Sastra Lampung: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k ←Suntingan 115.178.219.9 (bicara) dibatalkan ke versi terakhir oleh 116.206.42.82
Tag: Pengembalian
 
(41 revisi perantara oleh 19 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
'''Sastra Lampung''' adalah sastra yang menggunakan [[bahasa Lampung]] sebagai media kreasi, baik sastra lisan maupun sastra tulis. Sastra Lampung adalahmemiliki salahkedekatan satu daridengan kebudayaantradisi [[Melayu]] yang kuat dengan [[pepatah]]-petitih, [[manteramantra]], [[pantun]], [[syair]], dan [[cerita rakyat]].
 
== Sastra lisanLisan ==
[[Sastra lisan]] [[Lampung]] menjadiadalah milik kolektif [[suku Lampung]] secara kolektif. Ciri utamanya kelisanan, [[anonim]], dan lekat dengan kebiasaan, [[tradisi]], dan adat istiadat dalam kebudayaan masyarakat Lampung. Sastra ituini banyak tersebar dalam masyarakat, dan merupakan bagian sangat penting dari khazanah budaya etnis Lampung.
 
== Jenis Sastra Lisan Lampung ==
A. Effendi Sanusi (1996) membagi sastra lisan Lampung menjadi lima jenis: [[peribahasa]], [[teka-teki]], [[manteramantra]], [[puisi]], dan [[cerita rakyat]].
 
 
=== ''Sesikun''/''Sekiman'' (Peribahasa) ===
''Sesikun/Sekiman'' adalah [[bahasa]]jenis sastra yang memilikimenggunakan artibahasa kiasan, atau semuatidak bahasabermakna berkiasharfiah. Fungsinya sebagaiberagam, mulai dari alat pemberi nasihat, motivasi, sindiran, celaaan, sanjungan, perbandingan, ataujuga pemanis dalam berbahasa.
 
Berikut beberapa contoh ''sesikun'' atau ''sekiman'':
Contoh
1: ''Di kedo biduk teminding, di san wai tenimbo.''
Artinya: Pandai-pandailah membawa diri, bersikaplah sesuai dengan adat-istiadat setempat.
 
1. '' Di kedo biduk teminding, di san wai tenimbo.''
Contoh 2: ''Dang happuk di kemutik, beguno ki gayah''.
 
Artinya: Jangan meremehkan orang yang tidak punya atau orang bodoh; siapa tahu dalam keadaan
*Arti harfiah: “Di mana sampan berlabuh, di situ air ditimba.”
tertentu justru mereka yang bisa membantu.
*Arti asli: Pandai-pandailah membawa diri, bersikaplah sesuai dengan adat-istiadat setempat.
 
2. ''Dang happuk di kemutik, beguno ki gayah''.
 
*Arti harfiah: “Jangan membuang buah muda, berguna saat susah.”
*Artinya: Jangan meremehkan orang yang tidak punya atau orang bodoh; siapa tahu, dalam keadaan tertentu, justru mereka yang bisa membantu.
 
=== ''Seganing''/''Teteduhan'' (Teka-Teki) ===
''Seganing/Teteduhan'' adalah soal yang dikemukakan secara samar-samar, biasanya untuk permainan atau untuk pengasah pikiran. Contohnya:
 
''Sanak sango muaghei lapah di sabah, makai kawai besei, kepiahno adek bah. Nyo kidah?''
 
(Sanak-saudara pergi ke sawah, berbaju besi, kopiahnya mengarah ke bawah. Apa itu?)
Contoh: ''Sanak sangomuaghei lapah di sabah. Makai kawai besei, kepiahno adek bah. Nyokidah?''apa jawabannya?
 
=== ''Memang'' (Mantra) ===
''Memang'' adalah perkataan atau ucapan yang dapat mendatangkan daya gaib:; dapat menyembuhkan, dapat mendatangkan celaka, dan sebagainya.
 
=== ''Warahan'' (Cerita Rakyat) ===
''Warahan'' adalah suatu cerita yang pada dasarnya disampaikan secara lisan; bisa berbentuk epos, sage, fabel, legenda, mite, atau semata-mata fiksi.
 
=== Puisi =jenis lucu Lampung ==
Puisi Lampung memiliki ciri-ciri khusus dalam penyusunannya, di antaranya:
[[Puisi]] adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan seseorang secara imajinatif dan disusun dengan mengkonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengonsentrasian struktur fisik dan struktur batin. Struktur fisik terdiri atas diksi, pengimajian, kata konkret, majas, versifikasi (rima, ritma, dan metrum), dan tipografi puisi. Struktur batin terdiri atas tema, nada, perasaan, dan amanat. Kedua struktur itu terjalin dan terkombinasi secara utuh yang membentuk dan memungkinkan sebuah puisi memantulkan makna, keindahan, dan imajinasi bagi penikmatnya (A. Effendi Sanusi, 1996).
 
#Umumnya menggunakan rima ABAB, walau ada yang AAAA.
#Satu larik terdiri atas 7 suku kata, walau variasi ada dengan jumlah 4 sampai 10 suku kata.
#Satu bait umumnya terdiri dari 4 baris, walau terdapat variasi.
 
== Bentuk-Bentuk Puisi Lampung ==
Puisi-puisi Lampung dibedakan berdasarkan fungsi mereka. Berdasarkan fungsi, ada lima macam puisi Lampung, yang masing-masing memiliki beragam nama tergantung dialek:
Berdasarkan fungsinya, ada lima macam puisi Lampung: ''paradinei/paghadini'', ''pepaccur/pepaccogh/wawancan'', ''pattun/segata/adi-adi'', ''bebandung'', dan ''ringget/pisaan/dadi/highing-highing/wayak/ngehahaddo/hahiwang''.
 
#''Paradinei/paghadini''
#''Pepaccur/pepaccogh/wawancan''
#''Pattun/segata/adi-adi''
#''Bebandung''
#''Ringget/pisaan/dadi/highing-highing/wayak/ngehahaddo/hahiwang''.
 
=== ''Paradinei/Paghadini'' ===
''Paradinei/paghadini'' adalah puisi Lampung yang biasa digunakan dalam upacara penyambutan tamu pada saat berlangsungnya pesta pernikahan secara adat. ''Paradinei/paghadini'' diucapkan jurubicarajuru bicara masing-masing pihak, baik pihak yang datang maupun yang didatangi. Secara umum, isi ''paradinei/paghadini'' berupa tanya -jawab tentang maksud atau tujuan kedatangan (A. Effendi Sanusi).
 
'''Contoh1:'''
Penano cawono pun, tabik ngalimpuro.
Sikam jo keno kayun, tiyan sai tuho rajo.
Ki cawo salah susun, maklum kurang biaso.
 
Dari pihak yang datang:
Sikam nuppang betanyo, jamo metei sango iringan.
<poem>
Metei jo anjak kedo, nyo maksud dan tujuan.
:''Penano cawono pun, tabik ngalimpuro.''
Mak dapek lajeu di jo, ki mak jelas lapahan.
:''Sikam jo keno kayun, tiyan sai tuho rajo.''
:''Ki cawo salah susun, maklum kurang biaso.''
</poem>
 
Dari pihak yang didatangi:
<poem>
:''Sikam nuppang betanyo, jamo metei sango iringan.''
:''Metei jo anjak kedo, nyo maksud dan tujuan?''
:''Mak dapek lajeu di jo, ki mak jelas lapahan.''
</poem>
 
dst.
Contoh 2:
<poem>
Tabik pun nabik tabik,tabik pun ngalimpukha
:''Tabik pun nabik tabik,tabik pun ngalimpukha''
sikam ji sanak tepik,haga numpang butanya
:''Sikam jo sanak tippik, haga numpang butanya''
mahaf ki salah cutik,gelakhne mangkung biasa
:''Mahap ki salah cutik, gekhalna mangkung biasa''
sikam numpang butanya,jama pekhwatin si wat dija
:''Sikam numpang butanya, jama pekhwatin si wat dija''
kuti ji anjak ipa,api haga cekhita
:''Kuti jo anjak ipa, api haga cekhita?''
dst.
</poem>
 
=== ''Pepaccur/Pepaccogh/Wawancan'' ===
''Pepaccur/Pepaccogh/Wawancan'' adalah salah satu jenis sastra lisan Lampung yang berbentuk puisi, yang lazim digunakan untuk menyampaikan pesan atau nasihat dalam upacara pemberian gelar adat (''juluk adek/adok'' (pemberian gelar).
 
Sudah menjadi adat masyarakat Lampung, bahwa pada saat bujang atau gadis meninggalkan masa remajanya, pasangan pengantin itu diberi ''adek/adok'' sebagai penghormatan dan tanda bahwa mereka sudah berumah tangga. Pemberian ''adek/adok'' dilakukan dalam upacara adat yang dikenal dengan istilah ''ngamai adek/ngamai adok'', atau (jika dilakukan di tempat mempelai wanita), ''nandekken adek'' dan ''inei adek/nandok''.
 
<poem>
gelakhne ............. anjak pekon .............
:''Gelakhne ... anjak ...
bingi hinji lagi senang sekhta bahagia
:''Bingi hinji lagi senang sekhta bahagia''
lain moneh tipugampang astawa dipumudah
:''Lain moneh tipugampang astawa dipumudah''
adokne sanak sinji yakdo lah ............
:''Adokne sanak sinji yakdo lah ...''
dst
</poem>
 
=== ''Pattun/Segata/Adi-Adi'' ===
''Pantun/Segata/Adi-Adi'' adalah salah satu jenis puisi Lampung yang digunakan dalam acara-acara yang sifatnya untuk bersukaria, misalnya pengisi acara muda-mudi ''nyambai, miyah damagh,'' dan ''kedayek''.
[[Berkas:Adi-adi.jpg|ka|jmpl|300px|Contoh puisi tradisional "Adi-adi" dalam [[aksara Lampung]].]]
''Pantun/Segata/Adi-Adi'' adalah salah satu jenis puisi Lampung yang di kalangan etnik Lampung lazim digunakan dalam acara-acara yang sifatnya untuk bersukaria, misalnya pengisi acara muda-mudi ''nyambai, miyah damagh, kedayek''.
 
Contoh ''pattun''/''segata'':
Baris 148 ⟶ 167:
Anak tua tiada lagi{{br}}
 
Ya uyoi pulang dulu uyoi{{br}}
Jangan lama-lama di ladang{{br}}
Ayam disayang elang{{br}}
Baris 183 ⟶ 202:
Kalau salah jangan mengejek{{br}}
 
* namaNama pohon untuk pelindung tanaman kopi
 
Berikan contoh
=== ''Bebandung'' ===
Bubandung santeghi adalah
''Bebandung'' adalah puisi Lampung yang berisi petuah-petuah atau ajaran yang berkenaan dengan agama Islam.
 
=== ''Ringget/Pisaan'' ===
''Ringget/pisaan/'', juga dikenal dengan nama ''dadi/highing-highing/wayak/ngehahaddo/hahiwang'' dalam beragam dialek, adalah puisi tradisi Lampung yang lazim digunakan sebagai pengantar acara
puisi tradisi Lampung yang lazim digunakan sebagai pengantar acara
adat, pelengkap acara pelepasan pengantin wanita ke tempat pengantin
pria, pelengkap acara tarian adat (''cangget)'', pelengkap acara muda-mudi
(seperti ''nyambai, miyah damagh'', ataudan ''kedayek''), senandung saat meninabobokan
anak, dan pengisi waktu bersantai.
 
=== ''Hahiwang/Ngehahaddo/Muaya'' ===
Hahiwang/Ngehahaddo/Muaya adalah pantun sedih yang biasanya disampaikan pada saat terjadi perpisahan, misalnya pantun yang disampaikan pengantin perempuan ketika ia pertama kali pindah kerumah suaminya. Hahiwang menceritakan kehidupan yang penuh kesedihan atau penderitaan dan biasanya dibawakan dengan penuh emosi sehingga yang mendengarkan hanyut dalam rasa duka.
 
== Sastra modern Lampung ==
Baris 201 ⟶ 222:
Tidak seperti sastra Jawa, Sunda, dan Bali yang sudah lama memiliki sastra modern, sastra modern berbahasa Lampung baru bisa ditandai dengan kehadiran kumpulan sajak dwibahasa Lampung Indonesia karya [[Udo Z. Karzi]], ''Momentum'' (2002). 25 puisi yang terdapat dalam ''Momentum'' tidak lagi patuh pada konvensi lama dalam tradisi perpuisian ber[[bahasa Lampung]], baik struktur maupun dalam tema. Dengan kata lain, Udo melakukan pembaruan dalam perpuisian Lampung sehingga ada yang menyebutnya "Bapak Puisi Modern Lampung".
 
Berikut Karya-karya sastra (berbahasa) Lampung modern:
== Lihat pula ==
 
===Kumpulan Puisi===
* ''Momentum'' karya [[Udo Z. Karzi]] ([[2002]])
* ''Mak Dawah Mak Dibingi'' karya [[Udo Z. Karzi]] ([[2007]]), meraih [[Hadiah Sastra Rancage]] [[2008]]
* ''Di Lawok Nyak Nelepon Pelabuhan'' karya [[Oky Sanjaya]] ([[2009]])
* ''Suluh'' karya [[Fitri Yani]] ([[2013]]), memenangkan [[Hadiah Sastra Rancage]] [[2014]]
* ''Sekekejungni Pesiser Sememanjangni Angangon'' karya [[Elly Dharmawanti]] dan [[SW Teofani]] ([[2016]])
* ''Semilau'' karya [[Muhammad Harya Ramdhoni]] ([[2017]]), memenangkan [[Hadiah Sastra Rancage]] [[2018]]
* ''Sanjor Induh Kepira'' karya [[Elly Dharmawanti]] ([[2018]])
* ''Lapah Kidah Sangu Bismillah: Bandung & Hahiwang'' karya [[Semacca Andanant]] ([[2018]], memenangkan [[Hadiah Sastra Rancage]] [[2020]]
* ''Muli Sikop sai Segok'' karya [[ZA Mathikha Dewa]] ([[2019]])
* ''Dang Miwang Niku Ading'' karya [[Elly Dharmawanti]] ([[2020]]), memenangkan [[Hadiah Sastra Rancage]] [[2021]]
* ''Katan rik Kilak'' karya [[Semacca Andanant]] ([[2020]])
* ''Setiwang'' karya [[Udo Z. Karzi]] ([[2020]])
* ''Ngabiti Tanyandangan'' karya [[Mamak Lawok]] ([[2021]])
* ''In Dang Tayap Sang Kaban'' karya [[Elly Dharmawanti]] ([[2022]])
* ''Singkapan'' karya [[Zabidi Yakub]] ([[2022]]), memenangkan [[Hadiah Sastra Rancage]] [[2023]]
 
===Kumpulan Cerbun===
* ''Cerita-cerita jak Bandar Negeri Semuong'' karya [[Asarpin Aslami]] ([[2009]]), memenangkan [[Hadiah Sastra Rancage]] [[2010]]
* ''Tumi Mit Kota'' karya [[Udo Z. Karzi]] dan [[Elly Dharmawanti]] ([[2013]])
* ''Lawi Ibung'' karya [[SW Teofani]] ([[2019]])
* ''Lunik-lunik Cabi Lunik'' karya [[Udo Z. Karzi]] ([[2019]])
* ''Kawin Lagi Mesanak'' karya [[Semacca Andanant]] ([[2022]])
 
===Novel===
* ''Negarabatin'' karya [[Udo Z. Karzi]] ([[2016]]), memenangkan [[Hadiah Sastra Rancage]] [[2017]]
* ''Usim Kembang di Balik Bukik'' karya [[Andy Wasis]], diterjemahkan [[Udo Z. Karzi]] ([[2017]])
 
== Lihat Pula ==
* [[Sastra di Lampung]]
* [[Daftar sastrawan Lampung]]
Baris 209 ⟶ 260:
 
[[Kategori:Sastra Nusantara|Lampung]]
[[Kategori:Budaya Lampung]]
[[Kategori:Lampung]]