Suku Melayu: Perbedaan antara revisi

[revisi tidak terperiksa][revisi terperiksa]
Konten dihapus Konten ditambahkan
The Bangsawan (bicara | kontrib)
Menambahkan dan menerjemahkan dua subbagian baru tentang persenjataan Melayu dan permainan tradisional dari Wikipedia bahasa Inggris ke Wikipedia bahasa Indonesia.
Zul Hamid (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(5 revisi perantara oleh 4 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 49:
}}
[[File:Malay tricolour.svg|150px|thumbnail|Bendera [[Triwarna Melayu]] yang menunjukkan identitas orang Melayu]]
'''Suku Melayu''' ({{lang-ms|Orang Melayu}}, [[abjad Jawi|Jawi]]: أورڠ ملايو) adalah salah satu [[kelompok etnis]] di wilayah [[bangsa Austronesia|Austronesia]] yang menempati wilayah pesisir timur [[Sumatra]], [[Semenanjung MalakaMalaya]], dan beberapa wilayah di [[Kalimantan]]. Selain itu, kelompok etnis ini juga dapat dijumpai di pulau-pulau kecil yang tersebar diantara wilayah besar tersebut. Wilayah-wilayah persebaran ini seringkali disebut sebagai [[dunia Melayu]]. Wilayah-wilayah tersebut pada masa sekarang merupakan bagian dari negara [[Malaysia]], [[Indonesia]] ([[Sumatra]] bagian timur dan selatan, serta pesisir pantai [[Kalimantan]]), bagian selatan [[Thailand]] ([[Provinsi Pattani|Pattani]], [[Provinsi Satun|Satun]], [[Provinsi Songkhla|Songkhla]], [[Provinsi Yala|Yala]], dan [[Provinsi Narathiwat|Narathiwat]]), [[Singapura]], dan [[Brunei Darussalam]].
 
Terdapat beberapa perbedaan unsur bahasa, kebudayaan, kesenian, dan keberagaman sosial diantara sub-kelompok turunan dari bangsa Melayu. Hal ini dikarenakan suku Melayu inti menyebar ke berbagai penjuru wilayah dunia Melayu, sehingga terjadi asimilasi sub-kelompok turunan Melayu dengan beberapa kelompok etnis daerah tertentu di wilayah [[Asia Tenggara Maritim]]. Secara historis, populasi suku Melayu merupakan turunan langsung dari orang-orang suku {{PRBahasa|Austroasiatik}} Austronesia yang menuturkan bahasa-bahasa {{PRBahasa|Melayik}} yang menjalin kontak dan perdagangan dengan kerajaan, kesultanan, ataupun pemukiman tertentu (terutama dengan kerajaan [[Sejarah Brunei|Brunei]], [[Kedah]], [[Langkasuka]], [[Gangga Negara]], [[Chi Tu]], [[Kerajaan Nakhon Si Thammarat|Nakhon Si Thammarat]], [[Kerajaan Pahang|Pahang]], [[Kerajaan Melayu|Melayu]] dan [[Sriwijaya]].){{sfn|Milner|2010|pp=24, 33}}{{sfn|Barnard|2004|pp=7 & 60}}
Baris 91:
Dari catatan [[I Tsing|Yi Jing]], seorang pendeta [[Buddha]] dari [[Dinasti Tang]], yang berkunjung ke Nusantara pada tahun 688–695, dia menyebutkan ada sebuah kerajaan yang dikenal dengan ''Mo-Lo-Yu'' (Melayu), yang berjarak 15 hari pelayaran dari [[Sriwijaya]]. Dari Ka-Cha ([[Kedah]]), jaraknya pun 15 hari pelayaran.<ref>{{cite book|title= A Record of the Buddhist Religion As Practised in India and the Malay Archipelago (A.D. 671-695)|pages=xl - xli|author= I-Tsing|isbn= 978-8120616226|year= 2005|publisher=Asian Educational Services}}</ref> Berdasarkan catatan Yi Jing, kerajaan tersebut merupakan negara yang merdeka dan akhirnya ditaklukkan oleh Sriwijaya.
 
Berdasarkan [[Prasasti Padang Roco]] (1286) di [[Sumatera Barat]], ditemukan kata-kata ''bhumi malayu'' dengan ibu kotanya di [[Dharmasraya]]. Kerajaan ini merupakan kelanjutan dari [[Kerajaan Malayu]] dan [[Kerajaan Sriwijaya|Sriwijaya]] yang telah ada di Sumatra sejak abad ke-7. Kemudian [[Adityawarman]] memindahkan ibu kota kerajaan ini ke wilayah pedalaman di [[Kerajaan Pagaruyung|Pagaruyung]].
 
Petualang [[Venesia]] yang terkenal, [[Marco Polo]] dalam bukunya ''Travels of Marco Polo'' menyebutkan tentang ''Malauir'' yang berlokasi di bagian selatan Semenanjung Melayu. Kata "Melayu" dipopulerkan oleh Kesultanan Malaka yang digunakan untuk membenturkan kultur Malaka dengan kultur asing yakni Jawa dan Thai.<ref name=":0">{{cite book|author=Timothy P. Barnard|year=2004|title=Contesting Malayness: Malay identity across boundaries|location=Singapore|publisher=Singapore University press|isbn=9971-69-279-1|page=|url-status=live}}</ref>{{Rp|4}} Dalam perjalanannya, [[Malaka]] tidak hanya tercatat sebagai pusat perdagangan yang dominan, namun juga sebagai pusat peradaban Melayu yang berpengaruh luas.<ref>{{cite book|title= Far East and Australasia 2003 (34th edition)|url= https://archive.org/details/fareastaustralas0000unse_y7m0|page=[https://archive.org/details/fareastaustralas0000unse_y7m0/page/763 763]|author= Europa Publications Staff|isbn=978-1857431339|year= 2002|publisher= Routledge}}</ref>
Baris 105:
Melayu asli atau yang juga dijuluki sebagai Melayu purba atau [[Proto-Melayu]], adalah sekelompok suku dan bangsa yang memiliki asal-usul [[bangsa Austronesia|Austronesia]] dan diperkirakan telah bermigrasi menuju [[Kepulauan Melayu]] dalam kurun waktu periode yang cukup lama, yakni antara tahun 2500 sampai 1500 sebelum Masehi.{{sfn|Ryan|1976|pp=4–5}} Masih terdapat sisa-sisa keturunan [[Proto-Melayu]] yang masih terlihat kental hingga saat ini, salah satunya adalah suku [[Moken]], [[suku Jakun|Jakun]], [[Orang Kuala]], [[Suku Temuan|Temuan]], dan [[Orang Kanaq]].<ref>{{cite web |title=Orang Asli Population Statistics |publisher=Center for Orang Asli Concerns |url= http://www.coac.org.my/codenavia/portals/coacv2/code/main/main_art.php?parentID=11374494101180&artID=11432750280711 |url-status=dead |archive-url= https://web.archive.org/web/20110722233738/http://www.coac.org.my/codenavia/portals/coacv2/code/main/main_art.php?parentID=11374494101180&artID=11432750280711 |archive-date=2011-07-22}}</ref> ''The Encyclopedia of Malaysia: Early History'' ({{lang-id|''Ensiklopedia Malaysia: Sejarah pada Masa Awal''}}) menyebutkan tiga teori mengenai asal-usul bangsa Melayu yang telah dikenal:
* Teori [[Yunnan]] (diterbitkan tahun 1889) menjelaskan bahwa bangsa Proto-Melayu ber melalui sepanjang aliran [[sungai Mekong]]. Teori Proto-Melayu yang dikemukakan oleh Yunnan tersebut didukung oleh R.H Geldern, J.H.C Kern, J.R Foster, J.R Logen, Slamet Muljana dan Asmah Haji Umar. Bukti lain yang mendukung teori ini antara lain: alat-alat batu yang ditemukan di Kepulauan Melayu dianalogikan dengan alat-alat Asia Tengah, kesamaan adat Melayu dan adat di daerah [[Assam]].
* Teori [[Taiwan]] (diterbitkan pada tahun 1997) menjelaskan bahwa migrasi dilakukan sekelompok orang dari [[Tiongkok Selatan]] sudah terjadi semenjak 6.000 tahun yang lalu. Beberapa diantaranya bermigrasi ke Taiwan ([[pribumi Taiwan]]), dan kemudian ke [[Filipina]] dan kemudian ke [[Kalimantan]] (kira-kira 4.500 tahun yang lalu) (pada masa sekarang, keturunan langsung yang dapat ditemui adalah [[suku Dayak|Dayak]] dan kelompok lainnya). Kemudian, beberapa diantaranya berpisah lagi menuju wilayah lain seperti [[Sulawesi]] dan yang lainnya berkembang ke [[Jawa]], dan [[SumateraSumatra]]. Migrasi tersebut menyebabkan semua suku-suku turunan berbicara dalam bahasa-bahasa yang termasuk dalam [[rumpun bahasa Austronesia]]. Migrasi terakhir adalah ke Semenanjung Malaya sekitar 3.000 tahun yang lalu. Sebuah sub-kelompok dari Kalimantan bermigrasi ke Champa (pada masa kini merupakan bagian dari wilayah Vietnam bagian Tengah dan Selatan) sekitar 4.500 tahun yang lalu. Ada juga jejak migrasi [[Kebudayaan Dongson|Dong Son]] dan [[Hoabinh]] dari Vietnam dan Kamboja.{{sfn|Barnard|2004}}
 
====Deutro-Melayu====
Baris 115:
Pemrakarsa Stephen Oppenheimer telah lebih lanjut berteori bahwa persebaran penduduk dari wilayah yang mulai tergenang terjadi dalam tiga gelombang cepat karena naiknya permukaan laut pada akhir Zaman Es. Persebaran ini juga turut menyebarkan kebudayaan, mitologi, dan teknologi bukan hanya ke daratan Asia Tenggara, tetapi sampai India, Asia Tengah, dan Mediterania melalui para penduduk diaspora.{{sfn|Razak|2012}}{{sfn|Terrell|1999}}{{sfn|Baer|1999}}
=== Bukti genetik===
Suku Melayu adalah sebuah kelompok etnis yang menuturkan bahasa-bahasa Austronesia dan mendiami wilayah Asia Tenggara Maritim dan [[Semenanjung Malaya|Semenanjung Melayu]]. Sebuah penelitian yang diadakan pada tahun 2021 menyimpulkan bahwa garis keturunan [[orang Asia Timur|Basal-Asia Timur]] yang khas (biasanya juga disebut sebagai "Garis keturunan Asia Timur dan Tenggara"; {{lang-en|East- and Southeast Asian lineage}} (ESEA)), yang merupakan nenek moyang orang Asia Timur dan Asia Tenggara pada masa sekarang, Polinesia, dan Siberia, berasal dari [[Asia Tenggara Daratan]] pada kurun waktu sekitar 50.000 SM. Kemudian masing-masing dari mereka menyebar melalui beberapa gelombang migrasi ke arah selatan dan utara. Leluhur Basal-Asia Timur, serta nenek moyang [[bahasa Austroasiatik|Austroasiatik]] terkait kemudian menyebar ke [[Asia Tenggara Maritim]] sebelum ekspansi dataran Austronesia. Penutur Austronesia sendiri diperkirakan telah tiba di [[Geografi Taiwan|Taiwan]] dan Filipina utara antara kurun waktu 10.000 SM hingga 7.000 SM dari pesisir selatan Tiongkok, dan menyebar dari sana ke seluruh Asia Tenggara Maritim. Para peneliti menyimpulkan bahwa persebaran bangsa Austronesia ke Asia Tenggara Maritim dan [[Polinesia]] lebih cenderung berasal dari wilayah Filipina daripada Taiwan, sehingga orang-orang berbahasa Austronesia modern, seperti suku Melayu, sebagian besar memiliki nenek moyang Basal-Timur Asia dari periode paling awal dengan tanpa banyak campuran ras seiring berjalannya waktu.<ref>{{Cite journal |last1=Larena |first1=Maximilian |last2=Sanchez-Quinto |first2=Federico |last3=Sjödin |first3=Per |last4=McKenna |first4=James |last5=Ebeo |first5=Carlo |last6=Reyes |first6=Rebecca |last7=Casel |first7=Ophelia |last8=Huang |first8=Jin-Yuan |last9=Hagada |first9=Kim Pullupul |last10=Guilay |first10=Dennis |last11=Reyes |first11=Jennelyn |date=2021-03-30 |title=Multiple migrations to the Philippines during the last 50,000 years |journal=Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America |volume=118 |issue=13 |pages=e2026132118 |doi=10.1073/pnas.2026132118 |issn=0027-8424 |pmc=8020671 |pmid=33753512}}</ref><ref>{{Cite journal |last=Yang |first=Melinda A. |date=2022-01-06 |title=A genetic history of migration, diversification, and admixture in Asia |url=http://www.pivotscipub.com/hpgg/2/1/0001/html |journal=Human Population Genetics and Genomics |language=en |volume=2 |issue=1 |pages=1–32 |doi=10.47248/hpgg2202010001 |issn=2770-5005}}</ref>
 
== Sejarah ==
Baris 153:
 
Kesultanan Melayu penting lainnya adalah [[Kesultanan Kedah]] (1136–sekarang), [[Sultan Kelantan|Kesultanan Kelantan]] (1411–sekarang), [[Kesultanan Pattani]] (1516–1771), Kerajaan Reman (1785–1909) dan Kerajaan Legeh (1755–1902) yang mendominasi bagian utara Semenanjung Melayu. [[Kesultanan Jambi]] (1460–1907), [[Kesultanan Palembang]] (1550–1823), dan Kesultanan Indragiri (1298–1945) menguasai sebagian besar pantai tenggara Sumatra. [[Kesultanan Deli]] (1632–1946), [[Kesultanan Serdang]] (1728–1948), [[Kesultanan Langkat]] (1568–1948), dan [[Kesultanan Asahan]] (1630–1948) memerintah Sumatra bagian timur. Sementara Kalimantan Barat menyaksikan kebangkitan [[Kesultanan Pontianak]] (1771–1950), Kesultanan Mempawah (1740–1950), dan Kesultanan Matan (1590–1948).
 
===Dampak Kolonialisasi===
[[File:COLLECTIE TROPENMUSEUM Portret van de Sultan van Lingga Riouw met zijn gevolg Batavia TMnr 60003185.jpg|thumb|left|Penguasa [[Kesultanan Riau-Lingga]] pada tahun 1867, yang sebagian besar berasal dari keturunan Melayu-Bugis. Kesultanan ini dihapuskan hampir setengah abad kemudian pada tahun 1911 oleh Belanda, setelah adanya gerakan kemerdekaan yang kuat melawan pemerintahan [[Hindia Belanda]].]]
Antara tahun 1511 dan 1984, banyak kerajaan dan kesultanan Melayu jatuh di bawah penjajahan langsung atau menjadi [[protektorat]] berbagai kekuatan asing, dari kekuatan kolonial Eropa seperti [[Portugal|Portugis]], [[Belanda]], dan [[Inggris]], hingga kekuatan regional seperti [[Kesultanan Aceh|Aceh]], [[Siam]], dan [[Jepang]]. Pada tahun 1511, [[Kekaisaran Portugis]] [[Perebutan Melaka (1511)|menaklukkan]] ibu kota [[Kesultanan Malaka]]. Namun, Portugis yang menang tidak mampu memperluas pengaruh politik mereka di luar [[A Famosa|benteng Malaka]]. Sultan tetap memegang kekuasaan atas wilayah-wilayah di luar Malaka dan mendirikan [[Kesultanan Johor]] pada tahun 1528 sebagai penerus Malaka. [[Malaka Portugis]] menghadapi beberapa serangan balasan yang tidak berhasil dari Johor hingga tahun 1614, ketika pasukan gabungan Johor dan [[Kekaisaran Belanda]] berhasil [[Pertempuran Melaka (1641)|mengusir]] Portugis dari semenanjung tersebut. Sesuai dengan perjanjian dengan Johor pada tahun 1606, Belanda kemudian mengambil alih Malaka.{{sfn|Hunter|Roberts|2010|p=345}}
 
Secara historis, kerjaan-kerajaan Melayu di semenanjung memiliki hubungan yang bermusuhan dengan Siam. Kesultanan Malaka sendiri berperang dua kali dengan [[Kerajaan Ayutthaya|Siam]], sementara negara-negara Melayu di utara secara berkala berada di bawah dominasi Siam selama berabad-abad. Pada tahun 1771, [[Kerajaan Thonburi]] di bawah [[dinasti Chakri]] yang baru, menghapuskan [[Kesultanan Pattani]] dan kemudian menganeksasi sebagian besar wilayah [[Kesultanan Kedah]]. Sebelumnya, Siam di bawah [[Kerajaan Ayutthaya]] telah menyerap [[Tambralinga]] dan mengalahkan [[Kesultanan Singgora]] pada abad ke-17.{{sfn|Andaya|Andaya|1984|pp=62–68}}{{sfn|Ganguly|1997|p=204}}
 
[[File:Reman.jpg|thumb|right|Tuan Lebeh (duduk, di tengah), ''Long Raya'' atau ''Raja Muda'' ([[pangeran mahkota]]) dari Kerajaan Reman pada tahun 1899. Kerajaan Reman dibubarkan oleh [[Kerajaan Rattanakosin]] bersamaan dengan berbagai kerajaan Melayu lainnya yang melakukan pemberontakan untuk meraih kemerdekaan pada awal tahun 1902, termasuk [[Kerajaan Pattani]], Saiburi, Nongchik, Yaring, Yala, Legeh, dan Teluban.]]Senja Kekaisaran Brunei yang luas dimulai selama [[Perang Kastilia]] melawan para [[Kekaisaran Spanyol|penakluk]] Spanyol yang tiba di Filipina dari Meksiko. Perang ini mengakibatkan berakhirnya dominasi kekaisaran di kepulauan Filipina yang sekarang. Penurunan ini semakin memuncak pada abad ke-19, ketika Kesultanan kehilangan sebagian besar wilayahnya yang tersisa di [[Kalimantan]] kepada [[Rajah Putih]] [[Sarawak]], [[Serikat Borneo Utara Inggris]] dan vassal-vassalnya kepada [[Perusahaan Hindia Timur Belanda]]. Brunei menjadi protektorat Inggris dari tahun 1888 hingga 1984.<ref name="CIA (B)">{{cite book |url=https://www.cia.gov/the-world-factbook/countries/brunei/ |title=CIA World Factbook |year=2022 |chapter=Brunei |access-date=28 Februari 2014 |archive-date=21 Juli 2015 |archive-url=https://web.archive.org/web/20150721102115/https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/bx.html |url-status=live }}</ref>
 
Setelah [[Perjanjian Inggris-Belanda 1824]] yang membagi [[Kepulauan Melayu]] menjadi zona Inggris di utara dan zona Belanda di selatan, semua kesultanan Melayu di [[Sumatra]] dan [[Kalimantan|Kalimantan Selatan]] menjadi bagian dari [[Hindia Belanda]]. Meskipun beberapa sultan Melayu tetap mempertahankan kekuasaan mereka di bawah kendali Belanda,{{sfn|Lumholtz|2004|p=17}} beberapa di antaranya dihapuskan oleh pemerintah Belanda dengan tuduhan pemberontakan melawan pemerintahan kolonial, seperti yang terjadi pada Kesultanan Palembang pada tahun 1823, Kesultanan Jambi pada tahun 1906, dan [[Kesultanan Riau-Lingga]] pada tahun 1911.
 
Pembagian serupa di [[Semenanjung Melayu]] juga dilakukan oleh Inggris dan Siam setelah [[Perjanjian Britania Raya-Siam 1909|Perjanjian Anglo-Siam 1909]]. Langkah ini diambil karena Inggris merasa khawatir akan pengaruh yang berkembang antara pemerintah Siam dan kekaisaran kolonial Jerman yang bersaing, terutama di bagian utara Semenanjung. Perjanjian Anglo-Siam menetapkan bahwa Siam akan menguasai bagian atas semenanjung, sementara wilayah bawah akan berada di bawah kekuasaan Inggris.
 
Kemudian, selama [[pendudukan Jepang di Hindia Belanda]], [[pendudukan Jepang di Malaya|Malaya]], dan [[Pendudukan Jepang di Borneo Britania|Borneo Britania]], Jepang mempertahankan hubungan yang baik dengan para sultan dan pemimpin Melayu lainnya. Hal ini sebagian dilakukan untuk membangun kepercayaan publik Melayu yang umumnya loyal terhadap sultan. Namun, dalam serangkaian pembantaian yang dikenal sebagai [[insiden Pontianak]], Jepang membunuh hampir semua sultan Melayu di [[Kalimantan Barat]], termasuk sejumlah besar intelektual Melayu setelah mereka dituduh secara palsu merencanakan pemberontakan dan [[kudeta]] melawan Jepang. Diperkirakan bahwa Kalimantan Barat memerlukan dua generasi untuk pulih dari hampir totalnya kehancuran kelas penguasa Melayu di wilayah tersebut.
 
===Gerakan Kemerdekaan===
Meskipun populasi Melayu tersebar di hampir seluruh [[Asia Tenggara Maritim]], perkembangan organisasi nasionalisme modern untuk mencapai kemerdekaan menunjukkan variasi yang signifikan di Sumatra, Semenanjung Malaya, dan Pulau Kalimantan. Di [[Hindia Belanda]], perjuangan melawan kolonialisasi ditandai oleh bentuk nasionalisme lintas etnis yang dikenal sebagai "[[Kebangkitan Nasional Indonesia]]", di mana warga [[Suku Melayu-Indonesia|Melayu Indonesia]] berkolaborasi dengan kelompok etnis lainnya untuk membangun kesadaran kolektif sebagai "Indonesia".{{sfn|Ricklefs|1991|pp=163–164}} Di Malaysia, dorongan untuk meraih kemerdekaan terlihat dalam munculnya [[Nasionalisme Melayu awal|gerakan nasionalis Melayu]] di [[Malaya Britania Raya]] pada awal abad ke-20.<ref name="Leo Suryadinata">{{harvnb|Suryadinata|2000|pp=133–136}}</ref>
 
Sementara itu, di Brunei, meskipun terdapat upaya untuk meningkatkan kesadaran politik Melayu antara tahun 1942 dan 1945, sejarah nasionalisme berbasis etnis tidak mencatat perkembangan yang signifikan. Di Thailand, [[Krisis Thailand Selatan|separatisme Pattani]] terhadap pemerintahan Thai dianggap oleh sejumlah sejarawan sebagai bagian dari konteks nasionalisme Melayu semenanjung yang lebih luas. Secara keseluruhan, gerakan-gerakan ini memberikan kontribusi penting terhadap perkembangan modern Indonesia (terutama di Sumatra, Kalimantan, dan kepulauan Riau), Malaysia, Brunei, Singapura, dan Thailand.
 
==Budaya==
Baris 309 ⟶ 328:
===Persenjataan===
[[File:Malay Keris.jpg|thumb|upright=0.8|Sebuah Keris Melayu, dengan sarungnya di sebelah kiri. Keris ini dulunya milik seorang bangsawan Melayu dari [[Sumatra]].]] {{See also|Keris Taming Sari|Bedil}}
[[Keris]] adalah salah satu senjata paling dihormati dalam persenjataan Melayu. Awalnya dikembangkan oleh orang [[Jawa]] di selatan, penyebaran keris ke negara lain seperti Thailand, Malaysia, dan Filipina dikaitkan dengan pengaruh yang semakin besar dari [[Majapahit]] di Jawa sekitar tahun 1492.<ref name="JPostKris">{{cite news |author=Tantri Yuliandini |date=April 18, 2002 |title=Kris, more than just a simple dagger |work=The Jakarta Post |url=http://www.thejakartapost.com/news/2002/04/18/kris-more-just-a-simple-dagger.html |url-status=dead |access-date=30 July 2014 |archive-url=https://web.archive.org/web/20140729203644/http://www.thejakartapost.com/news/2002/04/18/kris-more-just-a-simple-dagger.html |archive-date=29 July 2014}}</ref> Pada masa [[Kesultanan Melaka|Kesultanan Malaka]] abad ke-15, evolusi Keris Melayu mencapai kesempurnaan, dan kepemilikan keris menjadi bagian penting dari budaya Melayu, sebagai simbol filosofi yang menggambarkan prestise, keterampilan, maskulinitas, dan kehormatan.{{sfn|Niza|2016}}{{sfn|Zakaria|2016}}{{sfn|Angahsunan|2017}}
 
Pada era klasik, seorang pria Melayu tidak pernah terlihat tanpa keris di luar rumah. Tidak membawa keris dianggap sebagai hal yang memalukan, seolah-olah dia berparade tanpa busana di hadapan umum. Secara tradisional, seorang pria Melayu memiliki tiga jenis keris: ''Keris Pusaka'' (Keris Dinasti, diwariskan dari generasi ke generasi), ''Keris Pangkat'' (Keris Status, diberikan sesuai kedudukannya dalam masyarakat Melayu), dan ''Keris Perjuangan Dirinya'' (Keris Pribadi). Ada banyak aturan ketat, regulasi, dan pantangan yang harus diikuti dalam kepemilikan keris.{{sfn|Angahsunan|2017}} Bilah keris biasanya dilapisi racun arsenik, menjadikannya senjata yang sangat mematikan bagi musuhnya.{{sfn|Zakaria|2016}} Selain itu, setiap keris juga dianggap memiliki roh, yang dikenal sebagai ''semangat''. Ritual khusus dilakukan untuk merawat, menjaga, dan melindungi "jiwa" senjata tersebut.{{sfn|Angahsunan|2017}} Pendekatan spiritual ini biasanya dilakukan setiap ''Malam Jumaat'' (malam Jumat), dengan bilah keris dibersihkan dengan [[jeruk nipis]] dan diasapi dengan [[dupa]], disertai doa-doa khusus dan mantra yang diucapkan untuk melengkapi ritual mistik tersebut.<ref name="Irma Musliana 2016">{{harvnb|Irma Musliana|2016}}</ref>
Baris 327 ⟶ 346:
Permainan populer lainnya adalah [[Gasing]] (bermain gasing), yang biasanya dimainkan setelah musim [[panen]]. Dibutuhkan keterampilan kerajinan yang tinggi untuk membuat gasing yang paling kompetitif, beberapa di antaranya bisa berputar selama dua jam.{{sfn|Alexander|2006|p=51}}
 
Mungkin permainan Melayu yang paling terkenal adalah ''[[Wau bulan|Wau]]'' (sejenis layang-layang khas dari pantai timur Semenanjung Melayu). Kompetisi Wau sering diadakan, di mana juri memberikan nilai berdasarkan keterampilan kerajinan (''Wau'' yang indah dihias dan dibuat dari rangka bambu), suara (semua layang-layang Melayu dirancang untuk menciptakan suara tertentu saat tertiup angin), dan ketinggian.{{sfn|Alexander|2006|p=51}}
 
Orang Melayu juga memiliki varian dari permainan papan [[Mancala]] yang dikenal sebagai [[Congkak]]. Permainan ini dimainkan dengan memindahkan batu, kelereng, manik-manik, atau cangkang di papan kayu yang terdiri dari dua belas atau lebih lubang. Mancala diakui sebagai salah satu permainan tertua di dunia dan dapat ditelusuri asal-usulnya sejak zaman [[Mesir Kuno]]. Saat permainan ini menyebar ke seluruh dunia, setiap budaya menciptakan variasi mereka sendiri, termasuk orang Melayu.{{sfn|Alexander|2006|p=52}}