Mundinglaya Dikusumah: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Pengembalian manual VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
|||
(27 revisi perantara oleh 19 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{rapikan|date=2011}}
'''Mundinglaya Dikusumah''' adalah cerita rakyat dari masyarakat [[Sunda]]. Cerita rakyat tersebut menceritakan kehidupan seorang pangeran yang kemudian diangkat menjadi raja saat [[Prabu Siliwangi]] memerintah kerajaan tersebut. [[Kerajaan Sunda]] sendiri sering disebut oleh orang [[Sunda]] sebagai [[Pajajaran]] (nama ibukota kerajaan) setelah Cirebon dan Banten memisahkan diri dari kerajaan tersebut.▼
{{refimprove}}
▲'''Mundinglaya Dikusumah''' adalah cerita rakyat dari masyarakat [[Sunda]]. Cerita rakyat tersebut menceritakan kehidupan seorang pangeran yang kemudian diangkat menjadi raja saat [[Prabu Siliwangi]] memerintah kerajaan tersebut. [[Kerajaan Sunda]] sendiri sering disebut oleh orang [[Sunda]] sebagai [[Pajajaran]] (nama
== Sumber ==
Cerita rakyat ini berasal dari tradisi lisan orang Sunda yang disebut [[Cerita Pantun|cerita pantun]], yang kemudian ditulis dalam bentuk buku oleh para penulis Sunda baik dalam [[Bahasa Sunda]] maupun [[Bahasa Indonesia]]).<ref>{{cite book
}}</ref>
karya-karya roman yang mengadopsi cerita pantun Mundinglaya Dikusumah di antaranya
Baris 16 ⟶ 18:
== Rangkuman ==
===Keluarga Kerajaan Pajajaran===
Prabu Siliwangi memiliki dua orang istri yaitu Nyimas Tejamantri dan Nyimas Padmawati yang menjadi permaisuri. Dari Nyimas Tejamantri, Prabu Silihwangi mendapat seorang anak yaitu pangeran Guru Gantangan. Sedangkan dari permaisuri Nyimas Padmawati, raja memperoleh anak yang diberi nama Mundinglaya. Beda umur antara pangeran Guru Gantangan dan pangeran Mundinglaya sangat jauh. Saat pangeran Guru Gantangan ditunjuk jadi bupati di Kutabarang dan sudah menikah, Mundinglaya masih anak-anak.▼
▲Prabu [[Siliwangi]] memiliki dua orang istri yaitu Nyimas Tejamantri dan Nyimas Padmawati yang menjadi permaisuri. Dari perkawinannya dengan Nyimas Tejamantri,
===Konflik Keluarga Kerajaan===
Saat pangeran Mundinglaya dewasa, pangeran Guru Gantangan lebih menyayangi pangeran Mundinglaya daripada pangeran Sunten Jaya. Hal ini disebabkan perbedaan sifat antara pangeran Mundinglaya dan pangeran Sunten Jaya. Pangeran Mundinglaya selain rupawan juga baik budi pekertinya sedangkan anak angkat-nya bersifat angkuh dan manja. Hal ini membuat iri pangeran Sunten Jaya, terlebih lagi ibu mereka juga sangat menyayangi pangeran Mundinglaya.
===Mimpi Permaisuri===
Pada saat yang gawat ini, terjadi sesuatu yang aneh. Pada suatu malam, permaisuri Nyimas Padmawati bermimpi aneh. Dalam tidurnya, permaisuri melihat tujuh guriang, yaitu mahluk yang tinggal di puncak gunung. Di antara mereka ada yang membawa jimat yang disebut Layang Salaka Domas. Permaisuri mendengar perkataan guriang yang membawa jimat tersebut: “Pajajaran akan tenteram hanya jika seorang kesatria dapat mengambilnya dari Jabaning Langit.”▼
▲
Segera setelah bangun pada pagi harinya, permaisuri menceritakan mimpi itu kepada raja. Prabu silihwangi sangat tertarik oleh mimpi permaisuri dan segera meminta seluruh rakyat juga bangsawan, termasuk pangeran Guru Gantangan dan pangeran Sunten Jaya, untuk berkumpul di depan halaman istana untuk membahas mimpinya permaisuri. Setelah seluruhnya berkumpul, raja berkata: “Adakah seorang kesatria yang berani pergi ke Jabaning Langit untuk mengambil jimat Layang salaka domas?”▼
▲Segera setelah bangun pada pagi harinya, permaisuri menceritakan mimpi itu kepada raja. Prabu
Senyap! Tidak ada suara yang terdengar. Pangeran Sunten Jaya pun tidak mengeluarkan suaranya. Dia takut akan barhadapan dengan Jonggrang Kalapitung, seorang raksasa berbahaya yang selalu menghalangi jalan ke puncak gunung. Setelah beberapa saat, patih Lengser angkat bicara: “Paduka,” dia berkata, “setiap orang telah mendengarkan apa yang disampaikan paduka, kecuali masih ada satu orang yang belum mendengarkannya. Dia berada dalam penjara. Paduka belum menanyainya. Dia adalah pangeran Mundinglaya.” Mendengar ini, raja memerintahkan agar pangeran Mundinglaya dibawa menghadap. Patih Lengser kemudian meminta izin pangeran guru Gantangan untuk melepaskan pangeran Mundinglaya.▼
▲
Saat pangeran Mundinglaya sudah berada di hadapannya, raja berkata: “Mundinglaya, maukah ananda mengambil jimat layang salaka domas, yang diperlukan untuk mencegah negara dari kehancuran akibat malapetaka?” Karena layang salaka domas penting bagi keselamatan negara, ananda akan pergi mencarinya, ayahanda,” kata pangeran Mundinglaya.▼
===Tawaran Untuk Mundinglaya===
Prabu Silihwangi sangat senang mendengar jawaban ini. Demikian juga masyarakat dan para bangsawan. Bagi pangeran Mundinglaya, tugas ini juga berarti kebebasan jika dia berhasil mendapatkan layang salaka domas. Sementara bagi pangeran Sunten Jaya ini berarti menyingkirkan musuhnya, karena dia yakin bahwa pamannya akan dibunuh oleh Jonggrang Kalapitung.▼
▲Saat pangeran Mundinglaya sudah berada di hadapannya, sang raja
▲
Namun pangeran Sunten Jaya tidak bersedia melepaskan Mundinglaya begitu saya. Dia khawatir bila Mundinglaya dibiarkan pergi sekarang, tidak akan ada jaminan bahwa dia akan kembali. Pengeran Sunten Jaya kemudian mengusulkan bila Mundinglaya tidak kembali setelah sebulan, ibunya, Nyimas Padmawati akan dipenjarakan di dalam istana.
Semua orang terkejut mendengar permintaan ini. Prabu Siliwangi menerukan usuluan ini ke pangeran Mundinglaya, dan sang pangeran berjanji akan kembali dalam sebulan.
Kemudian pangeran Mundinglaya meninggalkan Pajajaran. Karena dia tidak pernah keluar dari ibukota tersebut, pangeran Mundinglaya tidak mengetahui jalan ke Jabaning Langit. Dengan berserah diri kepada Tuhan yang Maha Kuasa, sang pangeran pergi melewati berbagai hutan lebat untuk menemukan Jabaning Langit dan bertemu dengan para guriang.▼
===Pertemuan Di Muara Beres===
Dalam perjalanan, pangeran Mundinglaya melewati kerajaan kecil Muara Beres (atau Tanjung Barat) yang merupakan bawahan dari Pajajaran. Disana pangeran Mundinglaya bertemu dan jatuh hati dengan putri kerajaan yang bernama Dewi Kania atau Dewi Kinawati. Mereka saling berjanji akan bertemu lagi setelah pangeran Mundinglaya berhasil menjalankan tugas dari Prabu silihwangi untuk memperoleh jimat layang salaka domas.▼
▲Dalam beberap minggu, pangeran Mundinglaya diajari oleh Patih Lengser ilmu perang dan cara menggunakan berbagai senjata sebagai persiapan untuk menghadapi rintangan yang akan ditemui selama perjalanan ke Jabaning Langit. Kemudian pangeran Mundinglaya meninggalkan Pajajaran. Karena dia tidak pernah keluar dari
Pangeran Mundinglaya meneruskan perjalanannya. Tiba-tiba di tengah perjalanan dia dicegat oleh raksasa Janggrang Kalapitung yang berdiri di depannya. “Mengapa kamu memasuki wilayahku? Apakah kamu menyerahkan diri sebagai santapanku?”▼
▲Dalam perjalanan, pangeran Mundinglaya melewati kerajaan kecil Muara Beres (atau Tanjung Barat) yang merupakan bawahan dari Pajajaran. Disana pangeran Mundinglaya bertemu dan jatuh hati dengan putri kerajaan yang bernama Dewi Kania atau Dewi Kinawati. Mereka saling berjanji akan bertemu lagi setelah pangeran Mundinglaya berhasil menjalankan tugas dari Prabu
===Raksasa Jonggrang Kalapitung===
▲Pangeran Mundinglaya meneruskan perjalanannya. Tiba-tiba di tengah perjalanan dia dicegat oleh raksasa
Pangeran Mundinglaya menjawabnya dengan tantangan. Jonggrang Kalapitung menubruknya tetapi pangeran Mundinglaya berkelit. Berkali-kali si raksasa menyerang pangeran Mundinglaya, tetapi lagi dan lagi jatuh ke tanah sampai akhirnya kehabisan napas.
===Tujuh Guriang===
Ketika dia pergi, pangeran Mundinglaya menemukan suatu tempat untuk beristirahat dan berdoa meminta tolong kepada tuhan yang Maha Esa untuk diberikan jalan. Suatu hari dia merasakan seolah-olah terangkat dari tempatnya dan terbang ke suatu tempat yang sangat terang.▼
▲Ketika dia pergi, pangeran Mundinglaya menemukan suatu tempat untuk beristirahat dan berdoa meminta tolong kepada
Mereka bertanya kepada pangeran Mundinglaya mengapa berani datang ke Jabaning Langit. “Tujuanku datang ke sini adalah untuk mengambil Layang Salaka Domas yang diperlukan oleh negaraku sebagai obat untuk mencegah permusuhan antar saudara. Akan banyak orang menderita dan mati memperebutkan yang tidak jelas.” “Kami menghargaimu, pangeran Mundinglaya, tapi kami tidak dapat memberimu Layang Salaka Domas karena ini bukan untuk manusia. Bagaimana kalau pemberian lain sebagai hadiah untukmu? Misalnya seorang putri cantik atau kesejahteraan, atau kami dapat menjadikanmu manusia tersuci di dunia?”▼
▲Mereka bertanya kepada pangeran Mundinglaya mengapa berani datang ke Jabaning Langit.
Para guriang menghargai pangeran Mundinglaya, tetapi mereka tidak dapat memberimu Layang Salaka Domas karena ini bukan untuk manusia. Mereka kemudian menawarkan kalau pemberian lain seperti seorang putri cantik atau kesejahteraan, atau bahkan dapat menjadikannya manusia tersuci di dunia.
“Kalau begitu, kamu harus merebutnya setelah mengalahkan kami.” Maka terjadilah perkelahian. Karena para guriang sangat kuat, pangeran Mundinglaya terjatuh dan meninggal. Segera setelah itu, muncul mahluk supranatural lainnya, yaitu Nyi Pohaci yang menampakkan diri dan menghidupkan kembali pangeran Mundinglaya. Pangeran Munding Laya bersiap kembali untuk bertempur dengan para guriang.▼
Pangeran Mundinglaya menolak semua itu karena yang dia inginkan hanyalah kedamaian bagi Pajajaran terlibat dalam perang. Mendengar itu para guriang menantang Pangeran Mundinglaya untuk merebutnya dari mereka.
“Tida perlu ada lagi pertempuran, karena engkau telah menunjukkan sifatmu yang sebenarnya,” kata salah satu dari tujuh guriang, “jujur, tidak tamak. Engkau mempunyai hak untuk membawa Layang Salaka Domas.” Dan dia kemudian memberikannya kepada pangeran Mundinglaya. Pangeran Mundinglaya sangat bergembira dan mengucapkan terima kasih. Dia juga berterima kasih kepada Nyi Pohaci atas bantuannya. Dengan dipandu oleh tujuh guriang yang kemudian menyebut diri mereka sebagai Gumarang Tunggal, pangeran Mundinglaya pergi pulang ke Pajajaran.▼
===Pemberian Layang Salaka Domas===
Di Pajajaran, pangeran sunten Jaya mengganggu ketentraman permaisuri. Kepada Prabu Silihwangi, pangeran Sunten Jaya mengatakan bahwa permaisuri sebenarnya tidak bermimpi, bahwa dia berdusta untuk membebaskan putranya dari penjara. Dengan demikian, dia membujuk Prabu Silihwangi untuk menghukum mati permaisuri.▼
▲
Pangeran Sunten Jaya bahkan lebih jauh berniat untuk mengganggu ketentraman Dewi Kinawati di Muara Beres dengan menceritakan bahwa pangeran Mundinglaya telah dibunuh oleh Jonggrang Kalapitung. Tentara digelar untuk mendatangi kerajaan itu. Pada saat yang gawat tersebut, pangeran Mundinglaya beserta ajudannya telah sampai ke Pajajaran. Mereka senang dan berteriak kegirangan. Pangeran Sunten Jaya dan pengikutnya diusir.▼
▲
Setelah itu. Prabu Silihwangi menobatkan pangeran Mundinglaya sebagai raja Pajajaran menggantikannya dengan gelar Mundinglaya Dikusumah.▼
===Fitnah Pangeran Sunten Jaya===
▲Di Pajajaran, pangeran
▲Pangeran Sunten Jaya bahkan
▲Setelah itu. Prabu
Tidak lama setelah itu, Mundinglaya Dikusumah menikahi Dewi Kinawati dan menjadikannya sebagai permaisuri dan Pajajaran menjadi negara yang adil makmur dan aman.
== Lihat pula ==
* [[
== Catatan kaki ==
Baris 86 ⟶ 97:
{{Indonesia|navbar=plain|prefix=:Kategori:Cerita rakyat dari|title=Daftar cerita rakyat di Indonesia menurut provinsi (kategori)|image=}}
[[Kategori:Cerita rakyat
|