Degung: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Berkas Gamelan_indra_swara.jpg dibuang karena dihapus dari Commons oleh Jcb |
Ariandi Lie (bicara | kontrib) k Membatalkan 1 suntingan by Apri DAV (bicara): Tidak ada aturan penulisan aksara Sunda untuk alat musik. Silakan lihat Perda mengenai penggunaan aksara daerah(✨) Tag: Pembatalan |
||
(35 revisi perantara oleh 22 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
[[Berkas:Diajar_gamelan_degung.jpg|jmpl|240px|Pementasan degung.]]
'''Degung''' atau disebut juga '''[[Gamelan]] Sunda''', adalah sekumpulan [[alat musik]] yang dimainkan oleh masyarakat [[Suku Sunda|Sunda]]. Degung sebagai unit gamelan dan degung sebagai laras memang sangat lain. Dalam teori tersebut, laras degung terdiri dari degung dwiswara (tumbuk: 2/''mi'' dan 5/''la'') dan degung triswara: 1/''da'', 3/''na'', dan 4/''ti''. Beberapa gamelan degung seringkali memiliki bilah cadangan nada -3/''ni'' untuk memainkan komposisi dalam laras Madenda.
{| class="wikitable"
|+Laras Saléndro, Degung tumbuk dwiswara, Degung tumbuk trisuara, dan Madenda dalam model 17 nada/1 oktaf, 1 langkah = 70.58 cent
|Saléndro
|1
|·
|·
|5
|·
|·
|·
|4
|·
|·
|3
|·
|·
|·
|2
|·
|·
|1
|-
|Degung t. dwiswara
|·
|3
|·
|·
|(-3)
|·
|·
|'''2'''
|1
|·
|·
|(+5)
|·
|·
|'''5'''
|4
|·
|·
|-
|Degung t. triswara
|'''1'''
|·
|·
|(+5)
|·
|·
|5
|'''4'''
|·
|·
|'''3'''
|·
|·
|(-3)
|·
|·
|2
|'''1'''
|-
|Madenda
|3
|·
|·
|(-3)
|·
|·
|2
|1
|·
|·
|(+5)
|·
|·
|5
|·
|·
|4
|3
|}
Keterangan:
Degung tumbuk dwiswara, nada 2/''mi'' Degung ''='' nada 4/''ti'' Saléndro, dan nada 5/la Degung = nada 2/mi Saléndro.
Degung tumbuk triswara, nada 1/da, 4/ti, dan 3/na Degung = nada 1/da, 4/ti, dan 3/na Saléndro.
== Gamelan degung ==
Secara umum, ada dua pengertian tentang istilah '''degung''':
* degung sebagai nama perangkat [[gamelan]]
* degung sebagai nama laras bagian dari laras ''[[Slendro|saléndro]]'' (berdasarkan teori [[Raden Machjar Angga Koesoemadinata]]).
Ada beberapa gamelan yang pernah ada dan terus berkembang di [[Jawa Barat]], antara lain Gamelan Salendro, Pelog dan '''Degung'''. Gamelan salendro biasa digunakan untuk mengiringi pertunjukan [[wayang]], [[tari]], [[kliningan]], [[jaipong]]an dan lain-lain. Gamelan pelog fungsinya hampir sama dengan gamelan salendro, hanya kurang begitu berkembang dan kurang akrab di masyarakat dan jarang dimiliki oleh grup-grup kesenian di masyarakat. Hal ini menandakan cukup terwakilinya seperangkat gamelan dengan keberadaan gamelan salendro, sementara gamelan degung dirasakan cukup mewakili kekhasan masyarakat Jawa Barat. Gamelan lainnya adalah gamelan Ajeng berlaras salendro yang masih terdapat di kabupaten [[Bogor]], dan gamelan Renteng yang ada di beberapa tempat, salah satunya di Batu Karut, Cikalong kabuki [[Bandung]]. Melihat bentuk dan interval gamelan renteng, ada pendapat bahwa kemungkinan besar gamelan degung yang sekarang berkembang, berorientasi pada gamelan Renteng.
Ada gamelan yang sudah lama terlupakan yaitu
== Sejarah ==
Degung merupakan salah satu gamelan
Masyarakat Sunda dengan latar belakang kerajaan yang terletak di hulu sungai, [[Galuh|kerajaan Galuh]] misalnya, memiliki pengaruh tersendiri terhadap kesenian degung, terutama lagu-lagunya
Gamelan yang usianya cukup tua selain yang ada di keraton Kasepuhan (gamelan Dengung) adalah gamelan degung Pangasih di [[Museum Prabu Geusan Ulun]], Sumedang. Gamelan ini merupakan peninggalan Pangeran Kusumadinata ([[Pangeran Kornel]]), bupati Sumedang ([[1791]]—[[1828]]).
Terdapat 10 gamelan di [[Museum Prabu Geusan Ulun]] dengan berbagai corak, bentuk serta nada iramanya, antara lain: sekar manis, sekar arum, sekar oneng, sari oneng mataram, degungan mataraman, sangir, talun, manggu, panglipur dan sari oneng parakansalak.
Namun yang paling terkenal, sari oneng parakansalak. Karena, gamelan ini sudah pernah pentas di berbagai negara yang ada di [[Eropa]] dan [[Amerika]].
*[[Panglipur]], dibuat untuk menghibur diri setelah anak kesayangannya wafat, milik Pangeran Rangga Gede atau [[Kusumahdinata IV]], yang memerintah pada ([[1625]]-[[1633]]), bupati masa pengaruh [[kerajaan Mataram]].
*[[Sari Oneng Mataram]], dibuat di [[Kerajaan Mataram]], milik pangeran Panembahan atau [[Rangga Gempol III]], yang memerintah pada ([[1656]]-[[1706]]), bupati masa pengaruh [[kerajaan Mataram]], hadiah dari Mataram karena senapati [[Sumedang]] memenangkan perlombaan “ngadu muncang” dengan senapati [[Mataram]].
*[[Degungan Mataraman]], peninggalan Pangeran Kornel atau Pangeran Kusumadinata IX, yang memerintah pada ([[1791]]-[[1828]]), bupati masa pengaruh [[kerajaan Belanda]].
*[[Sari Oneng Parakansalak]], dibuat di Sumedang tahun [[1825]], terbuat dari kayu besi dari Muangthai dengan motif ukiran Tiongkok. Tahun [[1883]], gamelan sari oneng paralakansalak pernah mengikuti pameran di [[Amsterdam]].
*[[Sekar Manis]], peninggalan Pangeran Kornel atau Pangeran Kusumadinata IX, yang memerintah pada ([[1791]]-[[1828]]), bupati masa pengaruh [[kerajaan Belanda]].
*[[Sari Arum]], milik Pangeran Soegih atau Pangeran Suria Kusuma Adinata, yang memerintah pada ([[1836]]-[[1882]]), bupati masa pengaruh [[kerajaan Belanda]].
*[[Gamelan Manggu]], milik Pangeran Soegih atau Pangeran Suria Kusuma Adinata, yang memerintah pada ([[1836]]-[[1882]]), bupati masa pengaruh [[kerajaan Belanda]].
*[[Gamelan Sangir]], milik Pangeran Soegih atau Pangeran Suria Kusuma Adinata, yang memerintah pada ([[1836]]-[[1882]]), bupati masa pengaruh [[kerajaan Belanda]].
Semua gamelan tersimpan di Museum Geusan Ulun peninggalan sejarah para leluhur Sumedang.
Dari ke-10 gamelan, ada 4 gamelan yang hingga kini masih dimainkan dalam berbagai pentas kesenian maupun digunakan untuk latihan tari, antara lain gamelan sari oneng mataram, sari arum, panglipur dan sari oneng parakansalak. Yang lainnya, tidak digunakan karena rusak.<ref>Gamelan Istimewa Koleksi Museum di Sumedang, Melanglangbuana Hingga Eropa dan Amerika sebelum Diserahkan ke Bupati[https://www.pikiran-rakyat.com/jawa-barat/pr-01337829/gamelan-istimewa-koleksi-museum-di-sumedang-melanglangbuana-hingga-eropa-dan-amerika-sebelum-diserahkan-ke-bupati?page=4] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20230328140902/https://www.pikiran-rakyat.com/jawa-barat/pr-01337829/gamelan-istimewa-koleksi-museum-di-sumedang-melanglangbuana-hingga-eropa-dan-amerika-sebelum-diserahkan-ke-bupati?page=4|date=2023-03-28}}</ref>
== Perkembangan ==
Dulu gamelan degung hanya ditabuh secara gendingan (instrumental). Bupati Cianjur RT. Wiranatakusumah V ([[1912]]—[[1920]]) melarang degung memakai nyanyian (vokal) karena membuat suasana kurang serius (rucah). Ketika bupati ini tahun 1920 pindah menjadi bupati Bandung, maka perangkat gamelan degung di pendopo Cianjur juga turut dibawa bersama nayaganya, dipimpin oleh Idi. Sejak itu gamelan degung yang bernama Pamagersari ini menghiasi pendopo Bandung dengan lagu-lagunya.
Melihat dan mendengarkan keindahan degung, salah seorang saudagar Pasar Baru Bandung keturunan [[Palembang]], Kiagus H.Anang Thayib, merasa tertarik untuk menggunakannya dalam acara hajatan yang diselenggarakannya. Kebetulan dia sahabat bupati tersebut. Oleh karena itu dia mengajukan permohonan kepada bupati agar diijinkan menggunakan degung dalam hajatannya, dan diijinkannya. Mulai saat itulah degung digunakan dalam hajatan (perhelatan) umum. Permohonan semacam itu semakin banyak, maka bupati memerintahkan supaya membuat gamelan degung lagi, dan terwujud degung baru yang dinamakan Purbasasaka, dipimpin oleh Oyo.
Sebelumnya waditra (instrumen) gamelan degung hanya terdiri atas koromong (bonang) 13 penclon, cempres (saron panjang) 11 wilah, degung (jenglong) 6 penclon, dan goong satu buah. Kemudian penambahan-penambahan waditra terjadi sesuai dengan tantangan dan kebutuhan musikal, misalnya penambahan kendang dan suling oleh bapak Idi. Gamelan degung kabupaten Bandung, bersama kesenian lain digunakan sebagai musik gending karesmen (opera Sunda) kolosal Loetoeng Kasaroeng tanggal 18 Juni 1921 dalam menyambut Cultuurcongres Java Institut. Sebelumnya, tahun [[1918]] Rd. Soerawidjaja pernah pula membuat gending karesmen dengan musik degung, yang dipentaskan di Medan. Tahun [[1926]] degung dipakai untuk illustrasi film cerita pertama di Indonesia berjudul ''[[Lutung Kasarung|Loetoeng Kasaroeng]]'' oleh L. Heuveldrop dan G. Kruger produksi Java Film Company, Bandung. Karya lainnya yang menggunakan degung sebagai musiknya adalah gending karesmen Mundinglaya dikusumah oleh M. Idris Sastraprawira dan Rd. Djajaatmadja di Purwakarta tahun [[1931]].
Baris 44 ⟶ 151:
== Perkembangan di luar negeri ==
Di luar Indonesia pengembangan degung dilakukan oleh perguruan tinggi seni dan beberapa musisi, misalnya Lingkung Seni Pusaka Sunda [[University of California]] ([[Santa Cruz, USA]]), musisi Lou Harrison ([[Amerika Serikat|USA]]), dan Rachel Swindell bersama mahasiswa lainnya di [[London]] ([[Inggris]]), Paraguna ([[Jepang]]), serta Evergreen, John Sidal ([[Kanada]]). Di [[Melbourne]], [[Australia]], ada sebuah set gamelan degung milik [[University of Melbourne]] yang
== Sumber rujukan ==
* [[Ganjar Kurnia]]. 2003. ''Deskripsi kesenian Jawa Barat''. Dinas Kebudayaan & Pariwisata Jawa Barat, Bandung.
{{Authority control}}
[[Kategori:Alat musik Sunda]]
[[Kategori:Gamelan]]
[[Kategori:Kesenian Sunda]]
==Referensi==
{{Reflist}}{{Gamelan}}
|