Ilias: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
 
(36 revisi perantara oleh pengguna yang sama tidak ditampilkan)
Baris 43:
Agaknya ''Ilias'' maupun ''Odiseya'' ditulis dalam [[bahasa Yunani Homeros]], bahasa sastra bauran [[bahasa Yunani Ionia|bahasa Yunani dialek Yonia]] dengan dialek-dialek lainnya, kemungkinan besar sekitar akhir abad ke-8 atau permulaan abad ke-7 Pramasehi. Pada [[zaman Klasik]], jarang sekali ada orang yang meragukan bahwa kedua wiracarita itu adalah hasil karya pujangga Homeros, tetapi dewasa ini para sarjana [[Penyoalan Homeros|pada umumnya menduga]] bahwa ''Ilias'' dan ''Odiseya'' bukanlah hasil karya satu orang pujangga yang sama, dan kisah-kisah yang terangkum di dalamnya merupakan bagian dari suatu [[tradisi lisan]] yang panjang. Wiracarita ini dilantunkan oleh para pelantun syair Homeros profesional yang disebut ''[[rapsoidos]]''.
 
Pokok-pokok pikiran yang terkandung di dalam wiracarita ini antara lain adalah ''[[kleos]]'' (kemuliaan), ujub, takdir, dan murka. Sekalipun terkenal lantaran kisah-kisahnya yang tragis dan mencekam, terselip pula kisah-kisah jenaka dan gelak-tawa.<ref name=Bell>Bell, Robert H. "Homer's humor: laughter in the Iliad." hand 1 (2007): 596.</ref> Wiracarita ini kerap disifatkan sebagai wiracarita maskulin atau kegagahberanian, khususnya jika dibandingkan dengan ''Odiseya''. ''Ilias'' dengan cermat menjabarkan perkakas-perkakas perang dan siasat-siasat tempur kuno, serta hanya menampilkan segelintir tokoh perempuan. [[Dua Belas Dewa Olimpus|Dewa-dewi OlimposOlimpus]] juga berperan besar di dalam wiracarita ini, dengan membantu wira kesayangan mereka dan menengahi cekcok-cekcok antarpribadi. Di dalam wiracarita ini, perwatakan dewa-dewi OlimposOlimpus sengaja dimanusiawikan supaya mudah dipahami khalayak Yunani Kuno, dengan menghadirkan suatu kesan nyata dari budaya dan kepercayaan turun-temurun mereka. Dari segi gaya formal penulisannya, pengulangan kalimat serta pemakaian majas simile dan julukan-julukan di dalam wiracarita ini kerap dijadikan bahan kajian oleh para sarjana.
 
== Selayang pandang ==
Baris 56:
Akhiles sangat kesal ketika para pesuruh Agamemnon datang mengambil Briseis. Sambil duduk di pantai, ia menyeru ibunya, [[Thetis|Tetis]],<ref>{{cite book|author=Homer|title=The Iliad|page=115|publisher= Norton Books|location= New York}}</ref> agar memohon Dewa [[Zeus]] membuat pihak Akhaya dipojokkan pihak Troya, sehingga Agamemnon sadar bahwa pihak Akhaya membutuhkan Akhiles. Tetis menuruti kemauan anaknya, dan permohonannya dikabulkan Dewa Zeus.
 
({{Ilias|en|2}}) Melalui mimpi, Dewa Zeus menghasut Agamemnon untuk menyerbu Troya. Agamemnon bertindak mengikuti petunjuk mimpinya, tetapi lebih dulu ingin menguji semangat juang angkatan perang Akhaya dengan menyuruh mereka pulang ke tanah air. Muslihatnya malah menjadi senjata makan tuan, dan hanya berkat campur tangan Odiseus yang diilhami [[Athena (mitologi)|Dewi Atena]] sajalah keberangkatan pulang para pejuang Akhaya dapat dicegah.
 
Odiseus menghardik dan menghajar [[Tersites]], seorang prajurit biasa yang menyuarakan ketidaksenangannya berjuang bagi Agamemnon. Usai bersantap, para pejuang Akhaya dikerahkan laskar demi laskar ke padang Troya. Sang pujangga memanfaatkan bagian ini untuk menguraikan asal-usul tiap-tiap laskar pejuang Akhaya.
Baris 120:
 
=== Di dalam ''Ilias'' ===
Di dalam [[Perang Troya]] sastrawi ''Ilias'', [[Dua Belas Dewa Olimpus|dewa-dewi OlimposOlimpus maupun dewa-dewi rendahan]] saling bertarung dan menceburi kancah peperangan manusia, sering kali dengan cara mencampuri urusan manusia guna melawan dewa-dewi lain. Berbeda dari penggambaran dewa-dewi di dalam ajaran agama bangsa Yunani, Homeros menyajikan penggambaran dewa-dewi yang sejalan dengan tujuan penceritaannya. Dewa-dewi di dalam fikrah tradisional orang AthenaAtena pada abad ke-4 tidak akan dijumpai di dalam karya-karya Homeros.<ref name=":2">{{Cite book|title=Honor Thy Gods: Popular Religion in Greek Tragedy|url=https://archive.org/details/honorthygodspopu0000mika|last=Mikalson|first=Jon|publisher=Chapel Hill: University of North Carolina Press|year=1991}}</ref> Sejarawan zaman klasik, [[Herodotos]], mengatakan bahwa Homeros dan [[Hesiodos]], rekan sezamannya, adalah pujangga-pujangga pertama yang mencantumkan nama dewa-dewi berikut penggambaran rupa dan sifatnya di dalam karya mereka.<ref>[http://ablemedia.com/ctcweb/netshots/homer.htm Homer's Iliad], Classical Technology Center.</ref>
 
[[Mary Lefkowitz]] (2003)<ref name=":3" /> membahas relevansi tindakan dewata di dalam ''Ilias'', berusaha menjawab pertanyaan benar tidaknya campur tangan dewata merupakan merupakan kejadian istimewa, atau benar tidaknya perilaku dewata semacam itu hanya sekadar kiasan watak manusia. Minat intelektual para pujangga zaman Klasik, semisal [[Tukidides]] dan [[Plato]]n, terbatas pada kemanfaatannya sebagai "suatu cara untuk membicarakan kehidupan manusia ketimbang sebagai suatu penjabaran atau suatu kebenaran", karena jika dewa-dewi tetap merupakan sosok-sosok keagamaan alih-alih merupakan kiasan watak manusia, maka "keberadaan" mereka—tanpa landasan dogma atau kitab suci—akan memungkinkan budaya Yunani memiliki keluasan intelektual dan kebebasan untuk menyeru dewa-dewi sesuai fungsi religius apa pun yang mereka butuhkan sebagai sebuah bangsa.<ref name=":3">Lefkowitz, Mary (2003). ''Greek Gods, Human Lives: What We Can Learn From Myths''. New Haven, Connecticut: [[Yale University Press]].</ref><ref>[[Oliver Taplin|Taplin, Oliver]] (2003). "Bring Back the Gods". ''[[The New York Times]]'' (14 December).</ref>
Baris 128:
=== Campur tangan dewa-dewi ===
{{see also|Zeus Teperdaya}}
Sejumlah sarjana yakin bahwa dewa-dewi ikut campur dalam urusan dunia fana lantaran adanya cekcok di antara mereka. [[Homeros]] membahasakan dunia pada masa itu dengan menggunakan hasrat dan emosi dewa-dewi sebagai faktor-faktor penentu kejadian-kejadian di tataran umat manusia.<ref name=":0">{{Cite journal|last=Kullmann|first=Wolfgang|date=1985|title=Gods and Men in the Iliad and the Odyssey|journal=Harvard Studies in Classical Philology|volume=89|pages=1–23|doi=10.2307/311265|jstor=311265}}</ref> Salah satu contoh dari hubungan sebab akibat semacam ini di dalam ''Ilias'' adalah cekcok di antara [[Athena (mitologi)|Dewi Atena]], [[Hera|Dewi Hera]], dan Dewi Afrodite. Di dalam parwa pamungkas wiracarita ini, Homeros menulis, "ia membuat Atena dan Hera tersinggung—kedua-dua dewi."<ref name=":1">{{Cite book|last=Homer|title=The Iliad|publisher=Penguin Books|year=1998|location=New York|page=589|translator-last=Fagles|translator-first=Robert|translator-last2=Knox|translator-first2=Bernard}}</ref> Atena dan Hera dengki kepada Afrodite lantaran di dalam sebuah ajang adu cantik di Gunung Olimpus, [[Paris (mitologi)|Paris]] selaku juri memilih Afrodite sebagai dewi tercantik, mengalahkan Hera dan Atena. Wolfgang Kullmann menjelaskan lebih lanjut bahwa, "kekecewaan Hera dan Atena melihat kemenangan Afrodite dalam peristiwa [[Keputusan Paris|Penilaian Paris]] menentukan seluruh polah-tingkah kedua dewi tersebut di dalam ''Ilias'' dan merupakan biang keladi kebencian mereka terhadap Paris, si juri, maupun terhadap kotanya, Troya."<ref name=":0" />
 
Hera dan AthenaAtena terus mendukung pihak Akhaya di sepanjang wiracarita ini lantaran Paris berada di pihak Troya, sementara Afrodite membantu Paris dan pihak Troya. Emosi-emosi yang dirasakan ketiga dewi tersebut satu sama lain sering kali terejawantahkan menjadi tindakan-tindakan mereka di dunia fana. Sebagai contoh, di dalam Parwa ke-3 ''Ilias'', Paris menantang siapa saja dari pihak Akhaya yang berani bertarung satu lawan satu dengannya, dan [[Menelaus]] maju menjawab tantangan itu. Menelaus lebih unggul dan sedikit lagi akan merenggut nyawa Paris. "Kini dia sudah menyudutkannya dan meraih kemuliaan abadi, tetapi Afrodite, anak Zeus, bergegas turun tangan, meretas tali belulang itu."<ref name=":1" /> Afrodite mengintervensi atas kepentingan diri sendiri untuk menyelamatkan Paris dari angkara Menelaus, karena Paris sudah membantunya memenangkan ajang adu cantik para dewi. Keberpihakan Afrodite terhadap Paris membuat semua dewa-dewi terpancing untuk ikut mengintervensi, khususnya untuk menyampaikan wejangan-wejangan pengobar semangat juang kepada anak emasnya masing-masing, dan kerap menampakkan diri dalam wujud orang yang mereka kenal baik.<ref name=":0" /> Keterkaitan emosi dengan tindakan di atas hanyalah salah satu dari sekian banyak contoh yang muncul di berbagai bagian wiracarita ini.{{citation needed|date=February 2019}}
 
== Tema-tema ==
=== Takdir ===
[[Takdir]] ({{Lang-el|κήρ}}, ''kēr'', artinya "ketentuan ajal") menggerakkan sebagian besar peristiwa di dalam ''Ilias''. Sekali takdir ditetapkan, dewa-dewi maupun manusia wajib menjalaninya, dan tidak berdaya atau tidak berniat menentangnya. Tidak diketahui bagaimana takdir ditetapkan, yang jelas takdir diungkap para [[Moirai|Moira]] dan [[Zeus]] dengan cara mengirim pertanda kepada para ahli tenung seperti [[Kalkhas]]. Manusia dan dewa-dewi mereka terus-menerus berbicara tentang penerimaan secara perwira dan penghindaran secara pengecut terhadap takdir seseorang.<ref>[http://everything2.com/index.pl?node_id=1375344 Fate as presented in Homer's "The Iliad"], Everything2</ref> Takdir tidak menentukan setiap tindakan, insiden, maupun kejadian, tetapi memang menentukan hasil akhir dari dari jalan hidupnya. Sebelum menewaskan Patroklos, Hektor menyebutnya orang bodoh karena secara pengecut menghindari takdir dengan coba-coba mengalahkannya.{{citation needed|date=November 2016}} Patroklos menjawab dengan kalimat berikut ini:
Baris 180:
</blockquote>
 
Dengan bantuan ilahi, Aineias luput dari angkara murka Akhiles dan selamat menyintasi Perang Troya. Entah mampu atau tidak mampu mengubah takdir, yang jelas dewa-dewi menuruti ketentuan takdir, sekalipun merugikan insan-insan kesayangan mereka. Jadi asal-usul takdir yang misterius itu adalah suatu kuasa yang mengatasi dewa-dewi. Takdir menentukan kekuasaan atas dunia terbelah tiga apabila Zeus, Poseidon, dan Hades menggulingkan [[Kronos]], ayah mereka. Zeus menguasai udara dan angkasa, Poseidon menguasai perairan, dan Hades menguasai [[dunia bawah Yunani|pratala]], dunia orang mati, tetapi ketiganya bersama-sama berdaulat atas dunia. Meskipun dewa-dewi OlimposOlimpus berkuasa mengatur dunia, hanya [[Moirai|ketiga Moira]] yang menentukan nasib manusia.
 
=== Ketenaran ===
Baris 283:
 
Di dalam ''Ilias'', ketidakkonsistenan sintaktis mungkin saja adalah suatu tradisi lisan. Sebagai contoh, Dewi Afrodite disifatkan sebagai "pecinta-tawa", kendati terluka parah diserang Diomedes (Parwa V, 375); dan tokoh-tokoh dewata yang dihadirkan dapat saja merupakan hasil pencampuradukkan mitologi [[Peradaban Mikenai|Mikene]] dengan mitologi [[Zaman Kegelapan Yunani|Abad Kegelapan Yunani]] (sekitar tahun 1150–800 Pramasehi), dengan menyejajarkan para menak ''basileis'' yang berkuasa turun-temurun (para pemimpin yang lebih rendah kelas sosialnya) dengan dewa-dewi rendahan, misalnya tokoh [[Skamandros]], dan lain-lain.<ref>Toohey, Peter (1992). ''Reading Epic: An Introduction to the Ancient Narrative''. New Fetter Lane, London: Routledge.</ref>
 
=== Dewasa ini ===
Anak-anak di negara [[Yunani]] sekarang ini diajari ''Ilias'' dan ''Odiseya'' di sekolah sebagai mata pelajaran wajib. Dengan cara ini mereka dapat mengetahui [[mitologi Yunani|mitologi]], [[Sejarah Yunani|sejarah]], adat-istiadat dan tata susila purba tanah air mereka, sekaligus menelaah puisi Homeros.{{Citation needed|date=December 2020}}
 
== Penggambaran peperangan ==
=== Penggambaran laga prajurit pejalan kaki ===
Meskipun Mikene maupun Troya adalah negara maritim, ''Ilias'' tidak menyajikan kisah pertempuran laut.<ref>{{Iliad|en|3|45|shortref}}–50</ref> Jadi [[Fereklos]], pembuat kapal Troya (kapal yang melayarkan Helene ke Troya), bertempur di darat selaku prajurit pejalan kaki.<ref>{{Iliad|5|59|shortref}}–65</ref> Pakaian dan senjata yang dipakai tokoh jagoan dan prajurit di dalam pertempuran diuraikan dengan saksama.<!-- Mereka Theymemasuki entermedan battlelagi indengan mengendarai [[chariotrata|kereta perang]]s, launchingmelemparkan javelinslembing-lembing intoke theformasi-formasi enemypasukan formationsmusuh, thenkemudian dismount—forturun handdari rata untuk berhadap-to-handhadapan combatdengan withmusuh yetsembari moremelemparkan javelinlagi throwinglembing-lembing, rockmelemparkan throwingbatu, anddan ifbila necessaryperlu handbertarung todengan handsebilah swordpedang anddan a shoulder-bornesebuah ''hoplon'' (shieldperisai) fightingtersandar di bahu.<ref>[[John Keegan|Keegan, John]] (1993). ''[[A History of Warfare]].'' phlm. 248.</ref> [[AjaxAias|Ayas the GreatTua]]er, son ofanak Telamon, sportsmembawa asebuah large, rectangularperisai shieldbundar ({{Lang|grc|σάκος|translit=sakos|label=none}}) withberukuran whichbesar heyang protectsia himselfgunakan anduntuk Teucer,melindungi hisdirinya brother:<blockquote>Ninthsendiri camedan Teucer,juga stretchingmelindungi hisTeukros, curvedadik bow.<br />tirinya:
<blockquote>Yang kesembilan adalah Teukros, datang merentangkan busur lengkungnya.<br />
He stood beneath the shield of Ajax, son of Telamon.<br />
Tegak di balik perisai Ayas anak Telamon, kakandanya.<br />
As Ajax cautiously pulled his shield aside,<br />
Setiap kali Ayas menyiah perisai,<br />
Teucer would peer out quickly, shoot off an arrow,<br />
Teukros tampil lincah melesatkan panah setangkai,<br />
hit someone in the crowd, dropping that soldier<br />
menghujam satu lawan di tengah kerumunan, menumbangkan sang sena<br />
right where he stood, ending his life—then he'd duck back,<br />
di tempat ia berdiri, merenggut nyawanya lantas undur ke belakang kakanda,<br />
crouching down by Ajax, like a child beside its mother.<br />
meringkuk di dekat Ayas, seperti kanak-kanak di sisi bunda.<br />
Ajax would then conceal him with his shining shield.<ref>Homer, ''Iliad'' 8.267–72, translated by Ian Johnston.</ref></blockquote>Ajax's cumbersome shield is more suitable for defence than for offence, while his cousin, Achilles, sports a large, rounded, octagonal shield that he successfully deploys along with his spear against the Trojans:<blockquote>Just as a man constructs a wall for some high house,<br />
Ayas pun lindungi dia dengan perisai berkaca-kaca.<ref>Homeros, ''Ilias'' 8.267–72, berdasarkan terjemahan Ian Johnston.</ref></blockquote>
using well-fitted stones to keep out forceful winds,<br />
 
that's how close their helmets and bossed shields lined up,<br />
Perisai Ayas yang berat lebih cocok dipakai untuk bertahan ketimbang untuk menyerang, sementara saudara misannya, Akhiles, menenteng sebuah perisai bundar astakona berukuran besar yang ia gunakan bersama lembingnya untuk menyerang pihak Troya:
shield pressing against shield, helmet against helmet<br />
<blockquote>Ibarat orang membangun tembok rumah yang tinggi,<br />
man against man. On the bright ridges of the helmets,<br />
menyusun batu tertumpuk rapat membendung badai,<br />
horsehair plumes touched when warriors moved their heads.<br />
demikianlah dekat ketopong dengan perisai,<br />
That's how close they were to one another.<ref>Homer, ''Iliad'' 16.213–17 (translated by Ian Johnston).</ref></blockquote>In describing infantry combat, Homer names the [[phalanx formation]],<ref>{{Iliad|en|6|6|shortref}}</ref> but most scholars do not believe the historical Trojan War was so fought.<ref>Cahill, Tomas (2003). ''Sailing the Wine Dark Sea: Why the Greeks Matter.''</ref> In the [[Bronze Age]], the chariot was the main battle transport-weapon (e.g. the [[Battle of Kadesh]]). The available evidence, from the Dendra armour and the Pylos Palace paintings, indicate the Mycenaeans used two-man chariots, with a long-spear-armed principal rider, unlike the three-man Hittite chariots with short-spear-armed riders, and unlike the arrow-armed Egyptian and Assyrian two-man chariots. Nestor spearheads his troops with chariots; he advises them:<blockquote>In your eagerness to engage the Trojans,<br />
don'trimpit anyperisai ofdengan youperisai, chargedempet aheadketopong ofdengan othersketopong,<br />
rapat wirawan dengan wirawan pada barisan byuha ketopong,<br />
trusting in your strength and horsemanship.<br />
Andberpacak don'tgulu lagberadu behind.jambul Thatsi willsurai hurt our chargekuda.<br />
demikanlah apik dan rapat barisan sena.<ref>Homer, ''Ilias'' 16.213–17 (berdasarkan terjemahan Ian Johnston).</ref></blockquote>
Any man whose chariot confronts an enemy's<br />
 
should thrust with his spear at him from there.<br />
Dalam uraiannya tentang laga prajurit pejalan kaki, Homeros menyinggung [[Formasi falangs|byuha ''falangs'']],<ref>{{Iliad|en|6|6|shortref}}</ref> tetapi para sarjana rata-rata tidak yakin bahwa byuha ini benar-benar dipakai dalam Perang Troya.<ref>Cahill, Tomas (2003). ''Sailing the Wine Dark Sea: Why the Greeks Matter.''</ref> Pada [[Zaman Perunggu]], rata merupakan kendaran tempur utama (misalnya pada [[Pertempuran Kadesh]]). Bukti-bukti yang ada, dari zirah Dendra sampai lukisan-lukisan Istana Pilos, mengindikasikan bahwa orang Mikene menggunakan rata dua awak, dan pengendara utamanya dipersenjatai sebatang tombak panjang, berbeda dari rata tiga awak buatan Het yang dinaiki prajurit bersenjata tombak pendek, juga berbeda dari rata dua awak buatan Mesir dan Asyur yang dinaiki prajurit bersenjata panah. Sembari mengendarai rata, Nestor maju mendahului pasukannya; Ia mewejangi mereka sebagai berikut:
That's the most effective tactic, the way<br />
<blockquote>Dalam gebu semangatmu menggempur Troya si seteru,<br />
men wiped out city strongholds long ago —<br />
jangan gesa keretamu menyerbu maju lebih dulu,<br />
their chests full of that style and spirit.<ref>Homer, ''Iliad'' 4.301–09 (translated by Ian Johnston).</ref></blockquote>Although Homer's depictions are graphic, it can be seen in the very end that victory in war is a far more somber occasion, where all that is lost becomes apparent. On the other hand, the funeral games are lively, for the dead man's life is celebrated. This overall depiction of war runs contrary to many other{{Citation needed|date=June 2010}} ancient Greek depictions, where war is an aspiration for greater glory.
yakin tegar tenagamu dan ilmu laga berkudamu.<br />
Jangan pelan keretamu, akan celaka pasukanmu.<br />
Jika telak keretamu bertemu rata si seteru,<br />
hujam lembing ke lawanmu segera dari keretamu.<br />
Itulah kiat berperang, kiat muslihat paling jitu,<br />
untuk serbu gempur lebur kota benteng kubu seteru —<br />
sudah sebati menetap di jiwa wirawan nan dulu.<ref>Homeros, ''Ilias'' 4.301–09 (berdasarkan terjemahan Ian Johnston).</ref></blockquote>
 
Meskipun penggambaran Homeros bersifat grafis, dapat dilihat pada bagian akhir bahwa kemenangan perang lebih merupakan suatu keadaan menyedihkan, manakala semua kerugian menjadi tampak nyata. Di lain pihak, kejuaraan-kejuaraan yang digelar dalam penyelenggaraan upacara duka justru meriah dan penuh semangat, karena diadakan untuk merayakan kehidupan si mati. Penggambaran perang yang menyeluruh ini bertolak belakang dengan banyak penggambaran perang Yunani Kuno lainnya, yang mencitrakan perang sebagai usaha yang gigih untuk meraih kemuliaan yang lebih besar.
 
=== Rekonstruksi perisai, senjata, dan gaya tempur ===
FewAda modernsejumlah kecil rekonstruksi senjata, zirah, dan corak hias (archeologicallyyang tepat dari segi arkeologi, historicallysejarah, andmaupun Homericallysastra accurateHomeros) reconstructionsyang ofsudah arms,dihasilkan armorpada andzaman motifsmodern asdengan describedmengacu bykepada Homerpenggambaran existHomeros. SomeBeberapa historicalrekonstruksi reconstructionshistoris havesudah beendihasilkan done byoleh Salimbeti et alcs.<ref>http://www.salimbeti.com/micenei/armour5.htm</ref>-->
 
=== Dampak terhadap cara-cara berperang Yunani klasik ===
Meskipun belum tentu merupakan karya sastra yang diluhurkan bangsa Yunani Kuno, hampir dapat dipastikan bahwa syair-syair Homeros (khususnya ''Ilias'') dipandang sebagai tuntunan yang penting bagi pemahaman intelektual semua anak bangsa Yunani yang berpendidikan. Terbukti dari kenyataan bahwa menjelang akhir abad ke-5 Pramasehi, "kemampuan menyitir ayat-ayat ''Ilias'' dan ''Odiseus'' di luar kepala merupakan salah satu ciri orang terpandang."<ref name=":6">Lendon, J.E. (2005). ''Soldiers and Ghosts: A History of Battle in Classical Antiquity''. New Haven, CT: Yale University Press.</ref>{{Rp|36}} Selain itu, boleh dikata peperangan yang digambarkan di dalam ''Ilias'', maupun cara penggambarannya, meninggalkan dampak yang mendalam dan terlacak pada cara-cara berperang bangsa Yunani pada umumnya. Pada khususnya, dampak-dampak dari sastra wiracarita dapat dibedakan menjadi tiga kategori: [[taktik militer|taktik]], [[ideologi]], dan [[pola pikir]] para panglima. Supaya dapat memahami dampak-dampak tersebut, orang perlu mencermati beberapa contoh dari tiap-tiap kategori.
 
Sebagian besar pertarungan yang diuraikan secara terperinci di dalam ''Ilias'' adalah pertarungan tertata satu-lawan-satu yang dilakukan oleh tokoh-tokoh pahlawan. Malah, seperti di dalam ''Odiseus'', ada rangkaian ritual khusus yang harus dilakukan di dalam tiap-tiap pertarungan tersebut. Sebagai contoh, jika seorang pahlawan besar berhadap-hadapan dengan seorang pahlawan kroco, maka pahlawan kroco diperkanalkan terlebih dahulu, dilanjutkan dengan saling melontarkan ancaman, dan diakhiri dengan ditewaskannya pahlawan kroco. Sering kali pemenang melucuti baju zirah dan perlengkapan ketentaraan dari jenazah lawan.<ref name=":6" />{{Rp|22–3}} Berikut ini adalah salah satu contoh uraian ritual tersebut dan pertarungan satu-lawan-satu di ''Ilias'':<blockquote>
Baris 328 ⟶ 334:
tembiang Ayas si tinggi hati, di puting dada sebelah kanan<br />
lembing perunggu jitu menghujam, lolos menembus pundak yang kanan.<ref>Homer, ''Iliad'' 4.473–83 (Lattimore 2011).</ref>
</blockquote><!--
 
Hambatan terbesar dalam usaha memastikan adanya tautan antara pertempuran di dalam ''Ilias'' dengan tata cara berperang bangsa Yunani kemudian hari adalah falangs, atau hoplites, yakni tata cara berperang yang tampak di dalam sejarah bangsa Yunani lama sesudah Homeros menulis ''Ilias''. Meskipun ada pembahasan tentang pengaturan barisan prajurit yang menyerupai byuha falangs di sepanjang penceritaan ''Ilias'', pemusatan perhatian wiracarita ini kepada laga kepahlawanan sebagaimana disebutkan di atas tampaknya berkontradiksi dengan kiat-kiat tempur falangs. Meskipun demikian, falangs memang memiliki segi-segi kegagahberanian. Pertarungan secara jantan satu lawan satu di dalam ''Ilias'' terejawantahkan dalam pertempuran falangs dengan penekanan pada usaha untuk teguh bertahan di dalam byuha. Laga semacam ini menggantikan kompetisi kepahlawanan bersifat tunggal yang dikisahkan di dalam ''Ilias''.<ref name=":6" />{{Rp|51}}
The biggest issue in reconciling the connection between the epic fighting of the ''Ilias'' dan tata cara berperang bangsa Yunani kemudian hari adalah the phalanx, or hoplite, warfare seen in Greek history well after Homer's ''Iliad''. While there are discussions of soldiers arrayed in semblances of the phalanx throughout the ''Iliad'', the focus of the poem on the heroic fighting, as mentioned above, would seem to contradict the tactics of the phalanx. However, the phalanx did have its heroic aspects. The masculine one-on-one fighting of epic is manifested in phalanx fighting on the emphasis of holding one's position in formation. This replaces the singular heroic competition found in the ''Iliad''.<ref name=":6" />{{Rp|51}}
 
Salah satu contohnya adalah kisah 300 wira pilihan [[Sparta]] yang bertempur melawan 300 wira pilihan [[Argos (kota)|Argos]]. Di dalam pertempuran para petarung unggulan ini, hanya dua orang yang tersisa di pihak Argos dan satu orang yang tersisa di pihak Sparta. Otriades, wira Sparta yang tersisa, undur kembali ke dalam barisan pasukan Sparta dengan sekujur tubuh terluka parah, sementara dua wira Argos yang tersisa langsung pulang ke Argos untuk mewartakan kemenangan mereka. Oleh sebab itu Sparta mendaku sebagai pemenang, karena wira terakhir mereka menunjukkan kegagahberanian yang paripurna dengan bertahan pada posisinya di dalam byuha falangs.<ref>{{Anabasis|6|5|17}}</ref>
One example of this is the [[Sparta]]n tale of 300 picked men fighting against 300 picked [[Argives]]. In this battle of champions, only two men are left standing for the Argives and one for the Spartans. Othryades, the remaining Spartan, goes back to stand in his formation with mortal wounds while the remaining two Argives go back to Argos to report their victory. Thus, the Spartans claimed this as a victory, as their last man displayed the ultimate feat of bravery by maintaining his position in the phalanx.<ref>{{Anabasis|6|5|17}}</ref>
 
Di ranah ideologi para panglima dalam sejarah Yunani kemudian hari, ''Ilias'' memiliki efek yang menarik. ''Ilias'' mengekspresikan ketidaksukaan mutlak terhadap pemakaian tipu muslihat dalam berperang, ketika Hektor berkata, sebelum menantang Ayas Agung:
In terms of the ideology of commanders in later Greek history, the ''Ilias'' has an interesting effect. The ''Ilias'' expresses a definite disdain for tactical trickery, when Hektor says, before he challenges the great Ajax:
<blockquote>
IAku knowtahu howcara toterobos stormriuh myderap waykuda into the struggle of flying horsessembrani; IAku knowtahu howcara totapaki treadlantai thesuram measuresdewata on the grim floor of the war godyuda. YetNamun greatsebesar asapapun youengkau, aretidak Ibakal wouldaku notmembokong, strikeakan youkutunggu by stealthkesempatanku, watching fortetapi mydengan chanceterang-terangan, butsampai openly,nanti so,tiba ifsaatnya perhapsmungkin Idapat mightkuhantam hit youengkau.<ref>HomerHomeros, ''IliadIlias'' 7.237–43 (berdasarkan terjemahan Lattimore tahun 2011)</ref></blockquote>
 
Meskipun ada contoh-contoh ketidaksukaan terhadap tipu muslihat tempur, ada alasan untuk meyakini bahwa ''Ilias'', maupun tata cara berperang Yunani kemudian hari, mengedepankan kepiawaian para panglima dalam menyusun taktik. Sebagai contoh, ada banyak bagian di dalam ''Ilias'' yang mengisahkan para panglima semisal Agamemnon atau Nestor mendiskusikan pengaturan pasukan supaya menguntungkan pihaknya. Perang Troya malah dimenangkan dengan tipu daya orang Akhaya yang termasyhur, yakni muslihat [[Kuda Troya]]. Fakta ini bahkan belakangan dirujuk Homeros di dalam ''Odiseya''. Dalam kasus ini, keterkaitan antara kiat tipu daya orang Akhaya dan orang Troya di dalam ''Ilias'' dengan kiat tipu muslihat bangsa Yunani kemudian hari tidaklah sukar untuk ditemukan. Para panglima Sparta, yang kerap dipandang sebagai puncak kedigdayaan militer bangsa Yunani, dikenal karena tipu dayanya, dan bagi mereka, kemampuan merancang tipu muslihat merupakan kemampuan yang diharapkan dimiliki oleh seorang panglima. Malah jenis kepemimpinan seperti inilah yang merupakan anjuran standar para sastrawan kiat perang Yunani.<ref name=":6" />{{Rp|240}}
However, despite examples of disdain for this tactical trickery, there is reason to believe that the ''Iliad'', as well as later Greek warfare, endorsed tactical genius on the part of their commanders. For example, there are multiple passages in the ''Iliad'' with commanders such as Agamemnon or Nestor discussing the arraying of troops so as to gain an advantage. Indeed, the Trojan War is won by a notorious example of Achaean guile in the [[Trojan Horse]]. This is even later referred to by Homer in the ''Odyssey''. The connection, in this case, between guileful tactics of the Achaeans and the Trojans in the ''Iliad'' and those of the later Greeks is not a difficult one to find. Spartan commanders, often seen as the pinnacle of Greek military prowess, were known for their tactical trickery, and, for them, this was a feat to be desired in a commander. Indeed, this type of leadership was the standard advice of Greek tactical writers.<ref name=":6" />{{Rp|240}}
 
Pada akhirnya, meskipun pertempuran ala sastra Homeros (atau pertempuran ala wiracarita) sudah pasti tidak sepenuhnya tereplikasi dalam tata cata perang bangsa Yunani yang terjadi kemudian hari, banyak di antara nilai-nilai luhur, kiat tempur, dan instruksi-instruksinya dapat dipastikan masih terus dipakai bangsa Yunani.<ref name=":6" />
Ultimately, while Homeric (or epic) fighting is certainly not completely replicated in later Greek warfare, many of its ideals, tactics, and instruction are.<ref name=":6" />-->
 
Menurut Hans van Wees, kurun waktu yang berkaitan dengan riwayat peperangan tersebut dapat ditentukan secara spesifik, yaitu pada paro pertama abad ke-7 Pramasehi.<ref>Van Wees, Hans. ''Greek Warfare: Myth and Realities.'' hlm. 249.</ref>
 
== DampakPengaruh terhadap seni rupa dan budaya populer ==
{{Main|Perang Troya dalam budaya populer}}
''Ilias'' sudah dihargai sebagai salah satu karya sastra standar yang sangat penting pada zaman [[Yunani Klasik]] dan masih terus dihargai pada zaman [[periode Hellenistik|Helenistis]] dan zaman [[Kekaisaran Romawi Timur]]. Para penulis naskah drama sangat gemar menggarap subjek-subjek dari Perang Troya.<!-- Trilogi gubahan [[AeschylusAiskhilos]], theyakni ''[[OresteiaOresteya]]'', comprisingyang terdiri atas ''Agamemnon'', ''ThePara LibationPembawa BearersPersembahan Curah'', anddan ''The EumenidesEmenides'', follows themengisahkan storyperjalanan ofhidup Agamemnon aftersepulangnya hisdari returnmedan from the warperang. HomerHomeros alsomemberi camedampak toyang bebesar ofterhadap greatbudaya influenceEropa inketika Europeanminat culturemasyarakat withEropa theterhadap resurgence of interesthal-ihwal inkepurbakalaan GreekYunani antiquitykembali duringtumbuh thepada [[RenaissanceRenaisans|Abad Renensans]], anddan itmasih remainsmenjadi thekarya firstsastra andyang mostterutama influentialdan workyang ofpaling berpengaruh di antara karya-karya thesastra [[Westernkanon canonBarat]]. InKarya itssastra fullini formkembali thehadir textsecara madeutuh its returndi toItalia Italydan andEropa WesternBarat Europesejak beginningabad inke-15, theterutama 15thmelalui century,terjemahan-terjemahannya primarilyke throughdalam translations intobahasa Latin anddan thebahasa-bahasa vernacularrakyat languagessetempat.
 
PriorMeskipun todemikian, thissebelum reintroduction,kemunculan howeverkembali tersebut, asuatu shortenedversi ringkasan Latin versiondari ofsyair the poemtersebut, knownyang dikenal asdengan thesebutan ''[[Ilias Latina]]'', wassudah verydikaji widelysecara studiedluas anddan readdijadikan asbahan abacaan basicwajib schooldi textsekolah. TheBangsa WestEropa tendedcenderung tomenganggap viewHomeros Homertidak asdapat unreliabledipercaya aslantaran theymerasa believedsudah theymemiliki possessedketerangan-keterangan muchsaksi moremata downPerang toTroya earthyang andlebih realisticmembumi eyewitnessdan accountsrealistis ofyang the Trojan War written byditulis [[Dares Frygios|Dares]] anddan [[DictysDiktis CretensisKretensis|Diktus]], whoyang werekonon supposedlymenyaksikan presentperistiwa atitu thedengan eventsmata kepala sendiri. TheseRiwayat-riwayat palsu dari [[lateAbad antiqueKuno Akhir]] forgedtersebut accountsmendasari formedpenulisan the basis of several eminently popularsejumlah [[Middleromansa Ages|medievalaswasada]] yang sangat populer pada [[chivalricAbad romancePertengahan]]s, mostteristimewa notablyyang thosedihasilkan ofoleh [[Benoît de Sainte-Maure]] anddan [[Guido delle Colonne]].
 
TheseKarya insastra turntersebut spawnedpada manygilirannya othersmemunculkan inbanyak variouskarya Europeansastra languages,lain suchdalam asberbagai thebahasa firstEropa, printedmisalnya Englishbuku book,cetak thepertama di 1473Inggris, ''[[Recuyell of the Historyes of Troye]]'' yang terbit tahun 1473. OtherRiwayat-riwayat accountslain readyang indibaca thepada MiddleAbad AgesPertengahan wereadalah antiquesaduran-saduran Latin retellingsKuno such as thesemisal ''[[Excidium Troiae]]'' andmaupun workskarya-karya insastra thedalam vernacularsbahasa-bahasa suchrakyat assetempat thesemisal [[Trójumanna saga|IcelandicSaga TroyTroya SagaIslandia]]. EvenTanpa withoutHomeros Homersekalipun, thecerita TrojanPerang WarTroya storytetap hadakan remainedmenjadi centraljantung to Western Europeanbudaya [[medievalsastra literatureAbad Pertengahan|medievalsastra literaryAbad Pertengahan]] culturedan andkesadaran itsjati sensediri ofbangsa Eropa identityBarat. MostBanyak nationsbangsa anddan severalbeberapa royalkeluarga houseskerajaan tracedmengaku theirsebagai originsketurunan to heroes at thewirawan [[TrojanPerang WarTroya]]. BritainSebagai wascontoh, supposedly settled by the Trojankonon [[Brutus ofdari TroyTroya|Brutus]], fororang instance.{{citationTroya needed|date=Julymenetap 2015}}di Britania.
 
[[William Shakespeare]] usedmemanfaatkan thealur plot of thecerita ''IliadIlias'' assebagai sourcemateri materialsumber forbagi hissandiwara playkarangannya, ''[[Troilus anddan CressidaKresida]]'', buttetapi focusedberfokus onpada alegenda medievalAbad legendPertengahan, theyakni lovekisah story ofasmara [[TroilusTroilos]], sonanak oflanang KingPriamos, PriamRaja of TroyTroya, anddan [[CressidaKresida]], daughteranak ofgadis theKalkhas, Trojanjuru soothsayertenung KalkhasTroya. TheSandiwara play,yang oftenkerap considereddianggap tosebagai belakon akomedi comedy,ini reversesmenunggangbalikkan traditionalpandangan-pandangan viewstradisional ontentang eventsperistiwa-peristiwa ofyang theterjadi Trojandalam Warperang andTroya, depictsserta Achillesmenyifatkan asAkhiles asebagai cowardpengecut, AjaxAyas assebagai aprajurit dull,upahan unthinkingyang mercenarypandir, etcdst.
 
[[William Theed the elderTua]] mademembuat ansebuah impressivepatung bronzeperunggu statueyang ofmengesankan, Thetismenampilkan asTetis sheyang broughtmembawakan Achillessenjata hisbaru newtempaan armorHefaistos forgeduntuk by HephaesthusAkhiles. ItPatung hasini beenterpajang on display in thedi [[Metropolitan Museum of Art|Museum Seni Rupa Metropolitan]], inKota New York, Citysejak sincetahun 2013.
 
Di dalam puisinya yang berjudul ''Development'', [[Robert Browning]] menuturkan perkenalannya dengan cerita-cerita ''Ilias'' saat masih kanak-kanak, kesukaannya terhadap wiracarita itu, maupun debat-debat seputar jati diri penulis ''Ilias'' yang berlangsung pada zamannya.
[[Robert Browning]]'s poem ''Development'' discusses his childhood introduction to the matter of the ''Iliad'' and his delight in the epic, as well as contemporary debates about its authorship.
 
Menurut [[Sulaiman Albustani]], pujangga abad ke-19 yang pertama kali menerjemahkan ''Ilias'' ke dalam bahasa Arab, wiracarita ini mungkin sudah beredar luas dalam versi terjemahan [[Syriacbahasa languageSuryani|Suryani]] dan [[Middlebahasa PersianPersia Pertengahan|Pahlawi]] pada awal Abad Pertengahan. Menurut Sulaiman Albustani credits, [[TheophilusTeofilus ofdari EdessaEdesa]] withadalah theorang Syriacyang translation,berjasa whichmenghasilkan wasterjemahan supposedlySuryani, yang diduga (alongbersama-sama withdengan thekarya Greektersebut original)dalam widelybahasa readYunani, oryakni heardbahasa byAslinya) thesecara scholarsluas ofdibaca atau didengar para sarjana [[BaghdadBagdad]] inpada themasa-masa prime of thejaya [[AbbasidKekhalifahan Abbasiyah|Khilafah Bani CaliphateAbas]], althoughkendati thosesarjana-sarjana scholarstersebut nevertidak tookpernah theberusaha effortmenerjemahkannya toke translatedalam itbahasa toresmi thenegara officialKhilafah languageitu, ofyakni thebahasa empire; ArabicArab. The''Ilias'' Iliadjuga wasmerupakan alsosyair thewiracarita firstpertama fullyang epicditerjemahkan poemsecara toutuh bedari translatedbahasa toasing Arabicke fromdalam abahasa foreign languageArab, upondengan thediterbitkannya publicationkarya oflengkap Al-Boustani'sAlbustani complete workpada intahun 1904.<ref>{{Cite book|title=الإلياذة (Iliad)|last=Al-Boustani|first=Suleyman|publisher=Hindawi|year=2012|isbn=978-977-719-184-5|location=CairoKairo, EgyptMesir|pages=26–27}}</ref>-->
 
=== Di bidang kesenian pada abad ke-20 ===
Baris 364 ⟶ 370:
* ''[[The Golden Apple (teater musikal)|The Golden Apple]]'', [[teater musikal|teater musikal Broadway]] tahun 1954, karya penulis naskah [[John Treville Latouche]] dan komponis [[Jerome Moross]], adalah hasil adaptasi bebas wiracarita ''Ilias'' dan ''Odiseia'', dengan mengganti latar peristiwanya dengan negara bagian [[Washington]] di [[Amerika Serikat]] pada masa [[Perang Spanyol-Amerika]]. Babak pertama menampilkan adegan-adegan yang terinspirasi wiracarita ''Ilias'', sementara adegan-adegan yang terinspirasi wiracarita ''Odiseia'' ditampilkan pada babak ke-2.
* ''[[King Priam]]'', opera karya Sir [[Michael Tippett]] yang pertama kali dipentaskan pada tahun 1962 didasarkan atas wiracarita ''Ilias''.
* ''[[War Music (puisi)|War Music]]'', puisi karangan [[Christopher Logue]], merupakan "penjelasan", bukan terjemahan, dari ''Ilias'', mulai digubah atas pesanan pada tahun 1959 untuk sebuah acara radio. Puisi ini terus ia kembangkan sampai akhir hayatnya pada tahun 2011. Puisi yang disebut [[Tom Holland (penulis)|Tom Holland]] sebagai "karya luar biasa dari khazanah sastra pascaperangpurnayuda" ini turut mempengaruhi [[Kae Tempest]] dan [[Alice Oswald]], yang mengatakan bahwa puisi tersebut "memancarkan sejenis energi teatrikal nan terlupakan ke dalam dunia."<ref>{{Cite book|last=Logue|first=Christopher|title=War Music, an account of Homer's Iliad|publisher=Faber and Faber|year=2015|isbn=978-0-571-31449-2|chapter=Introduction by Christopher Reid}}</ref><!--
* ''[[Cassandra (novel)|Cassandra]]'' (terbit tahun 1983), novel karangan [[Christa Wolf]], yangadalah merupakansuatu pendekatan 'skritis novel is a critical engagement with theterhadap ''IliadIlias''. Kasandra dijadikan Wolf's narratorsebagai is Cassandranarator, whosekarena thoughtspandangan-pandangan weyang hearterbersit atdi thedalam momentbenaknyalah justyang beforedituturkan hertepat murdersebelum byia Clytemnestratewas indibunuh Klitemnestra di Sparta. Narator Wolf's narratormenghadirkan presentspandangan afeminis feminist'sterhadap viewperang of the waritu, andmaupun ofterhadap warperang inpada generalumumnya. Cassandra'sPenuturan storyKasandra isditambah accompanieddengan byempat fouresai essaysyang whichdisampaikan Wolf delivered as--><!--at?--><!--di theforum Frankfurter Poetik-Vorlesungen. TheEsai-esai essaystersebut presentmenyajikan Wolf'skeprihatinan concernsselaku asseorang apenulis writerdan andorang rewriteryang ofmenulis thisulang canonicalwiracarita story''Ilias'' andyang showsudah thebaku genesisitu, ofserta themenampakkan awal mula penulisan novel throughtersebut Wolf'smelalui ownpembacaan-pembacaan readingsdari andsudut inpandang Wolf asendiri tripdan shedalam tookperjalanannya toke GreeceYunani.
* [[David Melnick]]'s ''[[Men in Aida]]'' karya [[David Melnick]] (''cfbdk.'' μῆνιν ἄειδε) (terbit tahun 1983) is aadalah [[Postmodernterjemahan literature|postmodernhomofonis]] [[homophonicsastra translationpascamodern|pascamodern]] ofdari Bookparwa Onepertama into''Ilias'' ake farcicaldalam bathhousesuatu scenario,skenario preservingrumah thepemandian soundsyang butpenuh dengan guyonan kosong. notBunyi-bunyinya thedipertahankan meaningtetapi ofmakna theaslinya originalhilang.
* [[Marion Zimmer Bradley]]'s 1987 novelNovel ''[[The Firebrand (Bradley novel)|The Firebrand]]'' retellskarya the[[Marion Zimmer Bradley]] yang terbit tahun 1987 storymenceritakan fromkembali thewiracarita pointini ofdari viewsudut ofpandang [[Kassandra|Kasandra]], Putri Troya sekaligus nabiah yang dikutuk [[Apollo|Dewa Apolon]].-->
 
=== Di ranah budaya populer dewasa ini ===