Kapal van der Wijck: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
Jawatolaki (bicara | kontrib) Membalikkan revisi 26430527 oleh 180.252.83.200 (bicara) Tag: Pembatalan Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
||
(10 revisi perantara oleh 7 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
[[Berkas:Schip Van der Wijck, mogelijk in Nederlands-Indië, KITLV 143560.tiff|thumb| Kapal
Kapal '''''
Nama Van der Wijck berasal dari nama Gubernur Jenderal Hindia yang memerintah tahun 1893 hingga 1899.
Baris 13:
Saat tenggelam, kapal tersebut dinahkodai oleh B.C. Akkerman, nahkoda senior dengan pengalaman selama 25 tahun.
Selain penumpang, kapal ini pun membawa muatan kayu besi yang rencananya akan dibongkar di pelabuhan Tanjung Priok dan dibawa ke Afrika. Pada 20 Oktober 1936, Kapal Van Der Wijck tenggelam saat berlayar dari Bali menuju Semarang dan akan singgah di Surabaya. Setiba di Surabaya, kapal tercatat membawa muatan 150 ton besi dan 5 buah konsedor dengan masing-masing seberat 3 ton.
Pelayaran kapal mewah tersebut berakhir di Perairan Lamongan, Jawa Timur tepatnya di 12 mil dari
Tercatat 153 penumpang selamat, 58 penumpang tewas, dan 42 lainnya hilang seperti di tulis oleh de Telegraaf pada 22 Oktober 1936.
Baris 24:
Saat operasi penyelamatan, pemerintah Hindia Belanda sempat mengerahkan delapan pesawat udara Dornier dikirim untuk menyelamatkan penumpang.
Termasuk kapal bantuan dan perahu nelayan setempat turut membantu mengevakuasi korban. Sayangnya, bantuan itu tak dapat menyelamatkan penumpang kapal.
Sebanyak 75 penumpang dinyatakan hilang. Namun sang nahkoda, Kapten Akkerman justru selamat dari peristiwa itu.Saat kapal tersebut tenggelam, warga yang tinggal di pesisir Pantai Brondong berusaha menyelamatkan para penumpang Kapal Van der Wijck.
Lima orang nelayan setempat berhasil menyelamatkan 145 penumpang. Kaslibin berhasil menyelamatkan 53 orang. Modwie (Matuwi) menyelamatkan 32 orang. Troenoredjo menyelamatkan 22 orang. Sratit (Sratip) menyelamatkan 21 orang. Mardjiki (Mardjuki) menyelamatkan 17 orang. Nama-nama para nelayan ini disebut di koran-koran Belanda, juga disebut di novel Hamka.[https://lamonganpos.com/2021/03/tenggelamnya-kapal-van-der-wijck/ <nowiki>[6]</nowiki>]
Sebagai ucapan terimakasih kepada warga dan untuk mengenang tenggelamnya kapal mewah tersebut, Pemerintah Hindia Belanda mendirikan Monuman Van der Wijck.
Baris 31 ⟶ 33:
Terdapat dua prasasti di dinding barat dan timur monumen. Prasasti terbuat dari pelat besi bertuliskan dalam bahasa Belanda dan Indonesia.
Monumen tersebut letaknya dekat dari Jalan raya baik yang menuju ke pelabuhan TPI Brondong atau jalan raya pantai utara tidak jauh dari kawasan Wisata Bahari Lamongan.
Pada saat dibangun, monumen ini sebetulnya adalah mercusuar kecil. Lampu minyak diletakkan di bagian atapnya yang datar, berfungsi sebagai pedoman arah bagi para nelayan di laut. Mercusuar ini dibangun atas permintaan nelayan Brondong. Sebelum ada mercusuar ini, mereka berpatokan pada mercusuar di Tuban. Namun, sekarang mercusuar ini sudah tidak berfungsi sebagai pedoman arah dan hanya berfungsi sebagai monumen peringatan. [https://lamonganpos.com/2021/03/tenggelamnya-kapal-van-der-wijck/ <nowiki>[6]</nowiki>]
==Sejarah==
===Van der Wijck, di Sulawesi Tengah===
Provinsi [[Sulawesi Tengah]] baru benar-benar "diperhatikan" oleh Pemerintah Hindia Belanda pada periode tahun 1860-an. Seorang pejabat pemerintah bernama [[Johannes Cornelis Wilhelmus Diedericus Adrianus van der Wyck]], berhasil mengunjungi [[Danau Poso]] pada tahun 1865—menjadi orang Eropa dan Belanda pertama yang melakukannya, dan memperkenalkan suku asli di Wilayah [[Grup Poso-Tojo]] yaitu [[
[[Suku Bare'e]] atau bahasa Belandanya Bare'e-stammen (De Bare'e-Sprekende jilid 1 halaman 119)<ref>De Bare'e-Sprekende de Toradja in midden celebes jilid 1 halaman 119, ''[https://www.delpher.nl/nl/boeken/view?identifier=MMKB18A%3A025970000%3A00005&query=De%20toradja%20in%20midden&coll=boeken&fbclid=IwAR0btDEc-nfhXcnKUEPlg1yLbv6y1IjYSvjKygXULMLSyXkTVFvwEqVp918]", Diakses 29 Mei 2023.''</ref> yang pada waktu itu sudah banyak yang ber[[agama Islam]] yang disebut [[Hindia Belanda|Belanda]] dengan nama Mohammadisme, dan sebagian kecil [[Kabupaten Poso|Orang Poso]] masih beragama Lamoa (Langit), cara [[Hindia Belanda|Belanda]] mengidentifikasikan Alfouren yang disebut [[Hindia Belanda|Belanda]] dengan istilah Toradja yaitu Orang Toraja tersebut berpenampilan seperti Gelandangan yang berbeda penampilannya dengan [[Suku Bare'e]] yang merupakan Suku Asli di wilayah [[Grup Poso-Tojo]].
Kemudian orang-orang yang berpenampilan seperti Gelandangan tersebut diberinama Alfouren yang kemudian diganti oleh A. C. Kruyt dan Dr. N. Adriani dengan nama Toradja (Toraja), sementara yang sudah beragama islam masih disebut [[Suku Bare'e]] (Bare’e-Stammen).
Setelah mempelajari Watu Mpoga'a<ref>DATA CAGAR BUDAYA DI SULAWESI TENGAH (per Des 2014) ''[http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbgorontalo/data-cagar-budaya-di-sulawesi-tengah-per-des-2014/]", Diakses 29 Mei 2023.''</ref>, maka para gelandangan yang telah menjadi [[Umat Kristen]] tersebut mengetahui asal usul mereka sebelum berada di wilayah Grup Poso-Tojo yaitu berasal dari wilayah [[Wotu, Luwu Timur|Wotu]].<ref>{{cite book|author=Idwar Anwar|title=Ensiklopedi Sejarah Luwu|year=2005|publisher=Collaboration of Komunitas Kampung Sawerigading, Pemerintah Kota Palopo, Pemerintah Kabupaten Luwu, Pemerintah Kabupaten Luwu Utara, and Pemerintah Kabupaten Luwu Timur|isbn=979-98372-1-9}}</ref>
Dan Wilayah [[Kabupaten Poso|Poso]] dan [[Kerajaan Tojo|Todjo]] kemudian dinamakan [[Grup Poso-Tojo]] (Toraja Poso-Tojo, atau Toraja Timur (Toradja Bare’e
===Van der Wijck, di Jawa Timur===
|