Keratuan Balaw: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
+ tag
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Daeng Hanif (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
 
(4 revisi perantara oleh 3 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{terjemah|lang=ms}}
{{Infobox Former Country
| native_name = [[Tulisan Jawi|Jawi]] : كيراتوان بلاو
Baris 14 ⟶ 13:
| leader1 = Radin Kunyayan
| year_leader1 = 1101
| leader2 = Sultan CholdinTohir Ismail Balaw ''gelar'' Suttan Perwira Negara
| year_leader2 = 1980–2011
| currency =
Baris 37 ⟶ 36:
| year_start = 1101
| year_end = sekarang
| leader3 = Sultan Tomsi Tohir Balaw ''gelar'' Sutan Ratu Marga
| year_leader3 = 2011-sekarang
}}
'''Keratuan Balaw''' ialah salah satu [[Pemerintahan|kerajaan]] tertua di [[Lampung]], kerajaan ini terletak di [[Kedamaian, Bandar Lampung|Kecamatan Kedamaian]], [[Kota Bandar Lampung]], [[Lampung|Provinsi Lampung]], [[Indonesia]].
 
== Asal Mula ==
'''Keratuan Balaw''' didirikan oleh Radin Kunyayan dan istrinya yang bernama Putri Kuning pada tahun 1101. Radin Kunyayan merupakan keturunan Keratuan Pugung [[Kepaksian Sekala Brak|Sekala Bekhak]] dari daerah [[Danau Ranau|Ranau]]. Radin Kunyayan setelah mendirikan keratuankerajaan, bergelarmenyandang gelar Ratu Sai Ngaji Saka. Keratuan Balaw mula-mulaawalnya beradaberlokasi di daerah Krui, padadi ujung muara Way Balaw Krui. Pada suatu ketikawaktu kemudian, pindah ke muara Way Balaw yang sekarang termasuk dimasuk dalam wilayah Tiyuh Kedamaian.<ref>(Djubiantono, 2004: 8)</ref>.
 
Tradisi lisan mengenai Keratuan Balaw, sebagaimanaseperti catatanyang dicatat oleh Marwansyah Warganegara, berbeda dengan keterangan yang disampaikan oleh Khaldin Balaw. Menurut catatan Marwansyah Warganegara <ref>(Marwansyah Warganegara,1994: 15 – 16)</ref>, bersamaan dengan masuknya [[Islam]] ke Lampung ada tiga orang dari [[Kerajaan Sunda|Kerajaan Pajajaran]] yaitu Ratu Alangkara, Ratu Mungkuk, dan Ratu Jangkung datang dike Lampung. Kedatangan mereka dalam rangkabertujuan mengejar anak gadisnyagadis yang dilarikandiculik oleh orang Lampung. Kata “mengejar”"mengejar" dalam bahasa Lampung adalah ''bualaw''. AnakSayangnya, anak gadis yang mereka cari tidak ditemukannyaditemukan. Karena di Pajajaran sudah beralih ke Islam, mereka memutuskan untuk tidak mau kembali ke Pajajaran tetapidan menetap di sekitar Way Awi, Telukbetung. MerekaDi sana, mereka mendirikan keratuankerajaan yang tetap beragamamenganut Agama [[Agama Hindu|Hindu]]. Oleh orang Lampung keratuannya disebut Keratuan Balaw.<ref>[https://www.rosim.id/2016/11/menyibak-cutik-keratuan-balaw.html Sejarah Keratuan Balaw] di [https://www.rosim.id/ rosim.id]</ref>
 
Tradisi lisan dari masyarakat keturunan KeratuanKerajaan Pugung Sekala Berak juga menyebutmencatat keberadaan Keratuan Balaw. Di dalamDalam silsilah mengenai keturunan Bujang Ringkeh, disebutkan bahwa Bujang Ringkeh, Gelaryang bergelar Karai Handak, mempunyaimemiliki empat anak, yaituyakni Raja Sucungkup Alam, Pangeran Raja Mas Unang Dalom, Sang Nata, dan Putri Bungsu Ratu Liba Haji. Pangeran Raja Mas Unang Dalom mempunyaimemiliki tiga anak, yaitu Penyabungan, Putri Dewi, dan Pangeran Nata Diraja. Putri Dewi dikenal juga dikenal dengan nama Sangun Kuning atau Putri Kuning. Radin Kunyayan kemudian menikah dengan Putri Kuning. Setelah menikahpernikahan kemudianmereka, mereka mendirikan Keratuan Balaw <ref>(Tim Penelitian, 2006: 15)</ref>. Dalam tradisi lisan ini, yang disebutkandicatat sebagai keturunan Keratuan Pugung adalah Putri Kuning. Radin Kunyayan mungkin juga merupakanmemiliki keturunanhubungan kekerabatan dengan Keratuan Pugung, namunmeskipun bukantidak berasal dari garis keturunan Bujang Ringkeh.
 
Radin Kunyayan<ref>(Djubiantono, 2004: 8 – 10)</ref> jugaJuga dikenal beberapa pemimpin pengganti Radin Kunyayan, yaituyakni Ratu Mungkuk, Ratu Jang Kuna, Ratu Pujaran, dan Ratu Lengkara. Ratu Lengkara berkuasa pada sekitar abad ke-16. Suatu ketika, Ratu Lengkara diajak RajaSultan Banten untuk berkunjung ke [[Temasek|Temasik (Singapura)]]. Pada saat itu, di Keratuan Balaw terjadi kekacauan yang diakibatkandisebabkan oleh beberapa putra ratu dari daerah lain untukyang memperebutkanberusaha merebut putri Ratu Lengkara. Akibat dari peristiwa itutersebut, putri Ratu Lengkara dipersuntingdipinang oleh putra ratu dari [[Selagai Lingga, Lampung Tengah|Selagai, Lampung Tengah]] dan Minak Patih Pejurit dari [[Kabupaten Tulang Bawang|Tulang Bawang]]. Setelah kekacauan tersebut, beberapa keturunan Ratu Balaw berpencar. Ratu Wira Saka (Rulung Balak/Gedung) mendirikan kampung di Way Sulan. Ratu Minangsi mendirikan kampung di Way Handak ([[Kalianda, Lampung Selatan|Kalianda]], [[Penengahan, Lampung Selatan|Binting Penengahan]]), Rulung Ketibung bermukimmenetap di Tanjungan ([[Kabupaten Lampung Selatan|Lampung Selatan]]), dan Rulung Balaw bermukimmenetap di Way Kunang.
 
Pada sekitar abad ke-18 terjadi perpindahan lagi. Keturunan Ratu Wira Saka di Way Sulan pindah ke Tanjung Iman, keturunan Rulung Ketibung mendirikan pemukiman di Tanjung Agung, dan keturunan Rulung Balaw menetap di Tanjung Hening. Pada tahun 1870 atas prakarsa Pangeran Raja Saka, salah satu keturunan Ratu Balaw, keturunan tersebut bersatu mendirikan perkampungan di Tiyuh Kedamaian.
 
Peristiwa Balaw tidak hanya diceritakan oleh masyarakat keturunan Keratuan Balaw. Tradisi lisan masyarakat Tulangbawang juga mengisahkan peristiwa Balaw. Pada masa [[Kesultanan Banten]] dipimpin oleh [[Abu al-Mafakhir dari Banten|Sultan Abdulkadir]] (1596 – 1651), Minak Kemala Bumi dan Minak Paduka menghadap [[Kesultanan Banten|Sultan Banten]] untuk menyatakan kedaulatan di bawah Banten (''siba''). Oleh Sultan Banten, Minak Kemala Bumi diperintahkan untuk mengislamkan Balaw. Pada tahun 1645, Minak Kemala Bumi dibantu oleh klan Abung dan Sungkai menyerang Balaw. Ratu Pujajaran, Ratu Mungkuk, Ratu Jangkung, dan Sangguroh dapatberhasil dikalahkan, dan selanjutnya Balaw dapat diislamkan. Puteri Kunang kemudian diperisteridinikahi oleh Minak Tumenggung Aji Kagungan, Puteri Balaw diperisteridinikahi oleh Minak Kemala Bumi, dan Puteri Kembang Dadar diperisteridinikahi oleh Dalom Paksi Buay Menyata Tanjungan <ref>(Warganegara, 1975: 13 – 14; Akip, 1976)</ref>. Minak Kemala Bumi kemudian bergelar Patih Pejurit.
 
Perkawinan antara Minak Patih Pejurit juga diceritakan oleh tradisi orang Abung. Ketika terjadi perselisihan antar keratuankerajaan di Lampung, Minak Paduka, Minak Kemala Bumi, dan seorang kepala lainnya pergi ke Banten untuk menemui [[Maulana Hasanuddin dari Banten|Maulana Hasanuddin]]. Mereka mempersembahkan pengakuan kekuasaan tertinggi dan pemerintahan atas Tulang Bawang. Hasanuddin tidak bersedia selama di Lampung masih ada Raja Balaw. Ketiga penguasa Lampung tersebut kembali ke Lampung dan mengatur siasat akhirnya menyepakati perjanjian bahwa salah seorang putri Balaw dikawinkan dengan Minak Kemala Bumi.
 
Ketika ada kesempatan baik mereka membunuh Raja Balaw dan mempersembahkan isteri, anak-anak, dan kekayaan Raja Balaw kepada Sultan di Banten. Oleh [[Maulana Hasanuddin dari Banten|Sultan Maulana Hasanuddin]] atau yang juga disebut Sunan Sabakingking, Minak Paduka diberi gelar Patih Jarumbang dan Minak Kemala Bumi diberi gelar Patih Pejurit. Putri Balaw yang diperistri Minak Kemala Bumi atau Patih Pejurit diambil isterisebagai istri oleh Sunan Sabakingking. Tetapi tidak lama kemudian, dia dikembalikan lagi kepada Minak Patih Pejurit <ref>(Djajadiningrat, 1983: 130)</ref>. Peristiwa Balaw dalam tradisi [[Kabupaten Tulang Bawang|Tulangbawang]] berbeda dengan tradisi [[Suku Abung|Abung]]. Tradisi [[Kabupaten Tulang Bawang|Tulangbawang]] menyebutkan peristiwa terjadi pada masa [[Abu al-Mafakhir dari Banten|Sultan Abdulkadir]] (1596 – 1651) sedangkan tradisi [[Suku Abung|Abung]] menyebut terjadinya peristiwa pada masa [[Maulana Hasanuddin dari Banten|Maulana Hasanuddin]] (1552 – 1580). Proses pindahnya Ratu Balaw menjadi Islam juga terdapat sedikit perbedaan antara tradisi Lampung ([[Suku Abung|Abung]] dan [[Kabupaten Tulang Bawang|Tulangbawang]]) dengan [[Sajarah Banten]]. Menurut ''[[Sajarah Banten]]'', Ratu Balaw adalah salah seorang penguasa di Lampung yang dengan sukarela masuk [[Islam]]. Setelah masuk [[Islam]] turut serta membantu [[Kesultanan Banten|Banten]] dalam rangka menyerang [[Pakwan Pajajaran|Pakuwan Pajajaran]] yang masih [[Agama Hindu|Hindu]]<ref>(Djajadiningrat, 1983: 130 – 131)</ref>. Islamisasi Ratu Balaw tidak melalui cara kekerasan tetapi secara sukarela.
 
== Referensi ==