Perang Tondano: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Pengembalian manual Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
Icodense99 (bicara | kontrib) k Amstedam -> Amsterdam |
||
(10 revisi perantara oleh 4 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 35:
Beberapa tahun setelah perjanjian disahkan, Tondano melakukan peperangan kembali dengan Belanda pada tahun 1707 karena tipu daya yang muncul akibat ''Verdrag'' 10 September 1699 dikarenakan VOC tidak hanya membuat kehidupan masyarakat Minahasa menjadi lebih buruk, VOC juga memaksa mereka untuk tunduk pada Belanda.<ref>{{Cite web|last=Resty|first=Errisha|editor-last=Dewinta|editor-first=Elsa|title=Latar Belakang Terjadinya Perang Tondano: Sejarah Perlawanan Rakyat Minahasa Melawan Belanda|url=https://www.poskata.com/histori/latar-belakang-perang-tondano/|website=PosKata|language=id-ID|access-date=26 Januari 2022}}</ref> Pada peperangan ini, Tondano dibantu oleh Kakas dan Remboken, dan berlangsung hingga pada tahun 1711 yang menyebabkan banyak korban serta mengakibatkan hilangnya kepercayaan Belanda kepada para mayor yang memimpin di Minahasa.{{Sfn|Wuntu|2002|p=43}}
Setelah ketiga mayor dipecat dari jabatan ''Hukum Mayoor'', VOC mengulangi sistem pemilihan jabatan ini untuk kedua kalinya. Pemilihan ini dilakukan oleh Marten Lelievelt yang menjabat sebagai Gubernur Maluku dengan saran dari Residen Manado, yaitu Jan Smit di tahun 1739. Lelievelt memilih Tololiu Supit yang merupakan anak dari Pacat Supit dari istri Suanen bernama yang juga saat itu juga menjabat Kepala Balak Ares.<ref name=":0" /> Kali ini Belanda memilih Tololiu Supit pada tanggal 27 Agustus 1740 di Fort
Karena taktik pengangkatan jabatan ''Hukum Mayoor'' tidak berhasil, maka VOC melakukan perubahan taktik untuk meningkatkan perdagangan beras yang dilakukan selama ini. Mereka mulai memberikan fasilitas kepada kepala-kepala walak yang menjabat serta mendorong para kepala-kepala walak untuk menguasai wilayah-wilayah sengketa antar walak untuk memperbesar daerah produksi beras. VOC memanfaatkan kelemahan walak ini karena mereka tahu bahwa bagi para walak, luas wilayah kekuasaan berbanding lurus dengan kehormatan dan kebesaran kepala walak. Taktik ini berhasil menimbulkan beberapa konflik:{{Sfn|Supit|1991|p=17-18}}
Baris 49:
Karena konflik yang terus berlangsung, VOC berusaha mendamaikan salah satu konflik. Usaha perdamaian ini dilaporkan dari sebuah laporan oleh J.D. Schierstein pada tanggal 8 Oktober 1789 yang mendamaikan Bantik dan Tombulu (Tateli) yang dikenal dengan nama Perang Tateli<ref>{{Cite news|date=31 Agustus 2020|editor-last=Irham|editor-first=Muhammad|title=Asal Muasal Suku Minahasa di Sulawesi Utara|url=https://tribunmanadowiki.tribunnews.com/2020/08/31/asal-muasal-suku-minahasa-di-sulawesi-utara|work=[[Tribunnews|Tribunnews.com]]|language=id|access-date=29 Januari 2021|last=irham|first=muhammad}}</ref> serta kelompok Toulour dan kelompok Tonsawang.<ref>{{Cite news|date=5 Januari 2021|title=Tahukah Kamu Asal Kata Minahasa, Maknanya Sama Seperti Bhineka Tunggal Ika|url=https://travel.tempo.co/read/1420320/tahukah-kamu-asal-kata-minahasa-maknanya-sama-seperti-bhineka-tunggal-ika|work=[[Tempo.co]]|access-date=30 Januari 2021|editor-last=Kustiani|editor-first=Rini|language=id}}</ref> Pada perdamaian ini juga, nama Minahasa muncul pertama kali dari kata ''Min'hasa'' sebagai kata yang dipakai oleh [[Landraad]]. Karena keberhasilan Schierstein dalam meredakan konflik yang terjadi di Minahasa, dia pun melakukan musyawarah kembali pada tahun 28 Juli 1790 di Fort Amsterdam. Namun, usahanya digagalkan oleh Pangalila selaku kepala Walak Tondano serta Ukung Sumondak dan kepala walak lainnya karena mereka hanya menyetujui Verbond 10 Januari 1679 sebagai satu-satunya perjanjian yang disetujui. Berkat pemberontakan ini, Schierstein melancarkan rencana untuk menangkap Pangalila dan teman-temannya sehingga perjanjian pada tanggal 5 Agustus 1790 berhasil. Mereka berhasil ditangkap dan Pangalila meninggal di tahanan, sedangkan teman-temannya dibawa keluar daerah dengan kapal Belona.{{Sfn|Supit|1991|p=18}} Menurut Taulu dalam buku ''Sejarah Perlawanan Terhadap Imperialisme Kolonialisme Sulawesi Utara'', Pangalila ditangkap oleh Puluwang karena terlambat mengumpulkan beras ke Puluwang sebelum diserahkan kepada Kepala Balak Tonsea. Puluwang merupakan seorang perwakilan residen dalam mengumpulkan beras kepada VOC.<ref>{{Cite book|date=1981|url=http://repositori.kemdikbud.go.id/13022/|title=Sejarah perlawanan terhadap imperialisme dan kolonialisme di Sulawesi Utara|location=Jakarta|publisher=Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional|pages=83|language=id|url-status=live}}</ref>
=== Perang Tondano II (
Perang Tondano yang terjadi pada tahun 1808-1809 adalah perang yang melibatkan orang Minahasa di Sulawesi Utara dan pemerintah kolonial Belanda pada permulaan abad XIX. Perang pada permulaan abad XIX ini terjadi akibat dari implementasi politik pemerintah kolonial Hindia Belanda oleh para pejabatnya di Minahasa, terutama upaya mobilisasi pemuda untuk dilatih menjadi tentara.{{sfnp|Taufik Abdullah|A.B. Lapian|2012|pp=375}}
|