Suku Melayu: Perbedaan antara revisi

[revisi terperiksa][revisi terperiksa]
Konten dihapus Konten ditambahkan
The Bangsawan (bicara | kontrib)
Zul Hamid (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(9 revisi perantara oleh 4 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 49:
}}
[[File:Malay tricolour.svg|150px|thumbnail|Bendera [[Triwarna Melayu]] yang menunjukkan identitas orang Melayu]]
'''Suku Melayu''' ({{lang-ms|Orang Melayu}}, [[abjad Jawi|Jawi]]: أورڠ ملايو) adalah salah satu [[kelompok etnis]] di wilayah [[bangsa Austronesia|Austronesia]] yang menempati wilayah pesisir timur [[Sumatra]], [[Semenanjung MalakaMalaya]], dan beberapa wilayah di [[Kalimantan]]. Selain itu, kelompok etnis ini juga dapat dijumpai di pulau-pulau kecil yang tersebar diantara wilayah besar tersebut. Wilayah-wilayah persebaran ini seringkali disebut sebagai [[dunia Melayu]]. Wilayah-wilayah tersebut pada masa sekarang merupakan bagian dari negara [[Malaysia]], [[Indonesia]] ([[Sumatra]] bagian timur dan selatan, serta pesisir pantai [[Kalimantan]]), bagian selatan [[Thailand]] ([[Provinsi Pattani|Pattani]], [[Provinsi Satun|Satun]], [[Provinsi Songkhla|Songkhla]], [[Provinsi Yala|Yala]], dan [[Provinsi Narathiwat|Narathiwat]]), [[Singapura]], dan [[Brunei Darussalam]].
 
Terdapat beberapa perbedaan unsur bahasa, kebudayaan, kesenian, dan keberagaman sosial diantara sub-kelompok turunan dari bangsa Melayu. Hal ini dikarenakan suku Melayu inti menyebar ke berbagai penjuru wilayah dunia Melayu, sehingga terjadi asimilasi sub-kelompok turunan Melayu dengan beberapa kelompok etnis daerah tertentu di wilayah [[Asia Tenggara Maritim]]. Secara historis, populasi suku Melayu merupakan turunan langsung dari orang-orang suku {{PRBahasa|Austroasiatik}} Austronesia yang menuturkan bahasa-bahasa {{PRBahasa|Melayik}} yang menjalin kontak dan perdagangan dengan kerajaan, kesultanan, ataupun pemukiman tertentu (terutama dengan kerajaan [[Sejarah Brunei|Brunei]], [[Kedah]], [[Langkasuka]], [[Gangga Negara]], [[Chi Tu]], [[Kerajaan Nakhon Si Thammarat|Nakhon Si Thammarat]], [[Kerajaan Pahang|Pahang]], [[Kerajaan Melayu|Melayu]] dan [[Sriwijaya]].){{sfn|Milner|2010|pp=24, 33}}{{sfn|Barnard|2004|pp=7 & 60}}
Baris 91:
Dari catatan [[I Tsing|Yi Jing]], seorang pendeta [[Buddha]] dari [[Dinasti Tang]], yang berkunjung ke Nusantara pada tahun 688–695, dia menyebutkan ada sebuah kerajaan yang dikenal dengan ''Mo-Lo-Yu'' (Melayu), yang berjarak 15 hari pelayaran dari [[Sriwijaya]]. Dari Ka-Cha ([[Kedah]]), jaraknya pun 15 hari pelayaran.<ref>{{cite book|title= A Record of the Buddhist Religion As Practised in India and the Malay Archipelago (A.D. 671-695)|pages=xl - xli|author= I-Tsing|isbn= 978-8120616226|year= 2005|publisher=Asian Educational Services}}</ref> Berdasarkan catatan Yi Jing, kerajaan tersebut merupakan negara yang merdeka dan akhirnya ditaklukkan oleh Sriwijaya.
 
Berdasarkan [[Prasasti Padang Roco]] (1286) di [[Sumatera Barat]], ditemukan kata-kata ''bhumi malayu'' dengan ibu kotanya di [[Dharmasraya]]. Kerajaan ini merupakan kelanjutan dari [[Kerajaan Malayu]] dan [[Kerajaan Sriwijaya|Sriwijaya]] yang telah ada di Sumatra sejak abad ke-7. Kemudian [[Adityawarman]] memindahkan ibu kota kerajaan ini ke wilayah pedalaman di [[Kerajaan Pagaruyung|Pagaruyung]].
 
Petualang [[Venesia]] yang terkenal, [[Marco Polo]] dalam bukunya ''Travels of Marco Polo'' menyebutkan tentang ''Malauir'' yang berlokasi di bagian selatan Semenanjung Melayu. Kata "Melayu" dipopulerkan oleh Kesultanan Malaka yang digunakan untuk membenturkan kultur Malaka dengan kultur asing yakni Jawa dan Thai.<ref name=":0">{{cite book|author=Timothy P. Barnard|year=2004|title=Contesting Malayness: Malay identity across boundaries|location=Singapore|publisher=Singapore University press|isbn=9971-69-279-1|page=|url-status=live}}</ref>{{Rp|4}} Dalam perjalanannya, [[Malaka]] tidak hanya tercatat sebagai pusat perdagangan yang dominan, namun juga sebagai pusat peradaban Melayu yang berpengaruh luas.<ref>{{cite book|title= Far East and Australasia 2003 (34th edition)|url= https://archive.org/details/fareastaustralas0000unse_y7m0|page=[https://archive.org/details/fareastaustralas0000unse_y7m0/page/763 763]|author= Europa Publications Staff|isbn=978-1857431339|year= 2002|publisher= Routledge}}</ref>
Baris 105:
Melayu asli atau yang juga dijuluki sebagai Melayu purba atau [[Proto-Melayu]], adalah sekelompok suku dan bangsa yang memiliki asal-usul [[bangsa Austronesia|Austronesia]] dan diperkirakan telah bermigrasi menuju [[Kepulauan Melayu]] dalam kurun waktu periode yang cukup lama, yakni antara tahun 2500 sampai 1500 sebelum Masehi.{{sfn|Ryan|1976|pp=4–5}} Masih terdapat sisa-sisa keturunan [[Proto-Melayu]] yang masih terlihat kental hingga saat ini, salah satunya adalah suku [[Moken]], [[suku Jakun|Jakun]], [[Orang Kuala]], [[Suku Temuan|Temuan]], dan [[Orang Kanaq]].<ref>{{cite web |title=Orang Asli Population Statistics |publisher=Center for Orang Asli Concerns |url= http://www.coac.org.my/codenavia/portals/coacv2/code/main/main_art.php?parentID=11374494101180&artID=11432750280711 |url-status=dead |archive-url= https://web.archive.org/web/20110722233738/http://www.coac.org.my/codenavia/portals/coacv2/code/main/main_art.php?parentID=11374494101180&artID=11432750280711 |archive-date=2011-07-22}}</ref> ''The Encyclopedia of Malaysia: Early History'' ({{lang-id|''Ensiklopedia Malaysia: Sejarah pada Masa Awal''}}) menyebutkan tiga teori mengenai asal-usul bangsa Melayu yang telah dikenal:
* Teori [[Yunnan]] (diterbitkan tahun 1889) menjelaskan bahwa bangsa Proto-Melayu ber melalui sepanjang aliran [[sungai Mekong]]. Teori Proto-Melayu yang dikemukakan oleh Yunnan tersebut didukung oleh R.H Geldern, J.H.C Kern, J.R Foster, J.R Logen, Slamet Muljana dan Asmah Haji Umar. Bukti lain yang mendukung teori ini antara lain: alat-alat batu yang ditemukan di Kepulauan Melayu dianalogikan dengan alat-alat Asia Tengah, kesamaan adat Melayu dan adat di daerah [[Assam]].
* Teori [[Taiwan]] (diterbitkan pada tahun 1997) menjelaskan bahwa migrasi dilakukan sekelompok orang dari [[Tiongkok Selatan]] sudah terjadi semenjak 6.000 tahun yang lalu. Beberapa diantaranya bermigrasi ke Taiwan ([[pribumi Taiwan]]), dan kemudian ke [[Filipina]] dan kemudian ke [[Kalimantan]] (kira-kira 4.500 tahun yang lalu) (pada masa sekarang, keturunan langsung yang dapat ditemui adalah [[suku Dayak|Dayak]] dan kelompok lainnya). Kemudian, beberapa diantaranya berpisah lagi menuju wilayah lain seperti [[Sulawesi]] dan yang lainnya berkembang ke [[Jawa]], dan [[SumateraSumatra]]. Migrasi tersebut menyebabkan semua suku-suku turunan berbicara dalam bahasa-bahasa yang termasuk dalam [[rumpun bahasa Austronesia]]. Migrasi terakhir adalah ke Semenanjung Malaya sekitar 3.000 tahun yang lalu. Sebuah sub-kelompok dari Kalimantan bermigrasi ke Champa (pada masa kini merupakan bagian dari wilayah Vietnam bagian Tengah dan Selatan) sekitar 4.500 tahun yang lalu. Ada juga jejak migrasi [[Kebudayaan Dongson|Dong Son]] dan [[Hoabinh]] dari Vietnam dan Kamboja.{{sfn|Barnard|2004}}
 
====Deutro-Melayu====
Baris 115:
Pemrakarsa Stephen Oppenheimer telah lebih lanjut berteori bahwa persebaran penduduk dari wilayah yang mulai tergenang terjadi dalam tiga gelombang cepat karena naiknya permukaan laut pada akhir Zaman Es. Persebaran ini juga turut menyebarkan kebudayaan, mitologi, dan teknologi bukan hanya ke daratan Asia Tenggara, tetapi sampai India, Asia Tengah, dan Mediterania melalui para penduduk diaspora.{{sfn|Razak|2012}}{{sfn|Terrell|1999}}{{sfn|Baer|1999}}
=== Bukti genetik===
Suku Melayu adalah sebuah kelompok etnis yang menuturkan bahasa-bahasa Austronesia dan mendiami wilayah Asia Tenggara Maritim dan [[Semenanjung Malaya|Semenanjung Melayu]]. Sebuah penelitian yang diadakan pada tahun 2021 menyimpulkan bahwa garis keturunan [[orang Asia Timur|Basal-Asia Timur]] yang khas (biasanya juga disebut sebagai "Garis keturunan Asia Timur dan Tenggara"; {{lang-en|East- and Southeast Asian lineage}} (ESEA)), yang merupakan nenek moyang orang Asia Timur dan Asia Tenggara pada masa sekarang, Polinesia, dan Siberia, berasal dari [[Asia Tenggara Daratan]] pada kurun waktu sekitar 50.000 SM. Kemudian masing-masing dari mereka menyebar melalui beberapa gelombang migrasi ke arah selatan dan utara. Leluhur Basal-Asia Timur, serta nenek moyang [[bahasa Austroasiatik|Austroasiatik]] terkait kemudian menyebar ke [[Asia Tenggara Maritim]] sebelum ekspansi dataran Austronesia. Penutur Austronesia sendiri diperkirakan telah tiba di [[Geografi Taiwan|Taiwan]] dan Filipina utara antara kurun waktu 10.000 SM hingga 7.000 SM dari pesisir selatan Tiongkok, dan menyebar dari sana ke seluruh Asia Tenggara Maritim. Para peneliti menyimpulkan bahwa persebaran bangsa Austronesia ke Asia Tenggara Maritim dan [[Polinesia]] lebih cenderung berasal dari wilayah Filipina daripada Taiwan, sehingga orang-orang berbahasa Austronesia modern, seperti suku Melayu, sebagian besar memiliki nenek moyang Basal-Timur Asia dari periode paling awal dengan tanpa banyak campuran ras seiring berjalannya waktu.<ref>{{Cite journal |last1=Larena |first1=Maximilian |last2=Sanchez-Quinto |first2=Federico |last3=Sjödin |first3=Per |last4=McKenna |first4=James |last5=Ebeo |first5=Carlo |last6=Reyes |first6=Rebecca |last7=Casel |first7=Ophelia |last8=Huang |first8=Jin-Yuan |last9=Hagada |first9=Kim Pullupul |last10=Guilay |first10=Dennis |last11=Reyes |first11=Jennelyn |date=2021-03-30 |title=Multiple migrations to the Philippines during the last 50,000 years |journal=Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America |volume=118 |issue=13 |pages=e2026132118 |doi=10.1073/pnas.2026132118 |issn=0027-8424 |pmc=8020671 |pmid=33753512}}</ref><ref>{{Cite journal |last=Yang |first=Melinda A. |date=2022-01-06 |title=A genetic history of migration, diversification, and admixture in Asia |url=http://www.pivotscipub.com/hpgg/2/1/0001/html |journal=Human Population Genetics and Genomics |language=en |volume=2 |issue=1 |pages=1–32 |doi=10.47248/hpgg2202010001 |issn=2770-5005}}</ref>
 
== Sejarah ==
Baris 153:
 
Kesultanan Melayu penting lainnya adalah [[Kesultanan Kedah]] (1136–sekarang), [[Sultan Kelantan|Kesultanan Kelantan]] (1411–sekarang), [[Kesultanan Pattani]] (1516–1771), Kerajaan Reman (1785–1909) dan Kerajaan Legeh (1755–1902) yang mendominasi bagian utara Semenanjung Melayu. [[Kesultanan Jambi]] (1460–1907), [[Kesultanan Palembang]] (1550–1823), dan Kesultanan Indragiri (1298–1945) menguasai sebagian besar pantai tenggara Sumatra. [[Kesultanan Deli]] (1632–1946), [[Kesultanan Serdang]] (1728–1948), [[Kesultanan Langkat]] (1568–1948), dan [[Kesultanan Asahan]] (1630–1948) memerintah Sumatra bagian timur. Sementara Kalimantan Barat menyaksikan kebangkitan [[Kesultanan Pontianak]] (1771–1950), Kesultanan Mempawah (1740–1950), dan Kesultanan Matan (1590–1948).
 
===Dampak Kolonialisasi===
[[File:COLLECTIE TROPENMUSEUM Portret van de Sultan van Lingga Riouw met zijn gevolg Batavia TMnr 60003185.jpg|thumb|left|Penguasa [[Kesultanan Riau-Lingga]] pada tahun 1867, yang sebagian besar berasal dari keturunan Melayu-Bugis. Kesultanan ini dihapuskan hampir setengah abad kemudian pada tahun 1911 oleh Belanda, setelah adanya gerakan kemerdekaan yang kuat melawan pemerintahan [[Hindia Belanda]].]]
Antara tahun 1511 dan 1984, banyak kerajaan dan kesultanan Melayu jatuh di bawah penjajahan langsung atau menjadi [[protektorat]] berbagai kekuatan asing, dari kekuatan kolonial Eropa seperti [[Portugal|Portugis]], [[Belanda]], dan [[Inggris]], hingga kekuatan regional seperti [[Kesultanan Aceh|Aceh]], [[Siam]], dan [[Jepang]]. Pada tahun 1511, [[Kekaisaran Portugis]] [[Perebutan Melaka (1511)|menaklukkan]] ibu kota [[Kesultanan Malaka]]. Namun, Portugis yang menang tidak mampu memperluas pengaruh politik mereka di luar [[A Famosa|benteng Malaka]]. Sultan tetap memegang kekuasaan atas wilayah-wilayah di luar Malaka dan mendirikan [[Kesultanan Johor]] pada tahun 1528 sebagai penerus Malaka. [[Malaka Portugis]] menghadapi beberapa serangan balasan yang tidak berhasil dari Johor hingga tahun 1614, ketika pasukan gabungan Johor dan [[Kekaisaran Belanda]] berhasil [[Pertempuran Melaka (1641)|mengusir]] Portugis dari semenanjung tersebut. Sesuai dengan perjanjian dengan Johor pada tahun 1606, Belanda kemudian mengambil alih Malaka.{{sfn|Hunter|Roberts|2010|p=345}}
 
Secara historis, kerjaan-kerajaan Melayu di semenanjung memiliki hubungan yang bermusuhan dengan Siam. Kesultanan Malaka sendiri berperang dua kali dengan [[Kerajaan Ayutthaya|Siam]], sementara negara-negara Melayu di utara secara berkala berada di bawah dominasi Siam selama berabad-abad. Pada tahun 1771, [[Kerajaan Thonburi]] di bawah [[dinasti Chakri]] yang baru, menghapuskan [[Kesultanan Pattani]] dan kemudian menganeksasi sebagian besar wilayah [[Kesultanan Kedah]]. Sebelumnya, Siam di bawah [[Kerajaan Ayutthaya]] telah menyerap [[Tambralinga]] dan mengalahkan [[Kesultanan Singgora]] pada abad ke-17.{{sfn|Andaya|Andaya|1984|pp=62–68}}{{sfn|Ganguly|1997|p=204}}
 
[[File:Reman.jpg|thumb|right|Tuan Lebeh (duduk, di tengah), ''Long Raya'' atau ''Raja Muda'' ([[pangeran mahkota]]) dari Kerajaan Reman pada tahun 1899. Kerajaan Reman dibubarkan oleh [[Kerajaan Rattanakosin]] bersamaan dengan berbagai kerajaan Melayu lainnya yang melakukan pemberontakan untuk meraih kemerdekaan pada awal tahun 1902, termasuk [[Kerajaan Pattani]], Saiburi, Nongchik, Yaring, Yala, Legeh, dan Teluban.]]Senja Kekaisaran Brunei yang luas dimulai selama [[Perang Kastilia]] melawan para [[Kekaisaran Spanyol|penakluk]] Spanyol yang tiba di Filipina dari Meksiko. Perang ini mengakibatkan berakhirnya dominasi kekaisaran di kepulauan Filipina yang sekarang. Penurunan ini semakin memuncak pada abad ke-19, ketika Kesultanan kehilangan sebagian besar wilayahnya yang tersisa di [[Kalimantan]] kepada [[Rajah Putih]] [[Sarawak]], [[Serikat Borneo Utara Inggris]] dan vassal-vassalnya kepada [[Perusahaan Hindia Timur Belanda]]. Brunei menjadi protektorat Inggris dari tahun 1888 hingga 1984.<ref name="CIA (B)">{{cite book |url=https://www.cia.gov/the-world-factbook/countries/brunei/ |title=CIA World Factbook |year=2022 |chapter=Brunei |access-date=28 Februari 2014 |archive-date=21 Juli 2015 |archive-url=https://web.archive.org/web/20150721102115/https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/bx.html |url-status=live }}</ref>
 
Setelah [[Perjanjian Inggris-Belanda 1824]] yang membagi [[Kepulauan Melayu]] menjadi zona Inggris di utara dan zona Belanda di selatan, semua kesultanan Melayu di [[Sumatra]] dan [[Kalimantan|Kalimantan Selatan]] menjadi bagian dari [[Hindia Belanda]]. Meskipun beberapa sultan Melayu tetap mempertahankan kekuasaan mereka di bawah kendali Belanda,{{sfn|Lumholtz|2004|p=17}} beberapa di antaranya dihapuskan oleh pemerintah Belanda dengan tuduhan pemberontakan melawan pemerintahan kolonial, seperti yang terjadi pada Kesultanan Palembang pada tahun 1823, Kesultanan Jambi pada tahun 1906, dan [[Kesultanan Riau-Lingga]] pada tahun 1911.
 
Pembagian serupa di [[Semenanjung Melayu]] juga dilakukan oleh Inggris dan Siam setelah [[Perjanjian Britania Raya-Siam 1909|Perjanjian Anglo-Siam 1909]]. Langkah ini diambil karena Inggris merasa khawatir akan pengaruh yang berkembang antara pemerintah Siam dan kekaisaran kolonial Jerman yang bersaing, terutama di bagian utara Semenanjung. Perjanjian Anglo-Siam menetapkan bahwa Siam akan menguasai bagian atas semenanjung, sementara wilayah bawah akan berada di bawah kekuasaan Inggris.
 
Kemudian, selama [[pendudukan Jepang di Hindia Belanda]], [[pendudukan Jepang di Malaya|Malaya]], dan [[Pendudukan Jepang di Borneo Britania|Borneo Britania]], Jepang mempertahankan hubungan yang baik dengan para sultan dan pemimpin Melayu lainnya. Hal ini sebagian dilakukan untuk membangun kepercayaan publik Melayu yang umumnya loyal terhadap sultan. Namun, dalam serangkaian pembantaian yang dikenal sebagai [[insiden Pontianak]], Jepang membunuh hampir semua sultan Melayu di [[Kalimantan Barat]], termasuk sejumlah besar intelektual Melayu setelah mereka dituduh secara palsu merencanakan pemberontakan dan [[kudeta]] melawan Jepang. Diperkirakan bahwa Kalimantan Barat memerlukan dua generasi untuk pulih dari hampir totalnya kehancuran kelas penguasa Melayu di wilayah tersebut.
 
===Gerakan Kemerdekaan===
Meskipun populasi Melayu tersebar di hampir seluruh [[Asia Tenggara Maritim]], perkembangan organisasi nasionalisme modern untuk mencapai kemerdekaan menunjukkan variasi yang signifikan di Sumatra, Semenanjung Malaya, dan Pulau Kalimantan. Di [[Hindia Belanda]], perjuangan melawan kolonialisasi ditandai oleh bentuk nasionalisme lintas etnis yang dikenal sebagai "[[Kebangkitan Nasional Indonesia]]", di mana warga [[Suku Melayu-Indonesia|Melayu Indonesia]] berkolaborasi dengan kelompok etnis lainnya untuk membangun kesadaran kolektif sebagai "Indonesia".{{sfn|Ricklefs|1991|pp=163–164}} Di Malaysia, dorongan untuk meraih kemerdekaan terlihat dalam munculnya [[Nasionalisme Melayu awal|gerakan nasionalis Melayu]] di [[Malaya Britania Raya]] pada awal abad ke-20.<ref name="Leo Suryadinata">{{harvnb|Suryadinata|2000|pp=133–136}}</ref>
 
Sementara itu, di Brunei, meskipun terdapat upaya untuk meningkatkan kesadaran politik Melayu antara tahun 1942 dan 1945, sejarah nasionalisme berbasis etnis tidak mencatat perkembangan yang signifikan. Di Thailand, [[Krisis Thailand Selatan|separatisme Pattani]] terhadap pemerintahan Thai dianggap oleh sejumlah sejarawan sebagai bagian dari konteks nasionalisme Melayu semenanjung yang lebih luas. Secara keseluruhan, gerakan-gerakan ini memberikan kontribusi penting terhadap perkembangan modern Indonesia (terutama di Sumatra, Kalimantan, dan kepulauan Riau), Malaysia, Brunei, Singapura, dan Thailand.
 
==Budaya==
Baris 259 ⟶ 278:
Pengaruh India terlihat jelas dalam teater bayangan tradisional Melayu yang disebut [[Wayang Kulit]], yang menceritakan kisah-kisah dari epik Hindu seperti [[Ramayana]] dan [[Mahabharata]]. Ada beberapa variasi regional dari Wayang Kulit di Semenanjung Melayu, termasuk Wayang Gedek, Wayang Purwa, Wayang Melayu, dan Wayang Siam.{{sfn|Srinivasa|2003|p=296}}{{sfn|Ghulam Sarwar Yousof|1997|p=3}}{{sfn|Matusky|1993|pp=8–11}} Masing-masing mencerminkan campuran unsur lokal dan asing, dengan Wayang Purwa dan Wayang Siam dipengaruhi oleh tradisi Jawa dan Siam, sementara Wayang Melayu dan Wayang Gedek menampilkan gaya penceritaan yang lebih khas Melayu.
 
Seni pertunjukan Melayu lainnya yang terkenal termasuk teater [[Bangsawan]], balada cinta [[Dondang Sayang]], dan tari Mak Inang yang berasal dari Kesultanan Malaka. Bentuk-bentuk spesifik lainnya meliputi teater Jikey dan Mek Mulung dari Kedah, tarian drama [[Asyik]] dan Menora dari Patani dan Kelantan, serta tarian [[Ulek Mayang]] dan Rodat dari Terengganu. Di Penang, teater Boria populer, sedangkan tari Canggung merupakan tradisi penting di Perlis. Di Brunei dan Sarawak, terdapat tradisi lagu naratif yang dikenal sebagai Mukun.{{sfn|Marzuki bin Haji Mohd Seruddin|2009}}<ref>{{cite web |title=Seni Bermukun Semakin Malap |website=Mysarawak.org |date=2009-04-20 |url= http://www.mysarawak.org/2009/04/20/seni-bermukun-semakin-malap.html |access-date=15 June 2012 |archive-url= https://archive.today/20120906041730/http://www.mysarawak.org/2009/04/20/seni-bermukun-semakin-malap.html |archive-date=6 September 2012 |url-status=dead}}</ref><ref name="Ahmad Salehuddin 2009">{{harvnb|Ahmad Salehuddin|2009}}</ref> Ada juga tari [[Gending Sriwijaya]] dari Palembang, tarian Serampang Dua Belas dari Serdang, Sumatera Utara<ref name="Ahmad Salehuddin 2009">{{harvnb|Ahmad Salehuddin|2009}}</ref> dan tari api [[Zapin Api]] dari Riau.
 
===Pakaian Tradisional===
Baris 277 ⟶ 296:
 
Berbeda dengan Baju Melayu yang lebih sering dikenakan sebagai pakaian upacara, Baju Kurung dikenakan sehari-hari oleh mayoritas wanita Melayu. Pemandangan pegawai negeri wanita, pekerja profesional, dan pelajar yang mengenakan Baju Kurung umum di Malaysia dan Brunei.
 
===Festival dan Perayaan===
[[File:Majlis Tujuh Likor Pasang Pelita.jpg|thumb|left|Deretan [[lampu minyak|Pelita]] dinyalakan selama ''Malam Tujuh Likur'' (malam ke-27 [[Ramadhan]]), di mana lampu minyak secara tradisional digunakan untuk menerangi rumah dan jalanan selama bulan Ramadhan. Terlihat di sini di [[Muar]], Johor, Malaysia.]]
Kebangkitan [[Islam]] pada abad ke-15 berhasil [[etnogenesis|mendefinisikan ulang]] identitas [[Kemelayuan]]. Akibatnya, sebagian besar festival dan perayaan Melayu mulai mengikuti kalender [[Islam]], namun tetap memiliki ciri khas Melayu yang kuat. Perayaan [[Hari Raya]] ([[Idulfitri]] dan [[Iduladha]]) merupakan perayaan terbesar yang dirayakan oleh komunitas Melayu secara luas. Kedua hari raya ini memperingati peristiwa penting dalam ajaran Islam. Idulfitri menandakan kemenangan umat Muslim setelah menjalankan [[puasa dalam Islam|puasa]] dan kesabaran selama bulan [[Ramadhan]], sedangkan Iduladha memperingati pengorbanan yang dilakukan oleh [[Ibrahim]] atas perintah [[Allah]].
 
Perayaan ''Raya'' biasanya dimulai dengan acara [[mudik|Balik Kampung]] atau ''Balik Raya'' yang dilakukan beberapa hari sebelum hari besar. Pada Hari Raya, umat Melayu biasanya melaksanakan [[salat id]], mengadakan jamuan besar, serta berkunjung ke rumah teman, kerabat, dan tetangga. Ziarah ke makam orang tercinta yang telah meninggal juga menjadi bagian penting dari perayaan sebagai bentuk penghormatan dan cinta.
 
[[File:COLLECTIE TROPENMUSEUM Plechtigheden bij de kroning van de Sultan van Deli in 1925 op de troon de sultan en zijn echtgenote met aan weerszijden de rijkssieraden TMnr 10001572.jpg|thumb|Upacara penobatan antara Tengku Otteman, sebagai ''Tengku Mahkota'' (Putra Mahkota) dari [[Kesultanan Deli]], [[Hindia Belanda]]; dengan istrinya, Raja Amnah, anggota keluarga kerajaan [[Perak|Kesultanan Perak]] sebagai ''Tengku Puan Indera'' pada tahun 1925]]
Perayaan keagamaan besar lainnya yang dirayakan oleh orang Melayu termasuk [[Ramadhan]], bulan suci yang diisi dengan puasa dan berbagai aktivitas keagamaan; [[Maulid Nabi]], prosesi besar untuk memperingati kelahiran [[Muhammad]]; [[Asyura]], peringatan [[Muharram]] di mana orang Melayu menyiapkan hidangan khusus yang disebut ''Bubur Ashura''; [[Nisfu Sya'ban]], peringatan pertengahan bulan [[Sya'ban]], sebagai hari puasa khusus untuk memohon pengampunan; [[Nuzulul Quran]], peringatan wahyu pertama [[Quran]]; [[Isra' dan Mi'raj]], peristiwa naiknya Muhammad ke langit; dan [[Tahun Baru Hijriyah|Awal Muharram]]. Ketiga perayaan terakhir biasanya diisi dengan shalat sunat, ceramah agama, dan diskusi Islam di [[masjid]].
 
Selain itu, terdapat berbagai festival budaya regional dan acara sosial yang berbeda di berbagai wilayah Melayu. Wilayah pesisir misalnya, dulunya dikenal dengan upacara ''Mandi Safar'' atau ''Puja Pantai'', yaitu mandi penyucian selama bulan [[Safar]], yang diadaptasi dari ritual penyucian kuno Melayu pra-Islam, mirip dengan tradisi [[Mandi Belimau]] sebelum [[Ramadhan]]. Di wilayah pedalaman dan agraris, terdapat perayaan pesta panen, yang dirayakan dengan permainan tradisional, teater, [[Joget]], dan berbagai tarian lainnya. Namun, kedua praktik tersebut perlahan mulai menghilang akibat perubahan sosial dan ekonomi yang terjadi di kalangan masyarakat Melayu pada abad ke-20.
 
Perayaan-perayaan Islam juga mempengaruhi acara-acara individu di kalangan masyarakat Melayu, yang biasanya diselenggarakan dalam bentuk ''kenduri'', sebuah jamuan keagamaan untuk merayakan atau memohon berkah atas suatu peristiwa. Terdapat berbagai variasi ''kenduri'', seperti ''Doa Selamat'' (memohon perlindungan), ''Kesyukuran'' (syukuran), ''Melenggang Perut'' (upacara untuk ibu hamil anak pertama), ''Aqiqah'' dan ''Cukur Jambul'' (upacara kelahiran bayi), ''Bertindik'' (upacara penindikan pertama untuk anak perempuan), ''Khatam Quran'' (upacara kelulusan setelah membaca penuh [[Quran]]), ''Khitan'' ([[khitan]]) dan ''Tahlil'' (doa untuk orang yang meninggal).
 
===Seni bela diri===
[[File:Singaporean female pesilat - 20080222.jpg|thumb|Seorang pesilat perempuan dari Singapura]]
{{utama|Silat}}
Silat dan berbagai variannya ditemukan di seluruh dunia Melayu: [[Semenanjung Malaya]] (termasuk [[Singapura]]), [[Kepulauan Riau]], [[Sumatra]], dan daerah pesisir [[Kalimantan]]. Bukti arkeologis menunjukkan bahwa sejak abad ke-6, seni bela diri formal telah dipraktikkan di Semenanjung Malaya dan Sumatra.{{sfn|James|1994|p=73}} Bentuk awal Silat diyakini telah dikembangkan dan digunakan oleh angkatan bersenjata kerajaan-kerajaan Melayu kuno seperti [[Langkasuka]] (abad ke-2){{sfn|Alexander|2006|p=225}}{{sfn|Abd. Rahman Ismail|2008|p=188}} dan [[Sriwijaya]] (abad ke-7).
 
Pengaruh kesultanan-kesultanan Melayu seperti [[Kesultanan Malaka]], [[Kesultanan Johor|Johor]], [[Kerajaan Pattani|Pattani]], dan [[Kesultanan Brunei|Brunei]] turut menyebarkan seni bela diri ini di Nusantara. Melalui jalur laut dan sungai yang kompleks yang memfasilitasi perdagangan di seluruh wilayah, Silat menyebar hingga ke hutan hujan lebat dan pegunungan. [[Laksamana]] legendaris [[Hang Tuah]] dari Malaka adalah salah satu ''pesilat'' paling terkenal dalam sejarah{{sfn|Green|2001|p=802}} dan bahkan dianggap oleh beberapa orang sebagai bapak Silat Melayu.{{sfn|Sheikh Shamsuddin|2005|p=195}} Sejak era klasik, Silat Melayu mengalami banyak diversifikasi dan diakui secara tradisional sebagai sumber dari [[Pencak Silat]] Indonesia dan berbagai bentuk Silat di Asia Tenggara.{{sfn|Draeger|1992|p=23}}{{sfn|Farrer|2009|p=28}}
 
Selain Silat, [[Muay Thai|Tomoi]] juga dipraktikkan oleh orang Melayu, terutama di wilayah utara Semenanjung Malaya. Seni bela diri ini merupakan varian dari [[Indocina|Indo-Cina]] [[kickboxing]] yang diyakini telah menyebar ke daratan Asia Tenggara sejak masa [[Kerajaan Funan]] (68 M).
 
===Kerajinan Logam===
[[File:Bunga Mas (Muzium Negara).jpg|thumb|left|[[Bunga Mas]], [[Museum Negara Malaysia]]. ''Bunga Mas'' diberikan oleh negara-negara Melayu utara seperti [[Terengganu]], [[Kelantan]], [[Kedah]], [[Kerajaan Pattani|Pattani]], Nong Chik, [[Provinsi Yala|Yala]], Rangae, [[Kubang Pasu Darul Qiyam|Kubang Pasu]] dan [[Provinsi Satun|Satun]] kepada Raja [[Kerajaan Ayutthaya|Ayutthaya]] ([[Siam]]) sebagai simbol kesetiaan.]] Pada pergantian abad ke-17, emas, perak, [[besi]] dan [[kuningan]] telah menjadi bagian penting dari masyarakat Melayu. Era ini menyaksikan karya seni logam menerima dukungan kerajaan yang signifikan. Beragam karya logam Melayu menjadi bukti dari era ini, mulai dari keris khas Melayu yang terbuat dari besi hingga perhiasan halus yang rumit terbuat dari emas dan perak. Bagi bangsawan Melayu pada periode ini, karya ''pending'' (gesper sabuk hias yang dihiasi [[batu permata]]), ''keronsang'' (bros), dan ''cucuk sanggul'' (peniti rambut) menjadi barang mode yang paling dicari. Era ini juga menampilkan sejumlah benda terkenal lainnya dalam regalia Melayu yang terbuat dari emas, termasuk kotak upacara, ''Tepak Sirih'' (wadah sirih), dan bagian dari keris. Seni pengolahan emas dilakukan terutama dengan teknik ''repoussé'' dan ''granulasi'', di mana metode tradisional ini masih dapat disaksikan hingga saat ini. Di era kontemporer, perhiasan emas Melayu umumnya berbentuk gelang kaki, gelang tangan, cincin, kalung, liontin, dan anting-anting.<ref name="Malaysia Handicrafts ~ Gold Silver & Brass 2011">{{cite web |title=Kerajinan Tangan Malaysia ~ Emas Perak & Kuningan |website= Go2Travelmalaysia.com |url= http://go2travelmalaysia.com/tour_malaysia/gold_silv.htm |access-date= 31 Mei 2018 |archive-date= 19 Mei 2018 |archive-url= https://web.archive.org/web/20180519135144/http://go2travelmalaysia.com/tour_malaysia/gold_silv.htm |url-status= live }}</ref><ref name="Karyaneka 2013">{{cite web |last=Karyaneka |title=Kerajinan Logam |publisher=Syarikat Pemasaran Karyaneka Sdn. Bhd. |url= http://www.karyaneka.com.my/english/tablet/metal-work.html |access-date=31 Mei 2018 |archive-url= https://web.archive.org/web/20180324135832/http://www.karyaneka.com.my/english/tablet/metal-work.html |archive-date=24 Maret 2018 |url-status=dead}}</ref>
 
Untuk kerajinan perak Melayu, karya-karya perak terkenal karena desainnya yang rumit dan halus. Biasanya dibuat dengan teknik repoussé, [[pending]] dan niello. Barang-barang tradisional Melayu yang biasa dibuat dari perak termasuk ujung bantal, gesper sabuk, sudut tikar, sumbat bejana air, sarung keris, dan kotak tembakau. Pola ''Awan Larat'' (pola awan) dan ''Kerawang'' (motif tumbuhan) merupakan desain populer untuk ujung bantal dekoratif perak Melayu dan kotak tembakau.<ref name="Malaysia Handicrafts ~ Gold Silver & Brass 2011"/>
 
Penggunaan barang-barang kuningan melampaui berbagai kelas sosial Melayu klasik, digunakan oleh bangsawan maupun rakyat biasa. Popularitas barang-barang kuningan didorong oleh daya tahannya, kualitas, dan keterjangkauannya. Barang-barang kuningan terbagi menjadi dua jenis, kuningan kuning untuk barang fungsional dan kuningan putih untuk tujuan dekoratif. Kuningan sering dipahat dan dihias dengan motif dekoratif [[seni Islam|religius]] dan bunga. Penggunaan kuningan paling dikenal untuk Tepak Sirih, nampan upacara untuk sirih, dan untuk membuat instrumen musik seperti [[gong]] dalam orkestra tradisional Melayu [[Gamelan]]. Selain itu, barang-barang tradisional Melayu lainnya yang terbuat dari logam termasuk vas bunga, penyemprot parfum, nampan saji, panci masak, ketel, dan pembakar dupa.<ref name="Malaysia Handicrafts ~ Gold Silver & Brass 2011"/><ref name="Karyaneka 2013"/>
 
===Persenjataan===
[[File:Malay Keris.jpg|thumb|upright=0.8|Sebuah Keris Melayu, dengan sarungnya di sebelah kiri. Keris ini dulunya milik seorang bangsawan Melayu dari [[Sumatra]].]] {{See also|Keris Taming Sari|Bedil}}
[[Keris]] adalah salah satu senjata paling dihormati dalam persenjataan Melayu. Awalnya dikembangkan oleh orang [[Jawa]] di selatan, penyebaran keris ke negara lain seperti Thailand, Malaysia, dan Filipina dikaitkan dengan pengaruh yang semakin besar dari [[Majapahit]] di Jawa sekitar tahun 1492.<ref name="JPostKris">{{cite news |author=Tantri Yuliandini |date=April 18, 2002 |title=Kris, more than just a simple dagger |work=The Jakarta Post |url=http://www.thejakartapost.com/news/2002/04/18/kris-more-just-a-simple-dagger.html |url-status=dead |access-date=30 July 2014 |archive-url=https://web.archive.org/web/20140729203644/http://www.thejakartapost.com/news/2002/04/18/kris-more-just-a-simple-dagger.html |archive-date=29 July 2014}}</ref> Pada masa [[Kesultanan Melaka|Kesultanan Malaka]] abad ke-15, evolusi Keris Melayu mencapai kesempurnaan, dan kepemilikan keris menjadi bagian penting dari budaya Melayu, sebagai simbol filosofi yang menggambarkan prestise, keterampilan, maskulinitas, dan kehormatan.{{sfn|Niza|2016}}{{sfn|Zakaria|2016}}{{sfn|Angahsunan|2017}}
 
Pada era klasik, seorang pria Melayu tidak pernah terlihat tanpa keris di luar rumah. Tidak membawa keris dianggap sebagai hal yang memalukan, seolah-olah dia berparade tanpa busana di hadapan umum. Secara tradisional, seorang pria Melayu memiliki tiga jenis keris: ''Keris Pusaka'' (Keris Dinasti, diwariskan dari generasi ke generasi), ''Keris Pangkat'' (Keris Status, diberikan sesuai kedudukannya dalam masyarakat Melayu), dan ''Keris Perjuangan Dirinya'' (Keris Pribadi). Ada banyak aturan ketat, regulasi, dan pantangan yang harus diikuti dalam kepemilikan keris.{{sfn|Angahsunan|2017}} Bilah keris biasanya dilapisi racun arsenik, menjadikannya senjata yang sangat mematikan bagi musuhnya.{{sfn|Zakaria|2016}} Selain itu, setiap keris juga dianggap memiliki roh, yang dikenal sebagai ''semangat''. Ritual khusus dilakukan untuk merawat, menjaga, dan melindungi "jiwa" senjata tersebut.{{sfn|Angahsunan|2017}} Pendekatan spiritual ini biasanya dilakukan setiap ''Malam Jumaat'' (malam Jumat), dengan bilah keris dibersihkan dengan [[jeruk nipis]] dan diasapi dengan [[dupa]], disertai doa-doa khusus dan mantra yang diucapkan untuk melengkapi ritual mistik tersebut.<ref name="Irma Musliana 2016">{{harvnb|Irma Musliana|2016}}</ref>
 
[[File:Istinggar Melayu.jpg|thumb|Mekanisme pelatuk ''[[Istinggar]]'', senjata api kuno Melayu jenis [[matchlock]] yang dipamerkan di ''Muzium Warisan Melayu'' (Museum Warisan Melayu), Serdang, [[Selangor]]]] Orang Melayu dan Jawa memiliki nilai-nilai filosofis yang berbeda terkait penggunaan keris. Secara tradisional, orang Melayu menyelipkan keris mereka di depan, yang melambangkan bahwa senjata tersebut lebih penting daripada pemakainya dan sebagai pengingat bahwa seseorang selalu siap menghadapi musuh. Sementara itu, orang Jawa menganggap bahwa keris hanya boleh digunakan saat diperlukan, sehingga mereka menyelipkan keris di belakang. Mereka percaya bahwa dengan membawa keris di posisi tersebut, musuh akan bingung.{{sfn|Angahsunan|2017}}
 
Namun, kedua kelompok tersebut memiliki ideologi yang serupa mengenai [[Keris#Hulu atau pegangan keris|hulu]] keris. Jika hulu keris menghadap ke depan, itu menandakan kesiapan untuk bertarung. Namun, jika hulu menghadap ke belakang, itu berarti orang tersebut siap untuk berdamai.{{sfn|Angahsunan|2017}}
 
Selain keris, ada berbagai jenis senjata lain dalam persenjataan Melayu yang sama-sama dihormati. Orang Melayu mengklasifikasikan senjata tradisional mereka dalam 7 kategori: ''Tuju'' (''Langsung'', artileri besar seperti meriam Melayu ''Meriam'', ''[[Ekor lotong|Ekor Lotong]]'', ''[[Lela (meriam)|Lela]]'' dan ''[[Rentaka]]''), ''Bidik'' (''Senjata api'', senjata dengan pipa logam yang menembakkan amunisi seperti ''[[Tarkul|Terakor]]'' dan ''Istinggar''), ''Setubuh'' (''Tubuh'', senjata berukuran seperti tubuh manusia, seperti tombak Melayu ''Tongkat Panjang'' dan ''Lembing''), ''Selengan'' (''Lengan'', pedang besar sepanjang bahu hingga ujung jari seperti ''Pedang'' dan ''[[Sundang]]''), ''Setangan'' (''Tangan'', pedang berukuran dari siku hingga tiga jari seperti ''Badik Panjang'' dan ''Tekpi''), ''Sepegang'' (''Pegangan'', lebih kecil dari ''Setangan'', pisau belati seperti ''Keris'' dan ''Badik''), dan ''Segenggam'' (''Genggaman'', senjata berukuran tangan seperti ''Lawi Ayam'', ''[[Kerambit]]'', ''Kuku Macan'' dan ''Kapak Binjai'').<ref>{{citation |last=Kerawang Merah |title=7 Kelas Senjata Alam Melayu |year=2017}}{{full citation needed|date=August 2020}}</ref> Senjata tradisional lain dalam persenjataan Melayu termasuk ''sumpit'' (tiupan) dan [[Busur panah]], yang berbeda dari tujuh kategori senjata utama. Selain itu, orang Melayu juga menggunakan ''Zirah'', sejenis ''[[Baju rantai|baju besi]]'' sebagai pelindung, serta ''Perisai'' ([[tameng]]) dalam peperangan.
 
===Permainan Tradisional===
[[File:Finished wau and wau frame.JPG|thumb|right|Bengkel pembuat Wau di [[Kelantan]], Malaysia. Jenis layang-layang ini ditemukan di pesisir timur Semenanjung Melayu.]]
Permainan tradisional Melayu umumnya memerlukan keterampilan kerajinan tangan dan kelincahan fisik, dan dapat ditelusuri asal-usulnya sejak zaman Kesultanan Malaka. [[Sepak Raga]] dan [[layang-layang]] adalah di antara permainan tradisional yang disebutkan dalam [[Sulalatus Salatin|Hikayat Melayu]] sebagai permainan yang dimainkan oleh bangsawan dan keluarga kerajaan Kesultanan Melayu.{{sfn|Leyden|1821|p=261}}{{sfn|Lockard|2009|p=48}}{{sfn|Ooi|2004|p=1357}}
 
''[[Sepak Raga]]'' adalah salah satu permainan Melayu yang paling populer dan telah dimainkan selama berabad-abad. Secara tradisional, Sepak Raga dimainkan dalam lingkaran dengan menendang dan menjaga bola rotan tetap di udara menggunakan bagian tubuh selain tangan dan lengan. Saat ini, permainan ini diakui sebagai olahraga nasional [[Malaysia]]{{sfn|Ziegler|1972|p=41}}{{sfn|McNair|2002|p=104}} dan dimainkan di ajang olahraga internasional seperti [[Asian Games]] dan [[SEA Games]].
 
Permainan populer lainnya adalah [[Gasing]] (bermain gasing), yang biasanya dimainkan setelah musim [[panen]]. Dibutuhkan keterampilan kerajinan yang tinggi untuk membuat gasing yang paling kompetitif, beberapa di antaranya bisa berputar selama dua jam.{{sfn|Alexander|2006|p=51}}
 
Mungkin permainan Melayu yang paling terkenal adalah ''Wau'' (sejenis layang-layang khas dari pantai timur Semenanjung Melayu). Kompetisi Wau sering diadakan, di mana juri memberikan nilai berdasarkan keterampilan kerajinan (''Wau'' yang indah dihias dan dibuat dari rangka bambu), suara (semua layang-layang Melayu dirancang untuk menciptakan suara tertentu saat tertiup angin), dan ketinggian.{{sfn|Alexander|2006|p=51}}
 
Orang Melayu juga memiliki varian dari permainan papan [[Mancala]] yang dikenal sebagai [[Congkak]]. Permainan ini dimainkan dengan memindahkan batu, kelereng, manik-manik, atau cangkang di papan kayu yang terdiri dari dua belas atau lebih lubang. Mancala diakui sebagai salah satu permainan tertua di dunia dan dapat ditelusuri asal-usulnya sejak zaman [[Mesir Kuno]]. Saat permainan ini menyebar ke seluruh dunia, setiap budaya menciptakan variasi mereka sendiri, termasuk orang Melayu.{{sfn|Alexander|2006|p=52}}
 
== Lihat pula ==