Kiblat: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Menolak perubahan teks terakhir (oleh 188.58.122.142) dan mengembalikan revisi 18380327 oleh RaymondSutanto Tag: Pengembalian manual |
Zona Tenang (bicara | kontrib) k Menambah Kategori:Kiblat muslim menggunakan HotCat |
||
(47 revisi perantara oleh 23 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Spoken Wikipedia|Devi P. L- Bagian 1- Kiblat.wav|Devi P. L- Bagian 2- Kiblat.wav|Devi P. L- Bagian 3- Kiblat.wav|Devi P. L- Bagian 4- Kiblat.wav|Devi P. L- Bagian 5- Kiblat.wav|Devi P. L- Bagian 6- Kiblat.wav|date=24 Juli 2022}}
[[Berkas:Supplicating Pilgrim at Masjid Al Haram. Mecca, Saudi Arabia.jpg|jmpl|upright=1.35|alt="Seorang pria sedang berdoa dengan mengadahkan telapak tangan menghadap Ka'bah"|Seorang Muslim berdoa ke arah [[Ka'bah]], kiblat umat Islam, di [[Masjidil Haram]].]]
[[Berkas:US Army 51420 Soldiers celebrate end of Ramadan.jpg|jmpl|upright=1.35|alt="Sejumlah tentara Amerika Serikat terlihat sedang sujud untuk melakukan salat ke arah kiblat."|Jemaah [[salat]] yang sedang [[sujud]] ke arah yang sama yaitu arah kiblat.]]
'''Kiblat''' (dari {{lang-ar|قبلة|qiblah}} yang berarti "arah") adalah arah yang dituju [[Muslim|umat Islam]] dalam sebagian konteks ibadah, termasuk dalam [[salat]]. Arah ini menuju kepada bangunan [[Ka'bah]] di [[Masjidil Haram]], [[Makkah]], [[Arab Saudi]], yang menurut umat Islam adalah bangunan suci yang dibangun dua orang Nabi, yaitu [[Ibrahim]] dan anaknya [[Isma'il|Ismail]]. Menurut kepercayaan umat Islam, arah kiblat ini diperintahkan oleh [[Allah]] dalam [[Al-Qur'an]], Surat [[Al-Baqarah]] ayat 144, 149, dan 150 yang diwahyukan kepada Nabi Islam [[Muhammad]] pada tahun ke-2 [[Hijriyah]];
Selain untuk salat, kiblat juga merupakan arah [[ihram|berihram]] dalam [[haji]], arah wajah hewan saat disembelih, arah jenazah seorang Muslim saat dimakamkan, arah yang dianjurkan untuk berdoa, serta arah yang dihindari untuk buang air serta membuang dahak. Dalam arsitektur [[masjid]], umumnya terdapat [[mihrab]] yaitu [[relung]] pada salah satu dinding masjid untuk menunjukkan sisi yang mengarah ke kiblat. Pada praktiknya, dikenal dua cara menghadap kiblat, yaitu ''<nowiki>'ainul ka'bah</nowiki>'' (persis mengarah ke bangunan Ka'bah) atau ''jihatul ka'bah'' (kira-kira mengarah ke Ka'bah tanpa harus persis). Kebanyakan ulama berpendapat ''<nowiki>'ainul ka'bah</nowiki>'' hanya dituntut jika memungkinkan (misalnya di lokasi Masjidil Haram dan sekitarnya), dan jika tidak ''jihatul ka'bah'' dapat dilakukan.
Secara teknis, definisi kiblat yang paling
Sebelum [[astronomi]] atau ilmu falak dikenal di [[Dunia Islam]], umat Islam juga sempat menggunakan berbagai metode tradisional untuk menentukan arah kiblat, seperti mengikuti kebiasaan [[sahabat Nabi]], mengikuti posisi terbit dan terbenam benda langit, atau arah angin. Setelah masuknya karya-karya astronomi Yunani, rumus-rumus matematis untuk mencari arah kiblat mulai dikembangkan ilmuwan Muslim, dan pada abad ke-9 dan ke-10 metode-metode yang setara dengan rumus kiblat modern telah ditemukan oleh para ilmuwan termasuk [[Habasy al-Hasib]], [[An-Nayrizi|An-Nairizi]], dan [[Ibnu Yunus]]. Awalnya, metode matematis ini digunakan bersama-sama dengan berbagai metode tradisional sehingga kota-kota Muslim banyak memiliki masjid dengan bermacam-macam arah kiblat. Sejak abad ke-18 dan ke-19 metode penentuan posisi koordinat yang akurat telah tersedia, sehingga memungkinkan penghitungan arah kiblat secara matematis dengan hasil yang lebih akurat dibanding sebelumnya. Akan tetapi, masjid-masjid dengan beragam arah kiblat lama masih berdiri di kota-kota berpenduduk Muslim hingga saat ini. Menjelang misi antariksawan Malaysia [[Sheikh Muszaphar Shukor]] ke [[Stasiun Luar Angkasa Internasional]] (ISS) pada Oktober 2007, muncul pembahasan mengenai arah kiblat dari luar angkasa. Menanggapi permintaan panduan dari Muszaphar, para ulama Malaysia mengurutkan prioritas arah yang dapat diikuti jika mungkin: 1) Ka'bah 2) "proyeksi Ka'bah" ke luar angkasa 3) Bumi 4) "ke mana saja". Mereka juga menyebutkan pentingnya mengutamakan "apa yang memungkinkan", senada dengan pendapat beberapa pemikir Muslim lainnya.
Baris 15 ⟶ 19:
[[Ka'bah]], yang berada di tengah-tengah [[Masjidil Haram]], [[Makkah]], adalah lokasi kiblat umat [[Islam]]. Selain menjadi kiblat, tempat suci umat Islam yang juga disebut Baitullah ("Rumah Allah") ini adalah tempat pelaksanaan [[tawaf]] (salah satu rangkaian ibadah dalam [[haji]] dan [[umrah]]). Ka'bah berbentuk bangunan segi empat, dan keempat sudut temboknya kira-kira searah dengan empat penjuru [[mata angin]].{{sfn|Wensinck|1978|p=317}} Al-Qur'an menyebutkan bahwa bangunan Ka'bah didirikan oleh [[Ibrahim]] dan anaknya [[Isma'il|Ismail]] (keduanya adalah [[Nabi dan Rasul|Nabi dalam Islam]]).{{sfn|Wensinck|1978|p=318}} Pada generasi sebelum Muhammad, Ka'bah digunakan sebagai pusat peribadatan [[Agama di Arab pra-Islam|agama Arab pra-Islam]], tetapi tidak terdapat banyak catatan sejarah tentang Ka'bah sebelum munculnya Islam.{{sfn|Wensinck|1978|p=318}}
Status Ka'bah atau Masjidil Haram sebagai kiblat umat Islam berasal dari Al-Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 144, 149, dan 150, yang semuanya memuat perintah "palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram" (''fawalli wajhaka syathra l-masjidil haram'').{{sfn|Hadi Bashori|2015|pp=97–98}} Menurut tradisi Islam, ayat ini diwahyukan pada bulan Rajab atau Syakban tahun ke-2 Hijriyah (624 M),{{sfn|Hadi Bashori|2015|p=104}}{{sfn|Wensinck|1986|p=82}} bertepatan sekitar
Terdapat beberapa riwayat yang berbeda tentang arah kiblat pada masa Muhammad di Mekkah (sebelum hijrah ke Madinah). Menurut satu riwayat (disebutkan oleh sejarawan [[Ibnu Jarir ath-Thabari]] dan ahli tafsir [[Al-Baidhawi]]), Muhammad salat menghadap Ka'bah, sedangkan riwayat lain (juga disebutkan oleh ath-Thabari serta [[Ahmad bin Yahya bin Jabir al-Baladzuri|Ahmad al-Baladzuri]]) menyebutkan bahwa ketika di Makkah ia berkiblat ke Yerusalem. Ada pula riwayat (disebutkan dalam [[sirah]] karya [[Ibnu Hisyam]]) yang menyebutkan bahwa pada masa itu, Muhammad selalu salat sedemikian rupa sehingga sekaligus menghadap Ka'bah dan Yerusalem.{{sfn|Wensinck|1986|p=82}} Kini umat Islam, baik [[Sunni]] maupun [[Syiah]], semuanya berkiblat ke Ka'bah. Satu-satunya pengecualian besar dalam sejarah adalah kaum [[Qaramitah|Qaramithah]], sebuah aliran sempalan Syiah yang pada tahun 930 sempat menyerang Ka'bah dan merampas batu [[Hajar Aswad]] dari Ka'bah ke pusat kekuasaannya di [[Al-Hasa|Al-Ahsa]] dengan niat memulai era baru dalam Islam.{{sfn|Wensinck|1978|p=321}}{{sfn|Daftary|2007|p=149}}{{efn|Tindakan ini dikecam keras baik oleh [[Kekhalifahan Abbasiyah|Khalifah Abbasiyah]] yang Suni maupun [[Kekhalifahan Fatimiyah|Khalifah Fatimiyah]] yang Syiah. Pemimpin kaum Qaramithah [[Abu Thahir al-Jannabi]] menolak permintaan kedua khalifah tersebut untuk mengembalikan Hajar Aswad, dan batu tersebut baru dikembalikan pada 951 setelah kematian Abu Thahir dan pembayaran uang dari Kekhalifahan Abbasiyah.{{sfn|Daftary|2007|pp=149–151}}}}
Baris 21 ⟶ 25:
== Dalam ibadah dan adab Islam ==
[[Berkas:Samarcanda, Shah-i-Zinda 28 (cropped).jpg|upright=1.3|jmpl|alt="Beberapa jemaah sedang salat menghadap mihrab atau ceruk yang digunakan imam untuk memimpin salat. Mihrab berwarna hitam dan dihiasi dengan kaligrafi"|[[Mihrab]] yang berada di bagian depan masjid menunjukkan arah kiblat untuk melakukan salat. Foto dari Masjid [[Shah-i-Zinda|Syahizindah]] di [[Samarkand]], Uzbekistan.]]
Secara etimologi, kata ''kiblat'' berasal dari kata bahasa Arab {{lang|ar|قبلة|qiblah}} ({{transl|ar|qiblah}}) yang berarti "arah", tetapi dalam konteks Islam istilah ini mengacu kepada arah khusus yang terkait dengan ibadah.{{sfn|Hadi Bashori|2015|p=103}} Para ulama sepakat bahwa dalam keadaan normal, [[salat]] hanya sah jika dilakukan menghadap kiblat.{{sfn|Hadi Bashori|2015|p=103}} Pengecualian untuk syarat ini di antaranya salat dalam keadaan takut atau peperangan, atau [[salat sunah]] dalam perjalanan.{{sfn|Hadi Bashori|2015|p=91}} Selain arah salat, hadis juga menyebutkan perlunya menghadap kiblat saat [[ihram|berihram]] dalam [[haji]], dan setelah melempar [[Lempar jumrah|jumratul wustha]].{{sfn|Wensinck|1986|p=82}} Menurut aturan [[Adab (Islam)|adab]], kiblat juga menjadi arah wajah hewan saat disembelih, serta arah wajah jenazah saat dimakamkan.{{sfn|Wensinck|1986|p=82}} Hadis juga menganjurkan berdoa ke arah kiblat dan melarang buang air atau membuang dahak ke arah kiblat.{{sfn|Wensinck|1986|p=82}}
Dalam arsitektur [[masjid]], arah kiblat biasanya ditunjukkan oleh sebuah relung atau lekukan di tembok masjid yang mengarah ke depan. Relung ini disebut ''[[mihrab]]''; di sinilah imam berdiri di depan barisan makmum saat memimpin salat berjemaah.{{sfn|Kuban|1974|p=3}} Mihrab baru mulai menjadi bagian arsitektur masjid pada [[Kekhalifahan Umayyah|masa Umayyah]] dan bentuknya diseragamkan pada awal [[Kekhalifahan Abbasiyah|masa Abbasiyah]]. Pada masa sebelum itu, arah kiblat dapat diketahui dari arah salah satu tembok masjid. Kata mihrab tidak muncul di dalam Al-Qur'an dan hadis; satu-satunya penyebutan kata ini hanya mengacu pada tempat beribadat kaum [[Bani Israil]].{{sfn|Kuban|1974|p=3}}{{efn|Penyebutan ini berada dalam Surat Maryam, {{Pranala Quran id|19|11}}}} [[Masjid Amru bin Ash|Masjid Amr bin al-Ash]] di Fustat, Mesir, salah satu masjid tertua dalam sejarah Islam, awalnya dibangun tanpa mihrab, walaupun kini relung tersebut telah ditambahkan.{{sfn|Kuban|1974|p=4}}
Baris 42 ⟶ 46:
Model lingkaran besar yang disebut di atas diterapkan dalam hisab atau perhitungan arah kiblat yang menggunakan rumus-rumus [[trigonometri bola]]. Trigonometri bola adalah cabang [[geometri]] yang menyangkut hubungan antara sudut dan sisi segitiga yang dibentuk oleh lingkaran-lingkaran besar pada permukaan bola (alih-alih [[trigonometri]] biasa yang menyangkut segitiga datar). Dalam gambar bola bumi di bawah ini, lokasi suatu tempat disebut <math>T</math>, lokasi kiblat adalah <math>Q</math>, dan kutub utara adalah <math>U</math>, dan ketiga titik tersebut membentuk sebuah segitiga pada permukaan bumi. Arah kiblat adalah arah <math>TQ</math>, atau searah [[lingkaran besar]] yang melewati <math>T</math> dan <math>Q</math>. Arah ini dapat juga dinyatakan sebagai sudut terhadap arah utara (''inhiraf al-qiblat'') yaitu <math>\angle UTQ</math> atau <math>\angle q</math>. Arah ini dapat dihitung sebagai [[fungsi (matematika)|fungsi]] dari posisi lintang setempat <math>L_T</math>, posisi lintang kiblat <math>L_Q</math>, serta selisih bujur antara lokasi setempat <math>\Delta B</math>.{{sfn|King|1986|p=83}} Fungsi ini diturunkan dari rumus umum segitiga bola dengan tiga sudut <math>A</math>, <math>B</math>, <math>C</math> dan tiga sisi <math>a</math>, <math>b</math>, <math>c</math> (disebut juga hukum [[kotangen]]):
: <math>\cos a\,\cos C=\cot b\,\sin a - \cot B \,\sin C</math><ref>Rumus ekivalen terdapat dalam {{harvnb|Hadi Bashori|2015|p=119}}</ref>
Dengan menggunakan rumus tersebut terhadap segitiga bola <math>\triangle UTQ</math> (substitusi <math>B = \angle q = \angle UTQ</math>){{sfn|Hadi Bashori|2015|p=119}} dapat diturunkan:
: <math>\cot q = \frac{\sin L_T \cos \Delta B - \cos L_T \tan L_Q}{\sin \Delta B},</math>
atau :<math>q = \cot^{-1} \left( \frac{\sin L_T \cos \Delta B - \cos L_T \tan L_Q}{\sin \Delta B} \right).</math>{{sfn|King|1986|p=83}}
[[Berkas:Qibla from Yogyakarta on globe, Indonesian labels.svg|jmpl|pus|upright=1.2|Ilustrasi arah kiblat dari Yogyakarta, Indonesia.]]
Contoh berikut menghitung arah kiblat dari [[Kota Yogyakarta|Yogyakarta]] (7
: <math>q = \cot^{-1} \left(\frac{\sin (-7
sehingga <math>q \approx 295^{\circ}</math>
Rumus ini diturunkan pada masa modern, tetapi metode-metode yang ekivalen dengan rumus ini telah diketahui oleh para ahli falak Muslim sejak abad ke-3 Hijriyah (abad ke-9 Masehi). Ilmuwan-ilmuwan awal yang menemukan cara-cara tersebut diantaranya adalah [[Habasy al-Hasib]] (aktif di Damaskus dan Bagdad sekitar 850 M),{{sfn|King|1986|p=85}} [[An-Nayrizi|An-Nairizi]] (Bagdad, sekitar 900 M),{{sfn|King|1986|pp=85–86}} [[Ibnu Yunus]] (abad 10-11 M),{{sfn|King|1986|p=85}} [[Ibnu al-Haitsam]] (abad ke-11 M),{{sfn|King|1986|p=85}} dan [[Al-Biruni]] (abad ke-11 M).{{sfn|King|1986|p=86}} Penggunaan trigonometri bola menjadi dasar hampir seluruh aplikasi atau situs penghitung arah kiblat.{{sfn|Di Justo|2007}}
Baris 79 ⟶ 87:
=== Metode tradisional non-astronomi ===
Catatan sejarah maupun bukti masjid-masjid tua menunjukkan bahwa kiblat juga sering ditentukan dengan metode-metode sederhana berdasarkan tradisi atau ilmu populer yang tidak berdasarkan astronomi. Sebagian Muslim awal selalu berkiblat ke arah selatan karena secara harfiah mengikuti hadis bahwa Muhammad berkiblat ke arah selatan ketika berada di Madinah. Beberapa masjid tua di Al-Andalus (kini Spanyol) dan Asia Tengah mengarah ke selatan walaupun kedua tempat tersebut berada jauh di barat dan timur Mekkah (sehingga dari tempat itu selatan tidak mengarah ke Mekkah).{{sfn|King|1996|p=130}} Selain itu, terdapat "kiblat para sahabat" (''qiblat ash-shahabah''), yaitu arah kiblat yang pernah digunakan para [[sahabat Nabi]] (generasi Muslim pertama yang dianggap panutan oleh umat Islam) di tempat tersebut. Arah ini sering tetap diikuti selama berabad-abad, walaupun para ahli falak Muslim kemudian menggunakan perhitungan astronomi dan menemukan arah kiblat yang berbeda. Contohnya, kiblat para sahabat di Syam dan Palestina mengarah ke selatan,{{sfn|King|1996|pp=130–131}} di Mesir mengarah ke arah terjauh [[matahari terbit]] musim dingin, dan di Irak mengarah ke [[matahari terbenam]]
== Alat bantu ==
Baris 128 ⟶ 136:
=== Luar angkasa ===
▲ | footer = Antariksawan Malaysia [[Sheikh Muszaphar Shukor]] sedang [[salat]] (''kiri'') saat berada di [[Stasiun Luar Angkasa Internasional]] (''kanan'', foto tahun 2005) pada Oktober 2007. Keberangkatannya ke luar angkasa memicu diskusi mengenai pelaksanaan ibadah Islam dari luar angkasa, termasuk penentuan arah kiblat saat salat.}}
Penentuan kiblat dari luar angkasa pertama kali mengemuka menjelang misi [[Sheikh Muszaphar Shukor]], seorang dokter bedah Malaysia yang beragama Islam, ke [[Stasiun Luar Angkasa Internasional]] (ISS) pada Oktober 2007.{{sfn|Lewis|2013|p=114}} ISS adalah fasilitas penelitian luar angkasa yang mengorbit di atas permukaan bumi dengan kecepatan tinggi, sehingga arah Ka'bah berubah dari detik ke detik.{{sfn|Di Justo|2007}} Sebelum berangkat Sheikh Muszaphar meminta panduan dari ulama Malaysia mengenai cara menentukan arah kiblat dan aspek-aspek ibadah Islam lainnya seperti penentuan waktu salat dan puasa. Mengenai arah kiblat, Majlis Fatwa Kebangsaan Malaysia berpendapat bahwa penentuan arah kiblat haruslah berdasarkan "apa yang memungkinkan" bagi seorang antariksawan, dan menyebutkan urutan prioritas sebagai berikut: 1) Ka'bah 2) "proyeksi Ka'bah" ke luar angkasa 3) Bumi 4) "ke mana saja" (''wherever'').{{sfn|Di Justo|2007}} Fatwa ini telah diterjemahkan ke berbagai bahasa, dan para penulisnya bermaksud agar panduan ini dapat digunakan antariksawan-antariksawan Muslim selanjutnya.{{sfn|Lewis|2013|p=114}} Senada dengan fatwa ulama Malaysia, cendekiawan-cendekiawan Muslim lainnya menekankan perlunya fleksibilitas dan menyesuaikan arah kiblat dengan apa yang mampu dilakukan seorang antariksawan. Khaleel Mohammed, pakar agama dari [[Universitas Negeri San Diego]] menyebut "Tuhan tidak membebani seseorang di luar kesanggupannya", dan Abdali menekankan bahwa khusyuk atau sungguh-sungguh dalam salat lebih penting daripada menepatkan arah dari luar angkasa, dan "salat bukanlah olahraga akrobat".{{sfn|Di Justo|2007}} Sebelum Sheikh Muszaphar, telah ada paling tidak delapan orang Muslim yang berangkat ke luar angkasa, tetapi mereka tidak membicarakan isu-isu terkait menjalankan ibadah di luar angkasa secara terbuka.{{sfn|Lewis|2013|p=109}}
Baris 169 ⟶ 173:
* {{cite journal|title=Geodetic analysis of disputed accurate qibla direction|first1=Tono|last1=Saksono|first2=Mohamad Ali|last2=Fulazzaky|first3=Zamah|last3=Sari|journal=Journal of Applied Geodesy | volume =12 | issue =2 | year = 2018 | publisher = De Gruyter | issn=1862-9024
| pages = 129–138 | ref=harv |doi=10.1515/jag-2017-0036}}
* {{Encyclopaedia of Islam, New Edition|volume=4|title=Kaʿba |pages=317–322|first=Arent Jan|last=Wensinck|authorlink=|url= | ref = harv}}
* {{Encyclopaedia of Islam, New Edition|volume=5|title=Ḳibla: Ritual and Legal Aspects |pages=82–83|first=Arent Jan|last=Wensinck|authorlink=|url= | ref = harv}}
{{salat}}
{{artikel pilihan}}
[[Kategori:Kiblat| ]]
[[Kategori:
[[Kategori:Salat]]
[[Kategori:Ka'bah]]
[[Kategori:Islam]]
[[Kategori:Kiblat muslim]]
|