Kaharingan: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Dikembalikan Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
→Basarah / Sembahyang / Ibadah: Perbaikan kesalahan pengetikan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
(23 revisi perantara oleh 9 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{rapikan}}
{{wikify}}
{{lihat pula|Hindu di Indonesia}}
{{Infobox religion
Baris 33 ⟶ 35:
| reunion =
| number_of_followers = ± 200.000 jiwa <ref>{{Cite news|date=19 Oktober 2021|title=Jumlah Penduduk Kalimantan Tengah Menurut Agama/Kepercayaan (Juni 2021)|url=https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/10/19/sebanyak-7413-penduduk-kalimantan-tengah-beragama-islam-pada-juni-2021/#:~:text=penduduk%20di%20provinsi%20tersebut%20yang%20beragama%20Hindu,menganut%20aliran%20kepercayaan.|work=Databoks katadata co.id|access-date=8 Januari 2023}}</ref> <ref>{{Cite news|date=21 November 2022|title=Tabel Jumlah Penduduk Menurut Agama di Kalimantan Barat Tahun 2022|url=https://dukcapil.kalbarprov.go.id/data/agama/#:~:text=Tabel%20Jumlah%20Penduduk%20Menurut%20Agama.|work=Dukcapil kalbarprov go.id|access-date=8 Januari 2023}}</ref> <ref>{{Cite news|date=21 November 2022|title=Table Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama dan Kepercayaan di Kalimantan Selatan Tahun 2021|url=https://data.kalselprov.go.id/dataset/data/1280/#:~:text=Table%20Jumlah%20Penduduk%20Berdasarkan%20Agama%20dan%20Kepercayaan.|work=Data kalsel prov go.id|access-date=8 Januari 2023}}</ref>
|recognition = {{plainlist|• Diakui pada 1980, sebagai bagian dari agama [[Hindu]].<br>
• Diakui pada 2017, sebagai Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa.<ref>{{Cite news|date=10 April 2018|title=Penghayat Kepercayaan: Setelah Putusan MK dan Kolom KTP|url=https://www.voaindonesia.com/amp/penghayat-kepercayaan-setelah-putusan-mk-dan-kolom-ktp/4340417.html#:~:text=Penghayat%20kepercayaan%20kepada%20Tuhan%20Yang%20Maha%20Esa,%20akan%20menerima%20Kartu%20Tanda%20Penduduk%20yang%20mencantumkan%20kolom%20kepercayaan.|work=voaindonesia.com|access-date=25 Juli 2023}}</ref>}}
| ministers_type =
| ministers =
Baris 52 ⟶ 56:
{{ethnic group
|group=Kaharingan
|popplace= '''Kalimantan Tengah :'''<br>{{hlist|[[Kabupaten Katingan]]|[[Kabupaten Kapuas]]|[[Gunung Mas]]|[[Murung Raya]]|[[Kotawaringin Timur]]|[[Kota Palangkaraya]]|[[Kabupaten Lamandau]]|[[Kabupaten Barito Utara]]}}<br>'''Kalimantan Selatan :'''<br>{{hlist|[[Kabupaten Hulu Sungai Tengah]]|[[Kabupaten Balangan]]|[[Kabupaten Tanah Bumbu]]|[[Kabupaten Kotabaru]]|[[Kabupaten Tabalong]]}}<br>'''Kalimantan Barat :'''<br>{{hlist|[[Kabupaten Sanggau
|related= {{hlist|[[Suku Dayak Ngaju]]|[[Suku Dayak Meratus]]|[[Suku Dayak Katingan]]|[[Suku Dayak Ot Danum]]|[[Suku Dayak Siang Murung]]|[[Lawangan]]|[[Suku Dayak Maanyan]]}}
}}
{{Aliran kepercayaan di Indonesia}}
'''Kaharingan''' adalah agama asli [[suku Dayak]] di [[Kalimantan|Pulau Kalimantan]]. Agama Kaharingan sudah ada sejak lama di Kalimantan bahkan sebelum agama-agama lainnya memasuki Kalimantan. Kaharingan
Kaharingan artinya tumbuh atau hidup, seperti dalam istilah ''danum kaharingan'' (air kehidupan).<ref name=":0">[http://books.google.co.id/books?id=rTiifZ-SlaEC&lpg=PA139&dq=kaharingan&pg=PA139#v=onepage&q=kaharingan&f=true {{id}} Fridolin Ukur, Tuaiannya sungguh banyak: sejarah Gereja Kalimantan Evanggelis sejak tahun 1835, BPK Gunung Mulia, 2000 ISBN 979-9290-58-9, 9789799290588]</ref> Penganut Kaharingan percaya terhadap [[Tuhan Yang Maha Esa]] atau Pencipta Alam Semesta yang mempunyai sebutan berbeda-beda di tiap daerah ('''''Ranying Hatalla Langit / Suwara / Yustu Ha Latalla'''''), dianut secara turun temurun dan dihayati oleh para penganutnya di Kalimantan. Ucapan salam dalam agama Kaharingan adalah "''Tabe Salamat Lingu Nalatai, Salam Sahujud Karendem Malempang''" yang berasal dari bahasa Sangiang dan memiliki arti "''Selamat bertemu, semoga dalam keadaan bahagia''".<ref>{{Cite book|last=Abubakar, Ngalimun, Fimier Liadi, Latifah|date=1 Oktober 2020|url=https://archive.org/details/bahasa-sebagai-nilai-perekat-dalam-simbol-budaya-lokal/mode/1up?view=theater|title=Bahasa Sebagai Nilai Perekat Dalam Simbol Budaya Lokal Tokoh Agama|location=Kota Palangkaraya|publisher=IAIN Palangkaraya|isbn=|pages=167|url-status=live}}</ref> Namun kini ucapan salam tersebut disalah-artikan sebagai ucapan salam adat suku Dayak.
Agama Kaharingan mempunyai simbol tersendiri yang disebut [[Batang Garing]], yang berarti ''pohon kehidupan'' dalam bahasa Sangiang. Simbol Batang Garing ini sudah tidak asing bagi masyarakat Dayak karena sering dijumpai pada banyak bangunan di Kalimantan bahkan menjadi motif pakaian [[Batik|batik]] suku Dayak. Akibat pemerintah [[Indonesia]] yang mewajibkan penduduk dan warganegara untuk menganut salah satu [[agama]] resmi yang diakui oleh pemerintah Republik Indonesia, maka sejak 20 April 1980 agama Kaharingan akhirnya dikategorikan sebagai salah satu cabang dari agama Hindu (sebutannya menjadi Hindu Kaharingan).<ref name="Masihkah Indonesia2">{{id}}{{cite book|last=Susanto|first=A. Budi|year=2007|url=http://books.google.com/books?id=QyXg_GDYCdMC&lpg=PA224&dq=kahayan&hl=id&pg=PA244#v=onepage&q=kahayan&f=false|title=Masihkah Indonesia|publisher=Kanisius|isbn=9792116575}}{{Pranala mati|date=Juni 2023 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}ISBN 978-979-21-1657-1</ref> Sehingga dalam pembuatan [[KTP]], para penganut Kaharingan mencantumkan [[Hindu]] pada kolom agamanya. Seperti halnya agama [[Tolotang]] pada [[suku Bugis]] yang memiliki persamaan dengan Hindu dalam melaksanakan ritual pengorbanan hewan suci yang dalam agama Hindu disebut ''[[Yadnya]]'', yang kemudian diresmikan menjadi Hindu Tolotang.<ref>[{{Cite web|title={{id}} A. Budi Susanto, Masihkah Indonesia, Kanisius, 2007 ISBN 979-21-1657-5, 9789792116571|url=http://books.google.co.id/books?id=QyXg_GDYCdMC&lpg=PA244&dq=kaharingan&pg=PA244#v=onepage&q=kaharingan&f=true|archive-url=https://web.archive.org/web/20140219181626/http://books.google.co.id/books?id=QyXg_GDYCdMC&lpg=PA244&dq=kaharingan&pg=PA244#v=onepage&q=kaharingan&f=true|archive-date=2014-02-19|dead-url=yes|access-date=2010-07-31}} {{id}} A. Budi Susanto, Masihkah Indonesia, Kanisius, 2007 ISBN 979-21-1657-5, 9789792116571]</ref>
Dahulu umat Kaharingan menjadi target para Misionaris dalam menyebarkan agama [[Kristen Protestan]] dan [[Katolik]] secara besar-besaran.<ref>{{Cite web|last=Manjau|first=Arga|title=Bagaimana sejarah mayoritas suku Dayak menganut agama Kristen?|url=https://archive.org/details/20230306_20230306_1511/page/n1/mode/1up?view=theater|website=archive.org (Quora)|access-date=6 Maret 2023}}</ref> Dalam sejarahnya, Gereja Katolik muncul di tanah Borneo pada akhir abad ke-19. Sejarah ini dimulai dengan pembukaan sekolah misi di antara orang Dayak yang pada saat itu masih hidup komunal di dalam hutan tropis Pulau Kalimantan. Pada tahun 1835 penyebaran agama Kristen (Protestan) sudah masuk ke daerah Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah. Upaya misionaris tersebut berhasil menjadikan sebagian rumpun suku Dayak sebagai mayoritas beragama Kristen, walau tidak secara menyeluruh dengan sebagian masih menganut kepercayaan lokal. Kegiatan pengkabaran injil masih berlaku sampai saat ini, terlebih dipedalaman Kalimantan. Ada beberapa golongan [[suku Dayak]] non-Kaharingan yang masih melakukan sebagian ritual kecil dalam agama Kaharingan sebagai tradisi adat, seperti ritual [[Nahunan]] dan ritual [[Hinting Pali]]. Dalam prosesinya, mereka akan mengundang pemuka agama Kaharingan yang mereka anggap sebagai pemuka adat Dayak untuk memimpin ritual tersebut.<ref>{{Citation|title=PROSES PEMAKAMAN ADAT ( DEMANG AJONG ) SUKU DAYAK TOMUN KALTENG|url=https://www.youtube.com/watch?v=IjR4BdprOF4|accessdate=2023-03-06|language=id-ID}}</ref>
Meskipun begitu, masyarakat suku Dayak yang beragama [[Agama Samawi|samawi]] tidak bisa melaksanakan ritual-ritual besar dalam agama Kaharingan seperti ritual [[Tiwah]], Wara, Ayah'an, Ijame, dan Dallok karena ritual-ritual tersebut merupakan ritual keagamaan Kaharingan. Tidak bisa dipungkiri bahwa hampir seluruh hal yang disebut sebagai adat budaya suku Dayak bersumber dari unsur ajaran agama Kaharingan. Seringkali ritual keagamaan Kaharingan disalahgunakan sebagai simbol tradisi adat kesukuan Dayak, tanpa mengetahui makna dari ritual yang dilakukan oleh para penganut Kaharingan.<ref>{{Cite web|last=Supriadi|first=Hairil|date=2022-06-11|title=Hinting Pali Tidak Bisa Dipasang Sembarangan|url=https://www.kaltengtimes.co.id/berita-13405/hinting-pali-tidak-bisa-dipasang-sembarangan|website=KALTENGTIMES|language=id|access-date=2023-03-31}}</ref>
[[Berkas:Sandung Ngabe Anom Soekah.jpg|jmpl|250px|[[Sandung]] adalah tempat peletakan tulang manusia setelah dilakukan upacara [[Tiwah]] (upacara kematian dalam '''agama [[Kaharingan]]).]]
[[Berkas:SANDUNG SOEKAH.jpg|jmpl|250px|[[Sandung Ngabe Soekah|Sandung]] milik [[Ngabe Anom Soekah|Ngabe Sukah]] sudah dilindungi oleh pemerintah, dan dimasukan ke cagar budaya.]]
Gelar '''Pangkalima''' adalah gelar tertinggi bagi pemuka agama Kaharingan yang memiliki kekuatan spiritual tinggi, dan
==Pengakuan Agama Kaharingan==
Agama Kaharingan diperkenalkan kepada publik oleh [[Tjilik Riwut]] pada tahun 1944, saat ia menjabat Residen [[Sampit]] yang berkedudukan di [[Banjarmasin]].<ref>{{Cite journal|last=Sanjaya Usop|first=Linggua|title=Pergulatan Eliti Lokal Kaharingan dan Hindu Kaharingan Representasi Relasi Kuasa dan Identitas|url=https://archive.org/details/adminjpsart12-1/mode/1up|journal=Internet Archieve}}</ref> Pada tahun 1945, pemerintah pendudukan Jepang mengajukan Kaharingan sebagai nama agama Dayak. Bahkan agama Kaharingan mendapat penghargaan dan kedudukan yang terhormat, Jepang juga mengaitkan agama Kaharingan dengan agama [[Shinto]] (agama asli [[Jepang]]) untuk mencari dukungan rakyat Kalimantan untuk [[Perang Dunia II]].<ref name="Radio 2014 u166">{{cite news | last=Eko | first=Antonius | title=Agama Kaharingan: Penciptaan Alam, Tuhan dan Suku Dayak | work=Kantor Berita Radio | date=2014-02-25 | url=https://kbr.id/02-2014/agama_kaharingan__penciptaan_alam__tuhan_dan_suku_dayak/60612.html | access-date=2023-06-28}}</ref>
Pasca tragedi [[G30SPKI]] pada tahun 1965, para penghayat agama lokal sering
Mengikuti jejak penganut agama Tolotang dan agama lokal lainnya yang memilih bergabung dengan Hindu, akhirnya para penganut Kaharingan pun memilih untuk mengintegrasikan agama Kaharingan dengan Hindu pada 20 April 1980 supaya umat Kaharingan bisa memperoleh hak hidup dan hak
[[Berkas:Balai Basarah Induk Intan Kaharingan Muara Teweh.JPG|jmpl|300px|''Balai Basarah'' Induk Intan, salah satu tempat ibadah umat Kaharingan di [[Muara Teweh]], [[Kalimantan Tengah]], [[Indonesia]].]]
Kitab suci agama Kaharingan adalah ''[[Panaturan]]'', adapun buku-buku keagamaan Kaharingan lainnya seperti ''Kidung [[Kandayu]]'', ''Talatah Basarah''(Kumpulan Doa), ''Tawur''(petunjuk tatacara meminta pertolongan Tuhan dengan upacara menabur beras), dan sebagainya. Penganut Kaharingan di [[Kalimantan Tengah]] mempunyai tempat ibadah yang dinamakan ''[[Balai Basarah]]'' atau ''Balai Kaharingan''. Perguruan tinggi yang menyediakan pelajaran tentang agama Kaharingan adalah [[IAHN Tampung Penyang]] yang terletak di kota [[Palangka Raya]]. Umat Kaharingan di [[Kalimantan Tengah]] setiap tahunnya akan menggelar suatu festival keagamaan yang disebut [[Festival Tandak Intan Kaharingan]] yang mana kegiatannya mencakup beberapa perlombaan keagamaan Kaharingan seperti lomba melantunkan [[Karungut]], lomba membaca kitab suci [[Panaturan]], lomba melantunkan kidung [[Kandayu]], lomba tari tradisional Dayak, dan masih banyak lagi. Penutup kepala atau topi tradisional umat beragama Kaharingan saat melaksanakan ritual keagamaan di Kalimantan Tengah disebut [[Lawung]], yang kini dikira sebagai topi adat Suku Dayak oleh banyak orang awam. [[Suku Dayak Ngaju]] pada zaman dulu pernah mendirikan kerajaan dengan corak agama Kaharingan yang bernama [[Kerajaan Tanjung Pematang Sawang]] dengan dipimpin oleh seorang ratu yang terkenal bernama [[Nyai Undang]]. Dan kini sisa peninggalan kerajaan tersebut masih bisa dijumpai pada beberapa daerah di [[Kabupaten Kapuas]] dan [[Kabupaten Gunung Mas]], seperti situs "''Kuta Bataguh''" (benteng Bataguh) yang berada di Kabupaten Kapuas, dan situs [[Pasah patahu|Pasah Patahu]] "''[[Tambun Bungai]]''" serta [[Sandung]] milik "''Tamanggung Sempung''"(ayah Nyai Undang) yang berada di Kabupaten Gunung Mas.
Penganut Kaharingan di [[Kalimantan Selatan]], khususnya [[Suku Dayak Meratus]], [[Suku Dayak Deah]], [[Suku Dayak Halong]], dan [[Suku Dayak Pitap]] juga mempunyai tempat ibadah yang disebut ''[[Balai Adat Agama Kaharingan]]''. Beberapa upacara keagamaan Kaharingan yang sering dilakukan di Kalimantan Selatan meliputi :<br>{{•}}[[Aruh Adat]]<br>{{•}}[[Aruh Baharin]]<br>{{•}}[[Aruh Bawanang]]<br>{{•}}[[Aruh Buntang]], dan masih banyak lagi.<br>Upacara Aruh tersebut bertujuan untuk mengungkapkan rasa terima kasih kepada Yang Maha Kuasa atas penganugerahan hasil panen padi yang melimpah, dan sekaligus penghormatan terhadap arwah para leluhur yang diyakini senantiasa melindungi mereka dari malapetaka. [[Suku Dayak Maanyan]] pada zaman dulu juga pernah mendirikan kerajaan dengan corak agama Kaharingan yang bernama [[Kerajaan Nan Sarunai|Nan Sarunai]] yang terletak di [[Kalimantan Selatan]].
Suku Dayak di [[Kalimantan Timur]] dan [[Kalimantan Utara]] sudah banyak menganut [[Islam]] dan [[Kristen]], dan tersisa sebagian kecil masyarakat [[Suku Kutai]] di Kalimantan Timur yang masih menganut Kaharingan.
Ada sebagian penganut Kaharingan yang masih memperjuangkan hak, yaitu menuntut pemerintah Indonesia khususnya [[Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia|Mahkamah Konstitusi]] supaya mengakui agama Kaharingan sebagai agama resmi di Indonesia. Upaya ini dilakukan karena ada beberapa kelompok suku Dayak
Ketika membuat E-KTP, banyak masyarakat [[Dayak Meratus]] penganut agama Kaharingan yang memilih mengosongkan kolom agamanya, namun sebagian lainnya memilih mencantumkan [[Hindu]]. Sejak adanya keputusan Mahkamah Konstitusi pada tahun 2017 yang memperbolehkan penganut agama leluhur untuk mencantumkan agama nya pada KTP, kini sudah ada beberapa masyarakat Dayak Meratus yang memilih agama Kaharingan ke dalam kolom agama,
Organisasi keagamaan Hindu Kaharingan adalah [[Majelis Besar Agama Hindu Kaharingan]] (MBAHK) yang pusatnya di [[Kota Palangka Raya]], [[Kalimantan Tengah]]. Dan sebagian penganut Kaharingan yang menentang integrasi dengan agama Hindu dan berpaham Kaharingan sebagai agama mandiri akhirnya mendirikan [[Majelis Agama Kaharingan Indonesia]] (MAKI) di Kalimantan Tengah<ref>{{cite book|surname=Popov|given=Igor (Dr. Igor Popov, LLM) |year=2017 |chapter=Agama-agama asli |chapter-url=https://indonesiafaiths.blogspot.com/p/agama-asli.html |title=Buku rujukan semua aliran dan perkumpulan agama di Indonesia |pages=96–104 |url=http://indonesiafaiths.blogspot.com/p/book-index.html |place=[[Singaraja (kota)|Singaraja]] |publisher=Toko Buku Indra Jaya}}</ref><ref>{{Cite web |url=http://www.aman.or.id/2018/10/majelis-agama-kaharingan-indonesia-mendatangi-komnas-ham-komnas-perempuan/ |title=Salinan arsip |access-date=2020-04-24 |archive-date=2020-05-07 |archive-url=https://web.archive.org/web/20200507165012/http://www.aman.or.id/2018/10/majelis-agama-kaharingan-indonesia-mendatangi-komnas-ham-komnas-perempuan/ |dead-url=yes }}</ref><ref>http://www.aman.or.id/2018/10/majelis-agama-kaharingan-indonesia-mendesak-pemerintah-indonesia-agar-mengakui-kaharingan-menjadi-agama/{{Pranala mati|date=Desember 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref><ref>https://ombudsman.go.id/artikel/r/artikel--anggota-ombudsman-lakukan-pertemuan-dengan-sekda-kalteng-bahas-permohonan-pengurus-maki-agar-kaharingan-menjadi-agama-resmi-di-indonesia</ref><ref>https://majalah.tempo.co/read/agama/144726/kaharingan-menuntut-status?</ref> serta [[Majelis Umat Kepercayaan Kaharingan]] (MUKK) di [[Kalimantan Selatan]].<ref>{{Cite web |url=https://metro7.co.id/agama-kaharingan-diakui-mukk-kotabaru-kumpulkan-kepala-adat/ |title=Salinan arsip |access-date=2020-04-24 |archive-date=2021-02-27 |archive-url=https://web.archive.org/web/20210227064115/https://metro7.co.id/agama-kaharingan-diakui-mukk-kotabaru-kumpulkan-kepala-adat/ |dead-url=yes }}</ref><ref>https://kalsel.prokal.co/read/news/21860-6-ribu-penganut-kepercayaan-kaharingan-mohon-perubahan-kolom-agama.html</ref><ref>https://banjarmasin.tribunnews.com/2019/01/24/kepercayaan-kaharingan-di-kotabaru-diakui-kemendikbud-ri-ktp-tak-kosong-lagi</ref>
== Kerajaan Kaharingan di Kalimantan pada masa lampau ==
=== [[Kerajaan Tanjung Pematang Sawang]]===
Kerajaan ini diperkirakan sudah ada pada abad ke-8 sampai abad ke-14 Masehi dengan ratu yang terkenal akan kecantikannya yaitu Ratu [[Nyai Undang]], didampingi oleh dua rekannya yang juga terkenal yaitu Pangeran Tamanggung Tambun yang merupakan anak dari Tamanggung Sarupoi (Raja Kerajaan [[Suku Ot Danum]]), serta Pangeran Tamanggung Bungai yang merupakan adik kandung Nyai Undang. Tambun dan Bungai mendapat gelar dari Nyai Undang Raja di Pematang Sawang yaitu gelar “''Tamanggung Tambun Terjun Ringkin Duhung''” dan “''Tamanggung Bungai Andin Sindai''” karena keberanian mereka berdua dalam berperang mempertahankan kerajaan. Kini nama Tambun dan Bungai diabadikan sebagai julukan bagi Provinsi Kalimantan Tengah, julukannya yaitu '''"''Bumi Tambun Bungai''"'''.
[[Berkas:Majapahit_Empire_id.svg|jmpl|260px|Peta wilayah kekuasaan Majapahit berdasarkan Nagarakertagama divalidkan oleh Warisan Nyanyian Wadian setempat
Kerajaan Nan Sarunai adalah pemerintahan
== Organisasi ==
Baris 131 ⟶ 137:
== Peribadahan ==
==='''Basarah / Sembahyang / Ibadah'''===
Istilah persembahyangan dalam agama Kaharingan yang sering terdengar di kalangan suku Dayak adalah '''
* '''Basarah umum''', yaitu ibadah wajib bagi umat Kaharingan yang diadakan rutin setiap hari
* '''Basarah keluarga''', biasanya dilakukan oleh sebuah keluarga, pelaksaannya bisa di rumah maupun tempat tertentu yang disesuaikan dengan keadaan yang terjadi, misalnya basarah kawin adat (pernikahan), basarah syukuran, basarah Bayar Hajat, basarah di tempat orang yang meninggal, dan sebagainya. Pelaksanaan Basarah keluarga mempunyai syarat yang sama dengan Basarah umum.
* '''Basarah
Dalam melaksanakan Basarah umum dan Basarah keluarga, sarana persembahyangan yang
# Behas, yaitu beras yang dipakai untuk mengisi Sangku Tambak secukupnya.
# Sipa / Giling Pinang, yaitu gulungan daun sirih yang diolesi kapur dan diisi pinang, diletakan ke dalam Sangku Tambak
# Bulau Pungkal Raja / Duit Singah Sangku, yaitu uang persembahan yang diletakan ke dalam Sangku Tambak secara sukarela oleh umat yang beribadah
# Undus Tanak, yaitu minyak kelapa yang dimuat dalam wadah kecil, juga diletakan ke dalam Sangku Tambak
# Kambang sukup macam, yaitu bermacam jenis bunga secukupnya diletakan ke dalam sangku
# Lapik Sangku, yaitu kain sebagai alas sangku
# Tanteluh manuk manta, yaitu telur ayam kampung mentah yang di buka sedikit dengan uang koin, juga diletakan ke dalam Sangku Tambak
# Parapen, yaitu perapian yang berisi dupa, kemenyan, dan kayu gaharu yang dibakar, yang nantinya digunakan untuk mensucikan Sangku Tambak beserta isinya.
Adapun kidung suci yang di nyanyikan saat Basarah
* Kandayu Mantang Kayu Erang,
* Kandayu Parawei, dan
* Kandayu Mambuwur Behas Hambaruan.
Basarah Umum diawali dengan mensucikan Sangku Tambak, disebut dengan Manggaru Sangku Tambak Raja. Sangku Tambak yang sudah lengkap akan diangkat dan disucikan secara memutar di atas Parapen sembari melantunkan kidung [[Tandak]], yaitu doa untuk mensucikan Sangku yang dinyanyikan dengan nada dan cengkok yang khas. Manggaru Sangku dilakukan oleh Mantir Basarah atau bisa juga salah satu umat yang bersedia atas permintaan Mantir Basarah, hal ini dilakukan dengan tujuan memberikan kesempatan pada semua umat Kaharingan untuk percaya diri dan semangat dalam beribadah. Karena [[Tandak]] dan [[Karungut]] adalah seni suara yang diwariskan melalui umat agama Kaharingan.
Setelah Manggaru Sangku, kemudian dilanjutkan dengan do'a Tamparan Basarah(memulai Basarah) yang dipimpin oleh Mantir Basarah, setelah itu dilanjut dengan melantunkan Kandayu Manyarah Sangku Tambak Raja yang dinyanyikan secara massal. Tahapan selanjutnya adalah pembacaan kitab suci Panaturan oleh Mantir Basarah, disusul dengan menyanyikan Kandayu Mantang Kayu Erang bersama-sama. Di pertengahan basarah, tibalah saatnya mendengarkan Pandehen(wejangan/ceramah) dari Mantir Basarah yang berlandaskan isi dari kitab suci Panaturan maupun peristiwa dalam kehidupan sehari-hari, lalu dilanjutkan dengan menyanyikan Kandayu Parawei bersama-sama. Mendekati akhir peribadahan, Mantir Basarah akan memimpin do'a penutup Basarah, lalu mengucapkan Sahey sebanyak 3 kali di akhir do'a. ''Sahey'' adalah mantra penutup do'a dalam agama Kaharingan, memiliki makna yang sama dengan "Amin" dalam agama lain.
Baris 185 ⟶ 176:
Dan tahapan Basarah yang paling akhir adalah menyanyikan Kandayu Mambuwur Behas Hambaruan yang diiringi dengan pemberian berkat kepada semua yang beribadah menggunakan 4 sarana yang diambil dari Sangku Tambak Raja, yaitu:
# Undus tanak(minyak kelapa)
# Telur ayam kampung mentah
# Tujuh butir beras Hambaruan yang dicampur dengan beras Sangku, supaya jumlahnya agak banyak
Pemberian berkat ini dilakukan oleh empat orang kepada seluruh orang yang Basarah, termasuk keempat pemberi berkat itu sendiri. Tahapan Pemberian berkat dilakukan secara berututan, diawali dari menabur beras Hambaruan pada pucuk kepala, kemudian memercikan air Tampung Tawar pada pucuk kepala maupun telapak tangan, kemudian mengoleskan telur ayam mentah pada dahi menggunakan uang koin atau bulu ekor burung tingang, dan yang terakhir adalah mengoleskan minyak kelapa pada rambut. Kandayu Mambuwur Behas Hambaruan tidak boleh berhenti dinyanyikan jika semua orang yang beribadah belum diberikan ke-empat berkat tersebut.
Baris 340 ⟶ 328:
Masyarakat Dayak sangat menjunjung tinggi keberadaan burung [[Rangkong badak|Enggang badak]] atau [[Rangkong badak]] karena burung ini dianggap sebagai lambang kebesaran, perdamaian, dan persatuan. Sehingga dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Dayak, burung Enggang senantiasa ada dalam bentuk patung keramat tempat ibadah umat Kaharingan, lukisan, pakaian adat, bangunan rumah, balai desa, monumen, pintu-pintu gerbang, bahkan digunakan sebagai hiasan antik di rumah maupun ukiran patung di kuburan.<ref>{{Cite web|title=Pulau Dayak - TINGANG RANGGA BAPANTUNG NYAHU Burung...|url=https://www.facebook.com/pulaudayak2/photos/a.495981193914573/679196095593081/?type=3|website=www.facebook.com|language=id|access-date=2023-03-27}}</ref>
Dalam agama Kaharingan, burung Enggang memiliki makna yang luas. Berdasarkan mitologi agama Kaharingan, di ''Lewu Batu Nindan Tarung'' (alam atas), ''Tingang Rangga Bapantung Nyahu''(burung Tingang/Enggang/[[Rangkong]]) adalah salah satu manifestasi Ranying Hatalla melalui perubahan wujud ''Luhing Pantung Tingang'' ([[Lawung]]/penutup atau ikat kepala) yang dipakai oleh Raja Bunu ketika ia menerima ''Danum Nyalung Kaharingan Belum''(air suci kehidupan).
Seperti yang terdapat pada ayat-ayat kitab suci Panaturan, yaitu pasal 27 ayat 21 :
'''"''Hayak auh nyahu batengkung ngaruntung langit,<br>Homboh malentar kilat basiring hawun<br>Luhing pantung tingang basaluh manjari Tingang Rangga Bapantung Nyahu.''"'''
Artinya :
'''"''Bersama bunyi guntur menggemuruh memenuhi alam semesta<br>Petir halilintar menggetarkan buana<br>Luhing Pantung Tingang berubah menjadi Tingang Rangga Bapantung Nyahu (burung Tingang/Enggang/Rangkong).''"'''
Kemudian burung Tingang tersebut tinggal dan menempati ''Lunuk Jayang Tingang Sempeng Tulang Tambarirang'' (pohon beringin). Sehingga pada saat umat Kaharingan melakukan upacara [[Balian]] Balaku Untung, wujud burung Enggang/Tingang yang ada dalam pohon beringin akan memberkati kehidupan manusia melalui perjalanan ''Banama Tingang''(perahu). Oleh karena itu umat Kaharingan tidak boleh bersikap sembarangan di depan pohon beringin, dan jika ingin menebang pohon beringin haruslah melakukan ritual terlebih dahulu. Oleh karena itu pula dalam ibadah rutin ''Basarah'' yang dilakukan umat Kaharingan, diharuskan adanya ''Dandang Tingang''(bulu ekor burung Tingang/Enggang) sebagai sarana wajib di dalam ''Sangku Tambak Raja'' supaya umat yang beribadah mendapatkan ''Bulau Untung Aseng Panjang''(berkat dan karunia-NYA).
Dari filsafat agama Kaharingan, warna dari ''Dandang Tingang''(bulu ekor Enggang) memiliki makna simbolis dalam kehidupan umat Kaharingan, yaitu :
*Warna putih di bagian atas bulu, bermakna sebagai alam kekuasaan Ranying Hatalla beserta manifestasi-manifestasi NYA.
*Warna hitam di bagian tengah bulu, yaitu alam kehidupan manusia di ''Pantai Danum Kalunen''(dunia) yang penuh dengan rintangan dan cobaan.
*Warna putih di bagian bawah bulu, bermakna sebagai alam kekuasaan ''Jatha Balawang Bulau''.
== Adat Rukun Kematian Agama Kaharingan Dayak Ma'anyan ==
Baris 362 ⟶ 359:
== Hal-hal yang berkaitan dengan Kaharingan ==
{{columns-list|
*[[Ngabe Anom Soekah]]
*[[Balai Basarah]]
*[[Tambun Bungai]]
*[[Kerajaan Tanjung Pematang Sawang]]
*[[Kerajaan Nan Sarunai]]
*[[Babukung]]
*[[Festival Tandak Intan Kaharingan]]
*[[Festival Babukung]]
*[[Suku Dayak]]
*Tampung Tawa
*Basara
*Bahasa Sangian
*[[Balian]]
*[[Balai Basarah]]
*[[Panaturan]]
*Kandayu
*[[Karungut]]
*Lilis Lamiang
*Manas Sambelum
*Wara
*Ijambe
*[[Tiwah]]
*[[Sandung]]
*Sapundu
*[[Pasah patahu|Pasah Patahu]]
*[[Kwangkey]]
*[[Blontang]]
*[[Mandung]]
*[[Toemenggoeng Soera Djaja]]
*[[Institut Agama Hindu Negeri Tampung Penyang]]
}}
== Galeri ==
|