Mundinglaya Dikusumah: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Pengembalian manual VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(48 revisi perantara oleh 29 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{rapikan|date=2011}}
{{refimprove}}
'''Mundinglaya Dikusumah''' adalah cerita rakyat dari masyarakat [[Sunda]]. Cerita rakyat tersebut menceritakan kehidupan seorang pangeran yang kemudian diangkat menjadi raja saat [[Prabu SilihwangiSiliwangi]] memerintah kerajaan tersebut. [[Kerajaan Sunda]] sendiri sering disebut oleh orang [[Sunda]] sebagai [[Pajajaran]] (nama ibukotaibu kota kerajaan) setelah Cirebon dan Banten memisahkan diri dari kerajaan tersebut.
 
== Sumber ==
{{pindah/Wikisource}}
Cerita rakyat ini berasal dari tradisi lisan orang Sunda yang disebut [[pantunCerita storyPantun|cerita pantun]], yang kemudian ditulis dalam bentuk buku oleh para penulis Sunda baik dalam [[Bahasa Sunda]] maupun [[Bahasa IndonesianIndonesia]]).<ref>{{cite book
|last =Noorduyn
|first =J.
|publisher= KITLV Press
|title = Three Old Sundanese poems
|date =
|year =2006
|page =10
}}</ref>
karya-karya roman yang mengadopsi cerita pantun Mundinglaya Dikusumah di antaranya
* ''Pasini Jangji di Muaraberes'' karya Rohmat Tasdik Al-Garuti (dalam tiga bahasa: Sunda, Indonesia, dan Inggris)
 
== Rangkuman ==
Mundinglaya Dikusumah adalah cerita rakyat dari masyarakat [[Sunda]]. Cerita rakyat tersebut menceritakan kehidupan seorang pangeran yang kemudian diangkat menjadi raja saat [[Prabu Silihwangi]] memerintah kerajaan tersebut. [[Kerajaan Sunda]] sendiri sering disebut oleh orang [[Sunda]] sebagai [[Pajajaran]] (nama ibukota kerajaan) setelah Cirebon dan Banten memisahkan diri dari kerajaan tersebut.
 
===Keluarga Kerajaan Pajajaran===
==Sumber==
Cerita rakyat ini berasal dari tradisi lisan orang Sunda yang disebut [[pantun story]], yang kemudian ditulis dalam bentuk buku oleh para penulis Sunda baik dalam [[Bahasa Sunda]] maupun [[Bahasa Indonesian]].
 
Prabu Silihwangi[[Siliwangi]] memiliki dua orang istri yaitu Nyimas Tejamantri dan Nyimas Padmawati yang menjadi permaisuri. Dari perkawinannya dengan Nyimas Tejamantri, Prabumereka Silihwangi mendapatmemiliki seorang anakputra, yaitu pangeranPangeran Guru Gantangan. SedangkanSementara itu, dari permaisuripernikahannya dengan Permaisuri Nyimas Padmawati, rajadilahirkan memperoleh anak yang diberi namaPangeran Mundinglaya. BedaTerdapat umurperbedaan antarausia pangeranyang Gurusignifikan Gantanganantara dankedua pangeran Mundinglayatersebut; sangatketika jauh. Saat pangeranPangeran Guru Gantangan ditunjuktelah jadimemegang posisi sebagai bupati di Kutabarang dan sudah menikah dengan Nyimas Ratna Inten, Pangeran Mundinglaya masih anak-anak.<brdalam /><brmasa />pertumbuhan.
 
Karena tidak mempunyai anak, pangeran Guru Gantangan menangkat seorang anak yang diberi nama Sunten Jaya. Guru Gantangan juga tertarik untuk merawat Mundinglaya sebagai anaknya. Saat pangeran Guru Gantangan meminta Mundinglaya dari permaisuri Nyimas Padmawati, permaisuri memberikannya karena mengetahui bahwa pangeran Guru Gantangan sangat menyayangi pangeran Mundinglaya.
==Rangkuman==
 
===Konflik Keluarga Kerajaan===
Prabu Silihwangi memiliki dua orang istri yaitu Nyimas Tejamantri dan Nyimas Padmawati yang menjadi permaisuri. Dari Nyimas Tejamantri, Prabu Silihwangi mendapat seorang anak yaitu pangeran Guru Gantangan. Sedangkan dari permaisuri Nyimas Padmawati, raja memperoleh anak yang diberi nama Mundinglaya. Beda umur antara pangeran Guru Gantangan dan pangeran Mundinglaya sangat jauh. Saat pangeran Guru Gantangan ditunjuk jadi bupati di Kutabarang dan sudah menikah, Mundinglaya masih anak-anak.<br /><br />
 
KarenaSaat tidakpangeran mempunyaiMundinglaya anakdewasa, pangeran Guru Gantangan memungutlebih anakmenyayangi danpangeran diberiMundinglaya namadaripada pangeran Sunten Jaya. GuruHal Gantanganini jugadisebabkan tertarikperbedaan untuksifat merawatantara pangeran Mundinglaya sebagaidan anaknyapangeran Sunten Jaya. SaatPangeran pangeranMundinglaya Guruselain Gantanganrupawan memintajuga Mundinglayabaik daribudi permaisuripekertinya Nyimassedangkan Padmawati,anak permaisuriangkat-nya memberikannyabersifat karenaangkuh mengetahuidan bahwamanja. Hal ini membuat iri pangeran GuruSunten GantanganJaya, terlebih lagi ibu mereka juga sangat menyayangi pangeran Mundinglaya.<br /><br />
 
Saat pangeran Mundinglaya dewasa, pangeran Guru Gantangan lebih menyayangi pangeran Mundinglaya daripada pangeran Sunten Jaya. Hal ini disebabkan perbedaan karakter yang sangat jauh antara pangeran Mundinglaya dan pangeran Sunten Jaya. Pangeran Mundinglaya selain rupawan juga baik budi pekertinya sedangkan keponakannya sifatnya angkuh dan manja. Hal ini sangat membuat iri pangeran Sunten Jaya. Terlebih lagi ibunya juga sangat menyayangi pangeran Mundinglaya.<br /><br />
Hanya sajaSayangnya perhatian istri pangeran Guru Gantangan kepadamemberikan pangeranperhatian Mundinglayayang sangat berlebihan sehinggaterhadap membuat pangeran Mundinglaya sehingga pangeran Guru Gantangan akhirnya juga cemburu. AkhirnyaHal pangeranini berakibat Mundinglaya dijebloskan kedalam penjara oleh saudara tirinyasaudaranya itu dengan alasan bahwa pangeran Mundinglaya mengganggu kehormatan wanita. Keputusan ini menjadikan mayarakatmasyarakat dan bangsawan Pajajaran terpecah dua, ada yang menyetujui dan ada yang menentang keputusan tersebut sehingga mengancam ketentraman kerajaan kearahke arah permusuhan antar saudara.<br /><br />
 
===Mimpi Permaisuri===
Pada saat yang gawat ini, terjadi sesuatu yang aneh. Pada suatu malam, permaisuri Nyimas Padmawati bermimpi aneh. Dalam tidurnya, permaisuri melihat tujuh guriang, yaitu mahluk yang tinggal di puncak gunung. Diantara mereka ada yang membawa jimat yang disebut Layang Salaka Domas. Permaisuri mendengar perkataan guriang yang membawa jimat tersebut: “Pajajaran akan tenteram hanya jika seorang kesatria dapat mengambilnya dari Jabaning Langit.”<br /><br />
 
PadaDi saatdalam periode yang gawattidak stabil ini, terjadi sesuatu yang aneh. Pada suatu malam, permaisuri Nyimas Padmawati bermimpi aneh. Dalam tidurnya, permaisuri melihat tujuh guriang, yaitu mahluk yang tinggal di puncak gunung. DiantaraSalah satu di antara mereka ada yang membawa jimat yang disebut Layang Salaka Domas. PermaisuriDi mendengardalam perkataanmimpinya, para guriang yang membawa jimatberkata tersebut:bahwa “PajajaranPajajaran akan tenteram hanya jika seorang kesatria dapat mengambilnya dari Jabaning Langit.”<br /><br />
Segera setelah bangun pada pagi harinya, permaisuri menceritakan mimpi itu kepada raja. Prabu silihwangi sangat tertarik oleh mimpi permaisuri dan segera meminta seluruh rakyat juga bangsawan, termasuk pangeran Guru Gantangan dan pangeran Sunten Jaya, untuk berkumpul di depan halaman istana untuk membahas mimpinya permaisuri. Setelah seluruhnya berkumpul, raja berkata: “Adakah seorang kesatria yang berani pergi ke Jabaning Langit untuk mengambil jimat Layang salaka domas?”<br /><br />
 
Segera setelah bangun pada pagi harinya, permaisuri menceritakan mimpi itu kepada raja. Prabu silihwangi sangatSiliwangi tertarik olehdengan mimpi permaisuri dan segera meminta seluruh rakyat jugadan bangsawan, termasuk pangeran Guru Gantangan dan pangeran Sunten Jaya, untuk berkumpul di depan halaman istana untuk membahas mimpinya permaisuri. Setelah seluruhnya berkumpul, sang raja berkata:menayakan apakah “Adakahada seorang kesatria yang berani pergi ke Jabaning Langit untuk mengambil jimat Layang salakaSalaka domas?”<br /><br />Domas.
Senyap! Tidak ada suara yang terdengar. Pangeran Sunten Jaya pun tidak mengeluarkan suaranya. Dia takut akan barhadapan dengan Jonggrang Kalapitung, seorang raksasa berbahaya yang selalu menghalangi jalan ke puncak gunung. Setelah beberapa saat, patih Lengser angkat bicara: “Paduka,” dia berkata, “setiap orang telah mendengarkan apa yang disampaikan paduka, kecuali masih ada satu orang yang belum mendengarkannya. Dia berada dalam penjara. Paduka belum menanyainya. Dia adalah pangeran Mundinglaya.” Mendengar ini, raja memerintahkan agar pangeran Mundinglaya dibawa menghadap. Patih Lengser kemudian meminta izin pangeran guru Gantangan untuk melepaskan pangeran Mundinglaya.<br /><br />
 
Senyap! Tidak ada suarasatupun yang terdengar.menjawab, termasuk Pangeran Sunten Jaya pun tidak mengeluarkan suaranya. Dia takut akan barhadapanberhadapan dengan Jonggrang Kalapitung, seorang raksasa berbahaya yang selalu menghalangi jalan ke puncak gunung. Setelah beberapa saat, patihPatih Lengser kemudian angkat bicara: “Paduka,”dan diamemberitahukan berkata,bahwa “setiapsetiap orang telah mendengarkan apa yang disampaikan padukaoleh sang raja, kecuali masih ada satu orang, yangkarena belum mendengarkannya. Diadia berada dalam penjara. PadukaOrang belum menanyainya. Diaini adalah pangeran Mundinglaya. Mendengar ini, raja memerintahkan agar pangeran Mundinglaya dibawa menghadap. Patih Lengser kemudian meminta izin pangeran guruGuru Gantangan untuk melepaskan pangeran Mundinglaya.<br /><br />
Saat pangeran Mundinglaya sudah berada di hadapannya, raja berkata: “Mundinglaya, maukah ananda mengambil jimat layang salaka domas, yang diperlukan untuk mencegah negara dari kehancuran akibat malapetaka?” Karena layang salaka domas penting bagi keselamatan negara, ananda akan pergi mencarinya, ayahanda,” kata pangeran Mundinglaya.<br /><br />
 
===Tawaran Untuk Mundinglaya===
Prabu Silihwangi sangat senang mendengar jawaban ini. Demikian juga masyarakat dan para bangsawan. Bagi pangeran Mundinglaya, tugas ini juga berarti kebebasan jika dia berhasil mendapatkan layang salaka domas. Sementara bagi pangeran Sunten Jaya ini berarti menyingkirkan musuhnya, karena dia yakin bahwa pamannya akan dibunuh oleh Jonggrang Kalapitung.
“Kakek,” kata pangeran Sunten Jaya, “dia adalah seorang tahanan, jika kakek membiarkannya pergi sekarang, tidak akan ada jaminan bahwa dia akan kembali.”<br /><br />
 
Saat pangeran Mundinglaya sudah berada di hadapannya, sang raja berkata:menanyakan “Mundinglaya,apakah maukahMundinglaya anandamau mengambil jimat layangLayang salakaSalaka domasDomas, yang diperlukan untuk mencegah negara dari kehancuran akibat malapetaka?”. Karena layangLayang salakaSalaka domasDomas penting bagi keselamatan negara, anandaMundinglaya akanbersedia pergi untuk mencarinya, ayahanda,” kata pangeran Mundinglaya.<br /><br />
“Apa yang cucunda usulkan, Sunten Jaya?”<br /><br />
 
PrabuBaik Silihwangisang raja, para bangsawan, dan masyarakat sangat senang mendengar jawaban ini. Demikian juga masyarakat dan para bangsawan. Bagi pangeran Mundinglaya, tugas ini juga berarti kebebasan jika dia berhasil mendapatkan layangLayang salakaSalaka domasDomas. Sementara bagi pangeran Sunten Jaya ini berarti menyingkirkan musuhnya, karena dia yakin bahwa pamannya akan dibunuh oleh Jonggrang Kalapitung.
“Jika dia tidak kembali setelah sebulan, penjarakan kanjeng ibu Padmawati dalam istana.” Masyarakat dan bangsawan kaget mendengar permintaan ini. Prabu Silihwangi berbalik kepada pangeran Mundinglaya: “Bagaimana menurutmu?”<br /><br />
 
Namun pangeran Sunten Jaya tidak bersedia melepaskan Mundinglaya begitu saya. Dia khawatir bila Mundinglaya dibiarkan pergi sekarang, tidak akan ada jaminan bahwa dia akan kembali. Pengeran Sunten Jaya kemudian mengusulkan bila Mundinglaya tidak kembali setelah sebulan, ibunya, Nyimas Padmawati akan dipenjarakan di dalam istana.
”Ananda akan kembali dalam sebulan dan setuju dengan usulan Sunten Jaya.”<br /><br />
 
Semua orang terkejut mendengar permintaan ini. Prabu Siliwangi menerukan usuluan ini ke pangeran Mundinglaya, dan sang pangeran berjanji akan kembali dalam sebulan.
Dalam beberap minggu, pangeran Mundinglaya diajari oleh patih Lengser ilmu perang dan cara menggunakan berbagai senjata sebagai bersiapan untuk menghadapi rintangan yang akan ditemui selama perjalanan ke Jabaning Langit.
Kemudian pangeran Mundinglaya meninggalkan Pajajaran. Karena dia tidak pernah keluar dari ibukota tersebut, pangeran Mundinglaya tidak mengetahui jalan ke Jabaning Langit. Dengan berserah diri kepada Tuhan yang Maha Kuasa, sang pangeran pergi melewati berbagai hutan lebat untuk menemukan Jabaning Langit dan bertemu dengan para guriang.<br /><br />
 
===Pertemuan Di Muara Beres===
Dalam perjalanan, pangeran Mundinglaya melewati kerajaan kecil Muara Beres (atau Tanjung Barat) yang merupakan bawahan dari Pajajaran. Disana pangeran Mundinglaya bertemu dan jatuh hati dengan putri kerajaan yang bernama Dewi Kania atau Dewi Kinawati. Mereka saling berjanji akan bertemu lagi setelah pangeran Mundinglaya berhasil menjalankan tugas dari Prabu silihwangi untuk memperoleh jimat layang salaka domas.<br /><br />
Pangeran Mundinglaya meneruskan perjalanannya. Tiba-tiba di tengah perjalanan dia dicegat oleh raksasa Janggrang Kalapitung yang berdiri di depannya. “Mengapa kamu memasuki wilayahku? Apakah kamu menyerahkan diri sebagai santapanku?”<br /><br />
 
Dalam beberap minggu, pangeran Mundinglaya diajari oleh Patih Lengser ilmu perang dan cara menggunakan berbagai senjata sebagai persiapan untuk menghadapi rintangan yang akan ditemui selama perjalanan ke Jabaning Langit. Kemudian pangeran Mundinglaya meninggalkan Pajajaran. Karena dia tidak pernah keluar dari ibukotaibu kota tersebut, pangeran Mundinglaya tidak mengetahui jalan ke Jabaning Langit. Dengan berserah diri kepada Tuhan yang Maha Kuasa, sang pangeran pergi melewati berbagai hutan lebat untuk menemukan Jabaning Langit dan bertemu dengan para guriang.<br /><br />
“Coba saja kalau bisa!” jawab pangeran Mundinglaya dengan tenang. Jonggrang Kalapitung menubruknya tapi pangeran Mundinglaya berkelit.<br /><br />
 
Dalam perjalanan, pangeran Mundinglaya melewati kerajaan kecil Muara Beres (atau Tanjung Barat) yang merupakan bawahan dari Pajajaran. Disana pangeran Mundinglaya bertemu dan jatuh hati dengan putri kerajaan yang bernama Dewi Kania atau Dewi Kinawati. Mereka saling berjanji akan bertemu lagi setelah pangeran Mundinglaya berhasil menjalankan tugas dari Prabu silihwangiSiliwangi untuk memperoleh jimat layang salaka domas.<br /><br />
Berkali-kali si raksasa menyerang pangeran Mundinlaya, tapi lagi dan lagi jatuh ke tanah sampai akhirnya kehabisan nafas. Dengan kerisnya, pangeran Mundinglaya mengancam musuhnya:<br /><br />
 
===Raksasa Jonggrang Kalapitung===
“Katakan dimana Jabaning Langit?”<br /><br />
 
Pangeran Mundinglaya meneruskan perjalanannya. Tiba-tiba di tengah perjalanan dia dicegat oleh raksasa JanggrangJonggrang Kalapitung yang berdiri di depannya. “MengapaSi kamuraksasa memasukimenanyakan wilayahku?mengapa Apakahdia kamumemasuki menyerahkanwilayahnya diridan sebagaimengancam santapanku?”<brakan /><brmenyantap />sang pangeran.
“Di dalam dirimu.” Berpikiran bahwa si raksasa berbohong, pangeran Mundinglaya menekankan keris lebih dalam ke leher si raksasa. “Jangan berbohong! Di manakah Jabaning Langit?”<br /><br />
 
Pangeran Mundinglaya menjawabnya dengan tantangan. Jonggrang Kalapitung menubruknya tetapi pangeran Mundinglaya berkelit. Berkali-kali si raksasa menyerang pangeran Mundinglaya, tetapi lagi dan lagi jatuh ke tanah sampai akhirnya kehabisan napas.
“Di dalam hatimu.” Setelah itu, pangeran Mundinglaya melepaskan raksasa tersebut, sambil berkata: “Aku membebaskanmu, tapi jangan ganggu rakyat Pajajaran lagi.” Jonggrang Kalapitung menuruti dan berterima kasih kepada pangeran Mundinglaya dan meninggalkan Pajajaran selamanya.<br /><br />
 
Dengan kerisnya, pangeran Mundinglaya mengancam musuhnya, menanyakan lokasi Jabaning Langit. Jonggrang Kalapitung menjawab bahwa Jabaning Langit ada di dalam dirinya. Berpikiran bahwa si raksasa berbohong, pangeran Mundinglaya menekankan keris lebih dalam ke leher si raksasa dan menanyakan lagi. Setelah si Jonggrang Kalapitung menjawab bahwa Jabaning Langit ada di dalam hati sang pangeran. dia melepaskan raksasa tersebut, sambil memberikan ultimatum untuk tidak mengganggu rakyat Pajajaran lagi. Jonggrang Kalapitung menurutinya dan dan meninggalkan Pajajaran selamanya.
Ketika dia pergi, pangeran Mundinglaya menemukan suatu tempat untuk beristirahat dan berdoa meminta tolong kepada tuhan yang Maha Esa untuk diberikan jalan. Suatu hari dia merasakan seolah-olah terangkat dari tempatnya dan terbang ke suatu tempat yang sangat terang.
Di sana dia diterima oleh tujuh guriang, mahluk-mahluk supranatural yang menjaga Layang Salaka Domas.<br /><br />
 
===Tujuh Guriang===
Mereka bertanya kepada pangeran Mundinglaya mengapa berani datang ke Jabaning Langit. “Tujuanku datang ke sini adalah untuk mengambil Layang Salaka Domas yang diperlukan oleh negaraku sebagai obat untuk mencegah permusuhan antar saudara. Akan banyak orang menderita dan mati memperebutkan yang tidak jelas.” “Kami menghargaimu, pangeran Mundinglaya, tapi kami tidak dapat memberimu Layang Salaka Domas karena ini bukan untuk manusia. Bagaimana kalau pemberian lain sebagai hadiah untukmu? Misalnya seorang putri cantik atau kesejahteraan, atau kami dapat menjadikanmu manusia tersuci di dunia?”<br /><br />
 
Ketika dia pergi, pangeran Mundinglaya menemukan suatu tempat untuk beristirahat dan berdoa meminta tolong kepada tuhan yang Maha EsaTuhan untuk diberikan jalan. SuatuSetelah haridoanya dia merasakan seolah-olah terangkat dari tempatnya dan terbang ke suatu tempat yang sangat terang. Di sana dia diterima oleh tujuh guriang, mahluk-mahluk supranatural yang menjaga Layang Salaka Domas.
“Aku tidak memerlukan semua itu, jika rakyat Pajajaran terlibat dalam perang.”<br /><br />
 
Mereka bertanya kepada pangeran Mundinglaya mengapa berani datang ke Jabaning Langit. “TujuankuSang datangpangeran kemenjawab sinibahwa adalahia untukdatang mengambil Layang Salaka Domas yang diperlukan oleh negarakunegaranya sebagai obat untuk mencegah permusuhan antar saudara. Akan banyak orang menderita dan mati memperebutkan yang tidak jelas.” “Kami menghargaimu, pangeran Mundinglaya, tapi kami tidak dapat memberimu Layang Salaka Domas karena ini bukan untuk manusia. Bagaimana kalau pemberian lain sebagai hadiah untukmu? Misalnya seorang putri cantik atau kesejahteraan, atau kami dapat menjadikanmu manusia tersuci di dunia?”<br /><br />
“Kalau begitu, kamu harus merebutnya setelah mengalahkan kami.” Maka terjadilah perkelahian. Karena para guriang sangat kuat, pangeran Mundinglaya terjatuh dan meninggal. Segera setelah itu, muncul mahluk supranatural lainnya, yaitu Nyi Pohaci yang menampakkan diri dan menghidupkan kembali pangeran Mundinglaya. Pangeran Munding Laya bersiap kembali untuk bertempur dengan para guriang.<br /><br />
 
Para guriang menghargai pangeran Mundinglaya, tetapi mereka tidak dapat memberimu Layang Salaka Domas karena ini bukan untuk manusia. Mereka kemudian menawarkan kalau pemberian lain seperti seorang putri cantik atau kesejahteraan, atau bahkan dapat menjadikannya manusia tersuci di dunia.
“Tida perlu ada lagi pertempuran, karena engkau telah menunjukkan sifatmu yang sebenarnya,” kata salah satu dari tujuh guriang, “jujur, tidak tamak. Engkau mempunyai hak untuk membawa Layang Salaka Domas.” Dan dia kemudian memberikannya kepada pangeran Mundinglaya. Pangeran Mundinglaya sangat bergembira dan mengucapkan terima kasih. Dia juga berterima kasih kepada Nyi Pohaci atas bantuannya. Dengan dipandu oleh tujuh guriang yang kemudian menyebut diri mereka sebagai Gumarang Tunggal, pangeran Mundinglaya pergi pulang ke Pajajaran.<br /><br />
 
Pangeran Mundinglaya menolak semua itu karena yang dia inginkan hanyalah kedamaian bagi Pajajaran terlibat dalam perang. Mendengar itu para guriang menantang Pangeran Mundinglaya untuk merebutnya dari mereka.
Di Pajajaran, pangeran sunten Jaya mengganggu ketentraman permaisuri. Kepada Prabu Silihwangi, pangeran Sunten Jaya mengatakan bahwa permaisuri sebenarnya tidak bermimpi, bahwa dia berdusta untuk membebaskan putranya dari penjara. Dengan demikian, dia membujuk Prabu Silihwangi untuk menghukum mati permaisuri.<br /><br />
 
===Pemberian Layang Salaka Domas===
Pangeran Sunten Jaya bahkan lebih jauh berniat untuk mengganggu ketentraman Dewi Kinawati di Muara Beres dengan menceritakan bahwa pangeran Mundinglaya telah dibunuh oleh Jonggrang Kalapitung. Tentara digelar untuk mendatangi kerajaan itu. Pada saat yang gawat tersebut, pangeran Mundinglaya beserta ajudannya telah sampai ke Pajajaran. Mereka senang dan berteriak kegirangan. Pangeran Sunten Jaya dan pengikutnya diusir.<br /><br />
 
“Kalau begitu, kamu harus merebutnya setelah mengalahkan kami.” Maka terjadilah perkelahian. Karena para guriang sangat kuat, pangeran Mundinglaya terjatuh dan meninggal. Segera setelah itu, munculmuncullah Nyi Pohaci, mahluk supranaturalsupertanatural lainnya, yaitu Nyi Pohaci yang menampakkan diri dan menghidupkan kembali pangeran Mundinglaya. Pangeran Munding LayaMundinglaya bersiap kembali untuk bertempur dengan para guriang.<br /><br />
Setelah itu. Prabu Silihwangi menobatkan pangeran Mundinglaya sebagai raja Pajajaran menggantikannya dengan gelar Mundinglaya Dikusumah.<br /><br />
 
“TidaNamun perlusetelah adamelihat lagisifst pertempuran,sang karenapangeran engkauyang telahjujur menunjukkandan sifatmutidak yang sebenarnyatamak, kata salah satu dari tujuhpara guriang, “jujur,memutuskan tidakbahwa tamak. Engkaudia mempunyai hak untuk membawa Layang Salaka Domas.” Dan dia kemudian memberikannya kepada pangeran Mundinglaya. Pangeran Mundinglaya sangat bergembira dan mengucapkan terima kasih. Diaterhadap jugapara berterimaguriand kasihdan kepadajuga Nyi Pohaci atas bantuannya. Dengan dipandu oleh tujuh guriang yang kemudian menyebut diri mereka sebagai Gumarang Tunggal, pangeran Mundinglaya pergi pulang ke Pajajaran.<br /><br />
 
===Fitnah Pangeran Sunten Jaya===
 
Di Pajajaran, pangeran suntenSunten Jaya mengganggu ketentraman permaisuri. Kepada Prabu SilihwangiSiliwangi, pangeran Sunten Jaya mengatakan bahwa permaisuri sebenarnya tidak bermimpi, bahwa dia berdusta untuk membebaskan putranya dari penjara. Dengan demikian, dia membujuk Prabu SilihwangiSiliwangi untuk menghukum mati permaisuri.<br /><br />
 
Pangeran Sunten Jaya bahkan lebih jauh berniat untukjuga mengganggu ketentraman Dewi Kinawati di Muara Beres dengan menceritakan bahwa pangeran Mundinglaya telah dibunuh oleh Jonggrang Kalapitung. Tentara digelar untuk mendatangi kerajaan itu. PadaUntungnya di saat yang gawat tersebut, pangeran Mundinglaya beserta ajudannya telah sampai ke Pajajaran. Mereka senang dan berteriak kegirangan. Pangeran Sunten Jaya dan pengikutnya diusir.<br /><br />
 
Setelah itu. Prabu SilihwangiSiliwangi menobatkan pangeran Mundinglaya sebagai raja Pajajaran menggantikannya dengan gelar Mundinglaya Dikusumah.<br /><br />
 
Tidak lama setelah itu, Mundinglaya Dikusumah menikahi Dewi Kinawati dan menjadikannya sebagai permaisuri dan Pajajaran menjadi negara yang adil makmur dan aman.
 
== Lihat pula ==
* [[Kerajaan Sunda]]
 
== Catatan kaki ==
{{reflist}}
 
{{Dongeng}}
{{Indonesia|navbar=plain|prefix=:Kategori:Cerita rakyat dari|title=Daftar cerita rakyat di Indonesia menurut provinsi (kategori)|image=}}
 
[[Kategori:Cerita rakyat Sunda]]