Kelenteng: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Pengetik-AM (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan aplikasi seluler Suntingan aplikasi Android |
-klenteng +kelenteng |
||
(17 revisi perantara oleh 9 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Bedakan|Wihara}}
{{Infobox Chinese
| title = Kelenteng
Baris 52 ⟶ 53:
}}
{{Kepercayaan tradisional Tionghoa}}
'''Kelenteng'''
Apa yang disebut kelenteng di Indonesia, di seluruh dunia bukanlah tempat ibadah umat Konghucu melainkan tempat ibadah 2 agama yang dari masa Tiongkok klasik hingga saat ini masih eksis di Tiongkok yaitu Agama Buddha dan Agama Tao. Hanya di kedua agama inilah terdapat kosmologi dewata yang khas, dan terdapat Gunung Suci untuk keduanya di Tiongkok. Terdapat 5 agama yang direkognisi di Tiongkok yaitu Buddha, Tao, Kristen, Katolik, dan Islam<ref>https://en.wiki-indonesia.club/wiki/Religion_in_China</ref>.
Kelenteng adalah istilah “''generic''” untuk tempat ibadah yang bernuansa arsitektur Tionghoa, dan sebutan ini hanya dikenal di pulau Jawa, tidak dikenal di wilayah lain di Indonesia, sebagai contoh di Sumatra mereka menyebutnya bio; di Sumatra Timur mereka menyebutnya ''am'' dan penduduk setempat kadang menyebut ''pekong'' atau ''bio''; di Kalimantan di orang Hakka menyebut kelenteng dengan istilah ''thai Pakkung'', ''pakkung miau'' atau ''shinmiau''. Tapi dengan waktu seiring, istilah ‘kelenteng’ menjadi umum dan mulai meluas penggunaannya.<ref>http://web.budaya-tionghoa.net/index.php/item/3743-menghayati-kelenteng-sebagai-ekspresi-masyarakat-tionghoa-bagian-kedua</ref>▼
▲Di beberapa daerah, kelenteng juga disebut dengan istilah '''tokong'''.<ref>[http://www.artikata.com/arti-354794-tokong.php Definisi 'tokong'] ''artikata.com'', Diakses pada 9 Maret 2011.</ref> Istilah ini diambil dari bunyi suara lonceng yang dibunyikan pada saat menyelenggarakan upacara. Kelenteng adalah istilah “''generic''” untuk tempat ibadah yang bernuansa arsitektur Tionghoa, dan sebutan ini hanya dikenal di pulau Jawa, tidak dikenal di wilayah lain di Indonesia, sebagai contoh di Sumatra mereka menyebutnya bio; di Sumatra Timur mereka menyebutnya ''am'' dan penduduk setempat kadang menyebut ''pekong'' atau ''bio''; di Kalimantan di orang Hakka menyebut kelenteng dengan istilah ''thai Pakkung'', ''pakkung miau'' atau ''shinmiau''. Tapi dengan waktu seiring, istilah ‘kelenteng’ menjadi umum dan mulai meluas penggunaannya.<ref>{{Cite web |url=http://web.budaya-tionghoa.net/index.php/item/3743-menghayati-kelenteng-sebagai-ekspresi-masyarakat-tionghoa-bagian-kedua |title=Salinan arsip |access-date=2022-03-12 |archive-date=2022-03-19 |archive-url=https://web.archive.org/web/20220319015300/https://web.budaya-tionghoa.net/index.php/item/3743-menghayati-kelenteng-sebagai-ekspresi-masyarakat-tionghoa-bagian-kedua |dead-url=yes }}</ref>
Kelenteng bagi masyarakat Tionghoa tidak hanya berarti sebagai tempat ibadah saja. Selain ''Gong-guan'' (Kongkuan), kelenteng mempunyai peran yang sangat besar dalam kehidupan komunitas Tionghoa dimasa lampau.<ref>Claudine Salmon & Denys Lombard (1985). "''Klenteng Klenteng Masyarakat Tionghoa di Jakarta''".</ref>
== Asal mula kata kelenteng ==
Buktinya adalah tempat-tempat ibadah paling tua di Nusantara, yang saat ini mencakup hampir seluruh Asia Tenggara, adalah diperuntukkan untuk menghormati Bodhisatwa Avalokitesvara (Sansekerta) yang diterjemahkan Kwan Se Im Pu Sa (Mandarin), dan Dewi Welas Asih (Indonesia).
Selain tempat memuja dewata atau bodhisatva yang dihormati, komunitas Tionghoa juga membangun tempat penghormatan pada leluhur atau 祠 "Ci" (rumah abu). Biasanya masing-masing marga membuat "Ci" untuk menghormati leluhurnya masing-masing, jadi ada rumah abu marga Liem, rumah abu marga Tan, dan sebagainya. Masing-masing marga juga umumnya menyembah atau menghormati dewa-dewi yang memiliki marga yang sama, atau dewata pelindung marganya.
Seiring perkembangan zaman dan ketersediaan lahan, rumah abu biasanya dipisah dari tempat penghormatan para dewa. Tapi masih terdapat juga rumah abu yang berada di dalam kelenteng maupun vihara dan bisa ditemukan di bagian samping atau belakang, atau ruang di lantai khusus pada tempat ibadah yang perkembangannya vertikal di kota-kota besar seperti Jakarta.
== Kategori kelenteng ==
[[Berkas:Yin Fong Temple.jpg|jmpl|
kelenteng adalah sebutan umum bagi tempat ibadat orang Tionghoa sehingga kelenteng sendiri terbagi atas beberapa kategori sesuai dewata utama yang disembah yakni yang berasal dari kosmologi dewata agama Buddha, kosmologi dewata agama Tao, dan kosmologi dari agama jelata (popular religion). Sedangkan agama Konghucu yang baru digagas sejak awal abad ke-20 atau sekitar tahun 1900an, tidak memiliki kosmologi dewata, bahkan Konghucu dan murid-muridnya disembah sebagai spirit atau arwah leluhur daripada sebagai dewa.<ref>https://education.nationalgeographic.org/resource/confucianism/</ref> Oleh karena itu di seluruh dunia, tempat ibadah yang di Indonesia disebut kelenteng ini tidak menempatkan patung Konghucu diantara altar para dewa dan bodhisatwa. Khusus di Indonesia, Tempat Ibadah Tri Dharma menyediakan ruang khusus untuk tempat kebaktian umat Konghucu yang terpisah dari tempat kebaktian umat Buddha dan Tao. Namun terdapat juga TITD dengan altar yang disatukan dimana patung Buddha ditempatkan di tengah, Lao Tzu (Pendiri Tao) di kiri, dan Konghucu di kanan. Umumnya praktik demikian adalah ciri dari umat Agama Buddha Tri Dharma yang tergabung dalam [[Tridharma|Majelis Agama Buddha Tri Dharma]] disingkat [[Tridharma|MAGABUTRI.]]
=== Tempat ibadah berdasarkan umat ===
* [[Konghucu]]
** ''Litang'' (禮堂) adalah nama tempat ibadah Agama Konghucu, bukan kelenteng sebagaiamana disalahpahami selama ini. Tempat ibadah pertama Konghucu di Indonesia baru berdiri pada 1906 yakni Boen Bio di Surabaya, sedangkan kelenteng-kelenteng bercorak Buddha sudah berdiri sejak 1600-an.
** ''Ci'' (祠) atau rumah abu memang banyak yang diubahsuaikan menjadi tempat ibadah Agama Konghucu (Litang). Biasanya rumah abu adalah salah satu bagian dari komplek wihara Buddhisme Tionghoa yang disebut kelenteng di Indonesia. Pasca 1906 di beberapa daerah dihibahkan ke umat Konghucu untuk dijadikan tempat ibadah.
** ''Miao'' (廟) (''Temple''/Kelenteng/''Bio''). Kongmiao 孔廟 dan Wenmiao 文廟. Pada masa feodalisme di Tiongkok, rakyat jelata di Tiongkok pada umumnya tidak bisa sembarangan membangun kelenteng Konghucu atau Kong Miao 孔廟, Hanya ada dua yang bisa dikategorikan sebagai ''miao'' dalam kepercayaan Konghucu, yaitu: ''wen miao'' dan ''wu miao.''
** Tempat ibadah Konghucu pertama di Hindia Belanda berdiri di Surabaya 1906, hal ini terkait dengan Reformasi 100 hari yang gagal di Tiongkok oleh Kang Youwei. Salah satu poin reformasi adalah menjadikan ajaran Konghucu menjadi agama dengan mengadopsi pola-pola agama samawi. Desain tempat ibadah Agama Konghucu yang disebut Litang pun mengadopsi tempat kebaktian umat Kristen, dengan kursi-kursi kayu, mimbar, dan altar Konfusius.
* [[Taoisme]]:
** Taoism, secara umum disebut gong guan 宮觀, awalnya tidak disebut gongguan tetapi dengan berbagai sebutan seperti jing 靖 ( berarti damai ), she 舍 ( gubuk), 廬 ( juga berarti gubuk tetapi dengan atap yang menutup penuh ), guan 館 ( rumah yang indah dan ada aktivitas sosial masyarakat, sekarang ini disebut gedung ). Istilah gong guan 宮觀 baru digunakan di zaman dinasti Tang. Secara umum memiliki dua pembagian besar, yaitu zisun miao 子孫廟yang dikelola oleh pribadi dan aturan yang tidak begitu ketat, satunya adalah conglin miao 叢林廟, memiliki aturan yang ketat dan memiliki organisasi pengurusan.
Baris 78 ⟶ 88:
** Dong 洞, artinya adalah gua. Biasanya adalah tempat para pertapa. Contohnya adalah Leizu dong, di gunung Wudang
** Dian 殿, artinya aula. Statusnya lebih rendah dari gong 宮. Contohnya Xuanjiang dian 玄江殿 Singapore.
** Kelenteng dengan dewa-dewa Taoisme menurut hasil penelitian Salmon dan Lombard, hadir belakangan di wilayah Hindia Belanda dan diberikan tempat di kelenteng-kelenteng dengan dewa-dewa dari kosmologi Agama Buddha Tionghoa yang sudah hadir terlebih dahulu. Sementara tempat ibadah Konghucu hadir paling akhir yakni setelah abad keduapuluh, dan juga diterima dengan terbuka oleh kelenteng-kelenteng Buddhis, dengan mengizinkan rumah abu (Ci) diubahsuai menjadi tempat ibadah Konghucu.<ref>{{Cite book|last=Salmon dan Lombard|first=Claudine dan Dennys|date=2011|title=Klenteng-klenteng dan Masyarakat Tionghoa di Jakarta|location=Jakarta|publisher=Yayasan Cipta Loka Caraka|isbn=979-97229-3-4|url-status=live}}</ref>
* [[Buddhisme]]:
** Agama Buddha ketika berkembang di Tiongkok menjelang abad pertama mengalami sinisisasi sehingga akhirnya diterima sepenuhnya oleh masyarakat Tiongkok yang menganggapnya sebagai agama Tiongkok. Di masa klasik tersebut, Agama Buddha dan agama jelata atau shenisme jika meminjam istilah Gondomono<ref>{{Cite book|last=Gondomono|first=author|date=1996|title=Membanting Tulang Menyembah Arwah: Kehidupan Kekotaan Masyarakat Cina|location=Jakarta|publisher=Universitas Indonesia|isbn=9789798184161, 9798184165|pages=14|url-status=live}}</ref> mengalami akulturasi sehingga menghasilkan bentuk baur yang khas Tiongkok. Sebagian besar bentuk baur ini masih bertahan dalam bentuk pemujaan dewata atau bodhisatva hingga dewata lokal di berbagai kelenteng, hingga bentuk Agama Buddha Tri Dharma yang dirintis Kwee Tek Hoay.<ref>{{Cite book|last=Sidhartha|first=Myra (Editor)|date=1989|title=100 Tahun Kwee Tek Hoay: dari Penjaja Tekstil sampai ke Pendekar Pena|location=Jakarta|publisher=Pustaka Sinar Harapan|isbn=979416047|url-status=live}}</ref>
** Secara umum disebut siyuan 寺院:
** Si 寺, pada umumnya disebut [[wihara]], contoh adalah TaJue si ( 大覺寺 ) atau yang dikenal dengan sebutan Taikak si di Semarang.
Baris 86 ⟶ 98:
* Kepercayaan rakyat, Pada umumnya mereka menggunakan istilah ''miao 廟'', tetapi dalam banyak tempat ibadah kepercayaan rakyat, kita bisa melihat penggunaan ''gong, ci, tang''. Sebenarnya pembangunan tempat ibadah pada zaman dahulu memiliki kaidah utama yaitu pengesahan dari kerajaan, tetapi terkadang aparat pemerintah tidak menjangkau hingga pedesaan, jadi tidak menjadi suatu permasalahan bagi rakyat pedesaan. Contoh kelenteng kepercayaan rakyat yang menggunakan istilah ''miao'' atau ''bio'' adalah Fude miao 福德廟 ''( hoktek bio ).''
* Istilah lain yang sering digunakan, antara lain adalah ''tang 堂''yang berarti aula, biasanya itu adalah kelenteng kecil bersifat pribadi. Yang lainnya adalah ''shentan''神壇 yang berarti aula dewata juga berukuran kecil, ''dian 殿'' ( aula yang luas ). Tang dan shentan kadang dimiliki oleh pribadi tetapi terbuka untuk umum, pada umumnya memiliki fungsi pelayanan sebagai pendoa. Kelenteng yang menggunakan istilah ''dian'' ini antara lain ''Bo an tian'' 保安殿 Pekalongan. Tang pada umumnya orang mengkaitkan dengan ''Fotang佛堂'' tetapi ini juga tidak selalu karena ada yang dari Taoisme menggunakan istilah ''tang'' ini. Sedangkan ''shentan'' pasti bernuansa Taoisme atau kepercayaan rakyat Tionghoa.
* Singa adalah simbol suci agama Buddha yang secara konsisten hadir di berbagai bentuk tempat ibadah dan tempat suci umat Buddha. Contohnya dapat disaksikan di berbagai candi Buddhis yang ada di seluruh dunia, selalu menampilkan sepasang singa di bagian depan, termasuk di kelenteng yang merupakan tempat ibadah umat Buddha Tionghoa.
* Teratai juga merupakan simbol suci agama Buddha yang menjadi ikonografi di berbagai tempat, baik dalam bentuk relief, singgasana para dewata maupun bodhisatva, serta untuk ragam hias lainnya.
=== Kelenteng berdasarkan fungsi ===
Baris 98 ⟶ 112:
== Kelenteng dan wihara pada Orde Baru ==
Pada masyarakat awam, banyak yang tidak mengetahui bahwa kelenteng dan [[wihara]] adalah tempat ibadah bagi umat Buddha, jauh sebelum hadirnya pengaruh Taoisme ke Nusantara, dan Konghucu sebagai agama yang merupakan fenomena baru setelah abad ke-20. Kelenteng adalah wihara berarsitektur Tiongkok, yang sudah menjadi tempat ibadah umat Buddha Tionghoa sejak masa kolonial di Hindia Belanda. Kwan Im Teng pertama didirikan di Batavia sekira 1650 di daerah Petak Sembilan, dan kelak paska kerusuhan 1740 diubah namanya menjadi Jin De Yuan, dan pada masa Orde Baru menjadi Wihara Dharma Bhakti. Tempat pemujaan Kwan Im tertua lainnya juga didirikan di Banten, Cirebon, dan Semarang.<ref>{{Cite book|last=Salmon dan Lombard|first=Claudine dan Dennys|date=2003|url=https://books.google.co.id/books/about/Klenteng_klenteng_dan_masyarakat_Tiongho.html?id=KrtwAAAAMAAJ&redir_esc=y|title=Klenteng-Klenteng dan Masyarakat Tionghoa di Jakarta|location=Jakarta|publisher=Yayasan Ciptaloka Caraka|isbn=9799722934|url-status=live}}</ref>
Pada masyarakat awam, banyak yang tidak mengetahui perbedaan dari kelenteng dan [[wihara]]. Kelenteng dan wihara pada dasarnya berbeda dalam [[arsitektur]], umat, dan fungsi. Kelenteng pada dasarnya beraritektur tradisional [[Tionghoa]] dan berfungsi sebagai tempat aktivitas sosial masyarakat selain berfungsi sebagai tempat spiritual. Namun, wihara juga ada yang berarsitektur tradisional Tionghoa seperti pada wihara Buddhis aliran [[Mahayana]] yang memang berasal dari Tiongkok. Contoh adalah kelenteng Taikak sie ( Da Jue si 大覺寺 ) Semarang yang termasuk tempat ibadah agama Buddha Mahayana. Hal ini perlu diketahui bahwa wihara dalam bahasa Mandarin adalah ''si'' 寺. Contoh wihara Shaolin 少林 atau yang dikenal dengan sebutan Shaolin si 少林寺.▼
▲
Setelah peristiwa [[Gerakan 30 September]] pada tahun [[1965]], dilakukan penyesuaian nama tempat ibadah yang semula menggunakan mandarin ke bahasa Sanskerta ataupun Pali. Hal ini dilakukan umat Buddha karena pemerintah orde baru menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat Cina.<ref>{{Cite web|title=Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1967|url=https://id.wikisource.org/wiki/Instruksi_Presiden_Republik_Indonesia_Nomor_14_Tahun_1967|website=wikisource|access-date=2023-04-11}}</ref> Sementara untuk tempat ibadah Konghucu, yang baru hadir pada 1906 di Surabaya dengan nama Boen Bio, maupun 1930 di Cirebon dengan nama Kong Tju Bio, tidak ada perubahan nama. Tempat pertama mengambilalih Kelenteng Dewa Kebudayaan dan Literatur (Boen Tjang Sioe) sedangkan yang kedua mengubah Rumah Abu Yi Ci. Rumah abu ini awalnya adalah bagian dari tempat ibadah umat Buddha di Cirebon yaitu Tio Kak Sie.
Setelah Orde Baru digantikan oleh [[Orde Reformasi]], penggunaan nama mandarin tidak lagi menjadi persoalan, sehingga umat lebih bebas menunjukkan apresiasi budayanya. Selain tempat ibadah berlatar Chinese Buddhism, sebagai kelenteng juga menamakan diri sebagai Tempat Ibadah [[Tridharma]] (TITD). Sam Kauw atau Tri Dharma sendiri sejak dikembangkan oleh Kwee Tek Hoay, akhirnya bergabung menjadi salah satu majelis kepanditaan agama Buddha, dengan nama Majelis Agama Buddha Tri Dharma Indonesia atau disingkat Magabutri. Organisasi inilah yang membina kelenteng-kelenteng dengan nama TITD di depan namanya.
== Lihat pula ==
* [[Daftar kelenteng di Jakarta]]
* [[Arsitektur Minnan]]
* [[Klenteng Sam Po Kong]]
* [[Kim Tek Ie]]
* [[Tridharma]]
* [[Wihara]]
*[[Joss house]], kelenteng Tionghoa di barat.
== Referensi ==
Baris 117 ⟶ 135:
{{Commonscat|Chinese temples in Indonesia}}
* {{id}} [http://www.tionghoa.info/klenteng/ Kelenteng di situs web Tionghoa.net]
{{Arsitektur Indonesia}}
{{Tionghoa Indonesia}}
[[Kategori:Budaya Tionghoa]]
[[Kategori:Kata serapan dari bahasa Tionghoa dalam bahasa Indonesia]]
[[Kategori:Tempat ibadah]]
|