainnya. Berhubung bahwa Adattradisi Batak/Tradisi Batak sifatnyabersifat dinamis yang sering kali disesuaikan dengan waktu dan tempat, hal ini berpengaruh terhadap perbedaan corak tradisi antar daerah.{{Citation-needed}}
 
Adanya falsafah dalam perumpamaan dalam bahasa[[Bahasa Batak Toba]] yang berbunyi: ''Jonok dongan partubu jonokan do dongan parhundul''., merupakan suatu filosofi agar kita senantiasa menjaga hubungan baik dengan tetangga, karena merekalah teman terdekat. Namun dalam pelaksanaan adat, yang pertama dicari adalah yang satu marga, walaupun pada dasarnya tetangga tidak boleh dilupakan dalam pelaksanaan Adatadat.{{Citation-needed}}
 
=== Falsafah dan sistemSistem kemasyarakatanKemasyarakatan ===
Masyarakat Batak memiliki falsafah, asas, sekaligus sebagai struktur dandalam sistem dalam kemasyarakatannyakemasyarakatan yakni yang dalam bahasa [[Bahasa Batak Toba|Batak Toba]] disebut ''[[Dalihan Na Tolu]]''. Berikut penyebutan Dalihan Na Tolu menurut keenam puak Batak:{{Citation-needed}}
[[Berkas:Ahnenhaus der Batak Toba.jpg|ka|250px|jmpl|[[Ruma Bolon]], rumah tradisional masyarakat Batak Toba.]]
 
[[Berkas:Flag of Batak WRB.jpg|jmpl|Bendera yang digunakan oleh suku Batak.]]
 
Masyarakat Batak memiliki falsafah, asas sekaligus sebagai struktur dan sistem dalam kemasyarakatannya yakni yang dalam bahasa [[Bahasa Batak Toba|Batak Toba]] disebut ''[[Dalihan Na Tolu]]''. Berikut penyebutan Dalihan Na Tolu menurut keenam puak Batak:{{Citation-needed}}
 
# Dalihan Na Tolu ([[Suku Batak Toba|Batak Toba]]):
Baris 300 ⟶ 294:
 
=== Ritual kanibalisme ===
[[Berkas:Batak Warriors 60011135 edit.jpg|jmpl|250px|ka|PejuangLaskar Batak.]]
Ritual kanibalisme telah terdokumentasi dengan baik di kalangan orang Batak, yang bertujuan untuk memperkuat ''tondi'' pemakan itupemakannya. Secara khusus, darah, jantung, telapak tangan, dan telapak kaki dianggap sebagai kaya ''tondi''.{{Citation-needed}}
 
Dalam memoir [[Marco Polo]] yang sempat datangmelakukan berekspedisiekspedisi dipesisirdi pesisir timur Sumatra dari bulan April sampai September 1292, ia menyebutkan bahwa ia berjumpa dengan orang yang menceritakan akan adanya masyarakyat pedalaman yang disebut sebagai "pemakan manusia".<ref>Polo M, [[Henry Yule|Yule H]], Cordier H. [http://www.gutenberg.org/browse/authors/y#a5823 ''The Travels of Marco Polo: The Complete Yule-Cordier Edition,''] Dover Pubns, 1993, Vol. II, Chapter X, p. 366.</ref> Dari sumber-sumber sekunder, Marco Polo mencatat cerita tentang ritual kanibalisme di antara masyarakat "Battas". Walau Marco Polo hanya tinggal di wilayah pesisir, dan tidak pernah pergi langsung ke pedalaman untuk memverifikasi cerita tersebut, tetapi dia bisa menceritakan ritual tersebut.{{Citation-needed}}
 
[[Niccolò Da Conti]] (1395–1469), seorang [[Venesia]] yang menghabiskan sebagian besar tahun 1421 di Sumatra, dalam perjalanan panjangnya untuk misi perdagangan di [[Asia Tenggara]] (1414–1439), mencatat kehidupan masyarakat disana. Dia menulis sebuah deskripsi singkat tentang penduduk Batak: "Dalam bagian pulau, disebut Batech, kanibalmasyarakatnya hidup dengan berperang terus-menerus kepada tetangga mereka ".<ref>''The Travels of Nicolò Conte'' [sic] ''in the East in the Early Part of the Fifteenth Century'' [[Hakluyt Society]] xxii (London, 1857)</ref><ref>[http://www.amazon.com/dp/050097392X Sibeth A, Kozok U, Ginting JR. ''The Batak: Peoples of the Island of Sumatra: Living with Ancestors.'' New York: Thames and Hudson, (1991) p. 16.]</ref> Hal yang sama juga dicatat oleh [[William Marsden]] dalam bukunya History of Sumatra, yang menyatakan bahwa pedagang Minangkabau menjual senjata yang dibuat di [[Salimpaung, Tanah Datar|Salimpaung]] kepada masyarakat di utara yang suka berperang.<ref>William Marsden, History of Sumatra: Containing an Account of the Government, Laws, Customs, and Manners of the Native Inhabitants; 1784</ref>
 
Kunjungan yang sama oleh [[Nathan Ward|Ward]], Meers, dan Burton pada tahun 1828 mencatat dalam jurnalnya bahwa tindakan kanibalisme terjadi bukan karena kekurangan makanan, selera yang aneh, dendam pribadi, takhayul ataupun kehormatan militer. Kebiasaan kanibalisme ini lebih sebagai bentuk penghormatan kepada keadilan di tengah-tengah masyarakat dan amarah kepada pelaku kriminal.<ref name=":2">{{Cite book|last=Greatheed|first=Samuel|last2=Parken|first2=Daniel|last3=Williams|first3=Theophilus|last4=Conder|first4=Josiah|last5=Price|first5=Thomas|last6=Ryland|first6=Jonathan Edwards|last7=Hood|first7=Edwin Paxton|date=1826|url=https://books.google.co.id/books?id=HXNKAQAAMAAJ&pg=PA428&lpg=PA428&dq=Debata+hasi+asi&source=bl&ots=KHogsEExHb&sig=ACfU3U0-nfMilBiOc_abMavGDGTuIVGnnw&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwjfmubEw-z_AhUboGMGHQeFD8IQ6AF6BAgWEAM|title=The Eclectic Review|publisher=C. Taylor|pages=428|language=en|url-status=live}}</ref> Pendapat ini diambil karena pada sistem hukum suku batakBatak pada masa itu memiliki hukuman kanibalisme pada pelaku kriminal. Beberapa contoh yang mereka ketahui ialah orang yang ketahuan melakukan perampokan akan dibunuh secara publik dengan pisau atau [[kancing sumbu]] yang nanti akan dimakan secara ramai-ramai. Untuk pria yang berselingkuh, maka dia akan dimakan dengan memotong bagian tubuhnya sepotong-sepotong tanpa dibunuh terlebih dahulu. Para tawanan perang dan pria yang mati saat perang akan dimakan ramai-ramai, kecuali bila hanya dua desa saja yang berperang. Pada kunjungan ini, mereka mendengar bahwa 20 orang telah dimakan dalam satu hari dan tengkoraknya disimpan. Orang-orang tersebut merupakan penduduk yang tinggal di sekitar pinggir pantai yang sering menjarah para penumpang kapal yang mereka anggap sudah keterlaluan.<ref name=":03" />
 
[[Thomas Stamford Raffles]] pada tahun 1820 mempelajari Batak dan ritual mereka, serta undang-undang mengenai konsumsi daging manusia, menulis secara detail tentang pelanggaran yang dibenarkan.<ref>Nigel Barley (ed.), ''The Golden Sword: Stamford Raffles and the East'', British Museum Press, 1999 (exhibition catalogue). ISBN 0-7141-2542-3.</ref> Raffles menyatakan bahwa: "Suatu hal yang biasa dimana orang-orang memakan orang tua mereka ketika terlalu tua untuk bekerja, dan untuk kejahatan tertentu penjahat akan dimakan hidup-hidup".. "daging dimakan mentah atau dipanggang, dengan kapur, garam dan sedikit nasi".<ref>[http://www.amazon.com/dp/0805019685 Barley N. ''The Duke of Puddle Dock: Travels in the Footsteps of Stamford Raffles.'' 1st American ed. New York: H. Holt, 1992, p. 112.]</ref>
 
Para dokter Jerman dan ahli geografi Franz Wilhelm Junghuhn, mengunjungi tanah Batak pada tahun 1840-1841. Junghuhn mengatakan tentang ritual kanibalisme di antara orang Batak (yang ia sebut "Battaer"). Junghuhn menceritakan bagaimana setelah penerbangan berbahaya dan lapar, ia tiba di sebuah desa yang ramah. Makanan yang ditawarkan oleh tuan rumahnya adalah daging dari dua tahanan yang telah disembelih sehari sebelumnya.<ref>Junghuhn, F., ''Die Batta-länder auf Sumatra,'' (1847) Vol. II, p. 249.</ref> Namun hal ini terkadang dibesar-besarkan dengan maksud untuk menakut-nakuti orang/pihak yang bermaksud menjajah dan/atau sesekali agar mendapatkan pekerjaan yang dibayar baik sebagai tukang pundak bagi pedagang maupun sebagai tentara bayaran bagi [[Suku Pesisir|suku-suku pesisir]] yang diganggu oleh bajak laut.<ref>[http://books.google.com/books?id=BXMPAAAAYAAJ&dq=%22Die%20Battal%C3%A4nder%20auf%20Sumatra%2C%22&pg=PR7#v=onepage&q=&f=false Junghuhn, p. 87]</ref>
 
Oscar von Kessel mengunjungi [[Silindung]] pada tahun 1840-an, dan pada tahun 1844 mungkin orang Eropa pertama yang mengamati ritual kanibalisme Batak di mana suatu pezina dihukum dan dimakan hidup-hidup. Menariknya, terdapat deskripsi paralel dari Marsden untuk beberapa hal penting, von Kessel menyatakan bahwa kanibalisme dianggap oleh orang Batak sebagai perbuatan berdasarkan hukum dan aplikasinya dibatasi untuk pelanggaran yang sangat sempit yakni pencurian, perzinaan, mata-mata, atau pengkhianatan. Garam, cabe merah, dan jeruk nipis harus diberikan oleh keluarga korban sebagai tanda bahwa mereka menerima putusan masyarakat dan tidak memikirkan balas dendam.<ref>Von Kessel, O., "Erinnerungen an Sumatra," ''Das Ausland,'' Stuttgart (1854) 27:905-08.</ref>
 
[[Ida Pfeiffer]] mengunjungi Batak pada bulan Agustus 1852, dan meskipun dia tidak mengamati kanibalisme apapun, dia diberitahu bahwa: "Tahanan perang diikat pada sebuah pohon dan dipenggal sekaligus, tetapi darah secara hati-hati diawetkan untuk minuman, dan kadang-kadang dibuat menjadi semacam puding dengan nasi. Tubuh kemudian didistribusikan; telinga, hidung, dan telapak kaki adalah milik eksklusif raja, selain klaim atas sebagian lainnya. Telapak tangan, telapak kaki, daging kepala, jantung, serta hati, dibuat menjadi hidangan khas. Daging pada umumnya dipanggang serta dimakan dengan garam. Para perempuan tidak diizinkan untuk mengambil bagian dalam makan malam publik besar ".<ref>[http://www.amazon.com/dp/0217663761 Pfeiffer, Ida, ''A Lady's Second Journey Around the World: From London to the Cape of Good Hope, Borneo, Java, Sumatra, Celebes, Ceram, the Moluccas, etc., California, Panama, Peru, Ecuador, and the United States.'' New York, Harper & Brothers, 1856, p. 151.]</ref>
Baris 319 ⟶ 313:
Pada 1890, pemerintah kolonial Belanda melarang kanibalisme di wilayah kendali mereka.<ref>Sibeth, p. 19.</ref> Rumor kanibalisme Batak bertahan hingga awal abad ke-20, dan tampaknya kemungkinan bahwa adat tersebut telah jarang dilakukan sejak tahun 1816. Hal ini dikarenakan besarnya pengaruh agama pendatang dalam masyarakat Batak.<ref>[http://www.amazon.com/dp/0472101765 Kipp RS. ''The early years of a Dutch Colonial Mission: the Karo Field.'' Ann Arbor: University of Michigan Press, 1990.]</ref>
 
Menurut [[Franz Wilhelm Junghuhn]], dalam bukunya yang berjudul [[Die Battaländer auf Sumatra]], kemungkinan ritual kanibalisme suku Batak hanyalah kabar angin yang ingin menakuti [[Belanda]] agar tidak berani memasuki tanah Batak.
 
=== Tarombo ===
[[Silsilah]] atau tarombo merupakan suatu hal yang sangat penting bagi orang Batak. Bagi mereka yang tidak mengetahui silsilahnya akan dianggap sebagai orang Batak kesasartersesat (''nalilu''). Orang Batak diwajibkan mengetahui silsilahnya minimal nenek moyangnya yang menurunkan marganya dan teman semarganya (''dongan tubu''). Hal ini diperlukan agar mengetahui letak kekerabatannya (''partuturanna'') dalam suatu klan atau marga.{{Citation-needed}}
{{main|Tarombo}}
[[Silsilah]] atau tarombo merupakan suatu hal yang sangat penting bagi orang Batak. Bagi mereka yang tidak mengetahui silsilahnya akan dianggap sebagai orang Batak kesasar (''nalilu''). Orang Batak diwajibkan mengetahui silsilahnya minimal nenek moyangnya yang menurunkan marganya dan teman semarganya (''dongan tubu''). Hal ini diperlukan agar mengetahui letak kekerabatannya (''partuturanna'') dalam suatu klan atau marga.{{Citation-needed}}
 
=== Aksara Batak ===
{{utama|Surat Batak}}
 
Aksara dasar ('''''ina ni surat''''') dalam tulisan bahasaBahasa Batak merepresentasikan satu suku kata dengan vokal inheren /a/. Terdapat 19 aksara dasar yang dimiliki semua varian aksara Batak, sementara beberapa aksara dasar yang hanya digunakan pada varian tertentu. Bentuknya dapat dilihat sebagaimana berikut:
 
{| class="wikitable"
Baris 456 ⟶ 449:
| align="center" |[[Berkas:Batak Ca-2, Nya.svg|30px|link=|alt=Nya]]
|}
Bentuk-bentuk di atas merupakan bentuk yang digeneralisasi, tidak jarang suatu naskah menggunakan varian bentuk aksara atau tarikan garis yang sedikit berbeda antara satu sama lainnya, tergantung dari daerah asal dan media yang digunakan.{{sfn|Kozok|2009}}
 
Aksara i ({{btk|ᯤ}}) dan u ({{btk|ᯥ}}) hanya digunakan untuk suku kata terbuka, misal pada kata ''ina'' {{btk|ᯤᯉ}} dan ''ulu'' {{btk|ᯥᯞᯮ}}. Untuk suku kata tertutup yang diawali dengan bunyi i atau u, digunakanlah aksara a ({{btk|ᯀ}} atau {{btk|ᯁ}}) bersama diaktirik untuk masing-masing vokal, misal pada kata ''indung'' {{btk|ᯀᯉᯪ᯲ᯑᯮᯰ}} dan ''umpama'' {{btk|ᯀᯔᯮ᯲ᯇᯔ}}.{{sfn|Kozok|1999|pp=109}}
 
=== Kalender Batak ===
; Nama bulan{{Citation-needed}}
{| class="wikitable"
Baris 560 ⟶ 553:
| 30 || Ringkar || Sami Sara || Rikkar
|}
 
=== GerejaSalam Katolik di Tanahkhas Batak ===
Tiap etnis Batak memiliki salam khasnya masing masing. Beberapa salam yang biasa dituturkan oleh tiap etnis adalah:{{Citation-needed}}
# [[Suku Angkola|Angkola]] dan [[Suku Mandailing|Mandailing]]: “Horas Tondi Madingin Pir Ma Tondi Matogu, Sayur Matua Bulung!”
# [[Suku Karo|Karo]]: “Mejuah-juah Kita Krina!”
# [[Suku Pakpak|Pakpak]]: “Njuah-juah Mo Banta Karina!”
# [[Suku Simalungun|Simalungun]]: “Horas banta Haganupan, Salam Habonaran Do Bona!”
# [[Suku Batak Toba|Toba]]: “Horas Jala Gabe Ma Di Hita Saluhutna!” atau "Horas Tondi Matogu, Pir Ma Tondi Madingin!"
 
== Kontroversi ==
Sebagian orang [[Suku Karo|Karo]], [[Suku Mandailing|Mandailing]], dan [[Suku Pakpak|Pakpak]] sempatada yang tidak menyebutmengakui dirinya sebagai bagian dari suku Batak. Meski mayoritassebagian yang lain masih mengakui dirinya bagian dari suku Batak, namun wacana penolakan identitas itutersebut sempat muncul disebabkan karena pada umumnyadikarenakan kategori "Batak" dipandang primitif dan miskin oleh etniketnis lain. masaMenurut [[OrdeDaniel BaruPerret, (Indonesia)|Ordepenolakan Baru]].ini Selainjuga itu,disebabkan oleh adanya perbedaan agama, jugakarakter, menyebabkanserta sebagiantingkat pendidikan di kalangan orang-orang Tapanuli.<ref name="Perret"/> Di pesisir timur laut [[TapanuliSumatra]], tidakkhususnya ingindi disebut[[Kota sebagaiMedan]], Batakperpecahan ini sangat terasa.{{Citation Terutama dalam hal pemilihan pemimpin politik dan perebutan sumber-needed}}sumber ekonomi.
 
Di pesisir timur laut [[Sumatra]], khususnya di [[Kota Medan]], perpecahan ini sangat terasa. Terutama dalam hal pemilihan pemimpin politik dan perebutan sumber-sumber ekonomi. Sumber lainnya menyatakan bahwa kata "Batak ini" berasal dari rencana Gubernur [[Thomas Stamford Raffles|Jenderal Raffles]] yang membuat etnik [[Kekristenan|Kristen]] yang berada antaradiantara [[Kesultanan Aceh]] dan [[Kerajaan Pagaruyung|Kerajaan Islam Minangkabau]] yang muslim, di wilayah pedalaman [[Barus, Tapanuli Tengah|Barus]] pedalaman, yang dinamakan Batak. Generalisasi kata "Batak" terhadap etnik Mandailing, Angkola dan Karo, umumnya tak dapat diterima oleh keturunan asli wilayah itutersebut. Demikian juga di Angkola dan Karo, yang terdapat banyak pengungsi muslim yang berasal dari wilayah sekitar [[Danau Toba]] dan [[Kabupaten Samosir|Samosir]], akibat pelaksanaan dari pembuatan Afdeling Bataklanden oleh pemerintah [[Hindia Belanda]], yang melarang penduduk [[muslim]] bermukim di wilayah tersebut.{{Citation-needed}}
 
Konflik terbesar adalah pertentangan antara masyarakat bagian utara Tapanuli dengan selatan Tapanuli, mengenai identitas Batak dan Mandailing. Bagian utara menuntut identitas Batak untuk sebagain besar penduduk Tapanuli, bahkan juga wilayah-wilayah di luarnya. Sedangkan bagian selatan menolak identitas Batak, dengan bertumpu pada unsur-unsur budaya dan sumber-sumber dari Barat. Penolakan masyarakat Mandailing yang tidak ingin disebut sebagai bagian dari etnis Batak, sempat mencuat ke permukaan dalam kasus syarikat Tapanuli (1919-1922), kasus pekuburan Sungai Mati (1922),<ref>{{cite book | last =Perret | first =Daniel | authorlink = | coauthors = | title =La Formation d'un Paysage Ethnique: Batak & Malais de Sumatra Nord-Est | publisher =École Française d'Extrême-Orient | date = | location = Paris | url = | doi = | isbn = | page = 316-325 }}</ref> dan kasus pembentukan Provinsi Tapanuli (2008–2009).{{Citation-needed}}<ref>Bungaran Antonius Simanjuntak, ‎Khairul Ikhwan Damanik, ‎Elfian Lubis; Otonomi Daerah, Etnonasionalisme, dan Masa Depan Indonesia; 2010</ref>
 
Dalam [[Sensus|Sensus Penduduk]] tahun 1930 dan 2000, pemerintah mengklasifikasikan [[Suku Angkola|Angkola]], [[Suku Karo|Karo]], [[Suku Mandailing|Mandailing]], [[Suku Pakpak|Pakpak]], [[Suku Simalungun|Simalungun]], dan [[Suku Batak Toba|Toba]] sebagai etnis Batak.<ref>{{en}} Leo Suryadinata, Evi Nurvidya arifin, Aris Ananta, [http://books.google.co.id/books?id=nFckUneBbRIC&dq=Indonesia%27s+Population:+Ethnicity+and+Religion+in+a+Changing+Political+Landscape&printsec=frontcover&source=bl&ots=C_BK8d_8vs&sig=4_QnkNN1VlxjKnTP_T7tYzTlhZ8&hl=id&ei=8FIaSqPEOY6CkQXD9kQ&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=1#v=onepage&q=&f=false ''Indonesia's Population: Ethnicity and Religion in a Changing Political Landscape''], Institute of Southeast Asian Studies, Singapura, hal.48.</ref>
 
== Pakaian ==
Pada kunjungan misionaris dari Baptist Missionary Society yaitu Nathan Ward, Evans Meers, dan Richard Burton di abad ke-19, mereka bertiga mencatat pakaian yang dipakai oleh warga pedalaman Batak dalam jurnalnya. Jurnal tersebut menjelaskan bahwa lelaki dari suku ini memakai dua jenis pakaian dengan garis-garis yang memiliki beragam warna berukuran dua setengah [[yard]]. Satu pakaian diikat di pinggang menggunakan ikat pinggang yang teruntai hingga di kaki dan satunya lagi dipakai dengan agak longgar melewati pundak sebagai sebuah [[syal]].
 
Ada perbedaan pakaian antara kepala suku dan orang biasa, dimana pakaian yang digunakan oleh kepala suku memiliki umbai dengan bordir yang tebal di ujungnya serta dijahit dengan rapi menggunakan jarum. Kepala suku juga menggunakan anting berbahan dasar emas. Sedangkan warga biasa hanya memakai [[bumban]] yang terbuat dari ranting atau dedaunan semak yang mengelilingi bagian kepala di atas telinga dan bertelanjang dada. Untuk orang-orang yang dituakan selain kepala suku, mereka mengunakan pakaian berwarna biru atau putih dengan ukuran 5 hasta yang diikat seperti kepala suku yang ujungnya menonjol hingga ke kedua telinga.
=== 1800-an ===
Pada kunjungan oleh dari [[misionaris]] dari Baptist Missionary Society yaitu Nathan Ward, Evans Meers, dan Richard Burton, mereka bertiga mencatat pakaian yang dipakai warga di sana dalam jurnalnya. Jurnal tersebut menjelaskan bahwa lelaki dari suku ini memakai dua jenis pakaian dengan garis-garis yang memiliki beragam warna berukuran dua setengah [[yard]]. Satu pakaian diikat di pinggang menggunakan ikat pinggang yang teruntai hingga di kaki dan satunya lagi dipakai dengan agak longgar melewati pundak sebagai sebuah [[syal]]. Ada perbedaan pakaian antara kepala suku dan orang biasa, pakaian yang digunakan oleh kepala suku memiliki umbai dengan bordir yang tebal di ujungnya dijahit dengan rapi menggunakan jarum. Kepala suku juga menggunakan anting berbahan dasar emas. Sedangkan, warga biasa hanya memakai [[bumban]] yang terbuat dari ranting atau dedaunan semak yang mengelilingi bagian kepala di atas telinga dan bertelanjang dada. Untuk orang-orang yang dituakan selain kepala suku, mereka mengunakan pakaian berwarna biru atau putih dengan ukuran 5 hasta yang diikat seperti kepala suku yang ujungnya menonjol hingga ke kedua telinga. Perempuan di suku ini tidak memiliki [[atasan]] bila sudah menikah dengan hanya pakaian yang menutupi selangkangannya. Untuk perempuan yang belum menikah, mereka memiliki tambahan pakaian yang menutup dada mereka, tetapi kebiasaan ini berkebalikan dengan orang-orang yang berada di dekat [[Danau Toba]] karena wanita yang belum menikah tidak menggunakan penutup untuk dada mereka, sedangkan yang sudah menikah harus ditutup Anak perempuan kepala suku terkadang memiliki kawat kuningan yang berada di pergelangan tangannya dan beberapa kalung manik-manik di sekitar lehernya untuk menandakan bahwa dia belum menikah. Anak-anak dibiarkan telanjang hingga berumur 6- 8 tahun. <ref name=":03">{{Cite book|last=|first=|date=22 April 1826|url=https://books.google.co.id/books?id=OUs1AQAAMAAJ&pg=PA485&dq=30+April+1824,+Burton+dan+Ward&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwi4tby1xs7_AhXS7zgGHauXAL4Q6AF6BAgJEAI|title=Transactions of the Royal Asiatic Society of Great Britain and Ireland|location=Royal Asiatic Society of Great Britain and Ireland|publisher=The Society.|pages=496-497|language=en|chapter=XXVI. Report of a Journey into the Batak Country, in the interior of Sumatra, in the year 1824. By Messrs. BURTON and WARD, Baptist Missionaries. Communicated by the late Sir STAMFORD RAFFLES, Kt.|url-status=live}}</ref>
 
 
 
 
 
 
 
Pada kunjungan oleh dari [[misionaris]] dari Baptist Missionary Society yaitu Nathan Ward, Evans Meers, dan Richard Burton, mereka bertiga mencatat pakaian yang dipakai warga di sana dalam jurnalnya. Jurnal tersebut menjelaskan bahwa lelaki dari suku ini memakai dua jenis pakaian dengan garis-garis yang memiliki beragam warna berukuran dua setengah [[yard]]. Satu pakaian diikat di pinggang menggunakan ikat pinggang yang teruntai hingga di kaki dan satunya lagi dipakai dengan agak longgar melewati pundak sebagai sebuah [[syal]]. Ada perbedaan pakaian antara kepala suku dan orang biasa, pakaian yang digunakan oleh kepala suku memiliki umbai dengan bordir yang tebal di ujungnya dijahit dengan rapi menggunakan jarum. Kepala suku juga menggunakan anting berbahan dasar emas. Sedangkan, warga biasa hanya memakai [[bumban]] yang terbuat dari ranting atau dedaunan semak yang mengelilingi bagian kepala di atas telinga dan bertelanjang dada. Untuk orang-orang yang dituakan selain kepala suku, mereka mengunakan pakaian berwarna biru atau putih dengan ukuran 5 hasta yang diikat seperti kepala suku yang ujungnya menonjol hingga ke kedua telinga. Perempuan di suku ini tidak memiliki [[atasan]] bila sudah menikah, dengandan hanya pakaian yang menutupi selangkangannya. Untuk perempuan yang belum menikah, mereka memiliki tambahan pakaian yang menutup dada mereka, tetapi kebiasaan ini berkebalikan dengan orang-orang yang berada di dekat [[Danau Toba]] karena wanita yang belum menikah tidak menggunakan penutup untuk dada mereka, sedangkan yang sudah menikah harus ditutup . Anak perempuan kepala suku terkadang memiliki kawat kuningan yang berada di pergelangan tangannya dan beberapa kalung manik-manik di sekitar lehernya untuk menandakan bahwa dia belum menikah. Anak-anak dibiarkan telanjang hingga berumur 6- 8 tahun. <ref name=":03">{{Cite book|last=|first=|date=22 April 1826|url=https://books.google.co.id/books?id=OUs1AQAAMAAJ&pg=PA485&dq=30+April+1824,+Burton+dan+Ward&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwi4tby1xs7_AhXS7zgGHauXAL4Q6AF6BAgJEAI|title=Transactions of the Royal Asiatic Society of Great Britain and Ireland|location=Royal Asiatic Society of Great Britain and Ireland|publisher=The Society.|pages=496-497|language=en|chapter=XXVI. Report of a Journey into the Batak Country, in the interior of Sumatra, in the year 1824. By Messrs. BURTON and WARD, Baptist Missionaries. Communicated by the late Sir STAMFORD RAFFLES, Kt.|url-status=live}}</ref>
 
<gallery mode="packed">
Baris 589 ⟶ 585:
File:Halak_Batak.jpg|<center>Pakaian tradisional [[Suku Batak Toba|Batak Toba]]</center>
</gallery>
 
== Catatan ==
{{Notelist}}
 
== Lihat pula ==
* [[Diaspora Batak di Malaysia]]
* [[Surat Batak]]
* [[Rumpun bahasa Batak]]
Baris 610:
[[Kategori:Suku bangsa di Sumatera Utara|Batak]]
[[Kategori:Suku bangsa di Sumatra|Batak]]
[[Kategori:SukuKelompok bangsaetnik di Indonesia|Batak]]