Perebutan Melaka (1511): Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Verosaurus (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan |
Manuel Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
(34 revisi perantara oleh 5 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 11:
|commander1=[[Berkas:Flag Portugal (1495).svg|24px|tepi]][[Afonso de Albuquerque]]|
|commander2=[[Mahmud Syah dari Malaka|Mahmud Shah]]|
|strength1=1500 tentara Portugis<br>800 tentara tambahan dari Cina dan India<br>Sampai dengan 400 senjata bubuk mesiu{{sfn|Subrahmanyam|Parker|2008|p=24}}
17 hingga 18 kapal<ref name="RICKLEFSp23">{{cite book|last =Ricklefs|first =M.C.|authorlink =|coauthors =|title =A History of Modern Indonesia Since c.1300, 2nd Edition|publisher =MacMillan|year =1991|location =London|page =23|url =|doi =|isbn = 0-333-57689-6 }}</ref>| |strength2=20.000 tentara
Sekitar 150 buah perahu:<br>Perahu lancaran dengan jumlah tidak diketahui<br>20 penjajap|
|casualties1=28 tewas
|casualties2=Tidak diketahui|
}}
'''Perebutan Malaka''' berlangsung setelah laksamana Portugal [[Afonso de Albuquerque]] menundukkan kota [[Malaka]] pada 15 Agustus 1511. Kota pelabuhan Malaka merupakan pusat perdagangan di [[selat Malaka]] yang berada di jalur dagang antara Tiongkok dan India.<ref name="Newton">''The Cambridge History of the British Empire'' Arthur Percival Newton p.11 [http://books.google.com/books?id=Y-08AAAAIAAJ&pg=PA11]</ref> Perebutan Malaka merupakan bagian dari rencana Raja
==Latar belakang==
Baris 27 ⟶ 29:
==Kota Malaka==
Didirikan pada awal abad ke-15, melalui Malaka melewati semua perdagangan antara Cina dan India. Karena posisinya yang ideal, kota ini menampung banyak komunitas pedagang yang meliputi orang Arab, Persia, Turki, Armenia, [[Kerajaan Ava|orang Birma]], Bengali, Siam, [[Kerajaan Hanthawaddy|orang Pegu]], dan orang Luzon, empat yang paling berpengaruh adalah Muslim Gujarat dan Jawa, Hindu dari [[Pantai Koromandel]], dan Cina. Menurut apoteker Portugis [[Tomé Pires]], yang tinggal di Malaka antara tahun 1512 dan 1514, sebanyak 84 dialek digunakan di Malaka.<ref>Tomé Pires, Suma Oriental pp. 399, 422</ref> Faktor Portugis Rui de Araújo mengatakan memiliki 10.000 rumah. Sementara Albuquerque memperkirakan populasi 100.000,{{sfn|Reid|1980|p=238}} perkiraan modern menempatkan populasi kota sekitar 40.000.<ref>Luís Filipe F. Reis Thomaz (2000) ''[https://books.google.com/books?id=zNcQPwAACAAJ Early Portuguese Malacca]'' pp. 60–62</ref> [[Damião de Góis]] memperkirakan populasi yang lebih kecil sejumlah 30.000 orang.{{sfn|Pintado|1993|p=117}} Malaka menyimpan sekelompok kanibal yang ditangkap dari Daru{{refn|[[Kerajaan Aru]] di Sumatra. Duarte Barbosa menyebutkan Ara, Aru, dan Haru. Ramusio
Namun kota ini dibangun di atas tanah rawa dan dikelilingi oleh [[hutan tropis]] yang tidak ramah, dan perlu mengimpor segala sesuatu untuk kelangsungan hidupnya, seperti beras penting, yang dipasok oleh orang Jawa. Untuk memasok penduduknya, Melaka bergantung pada setidaknya 100 jung setiap tahun mengimpor beras dari berbagai lokasi: Sekitar 50–60 jung dari Jawa, 30 dari Siam, dan 20 dari Pegu.{{sfn|Reid|1980|p=237}}<ref name=":2">Reid, Anthony (1989). [https://archive.org/details/reid-anthony-the-organization-of-production-1989/mode/2up?q The Organization of Production in the Pre-Colonial Southeast Asian Port City]. In Broeze, Frank (Ed.), ''Brides of the Sea: Asian Port Cities in the Colonial Era'' (pp. 54–74). University of Hawaii Press.</ref>{{Rp||pages=57}} Melaka terutama merupakan kota perdagangan tanpa daerah pedalaman pertanian yang substansial sama sekali. Seperti yang dicatat Ma Huan di abad sebelumnya: "Semuanya berpasir, tanah asin. Iklimnya panas di siang hari, dingin di malam hari. Ladang tidak subur dan tanamannya buruk; (dan) orang-orang jarang bertani".{{sfn|Huan|1970|p=109}}
Baris 39 ⟶ 41:
==Kontak pertama dengan Portugis==
{{multiple image
[[File:Malays from the Malacca Sultanate Codice Casanatense.jpg|thumb|right|250px|Cat air Portugis dari orang Melayu di Malaka, sekitar tahun 1540, ditampilkan dalam [[Códice Casanatense]]]]▼
| align = right
Tidak terkesan dengan kurangnya hasil Almeida, pada April 1508, Raja Manuel mengirim armada langsung ke Malaka, terdiri dari empat kapal di bawah komando [[Diogo Lopes de Sequeira]], yang juga ditugaskan untuk memetakan [[Madagaskar]] dan mengumpulkan informasi tentang Cina. Sequeira menerima perintah kerajaan yang secara khusus menginstruksikannya untuk mendapatkan izin untuk membuka pos perdagangan secara diplomatis dan berdagang secara damai, tidak menanggapi provokasi apa pun dan tidak melepaskan tembakan kecuali jika ditembaki:▼
| total_width = 320
| image1 = Malays from the Malacca Sultanate Codice Casanatense.jpg
| alt1 = Orang Melayu Malaka
▲
| image2 = A Malay couple RBSeite93.jpg
| alt2 = Sepasang orang Melayu
| caption2 = Ilustrasi pasangan Melayu, dari ''Reise nach Batavia'', antara tahun 1669 dan 1682
}}
▲Tidak terkesan dengan kurangnya hasil Almeida, pada April 1508, Raja Manuel mengirim armada langsung ke Malaka, terdiri dari empat kapal di bawah komando
{{quote|Kami memerintahkan dan memerintahkan agar Anda tidak melakukan kerusakan atau kerugian di semua bagian yang Anda jangkau, dan sebaliknya semua harus menerima kehormatan, bantuan, keramahan, dan perdagangan yang adil dari Anda, karena layanan kami sangat menuntutnya di awal ini. Dan meskipun sesuatu mungkin dilakukan terhadap Anda dalam usaha Anda, dan Anda mungkin berhak untuk menyebabkan kerusakan, tutupi itu sebaik mungkin, menunjukkan bahwa Anda tidak menginginkan perdamaian dan persahabatan, karena kami menuntutnya dari Anda. Namun jika Anda diserang, atau ditipu sedemikian rupa sehingga tampak bagi Anda bahwa mereka ingin menyakiti Anda, maka Anda harus melakukan semua kerusakan dan kerugian yang Anda bisa kepada mereka yang berusaha melakukannya terhadap Anda, dan tidak situasi lain akan Anda lakukan perang atau bahaya.|Surat Raja Manuel I dari Portugal kepada Diogo Lopes de Sequeira, Februari 1508.<ref>In Portuguese: ''vos encomendamos e mandamos que em todas as partes omde chegardes naam façaees dano neem maal algum, antes todos de vos recebam homra, e favor, e guasalhado, e boom trauto, porque asy compre nestes começos por noso seruiço. E aimda que pella vemtura comtra vos se cometa allguma cousa, desymulallo-ees o melhor que poderdes, mostrande que aimda que teuesseis cauza e rezam pera fazerde dano, o lleixaes de fazer por asy vos mandado por nos, e nam quererdes senam paz e amizado peo, o armando sobre vos ou vos fazemdo allgum emgano tall que vos parecese que vos queriam desarmar, emtam faress a quem isto vos cometese todo o dano e mall que podeseis, e em outro caso nam farees nenhuma guerra nem mall'' - Raymundo António de Bulhão Pato (1884):[https://archive.org/stream/cartasdeaffonso00patogoog#page/n478/mode/2up ''Cartas de Affonso de Albuquerque, seguidas de documentos que as elucidam''] Lisbon, Typ. da Academia real das sciencias de Lisboa, p.417</ref>|source=}}
Baris 46 ⟶ 58:
Pada April 1509, armada berada di [[Kerajaan Cochin|Cochin]] dan Raja Muda, Dom Francisco de Almeida, memasukkan [[kerakah]] lain ke dalam armada untuk memperkuatnya. Keputusan itu tidak sepenuhnya tidak bersalah, karena di atas kapal melakukan perjalanan beberapa pendukung saingan politik Almeida, Afonso de Albuquerque. Di antara awaknya juga ada [[Ferdinand Magellan]].<ref name="Castanheda 1979">Fernão Lopes de Castanheda, 1552–1561 [https://books.google.com/books?id=ReXBngEACAAJ ''História do Descobrimento e Conquista da Índia pelos Portugueses''] edited by Manuel Lopes de Almeida, Porto, Lello & Irmão, 1979, book 2 ch. 106</ref>
Dalam perjalanannya ia diperlakukan dengan baik oleh raja-raja [[Pedir]] dan [[Pasai]] yang mengiriminya hadiah. Sequeira mendirikan salib di kedua tempat mengklaim penemuan dan kepemilikan. Dia membuang sauh di pelabuhan Malaka, di mana dia menakuti orang-orang dengan bunyi meriamnya yang seperti petir, sehingga setiap orang bergegas naik ke kapal mereka untuk berusaha mempertahankan diri dari tamu baru dan tidak diinginkan ini. Sebuah perahu datang dengan pesan dari kota, untuk menanyakan siapa mereka.{{sfn|Koek|1886|p=
Ekspedisi tersebut tiba di Malaka pada bulan September 1509 dan segera Sequeira berusaha menghubungi para saudagar Cina di pelabuhan. Mereka mengundangnya naik salah satu jung dagang mereka dan menerimanya dengan sangat baik untuk makan malam dan mengatur pertemuan dengan Sultan Mahmud. Sultan segera memberikan izin kepada Portugis untuk mendirikan ''feitoria'' dan menyediakan gedung kosong untuk tujuan itu. Waspada terhadap ancaman Portugis terhadap kepentingan mereka, namun komunitas pedagang kuat Muslim Gujarat dan Jawa meyakinkan Sultan Mahmud dan [[Bendahara]] untuk mengkhianati dan menangkap Portugis.<ref>João Paulo de Oliveira e Costa, Vítor Luís Gaspar Rodrigues (2012) [https://books.google.com/books?id=n2ziSAAACAAJ ''Campanhas de Afonso de Albuquerque: Conquista de Malaca, 1511'' pp. 25–26]</ref>
Baris 59 ⟶ 71:
Pada saat yang sama di Lisbon, Raja Manuel mengirimkan armada lain yang lebih kecil di bawah komando Diogo de Vasconcelos untuk berdagang langsung dengan Malaka, berdasarkan asumsi bahwa de Sequeira telah berhasil menjalin hubungan komersial dengan kota. Vasconcelos tiba di [[Pulau Anjediva|Pulau Angediva]] pada bulan Agustus 1510 di mana ia menemukan Gubernur Afonso de Albuquerque, mengistirahatkan pasukannya setelah gagal merebut Goa beberapa bulan sebelumnya, dan mengungkapkan niatnya untuk langsung berlayar ke Malaka. Sementara itu Albuquerque telah menerima pesan dari para tawanan di Malaka, yang ditulis oleh faktor Rui de Araújo, dan dikirim melalui utusan saudagar paling berkuasa di Malaka, seorang Hindu bernama Nina Chatu yang menjadi perantara bagi Portugis. Araújo merinci kekuatan militer Sultan, kepentingan strategis Malaka serta penawanan kejam mereka. Oleh karena itu, Albuquerque menyadari sepenuhnya bahwa bagi Vasconcelos untuk melanjutkan ke Malaka dengan kekuatan yang begitu kecil adalah bunuh diri, dan berhasil meyakinkannya untuk, dengan enggan, membantunya penaklukan Goa akhir tahun itu.<ref>João Paulo de Oliveira e Costa, Vítor Luís Gaspar Rodrigues (2012) [https://books.google.com/books?id=n2ziSAAACAAJ ''Campanhas de Afonso de Albuquerque: Conquista de Malaca, 1511'' pp. 30–36]</ref>
Dengan kuatnya Goa di tangan Portugis pada bulan Desember, Vasconcelos bersikeras bahwa dia diizinkan untuk melanjutkan ke Malaka, yang ditolak. Vasconcelos memberontak dan berusaha berlayar melawan perintah Gubernur, yang membuatnya dipenjarakan dan pilotnya digantung.<ref>João Paulo de Oliveira e Costa, Vítor Luís Gaspar Rodrigues (2012)[https://books.google.com/books?id=V25xPgAACAAJ ''Campanhas de Afonso de Albuquerque: Conquista de Goa (1510–1512)'']</ref> Albuquerque mengambil alih komando langsung ekspedisi dan pada bulan April berangkat dari Cochin bersama
Jumlah pasti pasukan Portugis berbeda-beda tergantung sumbernya. ''Cartas de Afonso de Albuquerque'' menyebutkan 700 orang Portugis dan 300 orang Malabar.<ref name="books.google.pt">[https://books.google.com/books?id=x_oFAAAAQAAJ] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20221227075231/https://books.google.com/books?hl=pt-PT&id=x_oFAAAAQAAJ|date=27 December 2022}}</ref> Giovanni da Empoli menyebutkan 1500 Portugis dan 800 sekutunya, termasuk pasukan Tiongkok dan India.{{sfn|Subrahmanyam|Parker|2008|p=24}} Sumber-sumber Melayu menyebutkan bahwa Portugis memiliki sedikitnya
===Penyeberangan Samudera Hindia===
Baris 67 ⟶ 79:
Selama perjalanan ke Asia Tenggara, armada kehilangan sebuah galai dan sebuah kerakah tua. Di Sumatra, armada menyelamatkan sembilan tahanan Portugis yang berhasil melarikan diri ke Kerajaan Pedir; mereka memberi tahu Albuquerque bahwa kota itu terbagi secara internal, dan sang Bendahara baru-baru ini dibunuh. Di sana mereka juga mencegat beberapa kapal dagang Kesultanan Gujarat, musuh Portugis.{{citation needed|date=August 2018}}
Melewati ''Pacem'' ([[Kesultanan Samudera Pasai]]) Portugis menemukan dua jung, satu dari Koromandel, yang ditangkap segera, dan yang lainnya dari Jawa yang beratnya sekitar 600 ton. Ini adalah [[Djong (kapal)#Zaman pelayaran Eropa|jung yang sangat besar]], bahkan lebih besar daripada kapal andalan mereka, [[Flor do Mar]]. Portugis memerintahkannya untuk berhenti tetapi ia segera menembaki armada Portugis, setelah itu Portugis dengan cepat membalasnya. Namun mereka menyadari bahwa ''[[bombard]]'' mereka sebagian besar tidak efektif: Bola meriam mereka memantul dari lambung jung. Namun, setelah dua hari ditembak meriam terus-menerus, jung tersebut berhasil dirobohkan tiangnya, deknya terbakar, 40 dari 300 awaknya tewas, dan kedua kemudinya hancur, yang memaksanya untuk menyerah. Begitu naik, Portugis menemukan pangeran Geinal (atau Zeinal), putra raja Pasai
===Persiapan Malaka===
<gallery mode="packed" widths="200" heights="200">
File:A Melaya Captain from Voyages and travels into Brazil and the East-Indies, 1640-1649.jpg|Seorang kapten Melayu dan pasukannya, 1640–1649.
File:Photo d'une panoplie d'armes malaises de la presqu'île de Malacca, par J. Claine, donateur en 1891.jpg|Senjata tradisional Melayu.
</gallery>
Pada saat itu, Kesultanan Malaka meliputi seluruh Semenanjung Malaya dan sebagian besar Sumatra bagian utara.<ref>{{cite journal |last=McRoberts |first=R. W. |title=An Examination of the Fall of Melaka in 1511 |journal=Journal of the Malaysian Branch of the Royal Asiatic Society |volume=57 |issue=1 [246] |year=1984 |pages=26–39 [
Meskipun memiliki banyak artileri dan senjata api, senjata itu sebagian besar dan terutama dibeli dari orang Jawa dan Gujarat, di mana orang Jawa dan Gujarat adalah operator senjatanya. Pada awal abad ke-16, sebelum kedatangan Portugis, orang Melayu kekurangan senjata api. ''[[Sejarah Melayu]]'', menyebutkan bahwa pada tahun 1509 mereka tidak mengerti "mengapa peluru membunuh", menunjukkan ketidakbiasaan mereka menggunakan senjata api dalam pertempuran, jika tidak dalam upacara.{{sfn|Charney|2012|p=3}} Sebagaimana dicatat ''Sejarah Melayu'':
Baris 78 ⟶ 94:
<blockquote>Setelah datang ke Melaka, maka bertemu, ditembaknya dengan meriam. Maka segala orang Melaka pun hairan, terkejut mendengar bunyi meriam itu. Katanya, "Bunyi apa ini, seperti guruh ini?". Maka meriam itu pun datanglah mengenai orang Melaka, ada yang putus lehernya, ada yang putus tangannya, ada yang panggal pahanya. Maka bertambahlah hairannya orang Melaka melihat fi'il bedil itu. Katanya: "Apa namanya senjata yang bulat itu maka dengan tajamnya maka ia membunuh?{{sfn|Kheng|1998|p=254-255}}{{sfn|Reid|1993|p=219}}</blockquote>
Buku ''Lendas da India'' karya Gaspar Correia dan ''Asia Portuguesa''
Wan Mohd Dasuki Wan Hasbullah menjelaskan beberapa fakta akan keadaan persenjataan bubuk mesiu di Melaka dan negara Melayu lainnya sebelum kedatangan bangsa Portugis:<ref>{{Cite book|last=Hasbullah|first=Wan Mohd Dasuki Wan|date=2020|title=Senjata Api Alam Melayu|publisher=Dewan Bahasa dan Pustaka|pages=}}</ref>{{rp|97-98}}
Penduduk semenanjung Melayu tidak menggunakan kapal besar. Dalam peperangan laut, orang Melayu menggunakan [[Lancaran (kapal)|lancaran]] dan [[Banting (perahu)|banting]], digerakkan oleh dayung dada (dayung pendek) dan 2 tiang layar, dengan 2 kemudi (satu di kedua sisi lambung kapal). Orang Melayu tidak terbiasa mengarungi samudra, mereka hanya melakukan pelayaran pesisir menyusuri pantai semenanjung Melayu.{{sfn|Mills|1930|p=36}} Industri pembuatan kapal besar tidak ada di Melaka; mereka hanya memproduksi kapal kecil, bukan kapal besar. Catatan Melayu dari berabad-abad kemudian menyebut penggunaan kapal [[Ghali (kapal)|ghali]], namun ini sebenarnya hanyalah kisah [[anakronisme]]: Kapal ghali muncul di Nusantara setelah diperkenalkan orang Portugis berdasarkan kapal ''galley'' [[Mediterania]].<ref name=":02">Halimi, Ahmad Jelani (2023, June 20). ''Mendam Berahi: Antara Realiti dan Mitos'' [Seminar presentation]. Kapal Mendam Berahi: Realiti atau Mitos?, Melaka International Trade Centre (MITC), Malacca, Malaysia. https://www.youtube.com/watch?v=Uq3OsSc56Kk</ref> Ghali pertama yang digunakan oleh armada setempat baru muncul pada akhir tahun 1530-an, dan baru pada tahun 1560-an penggunaan ghali semakin meluas, kebanyakan digunakan oleh orang Aceh, bukan Melayu.<ref name=":1">Manguin, Pierre-Yves (2012). Lancaran, Ghurab and Ghali: Mediterranean impact on war vessels in Early Modern Southeast Asia. In G. Wade & L. Tana (Eds.), ''Anthony Reid and the Study of the Southeast Asian Past'' (pp. 146–182). Singapore: ISEAS Publishing.</ref>{{Rp|164}}<ref name=":16">Manguin, Pierre-Yves (1993). 'The Vanishing Jong: Insular Southeast Asian Fleets in Trade and War (Fifteenth to Seventeenth Centuries)', in Anthony Reid (ed.), ''Southeast Asia in the Early Modern Era'' (Ithaca: Cornell University Press), 197–213.</ref>{{Rp|210-212}} Menurut Albuquerque, orang Melayu dari Melaka menggunakan lancaran (''lanchara'') dengan jumlah tidak disebutkan dan dua puluh [[penjajap]] (''pangajaoa'') untuk melawan Portugis.{{sfn|Albuquerque|1774|p=80–81}}{{sfn|Birch|1875|p=68}} Rui de Araújo melaporkan bahwa Sultan Malaka memiliki 150 perahu.{{sfn|Pintado|1993|p=131-133}}{{sfn|Wijaya|2022|p=376}}▼
# Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa [[bedil]], meriam, dan bubuk mesiu dibuat di negara-negara Melayu.
Jumlah sebenarnya prajurit Malaka tidak lebih dari 4000 orang, sisanya adalah budak yang ditugaskan untuk berperang. Senjata para prajurit adalah tombak. Busur dan sumpitan juga digunakan, dibuat secara lokal. Pedang ditemukan tetapi dibawa oleh orang Gore (orang Ryukyu). Sangat sedikit dari mereka yang memakai baju [[zirah]], bahkan perisai oval pun sangat sedikit, biasanya hanya digunakan oleh pejabat. Senjata para budak adalah pisau dan belati. Sebagian besar artileri mereka mirip seperti senapan (yakni berkaliber kecil).{{sfn|Pintado|1993|p=131-133}}{{sfn|Subrahmanyam|Parker|2008|p=24}}{{sfn|Wijaya|2022|p=376}} Meriam mereka memiliki jarak yang lebih pendek dibanding meriam Portugis, dan kurang dari 100 buah yang berhasil digunakan secara efektif pada pertempuran.{{sfn|Gibson-Hill|1953|p=146-147}} Seperti umumnya di Asia Tenggara, mereka tidak mempunyai tentara profesional. Yang disebut sebagai tentara sejatinya adalah rakyat jelata yang dikumpulkan ketika ingin berperang.<ref>Reid, Anthony (1982). ''Europe and Southeast Asia: The military balance''. Europe and Southeast Asia: the military balance. Occasional Paper (16). James Cook University. South East Asian Studies Committee.</ref>{{Rp|2}} Pengecualian untuk hal ini adalah [[Majapahit]], yang memiliki ''standing army'' ([[tentara permanen]]) yang digaji dengan emas.<ref name=":0222">{{Cite book|last=Miksic|first=John N.|last2=Goh|first2=Geok Yian|date=2017|title=Ancient Southeast Asia|location=London|publisher=Routledge}}</ref>{{Rp|467}}▼
# Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa bedil pernah digunakan oleh Kesultanan Melaka sebelum penjarahan Portugis, bahkan dari sumber-sumber Melayu sendiri.
# Berdasarkan laporan banyaknya meriam yang ditemukan dan ditangkap oleh Portugis, mereka masuk dalam kategori artileri kecil (meriam kecil), jenis inilah yang lebih banyak digunakan oleh orang Melayu.
▲Penduduk semenanjung Melayu tidak menggunakan kapal besar. Dalam peperangan laut, orang Melayu menggunakan [[Lancaran (kapal)|lancaran]] dan [[Banting (perahu)|banting]], digerakkan oleh dayung dada (dayung pendek) dan 2 tiang layar, dengan 2 kemudi (satu di kedua sisi lambung kapal). Orang Melayu tidak terbiasa mengarungi samudra, mereka hanya melakukan pelayaran pesisir menyusuri pantai semenanjung Melayu.{{sfn|Mills|1930|p=36}} Industri pembuatan kapal besar tidak ada di Melaka; mereka hanya memproduksi kapal kecil, bukan kapal besar. Catatan Melayu dari berabad-abad kemudian menyebut penggunaan kapal [[Ghali (kapal)|ghali]], namun ini sebenarnya hanyalah kisah [[anakronisme]]: Kapal ghali muncul di Nusantara setelah diperkenalkan orang Portugis berdasarkan kapal ''galley'' [[Mediterania]].<ref name=":02">Halimi, Ahmad Jelani (2023, June 20). ''Mendam Berahi: Antara Realiti dan Mitos'' [Seminar presentation]. Kapal Mendam Berahi: Realiti atau Mitos?, Melaka International Trade Centre (MITC), Malacca, Malaysia. https://www.youtube.com/watch?v=Uq3OsSc56Kk</ref> Ghali pertama yang digunakan oleh armada setempat baru muncul pada akhir tahun 1530-an, dan baru pada tahun 1560-an penggunaan ghali semakin meluas, kebanyakan digunakan oleh orang Aceh, bukan Melayu.<ref name=":1">Manguin, Pierre-Yves (2012). Lancaran, Ghurab and Ghali: Mediterranean impact on war vessels in Early Modern Southeast Asia. In G. Wade & L. Tana (Eds.), ''Anthony Reid and the Study of the Southeast Asian Past'' (pp. 146–182). Singapore: ISEAS Publishing.</ref>{{Rp|164}}<ref name=":16">Manguin, Pierre-Yves (1993). 'The Vanishing Jong: Insular Southeast Asian Fleets in Trade and War (Fifteenth to Seventeenth Centuries)', in Anthony Reid (ed.), ''Southeast Asia in the Early Modern Era'' (Ithaca: Cornell University Press), 197–213.</ref>{{Rp|210-212}} Menurut Albuquerque, orang Melayu dari Melaka menggunakan lancaran (''lanchara'') dengan jumlah tidak disebutkan dan dua puluh [[penjajap]] (''pangajaoa'') untuk melawan Portugis.{{sfn|Albuquerque|1774|p=80–81}}{{sfn|Birch|1875|p=68}} Rui de Araújo melaporkan bahwa Sultan Malaka memiliki 150 perahu.{{sfn|Pintado|1993|p=
▲Jumlah sebenarnya prajurit Malaka tidak lebih dari
[[File:The Port City of Malacca painted by unknown artist.jpg|thumb|Rekonstruksi pelabuhan Melaka, dari Museum Maritim Melaka.]]▼
Mencerminkan beberapa dekade kemudian tentang betapa buruknya nasib orang Melayu melawan Portugis di Malaka dan di tempat lain, kartografer [[Manuel Godinho de Erédia]] menyebutkan banyak kelemahan pasukan darat mereka. Diantaranya adalah kurangnya taktik dan formasi militer yang teratur, artileri yang relatif ringan, kurangnya baju pelindung, ketergantungan pada busur dan [[sumpitan]], dan per[[benteng]]<nowiki/>an yang tidak efektif.▼
{{multiple image
{{quote|Angkatan bersenjata Melayu tidak mengikuti taktik militer teratur Eropa: mereka hanya menggunakan serangan dan sergapan dalam formasi massal: Satu-satunya rencana mereka adalah membangun penyergapan di jalan sempit dan hutan dan semak belukar, dan kemudian melakukan serangan dengan pasukan bersenjata: Setiap kali mereka mempersiapkan diri untuk berperang, mereka membebaskan diri mereka sendiri dan biasanya menderita kerugian besar ... Senjata yang biasanya mereka gunakan dalam peperangan adalah pedang, perisai, tombak, busur dan anak panah, dan sumpitan dengan panah beracun. Pada hari ini, sebagai akibat dari pertemuan dengan kami, mereka menggunakan senapan dan meriam. Pedang, dengan bilah berukuran 5 jengkal (110 cm), disebut ''pedang'': seperti pedang Turki, pedang ini memiliki satu sisi. Belati, yang disebut ''[[Keris|cris]]'', adalah bilah berukuran panjang 2 jengkal (44 cm), dan terbuat dari baja bagus; itu mengandung racun yang mematikan; sarungnya dari kayu, gagangnya dari tanduk binatang atau dari batu langka... Busur mereka lebih besar dari busur Persia. Tombak yang disebut ''azagaya'' panjangnya 10 jengkal (2,2 m): tombak ini banyak digunakan dengan dilempar. Ada tombak lain, sepanjang 25 jengkal (5,5 m): selain sejumlah besar ''soligues'' (seligi) yang terbuat dari ''nyboes'' ([[nibung]]) dan digunakan dengan dilempar... Artileri mereka, biasanya, tidak berat; sebelumnya mereka menggunakan mortir dan meriam putar yang terbuat dari berbagai logam{{refn|Versi Portugis asli menyebutkan ''berços'' dan ''pedreyros'', ''berços'' merujuk pada [[meriam putar isian belakang]], sedangkan ''pedreyros'' merujuk pada meriam abad pertengahan atau mortir penembak ''piedra'' (batu)<ref>De Erédia, 1881: 21</ref>|group=Catatan}}... Mengenai penggunaan artileri di kalangan Melayu, kita tahu bahwa pada penaklukan Malaka pada tahun 1511, Afonso de Albuquerque menangkap banyak artileri kecil, ''[[Cetbang|esmeril]]'', ''[[Lela (meriam)|falconet]]'', dan ''saker'' berukuran sedang... Benteng-benteng dan perkubuan orang Melayu biasanya terdiri dari struktur tanah dan ditempatkan di antara papan tegak. Kami memang menemukan beberapa bangunan yang terbuat dari batu berbentuk yang disatukan tanpa [[lepa]] atau [[gegala]]... Dalam gaya sederhana ini dibangun benteng-benteng utama dan istana kerajaan... Biasanya, bagaimanapun, penduduk asli menggunakan benteng dan pagar dan [[palisade]] yang terbuat dari kayu besar, yang jumlahnya banyak di sepanjang Sungai Panagim di pantai yang sama... Selain benteng mereka, mereka menggali lubang yang dalam di depan pagar kayu; lubang-lubang ini berisi perangkap dan tongkat runcing yang diberi racun; mereka juga memanfaatkan lubang-lubang yang ditutupi ranting-ranting, dan perangkap-perangkap yang dipasang untuk menyergap, sehingga menimbulkan banyak luka... Jadi di masa lalu benteng mereka, selain hanya terbuat dari tanah, dibangun dalam bentuk yang sederhana, tanpa titik militer yang layak.|''Declaraçam de Malaca e India Meridional com o Cathay'' oleh Godinho de Erédia, 1613.<ref>Godinho de Erédia, "Description of Malacca", Journal Of The Malayan Branch Of The Royal Asiatic Society, 1930, Vol. 8; Reprint 14, RM55. [https://archive.org/stream/in.ernet.dli.2015.281670/2015.281670.Journal-Of_djvu.txt Archived text].</ref>{{sfn|De Erédia|1881|p=20-21}}|source=}}▼
| align = right
| direction = vertical
| total_width = 250
| image1 = The Port City of Malacca painted by unknown artist.jpg
▲
| image2 = Melaka during the reign of Sultan Alauddin Riayat Shah by Maembong Ayoh.jpg
| caption2 = Kesultanan Melaka pada masa pemerintahan Sultan Alauddin Riayat Shah (1477–1488) karya Maembong Ayoh
| header = Penggambaran modern Kesultanan Melaka
}}
Malaka adalah kota sungai khas Melayu: Ia tidak memiliki benteng atau tembok permanen, namun memiliki kubu kayu atau bambu yang didirikan sebagai pertahanan sementara untuk menempatkan meriam kecil dan besar. Kota lain yang sejenis adalah Johor, Brunei, dan Aceh.{{sfn|Subrahmanyam|Parker|2008|p=24}}{{sfn|Reid|1980|p=242}} Malaka hanya memiliki 500 rumah yang terbuat dari tanah, sebagian besar dari 10.000 rumah yang ada terbuat dari jerami atau bahkan lebih buruk lagi.{{sfn|Wijaya|2022|p=376}} Bangunan-bangunan dikelilingi oleh pohon kelapa dan pohon buah-buahan, sehingga menimbulkan persepsi bahwa kota Melayu sebenarnya bukanlah sebuah kota, melainkan kumpulan desa-desa. Hanya kompleks kerajaan yang biasanya dibentengi, kotanya sendiri tidak: Ia memiliki konsep “kota terbuka”, tidak ada tembok yang membatasi batas kota. Hampir seluruh bangunan dibangun dengan menggunakan material organik seperti kayu, anyaman, dan bambu yang dibelah, ditegakkan di atas tanah pada tiang-tiang setinggi 1–4 meter. Istana Malaka juga dibangun dengan gaya ini, dengan tiang kayu penyangga sebanyak 90 buah. Satu-satunya bangunan dengan bahan padat (batu atau bata) adalah fondasi dan dinding masjid Melaka, serta makam para penguasa dan orang suci. Seorang pengamat asing menjelaskan persepsi orang Melayu terhadap sebuah kota:{{sfn|Reid|2000|p=421}}
{{blockquote|... mereka sendiri juga memiliki pendapat ini sendiri, mengatakan bahwa kota mereka tidak dikelilingi tembok, seperti orang Lakedaímōn ([[Sparta]]) tubuh mereka akan berfungsi sebagai tembok dan benteng.|source=Pierre du Jarric, ''Histoire des choses plus memorable advenues tant ez Indes Orientales, que autres pais de la descouverte des Portugais'', Volume I: hal. 630{{sfn|Reid|2000|p=421, 427}}}}
▲Mencerminkan beberapa dekade kemudian tentang betapa buruknya nasib orang Melayu melawan Portugis di Malaka dan di tempat lain, kartografer [[Manuel Godinho de Erédia]] menyebutkan banyak kelemahan pasukan darat mereka. Diantaranya adalah kurangnya taktik dan formasi militer yang teratur, artileri yang relatif ringan, kurangnya baju pelindung, ketergantungan pada busur dan [[sumpitan]], dan per[[benteng]]<nowiki/>an yang tidak efektif.{{sfn|Mills|1930|p=31–33}}
▲{{quote|Angkatan bersenjata Melayu tidak mengikuti taktik militer teratur Eropa: mereka hanya menggunakan serangan dan sergapan dalam formasi massal: Satu-satunya rencana mereka adalah membangun penyergapan di jalan sempit dan hutan dan semak belukar, dan kemudian melakukan serangan dengan pasukan bersenjata: Setiap kali mereka mempersiapkan diri untuk berperang, mereka membebaskan diri mereka sendiri dan biasanya menderita kerugian besar
Karena orang Melaka baru diperkenalkan dengan senjata api baru-baru ini setelah tahun 1509, mereka belum mengadopsi praktik kota-kota Eropa dan India dalam membentengi pelabuhan mereka. Karena itu, mereka mengandalkan orang-orang Gujarat untuk membantu mereka membangun pertahanan semacam itu. Orang Gujarat menangani pekerjaan membangun benteng Melaka sepenuhnya. Seorang kapten Gujarat yang ingin berperang dengan Portugis menyediakan Melaka dengan kapal-kapal Gujarat dan menjanjikan bantuan 600 prajurit dan 20 ''bombard''. Pembela asing Melaka lainnya adalah orang Iran, yang merupakan pedagang penting di Samudra Hindia.{{sfn|Charney|2012|p=3}}
==Penaklukan==
Baris 97 ⟶ 130:
Pada 1 Juli, armada tiba di Malaka, menyelamatkan senjata mereka dan menunjukkan pengaturan pertempuran, yang menyebabkan keributan besar di pelabuhan. Albuquerque menyatakan bahwa tidak ada kapal yang boleh berlayar tanpa izinnya dan segera dia mencoba untuk menegosiasikan kembalinya tahanan yang tersisa yang masih terperangkap di Malaka dengan selamat. Karena Albuquerque menganggap tindakan Sultan sebagai pengkhianatan, dia menuntut agar para tahanan dikembalikan tanpa uang tebusan sebagai tanda itikad baik, tetapi Mahmud Shah menjawab dengan jawaban yang kabur dan mengelak dan bersikeras agar Albuquerque menandatangani perjanjian damai sebelumnya. Kenyataannya, Sultan berusaha mengulur waktu untuk membentengi kota dan memanggil kembali armada, yang laksamananya oleh Portugis diidentifikasi sebagai Lassemane (laksamana, secara harfiah, "laksamana").{{citation needed|date=August 2018}}
Albuquerque sementara itu terus menerima pesan dari tahanan Rui de Araújo, yang memberi tahu Albuquerque tentang kekuatan militer Sultan, melalui Nina Chatu. Sultan bisa mengumpulkan 20.000 orang, termasuk pemanah Turki dan Persia, ribuan artileri, dan 20 gajah perang, tetapi dia mencatat bahwa artilerinya kasar dan tidak memiliki cukup penembak. Albuquerque sendiri nantinya akan melaporkan kepada Raja bahwa hanya 4.000 orang dari mereka yang siap berperang.<ref>Cartas de Afonso de Albuquerque, Volume 1 p. 37</ref><ref>Fernão Lopes de Castanheda, 1552–1561 História do Descobrimento e Conquista da Índia pelos Portugueses edited by Manuel Lopes de Almeida, Porto, Lello & Irmão, 1979, book 3 ch. 52</ref>
Sultan di pihaknya tidak terlalu terintimidasi oleh kontingen kecil Portugis. Albuquerque kemudian menulis kepada Raja Manuel bahwa, yang membuatnya sangat khawatir, Sultan entah bagaimana berhasil memperkirakan dengan tepat jumlah tentara di armadanya dengan margin kesalahan "kurang dari tiga orang".<ref>Raymundo Antonio de Bulhão Pato, Henrique Lopes de Mendonça (1884) [https://books.google.com/books?hl=pt-PT&id=x_oFAAAAQAAJ ''Cartas de Afonso de Albuquerque, seguidas de documentos que a elucidam''] Academia das Ciências de Lisboa</ref> Karena itu, dia tetap berada di kota mengatur pertahanannya, "tidak menyadari bahaya besar yang dia hadapi".<ref>Brás de Albuquerque, 1557 [https://books.google.com/books?id=64xwQwAACAAJ ''Comentários do Grande Afonso de Albuquerque''], edited by António Baião, 1923, part III ch. XX</ref>
Setelah berminggu-minggu negosiasi macet, pada pertengahan Juli Portugis membombardir kota. Terkejut, Sultan segera membebaskan para tahanan dan Albuquerque kemudian mengambil kesempatan untuk menuntut lebih lanjut kompensasi berat: 300.000 ''cruzado'' dan otorisasi untuk membangun benteng di mana pun dia mau. Sultan menolak. Agaknya, Albuquerque sudah mengantisipasi tanggapan Sultan pada saat itu. Gubernur mengumpulkan Kaptennya dan mengungkapkan bahwa serangan akan terjadi keesokan paginya, 25 Juli, Hari Santiago
Selama negosiasi, Albuquerque dikunjungi oleh perwakilan dari beberapa komunitas pedagang, seperti Hindu, yang menyatakan dukungannya kepada Portugis. Orang Cina menawarkan bantuan dengan cara apa pun yang mereka bisa. Albuquerque meminta tidak lebih dari beberapa tongkang untuk membantu mendaratkan pasukan, dengan mengatakan bahwa dia tidak ingin orang Cina menderita pembalasan jika serangan itu gagal. Dia juga mengundang mereka ke galai untuk menyaksikan pertempuran dengan aman dari jauh, dan mengizinkan siapa pun yang ingin pergi untuk berlayar dari Malaka, yang meninggalkan kesan yang sangat baik kepada orang Cina tentang Portugis.<ref name="Castanheda 1979"/>
Baris 121 ⟶ 154:
[[File:Portuguese Malacca map.png|thumb|right|Peta Portugis kota Malaka (dengan set tembok baru yang dibangun pada tahun 1564).]]
Pada tanggal 8 Agustus, Gubernur mengadakan sebuah dewan dengan para kaptennya di mana ia menyerukan perlunya mengamankan kota untuk memutuskan aliran rempah-rempah menuju Kairo dan Mekah melalui Kalikut dan untuk mencegah masuknya Islam. Untuk penyerangan ini, Albuquerque mendaratkan seluruh pasukannya yang dibagi menjadi tiga kelompok, di sisi barat Malaka — Upeh — didukung oleh karavel kecil, galai, dan tongkang pendarat yang dipersenjatai sebagai kapal perang. Saat jung itu terlepas oleh air pasang di pagi hari, menarik tembakan para pembela saat berlayar menuju jembatan, pendaratan dimulai, sementara armada membombardir kota. Begitu mendarat, Portugis kembali dengan cepat mengatasi pertahanan Melayu dan merebut kembali jembatan, pada saat itu tanpa pembela. Di kedua sisi Portugis mendirikan barikade dengan tong penuh tanah, di mana mereka menempatkan artileri. Dari sisi timur satu skuadron melanjutkan untuk menyerang masjid, yang lagi-lagi menghancurkan para pembela setelah perjuangan yang berlarut-larut.
Dengan jembatan yang dibentengi dan diamankan dengan perbekalan yang cukup, Albuquerque memerintahkan beberapa skuadron dan beberapa ''fidalgo'' untuk berlari melalui jalan-jalan dan menetralisir penempatan senjata Melayu di atap, menebas siapa pun yang melawan mereka, dengan hilangnya banyak warga sipil.<ref name="ReferenceA"/>
Pada tanggal 24 Agustus, ketika perlawanan Sultan berkurang, Albuquerque memutuskan untuk mengambil kendali penuh atas kota, memerintahkan 400 orang dalam barisan 6 orang melalui jalan-jalan, dengan membunyikan drum dan terompet, menghilangkan kantong-kantong perlawanan yang tersisa. Menurut Correia, orang-orang Melayu sangat ketakutan dengan tombak berat Portugis "yang belum pernah mereka lihat sebelumnya".
Operasi pembersihan memakan waktu 8 hari. Tidak dapat melawan Portugis lebih jauh, Sultan mengumpulkan harta kerajaannya dan apa yang tersisa dari pasukannya dan akhirnya mundur ke hutan.<ref>João Paulo de Oliveira e Costa, Vítor Luís Gaspar Rodrigues (2012) [https://books.google.com/books?id=n2ziSAAACAAJ ''Campanhas de Afonso de Albuquerque: Conquista de Malaca, 1511''] p. 60</ref>
Baris 131 ⟶ 164:
===Penjarahan===
[[File:Madrid canons indiens.png|thumb|Sebuah meriam dari [[Hindia Timur]] (tepatnya [[Jawa]]), kira-kira tahun 1522.]]
Dengan keamanan kota, Albuquerque memerintahkan perampokan Malaka, dengan cara yang paling tertib. Selama tiga hari, dari pagi hingga malam, kelompok diberi waktu terbatas untuk berlari secara bergiliran ke kota dan kembali ke pantai dengan membawa apa pun yang bisa mereka bawa. Mereka dilarang keras menjarah harta milik orang Tionghoa, Hindu, dan Pegu, yang telah mendukung Portugis dan diberi bendera untuk menandai rumah tangga mereka. Populasi umum Malaka tidak terluka.<ref>Mansel Longworth Dames, 2016 [https://books.google.com/books?id=cAgkDwAAQBAJ ''The Book of Duarte Barbosa: An Account of the Countries Bordering on the Indian Ocean''], Volume II p.179, Routledge</ref> Penjarahan sangat besar: Lebih dari 200.000 ''cruzado'' dikembalikan ke kerajaan bersama dengan 3.000
Menurut Correia, tentara reguler masing-masing menerima lebih dari 4.000 ''cruzado'', Kapten menerima hingga 30.000;
== Kesudahan ==
Baris 139 ⟶ 172:
=== Benteng ===
[[Berkas:A_Famosa_floorplan.png|ka|jmpl|Denah lantai benteng asli yang dibangun pada tahun 1511.]]
[[Berkas:Manuel_Godinho_de_Erédia_-_Description_of_Malacca,_Meridional_India_and_Cathay_-_A_Famosa.png|ka|jmpl|"A Famosa" yang
Bertentangan dengan harapan Sultan Mahmud Shah, Albuquerque tidak ingin menjarah kota itu begitu saja, tetapi mempertahankannya secara permanen. Untuk itu dia memerintahkan pembangunan sebuah benteng di dekat garis pantai, yang kemudian dikenal sebagai [[A Famosa]], karena bentengnya yang sangat tinggi, tingginya lebih dari 18 meter. Batu dibawa oleh kapal karena tidak cukup di kota untuk penyelesaiannya. Itu memiliki garnisun 500 orang, 200 di antaranya didedikasikan untuk dinas di atas 10 kapal yang ditinggalkan sebagai armada benteng.<ref>João Paulo de Oliveira e Costa, Vítor Luís Gaspar Rodrigues (2012) [https://books.google.com/books?id=n2ziSAAACAAJ ''Campanhas de Afonso de Albuquerque: Conquista de Malaca, 1511''] p. 65-69</ref> Setelah penaklukan, Portugis menemukan ''sepulcher'' (makam gua batu) di bawah tanah, yang batunya digunakan untuk membangun benteng. Batu tambahan bersumber dari dinding dan pondasi masjid Malaka.{{sfn|Birch|1875|p=135-136}}{{sfn|Reid|1988|p=70}}
Baris 226 ⟶ 259:
<references group="Catatan" />
==
{{reflist}}
==
* {{
* {{citation |last=Birch|first=Walter de Gray|url=https://archive.org/details/commentariesgre02unkngoog/page/n7/mode/2up?q|title=The Commentaries of the Great Afonso Dalboquerque, Second Viceroy of India, translated from the Portuguese edition of 1774 Vol. III|publisher=The Hakluyt Society|year=1875|location=London|ref=harv}} {{PD-notice}}
* Bailey W. Diffie, George D. Winius, ''Foundations of the Portuguese Empire, 1415–1580'' (1977) {{ISBN|9780816608508}}▼
* {{citation |last=Charney |first=Michael |year=2012 |title=Iberians and Southeast Asians at War: the Violent First Encounter at Melaka in 1511 and After |journal=Waffen Wissen Wandel: Anpassung und Lernen in Transkulturellen Erstkonflikten |volume= |issue= |pages=1–18 |doi= |ref=harv}}
* {{citation |last=
* {{citation |last=
* {{citation |last=De Erédia |first=Manuel Godinho |title=Malacca L' Inde Orientale Et Le Cathay Volume 1 |year=1881 |publisher=M. Leon Janssen |location=Bruxelles |url=https://archive.org/details/malacca-l-inde-orientale-et-le-cathay/page/n5/mode/2up |ref=harv}} {{PD-notice}}
* {{citation |last=Gibson-Hill |first=C. A. |year=1953 |title=Notes on the old Cannon found in Malaya, and known to be of Dutch origin |journal=Journal of the Malayan Branch of the Royal Asiatic Society |volume=26 |issue= |pages=145–174 |doi= }}▼
▲* {{citation |last1=Diffie |first1=Bailey W.
* {{citation |last=Huan |first=Ma |title=Ying-Yai Sheng-Lan: 'The Overall Survey of the Ocean's Shores' (1433) Translated from the Chinese text edited by Feng C'heng-Chun with introduction, notes and appendices by J.V.G. Mills |year=1970 |publisher=Hakluyt Society |location=London |url= }}▼
* {{citation |last=Felner |first=Rodrigo José de Lima |url=https://archive.org/details/in.gov.ignca.14105/page/217/mode/2up |title=Lendas da India por Gaspar Correa Tomo II |publisher=Academia Real das Sciencias |year=1860 |location=Lisboa |pages= |language=Portuguese |ref=harv}} {{PD-notice}}
* {{citation |last=
▲* {{citation |last=Huan |first=Ma |title=Ying-Yai Sheng-Lan: 'The Overall Survey of the Ocean's Shores' (1433) Translated from the Chinese text edited by Feng C'heng-Chun with introduction, notes and appendices by J.V.G. Mills |year=1970 |publisher=Hakluyt Society |location=London |url= |ref=harv}}
* {{citation |last=Mills |first=J. V. |date=April 1930 |title=Eredia's Description of Malaca, Meridional India, and Cathay |journal=Journal of the Malayan Branch of the Royal Asiatic Society |volume=8 |issue= |pages=1–288 |url=https://archive.org/details/in.ernet.dli.2015.281670/mode/2up?q }} {{PD-notice}}▼
* {{citation |last=
▲* {{citation |last=
▲* {{citation |last=
* {{citation |last=Pintado |first=M.J. |title=Portuguese Documents on Malacca: 1509–1511 |year=1993 |publisher=National Archives of Malaysia |location= |url=https://books.google.co.id/books?redir_esc=y&id=r6suAQAAIAAJ |ref=harv}}
* {{citation |last=Reid |first=Anthony |date=September 1980 |title=The Structure of Cities in Southeast Asia, Fifteenth to Seventeenth Centuries
|journal=Journal of Southeast Asian Studies |volume=11 |issue=2 |pages=235–250 |doi=10.1017/S0022463400004446 |s2cid=154365629 |url= |ref=harv}}
* {{citation |last=Reid |first=Anthony |title=Southeast Asia in the Age of Commerce 1450-1680. Volume One: The Lands below the Winds |year=1988 |publisher=Yale University Press |location=New Haven and London |url= |ref=harv}}
* {{citation |last=Reid |first=Anthony |title=Southeast Asia in the Age of Commerce 1450-1680. Volume Two: Expansion and Crisis |year=1993 |publisher=Yale University Press |location=New Haven and London |url= |ref=harv}}
* {{citation |last=Reid |first=Anthony |year=2000 |chapter=Negeri: The Culture of Malay-speaking City-States of the Fifteenth and Sixteenth Centuries |publisher=The Royal Danish Academy of Sciences and Letter |editor-last1=Hansen |editor-first1=Mogens Herman |pages=417–429 |location=Copenhagen |title=A Comparative Study of Thirty City‑State Cultures |url=http://publ.royalacademy.dk/books/18/120 |ref=harv}}
* {{citation |last1=Subrahmanyam |first1=Sanjay |last2=Parker |first2=Geoffrey |date=2008 |title=Arms and the Asian: Revisiting European Firearms and their Place in Early Modern Asia |journal=Revista de Cultura |volume=26 |pages=12–42 |ref=harv}}
* {{
{{reflist|2}}
[[Kategori:Malaka Portugal]]
|