Kecerdasan emosional: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
merapikan penulisan judul rujukan |
|||
(13 revisi perantara oleh 6 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
[[Berkas:Emotion.jpg|jmpl|ka|200px|Salah satu contoh pengungkapan emosi seseorang. Tubuh manusia akan mengalami reaksi ketika dihadapkan dengan suatu peristiwa tertentu. Kemudian tubuh akan membuat persepsi terhadap reaksi tersebut. Hal tersebut dinamakan emosi. Emosi tersebut dapat terlihat dari [[wajah]], baik senang atau [[Kesedihan|sedih]].<ref>{{Cite journal|last=Hasanat|first=Nida UI|date=2016|title=Anda Sedang Bersedih? Cobalah Tersenyum atau Tertawa... (Suatu Bukti dari Facial Feedback Hypothesis|url=https://jurnal.ugm.ac.id/buletinpsikologi/article/view/13554/9723|journal=Buletin Psikologi|volume=5|issue=2|pages=26|issn=2528-5858}}</ref>]]
'''Kecerdasan emosional''' ({{lang-en|emotional quotient, disingkat EQ}}) adalah [[kemampuan]] seseorang untuk menerima, menilai, mengelola, serta mengontrol [[emosi]] dirinya dan orang lain di sekitarnya.<ref>{{Cite web|last=Fadhil|first=Sahabat|date=2021|title=Quantum Quotient (Kecerdasan Emosional) Pada Manusia|url=https://pmiipakuan.or.id/quantum-quotient-kecerdasan-emosional-pada-manusia/|website=PMII Pakuan|access-date=2022-03-07}}</ref> Dalam hal ini, emosi mengacu pada [[perasaan]] terhadap [[informasi]] akan suatu [[hubungan]]. Sedangkan, kecerdasan mengacu pada kapasitas untuk memberikan alasan yang valid akan suatu hubungan.<ref>{{Cite journal|last=Purnama|first=Indah Mayang|date=2016|title=Pengaruh Kecerdasan Emosional dan Minat Belajar Terhadap Prestasi Belajar Matematika di SMAN Jakarta Selatan|url=https://journal.lppmunindra.ac.id/index.php/Formatif/article/view/995/931|journal=Formatif: Jurnal Ilmiah Pendidikan MIPA|language=id|volume=6|issue=3|pages=237|doi=10.30998/formatif.v6i3.995|issn=2502-5457}}</ref> Kecerdasan emosional (EQ) belakangan ini dinilai tidak kalah penting dengan kecerdasan [[intelektual]] (IQ). Satu studi menemukan bahwa kecerdasan emosional dua kali lebih penting. Dalam buku Daniel Goleman "Kecerdasan Emosional" dijelaskan bahwa kecerdasan emosional bertanggung jawab atas keberhasilan sebesar 80%, dan 20% ditentukan oleh IQ.<ref>{{Cite web|last=Selviana|date=2021|title=
Menurut [[Howard Gardner]] (1983) terdapat lima pokok utama dari [[kecerdasan]] emosional seseorang, yakni mampu menyadari dan mengelola emosi diri sendiri, memiliki kepekaan terhadap emosi orang lain, mampu merespon dan ber[[negosiasi]] dengan orang lain secara emosional, serta dapat menggunakan emosi sebagai [[alat]] untuk memotivasi [[diri]].<ref>{{Cite web|last=Baktio|first=Hari|date=2013|title=Kecerdasan Emosi|url=https://www.pusdikmin.com/perpus/file/KECERDASAN%20EMOSI%20final.pdf|website=Pusdikmin|page=19}}</ref> Selain itu, seseorang yang memiliki kecerdasan emosional yang baik, lebih mudah dipercaya, bisa beradaptasi dengan baik, bisa bergaul dan bekerjasama dalam tim, memiliki rasa tahu yang tinggi, serta memiliki motivasi yang tinggi.<ref>{{Cite web|last=Misbach|first=Ifa Hanifah|date=2008|title=Antara IQ, EQ, dan SQ|url=http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PSIKOLOGI/197507292005012-IFA_HANIFAH_MISBACH/IQ%2CEQ%2CSQ.pdf|website=File UPI|page=5-6}}</ref>
== Sejarah ==
Konsep mengenai kekuatan emosional pertama kali diperkenalkan oleh [[Abraham Maslow]] pada tahun 1950-an.<ref>{{Cite journal|last=Priyam Dhani|first=Tanu Sharma|date=Juli 2016|title=Emotional Intelligence; History, Models and Measures|url=https://www.researchgate.net/publication/305815636_EMOTIONAL_INTELLIGENCE_HISTORY_MODELS_AND_MEASURES|journal=International Journal of Science Technology and Management|volume=5|issue=7|pages=189-201}}</ref> Istilah "kecerdasan emosional" kemudian muncul pertama kali dalam makalah tahun 1964 oleh Michael Beldoch<ref>{{Cite book|last=Argyle|url=https://books.google.co.id/books?id=LKqQM3CLAyQC&pg=PA121&redir_esc=y|title=Social Encounters|publisher=Transaction Publishers|isbn=978-0-202-36897-9|pages=121|language=en|url-status=live}}</ref> dan dalam makalah tahun 1966 oleh B. Leuner berjudul ''Emotional intelligence and emancipation'' yang muncul pada jurnal [[psikoterapi]] yang bernama ''Practice of child psychology and child psychiatry''.<ref>{{Cite journal|last=Edara|first=Inna Reddy|date=2021|title=Exploring the Relation between Emotional Intelligence, Subjective Wellness, and Psychological Distress: A Case Study of University Students in Taiwan|url=https://www.mdpi.com/2076-328X/11/9/124/pdf|journal=Behaviorial Sciences|volume=11|issue=124|pages=1-20}}</ref> Pada tahun [[1983]], [[Howard Gardner]] dalam bukunya yang berjudul ''Frames of Mind'': ''The Theory of Multiple Intelligences''<ref>{{Cite web|title=Gardner's Theory of Multiple Intelligences|url=https://www.verywellmind.com/gardners-theory-of-multiple-intelligences-2795161|website=Verywell Mind|language=en|access-date=2022-03-18}}</ref> memperkenalkan sebuah gagasan bahwa jenis kecerdasan yang umum digunakan seperti IQ, gagal dalam menjelaskan keseluruhan kemampuan kognitif. Dia kemudian memperkenalkan [[gagasan]] kecerdasan ganda yang mencakup kecerdasan interpersonal (kapasitas untuk memahami niat, motivasi dan keinginan orang lain) dan kecerdasan intrapersonal (kapasitas untuk memahami diri sendiri, untuk menghargai perasaan, ketakutan, dan motivasi seseorang).<ref>{{Cite web|date=2005-11-02|title=Howard Gardner, multiple intelligences and education|url=http://www.infed.org/thinkers/gardner.htm|website=web.archive.org|access-date=2022-03-18|archive-date=2005-11-02|archive-url=https://web.archive.org/web/20051102035039/http://www.infed.org/thinkers/gardner.htm|dead-url=unfit}}</ref>
Penggunaan istilah "EQ" (''Emotional Quotient'') atau kecerdasan sosial yang ada pada karya cetak yang tersebar secara publik baru pertama kali ada pada tahun 1987 dalam sebuah artikel oleh Keith Beasley di majalah British Mensa.<ref>{{cite journal|date=May 1987|title=The Emotional Quotient.|url=http://www.keithbeasley.co.uk/EQ/Original%20EQ%20article.pdf|journal=Mensa|page=25|vauthors=Beasley K}}</ref> Meski begitu, istilah kecerdasan emosional baru dipopulerkan pada tahun 1995 oleh [[psikolog]] dan [[Wartawan|jurnalis]] [[ilmu]] perilaku Dr. Daniel Goleman dalam bukunya yang berjudul ''Emotional Intelligence – Why it can matter more than IQ''.<ref>{{Cite web|title=What is emotional intelligence (EI)? - Definition from WhatIs.com|url=https://www.techtarget.com/searchcio/definition/emotional-intelligence|website=SearchCIO|language=en|access-date=2022-03-18}}</ref> Buku tersebut selanjutnya mendapatkan popularitas yang kemudian berakibat pada kepopuleran Daniel Goleman itu sendiri.<ref>{{Cite web|date=2012-11-04|title=Daniel Goleman on Leadership and The Power of Emotional Intelligence - Forbes|url=http://www.forbes.com/sites/danschawbel/2011/09/15/daniel-goleman-on-leadership-and-the-power-of-emotional-intelligence/|website=web.archive.org|access-date=2022-03-18|archive-date=2012-11-04|archive-url=https://web.archive.org/web/20121104185806/http://www.forbes.com/sites/danschawbel/2011/09/15/daniel-goleman-on-leadership-and-the-power-of-emotional-intelligence/|dead-url=unfit}}</ref> Akhir tahun 1998, artikel Goleman di [[Harvard Business Review]] berjudul "What Makes a Leader?"<ref>{{Cite journal|last=Goleman|first=Daniel|date=1998|title=What Makes a Leader?|url=http://fs.ncaa.org/Docs/DIII/What%20Makes%20a%20Leader.pdf|journal=Harvard Business Review|pages=82-91}}</ref> menarik perhatian manajemen senior di [[Johnson & Johnson]]'s Consumer Companies (JJCC). Artikel tersebut berbicara tentang pentingnya Kecerdasan Emosional (EI atau ''Emotional Intelligence'') untuk kesuksesan dalam hal kepemimpinan. Daniel mengutip beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa EI sering menjadi faktor pembeda antara pemimpin hebat dan pemimpin yang cenderung biasa saja. JJCC mendanai sebuah penelitian yang menyimpulkan bahwa ada hubungan yang kuat antara pemimpin berkinerja unggul dengan kompetensi emosional. Hal ini mendukung pendapat dari sebuah teori bahwa dalam kompetensi sosial, kemampuan emosional dan relasional yang biasa disebut sebagai Kecerdasan Emosional, merupakan faktor pembeda dalam kinerja kepemimpinan.<ref>{{Cite web|title=Emotional Competence and Leadership Excellence at Johnson & Johnson: The Emotional Intelligence and Leadership Study|url=https://www.eiconsortium.org/reports/jj_ei_study.html|website=www.eiconsortium.org|access-date=2022-03-18}}</ref> Tes pengukuran EI masih belum dapat menggantikan tes IQ sebagai standar metrik dari kecerdasan yang lebih umum di masyarakat<ref>{{Cite web|date=2018-11-14|title=What is Emotional Intelligence? +23 Ways To Improve It|url=https://positivepsychology.com/emotional-intelligence-eq/|website=PositivePsychology.com|language=en-US|access-date=2022-03-18}}</ref> dan Kecerdasan Emosional juga mendapatkan [[kritik]] mengenai peranan kecerdasan tersebut dalam [[kepemimpinan]] dan kesuksesan [[bisnis]].<ref>{{Cite web|date=2012-11-28|title=Why emotional intelligence is just a fad - CBS News|url=http://www.cbsnews.com/8301-505125_162-57376240/why-emotional-intelligence-is-just-a-fad/|website=web.archive.org|access-date=2022-03-18|archive-date=2012-11-28|archive-url=https://web.archive.org/web/20121128120307/http://www.cbsnews.com/8301-505125_162-57376240/why-emotional-intelligence-is-just-a-fad/|dead-url=unfit}}</ref>
== Definisi ==
Kecerdasan emosional didefinisikan oleh Peter Salovey dan John Mayer, sebagai "kemampuan untuk mengatur emosi diri sendiri dan orang lain yang mana kecerdasan ini bertujuan untuk membedakan antara emosi yang beragam dan memberi label secara tepat, serta menggunakan informasi emosional untuk mengatur pikiran dan perilaku".<ref>{{Cite web|title=Emotional Intelligence|url=https://nobaproject.com/modules/emotional-intelligence|website=Noba|language=en|access-date=2022-03-18}}</ref> Definisi ini kemudian diperdalam, disempurnakan, dan kemudian diusulkan untuk dibagi menjadi empat kemampuan, yaitu memahami, menggunakan, memahami, dan mengelola emosi.<ref>{{Cite journal|last=Salovey|first=Peter|last2=Grewal|first2=Daisy|date=2005|title=The Science of Emotional Intelligence|url=https://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?doi=10.1.1.385.2439&rep=rep1&type=pdf|journal=Current Directions in Psychological Science|volume=14|issue=6|pages=281–285|issn=0963-7214}}</ref> Kemampuan ini sebenarnya berbeda-beda namun saling terkait.
Untuk lebih jelasnya Solovey menempatkan kecerdasan pribadi Gardner dalam definisi dasar tentang kecerdasan emosional yang dicetuskannya, seraya memperluas kemampuan ini menjadi lima wilayah utama:<ref>{{Cite book|last=Goleman|first=Daniel|date=1995|title=EMOTIONAL INTELLIGENCE Kecerdasan Emosional Mengapa EI lebih penting daripada IQ (bahasa indonesia)|location=Jakarta|publisher=Percetakan PT Gramedia|isbn=978-602-03-2313-8|pages=55, 56|url-status=live}}</ref>
* Mengenali emosi diri. Mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi merupakan dasar kecerdasan emosional. Kemampuan memantau perasaan dari waktu ke waktu merupakan hal penting bagi wawasan psikologi dan pemahaman diri. Ketidakmampuan dalam mencermati perasaan kita yang sesungguhnya membuat kita berada dalam kekuasaan perasaan.engelo
* Mengelola emosi. Menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap dengan pas adalah kecakakapan yang bergantung pada kesadaran diri. Orang-orang yang buruk dalam keterampilan ini akan terus-menerus bertarung melawan perasaan murung, sementara mereka yang pintar dapat bangkit kembali dengan jauh lebih cepat dari kemerosotan dan kejatuhan dalam kehidupan.
* Memotivasi diri sendiri. Menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan adalah hal yang sangat penting dalam kaitan untuk memberi perhatian, untuk memotivasi diri sendiri dan menguasai diri sendiri, dan untuk berkreasi. Orang-orang yang memiliki kemampuan ini cenderung jauh lebih produktif dan efektif dalam hal apa pun yang mereka kerjakan.
* Mengenali emosi orang lain. Empati, kemampuan yang juga bergantung pada kesadaran diri emosional, merupakan keterampilan bergaul dasar. Orang yang empatik lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan atau dikehendaki orang lain.
* Membina hubungan. Seni membina hubungan, sebagian besar, merupakan keterampilan mengelola emosi orang lain. Ini merupakan keterampilan yang menunjang popularitas, kepemimpinan, dan keberhasilan antar pribadi. Orang-orang yang hebat dalam keterampilan ini akan sukses dalam bidang apa pun yang mengandalkan pergaulan yang mulus dengan orang lain.
== Kelompok Emosi ==
Baris 23 ⟶ 32:
=== Rasa takut ===
[[Berkas:ABA 1.png|jmpl|Rasa takut bisa menyebabkan stres gangguan emosional. Stres tersebut timbul karena adanya ancaman dan tekanan dan perubahan. Dampaknya akan menyebabkan respon tubuh, seperti napas dan detak jantung yang semakin cepat. Selain itu
Rasa [[takut]] bisa disebabkan oleh [[ancaman]] karena merasa diri dalam bahaya. Ancaman tersebut bisa ditimbulkan dengan ancaman fisik, psikologis, hal yang imajiner, serta emosional. Rasa takut dikategorikan sebagai emosi negatif, namun rasa takut juga berdampak positif karena bisa menjaga diri dari potensi yang menyebabkan bahaya.<ref>{{Cite web|last=Mardatila|first=Ani|date=2021|title=Mengenal Rasa Takut dan Prosesnya dalam Tubuh|url=https://www.merdeka.com/sumut/mengenal-rasa-takut-dan-prosesnya-dalam-tubuh-kln.html|website=merdeka.com|language=en|access-date=2022-03-06}}</ref> Rasa takut bisa diekspresikan dengan kondisi gugup, cemas, merasa khawatir, rasa waspada terhadap suatu hal, dan tidak merasa tenang.<ref name=":0" />
Baris 35 ⟶ 44:
[[Keterkejutan|Terkejut]] merupakan salah satu emosi yang bisa terjadi dalam waktu yang singkat. Rasa terkejut bisa muncul karena menemukan sesuatu hal yang baru.<ref>{{Cite web|last=Nanda|first=Salsabila|date=2021|title=Mengenal 6 Emosi Dasar Manusia Beserta Fungsi dan Cara Kerjanya|url=https://www.brainacademy.id/blog/jenis-jenis-emosi-dasar-manusia|website=www.brainacademy.id|language=id|access-date=2022-03-06}}</ref> Emosi terkejut bisa diekspresikan dengan rasa takjub, kejutan, muak, terpanam hingga rasa [[mual]] ingin [[muntah]].<ref name=":0" />
=== Jengkel ===
Beberapa sikap jengkel antara lain: hina, jijik, muak, mual, benci, tidak suka, mau muntah.<ref>{{Cite book|last=Goleman|first=Daniel|date=Oktober 1996|title=EMOTIONAL INTELLIGENCE Kecerdasan Emosional (bahasa indonesia)|location=Jakarta|publisher=Penerbit Gramedia Pustaka Utama|isbn=978-602-03-2313-8|pages=410|url-status=live}}</ref>
=== Malu ===
Baris 43 ⟶ 55:
=== Salovey dan Mayer ===
Salovey dan Mayer mengungkapkan aspek-aspek yang ada di dalam kecerdasan emosional yaitu mampu merasakan empati, berani mengungkapkan dan memahami perasaan, bisa mengendalikan amarah, mampu beradaptasi, mandiri, setia terhadap pertemanan, ramah, dan hormat kepada yang lain.<ref name=":1">{{Cite web|last=Nasril|last2=Ulfatmi|date=2018|title=
=== Goleman ===
Baris 52 ⟶ 64:
== Memaksimalkan Kecerdasan Emosional ==
Dalam Kecerdasan Emosional karya Daniel Goleman, pendidikan emosi merupakan bagian penting untuk memaksimalkan kecerdasan emosional (EQ). Goleman menekankan pentingnya belajar mengelola emosi sejak dini dan secara berkelanjutan untuk mencapai keberhasilan dalam berbagai aspek kehidupan. Pokok bahasannya, pada dasarnya menuntut guru dan murid mau memusatkan perhatian pada jalinan emosi kehidupan seorang anak. Nama bagi pelajaran semacam ini beragam, mulai dari ''social development'' (pengembangan sosial), ''life skill'' (keterampilan hidup), sampai ''social and emotional learning'' (pembelajaran sosial dan emosi).
Konsorsium W.T Grant tentang promosi kompetensi berbasis sekolah mengidentifikasi beberapa unsur aktif keterampilan emosional dalam program pencegahannya, yang dirancang untuk meningkatkan kecerdasan emosional dan kompetensi sosial pada siswa. Komponen utama tersebut meliput:<ref>{{Cite book|last=Goleman|first=Daniel|date=1996|title=EMOTIONAL INTELLIGENCE Kecerdasan Emosional Mengapa EI Lebih Penting daripada IQ (bahasa Indonesia)|location=Jakarta|publisher=Gramedia Pustaka Utama|isbn=978-602-03-2313-8|pages=426|url-status=live}}</ref>
* Mengidentifikasi dan memberi nama perasaan: Kemampuan untuk mengenali dan memberi label pada emosi seorang adalah keterampilan dasar dalam kecerdasan emosional. ini membantu individu untuk menyadari keadaan emosinya yang penting untuk regulasi emosi lebih lanjut.
* Mengungkapkan perasaan: ini melibatkan pembelajaran tentang bagaimana mengkomunikasikan emosi secara tepat dan efektif kepada orang lain. Mengajarkan individu untuk mengekspresikan perasaannya dengan cara yang sehat.
* Menilai intensitas perasaan: memahami intensitas atau kekuatan emosi seseorang sangat penting untuk mengelolanya. Dengan menilai apakah emosi itu ringan, sedang, atau kutat, individu dapat lebih baik menilai respons yang tepat untuk situasi yang dihadapi.
* Mengelola perasaan: Ini merujuk pada pengembangan strategi pada pengembangan strateguntuk mengontrol atau menyesuaikan emosi agar sesuai dengan konteks, terutama ketika emosi yang kuat dapat menyebabkan reaksi yang tidak membantu. Keterampilan ini membantu individu tetap tenang dalam situasi sulit sekalipun.
* Menunda pemuasan: Kemampuan untuk menunda kepuasan segera demi tujuan jangka panjang adalah keterampilan regulasi diri yang penting. Keterampilan ini berkaitan dengan kecerdasan emosional karena memerlukan pengelolaan dorongan dan pengendalian emosi untk manfaat di masa depan.
* Mengendalikan dorongan hati: Berkaitan erat dengan menunda pemuasaan, mengendalikan dorongan hati melibatkan kemampuan untuk berpikir sebelum bertindak, terutama dalam situasi emosional. Ini membantu individu menghindari tindakan impulsif yang dapat memiliki konsekuensi negatif.
* Mengurangi stres:Teknik untuk mengelola dan mengurangi stres, seperti latihan relaksasi, ''mindfulness'', dan pemecahan masalah, sangat penting untuk menjag keseimbangan emosional dan kesehatan mental. Belajar mengelola stres berkontribusi pada kesejahteraan emosional dan mental yang lebih baik.
* Mengetahui perbedaan antara perasaan dan tindakan: Pemahaman penting ini membantu individu menyadari bahwa merasakan emosi tidak berarti harus bertindak berdasarkan emosi tersebut. dengan mengenali pemisahan ini, individu dapat memilih tindakan yang lebih bijaksana dan konstruktif, daripada bereaksi secara impulsif berdasarkan emosi mereka.
Unsur-unsur ini membentuk dasar kompetensi emosional dalam program pencegahan yang dikebangkan oleh konsorsium W.T.Grant, membantu siswa dan individu mengembangkan dan memaksimalkan kecerdasan emosional yang lebih kuat dan fungsi sosial yang lebih baik.
=== Mengenali emosi diri ===
Baris 62 ⟶ 88:
=== Empati ===
[[Berkas:Signs of NPD.png|jmpl|254x254px|Narsistik bisa timbul karena kurang empati terhadap keadaan orang lain. Narsistik adalah keadaan mental seseorang yang selalu merasa ingin mementingkan diri sendiri. Kepribadian narsistik bisa dihubungkan dengan keadaan lingkungan, bisa juga disebabkan karena kondisi keluarga yang selalu memuji atau mengkritik sesuatu dengan cara berlebihan.<ref>{{Cite web|last=Marella|first=Vania Dinda|date=2021|title=Apa Itu Gangguan Kepribadian Narsistik? Pahami Pengertian Gejala dan Penyebabnya|url=https://www.liputan6.com/health/read/4708326/apa-itu-gangguan-kepribadian-narsistik-pahami-pengertian-gejala-dan-penyebabnya|website=liputan6.com|language=id|access-date=2022-03-07}}</ref>]]
Empati merupakan salah satu bentuk kecerdasan emosional. Empati merupakan suatu sikap untuk mendalami perasaan orang lain, meskipun tidak mengalami secara langsung apa yang dirasakan orang tersebut.<ref>{{Cite journal|last=Silfiasari|first=Silfiasari|date=2017|title=
=== Menjalin hubungan ===
Kecerdasan emosional untum membangun hubungan dengan orang lain merupakan seni untuk menunjang popularitas, dan melatih untuk meminpin diri. Hal tersebut ditunjang oleh kemampuan komunikasi untuk menjalin hubungan dengan orang lain, hingga bisa bekerjasama dalam suatu tim.<ref>{{Cite web|last=Husni|first=Desma|date=2012|title=
=== Komunikasi ===
|