Ilias: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
 
(21 revisi perantara oleh pengguna yang sama tidak ditampilkan)
Baris 43:
Agaknya ''Ilias'' maupun ''Odiseya'' ditulis dalam [[bahasa Yunani Homeros]], bahasa sastra bauran [[bahasa Yunani Ionia|bahasa Yunani dialek Yonia]] dengan dialek-dialek lainnya, kemungkinan besar sekitar akhir abad ke-8 atau permulaan abad ke-7 Pramasehi. Pada [[zaman Klasik]], jarang sekali ada orang yang meragukan bahwa kedua wiracarita itu adalah hasil karya pujangga Homeros, tetapi dewasa ini para sarjana [[Penyoalan Homeros|pada umumnya menduga]] bahwa ''Ilias'' dan ''Odiseya'' bukanlah hasil karya satu orang pujangga yang sama, dan kisah-kisah yang terangkum di dalamnya merupakan bagian dari suatu [[tradisi lisan]] yang panjang. Wiracarita ini dilantunkan oleh para pelantun syair Homeros profesional yang disebut ''[[rapsoidos]]''.
 
Pokok-pokok pikiran yang terkandung di dalam wiracarita ini antara lain adalah ''[[kleos]]'' (kemuliaan), ujub, takdir, dan murka. Sekalipun terkenal lantaran kisah-kisahnya yang tragis dan mencekam, terselip pula kisah-kisah jenaka dan gelak-tawa.<ref name=Bell>Bell, Robert H. "Homer's humor: laughter in the Iliad." hand 1 (2007): 596.</ref> Wiracarita ini kerap disifatkan sebagai wiracarita maskulin atau kegagahberanian, khususnya jika dibandingkan dengan ''Odiseya''. ''Ilias'' dengan cermat menjabarkan perkakas-perkakas perang dan siasat-siasat tempur kuno, serta hanya menampilkan segelintir tokoh perempuan. [[Dua Belas Dewa Olimpus|Dewa-dewi OlimposOlimpus]] juga berperan besar di dalam wiracarita ini, dengan membantu wira kesayangan mereka dan menengahi cekcok-cekcok antarpribadi. Di dalam wiracarita ini, perwatakan dewa-dewi OlimposOlimpus sengaja dimanusiawikan supaya mudah dipahami khalayak Yunani Kuno, dengan menghadirkan suatu kesan nyata dari budaya dan kepercayaan turun-temurun mereka. Dari segi gaya formal penulisannya, pengulangan kalimat serta pemakaian majas simile dan julukan-julukan di dalam wiracarita ini kerap dijadikan bahan kajian oleh para sarjana.
 
== Selayang pandang ==
Baris 56:
Akhiles sangat kesal ketika para pesuruh Agamemnon datang mengambil Briseis. Sambil duduk di pantai, ia menyeru ibunya, [[Thetis|Tetis]],<ref>{{cite book|author=Homer|title=The Iliad|page=115|publisher= Norton Books|location= New York}}</ref> agar memohon Dewa [[Zeus]] membuat pihak Akhaya dipojokkan pihak Troya, sehingga Agamemnon sadar bahwa pihak Akhaya membutuhkan Akhiles. Tetis menuruti kemauan anaknya, dan permohonannya dikabulkan Dewa Zeus.
 
({{Ilias|en|2}}) Melalui mimpi, Dewa Zeus menghasut Agamemnon untuk menyerbu Troya. Agamemnon bertindak mengikuti petunjuk mimpinya, tetapi lebih dulu ingin menguji semangat juang angkatan perang Akhaya dengan menyuruh mereka pulang ke tanah air. Muslihatnya malah menjadi senjata makan tuan, dan hanya berkat campur tangan Odiseus yang diilhami [[Athena (mitologi)|Dewi Atena]] sajalah keberangkatan pulang para pejuang Akhaya dapat dicegah.
 
Odiseus menghardik dan menghajar [[Tersites]], seorang prajurit biasa yang menyuarakan ketidaksenangannya berjuang bagi Agamemnon. Usai bersantap, para pejuang Akhaya dikerahkan laskar demi laskar ke padang Troya. Sang pujangga memanfaatkan bagian ini untuk menguraikan asal-usul tiap-tiap laskar pejuang Akhaya.
Baris 120:
 
=== Di dalam ''Ilias'' ===
Di dalam [[Perang Troya]] sastrawi ''Ilias'', [[Dua Belas Dewa Olimpus|dewa-dewi OlimposOlimpus maupun dewa-dewi rendahan]] saling bertarung dan menceburi kancah peperangan manusia, sering kali dengan cara mencampuri urusan manusia guna melawan dewa-dewi lain. Berbeda dari penggambaran dewa-dewi di dalam ajaran agama bangsa Yunani, Homeros menyajikan penggambaran dewa-dewi yang sejalan dengan tujuan penceritaannya. Dewa-dewi di dalam fikrah tradisional orang AthenaAtena pada abad ke-4 tidak akan dijumpai di dalam karya-karya Homeros.<ref name=":2">{{Cite book|title=Honor Thy Gods: Popular Religion in Greek Tragedy|url=https://archive.org/details/honorthygodspopu0000mika|last=Mikalson|first=Jon|publisher=Chapel Hill: University of North Carolina Press|year=1991}}</ref> Sejarawan zaman klasik, [[Herodotos]], mengatakan bahwa Homeros dan [[Hesiodos]], rekan sezamannya, adalah pujangga-pujangga pertama yang mencantumkan nama dewa-dewi berikut penggambaran rupa dan sifatnya di dalam karya mereka.<ref>[http://ablemedia.com/ctcweb/netshots/homer.htm Homer's Iliad], Classical Technology Center.</ref>
 
[[Mary Lefkowitz]] (2003)<ref name=":3" /> membahas relevansi tindakan dewata di dalam ''Ilias'', berusaha menjawab pertanyaan benar tidaknya campur tangan dewata merupakan merupakan kejadian istimewa, atau benar tidaknya perilaku dewata semacam itu hanya sekadar kiasan watak manusia. Minat intelektual para pujangga zaman Klasik, semisal [[Tukidides]] dan [[Plato]]n, terbatas pada kemanfaatannya sebagai "suatu cara untuk membicarakan kehidupan manusia ketimbang sebagai suatu penjabaran atau suatu kebenaran", karena jika dewa-dewi tetap merupakan sosok-sosok keagamaan alih-alih merupakan kiasan watak manusia, maka "keberadaan" mereka—tanpa landasan dogma atau kitab suci—akan memungkinkan budaya Yunani memiliki keluasan intelektual dan kebebasan untuk menyeru dewa-dewi sesuai fungsi religius apa pun yang mereka butuhkan sebagai sebuah bangsa.<ref name=":3">Lefkowitz, Mary (2003). ''Greek Gods, Human Lives: What We Can Learn From Myths''. New Haven, Connecticut: [[Yale University Press]].</ref><ref>[[Oliver Taplin|Taplin, Oliver]] (2003). "Bring Back the Gods". ''[[The New York Times]]'' (14 December).</ref>
Baris 128:
=== Campur tangan dewa-dewi ===
{{see also|Zeus Teperdaya}}
Sejumlah sarjana yakin bahwa dewa-dewi ikut campur dalam urusan dunia fana lantaran adanya cekcok di antara mereka. [[Homeros]] membahasakan dunia pada masa itu dengan menggunakan hasrat dan emosi dewa-dewi sebagai faktor-faktor penentu kejadian-kejadian di tataran umat manusia.<ref name=":0">{{Cite journal|last=Kullmann|first=Wolfgang|date=1985|title=Gods and Men in the Iliad and the Odyssey|journal=Harvard Studies in Classical Philology|volume=89|pages=1–23|doi=10.2307/311265|jstor=311265}}</ref> Salah satu contoh dari hubungan sebab akibat semacam ini di dalam ''Ilias'' adalah cekcok di antara [[Athena (mitologi)|Dewi Atena]], [[Hera|Dewi Hera]], dan Dewi Afrodite. Di dalam parwa pamungkas wiracarita ini, Homeros menulis, "ia membuat Atena dan Hera tersinggung—kedua-dua dewi."<ref name=":1">{{Cite book|last=Homer|title=The Iliad|publisher=Penguin Books|year=1998|location=New York|page=589|translator-last=Fagles|translator-first=Robert|translator-last2=Knox|translator-first2=Bernard}}</ref> Atena dan Hera dengki kepada Afrodite lantaran di dalam sebuah ajang adu cantik di Gunung Olimpus, [[Paris (mitologi)|Paris]] selaku juri memilih Afrodite sebagai dewi tercantik, mengalahkan Hera dan Atena. Wolfgang Kullmann menjelaskan lebih lanjut bahwa, "kekecewaan Hera dan Atena melihat kemenangan Afrodite dalam peristiwa [[Keputusan Paris|Penilaian Paris]] menentukan seluruh polah-tingkah kedua dewi tersebut di dalam ''Ilias'' dan merupakan biang keladi kebencian mereka terhadap Paris, si juri, maupun terhadap kotanya, Troya."<ref name=":0" />
 
Hera dan AthenaAtena terus mendukung pihak Akhaya di sepanjang wiracarita ini lantaran Paris berada di pihak Troya, sementara Afrodite membantu Paris dan pihak Troya. Emosi-emosi yang dirasakan ketiga dewi tersebut satu sama lain sering kali terejawantahkan menjadi tindakan-tindakan mereka di dunia fana. Sebagai contoh, di dalam Parwa ke-3 ''Ilias'', Paris menantang siapa saja dari pihak Akhaya yang berani bertarung satu lawan satu dengannya, dan [[Menelaus]] maju menjawab tantangan itu. Menelaus lebih unggul dan sedikit lagi akan merenggut nyawa Paris. "Kini dia sudah menyudutkannya dan meraih kemuliaan abadi, tetapi Afrodite, anak Zeus, bergegas turun tangan, meretas tali belulang itu."<ref name=":1" /> Afrodite mengintervensi atas kepentingan diri sendiri untuk menyelamatkan Paris dari angkara Menelaus, karena Paris sudah membantunya memenangkan ajang adu cantik para dewi. Keberpihakan Afrodite terhadap Paris membuat semua dewa-dewi terpancing untuk ikut mengintervensi, khususnya untuk menyampaikan wejangan-wejangan pengobar semangat juang kepada anak emasnya masing-masing, dan kerap menampakkan diri dalam wujud orang yang mereka kenal baik.<ref name=":0" /> Keterkaitan emosi dengan tindakan di atas hanyalah salah satu dari sekian banyak contoh yang muncul di berbagai bagian wiracarita ini.{{citation needed|date=February 2019}}
 
== Tema-tema ==
=== Takdir ===
[[Takdir]] ({{Lang-el|κήρ}}, ''kēr'', artinya "ketentuan ajal") menggerakkan sebagian besar peristiwa di dalam ''Ilias''. Sekali takdir ditetapkan, dewa-dewi maupun manusia wajib menjalaninya, dan tidak berdaya atau tidak berniat menentangnya. Tidak diketahui bagaimana takdir ditetapkan, yang jelas takdir diungkap para [[Moirai|Moira]] dan [[Zeus]] dengan cara mengirim pertanda kepada para ahli tenung seperti [[Kalkhas]]. Manusia dan dewa-dewi mereka terus-menerus berbicara tentang penerimaan secara perwira dan penghindaran secara pengecut terhadap takdir seseorang.<ref>[http://everything2.com/index.pl?node_id=1375344 Fate as presented in Homer's "The Iliad"], Everything2</ref> Takdir tidak menentukan setiap tindakan, insiden, maupun kejadian, tetapi memang menentukan hasil akhir dari dari jalan hidupnya. Sebelum menewaskan Patroklos, Hektor menyebutnya orang bodoh karena secara pengecut menghindari takdir dengan coba-coba mengalahkannya.{{citation needed|date=November 2016}} Patroklos menjawab dengan kalimat berikut ini:
Baris 180:
</blockquote>
 
Dengan bantuan ilahi, Aineias luput dari angkara murka Akhiles dan selamat menyintasi Perang Troya. Entah mampu atau tidak mampu mengubah takdir, yang jelas dewa-dewi menuruti ketentuan takdir, sekalipun merugikan insan-insan kesayangan mereka. Jadi asal-usul takdir yang misterius itu adalah suatu kuasa yang mengatasi dewa-dewi. Takdir menentukan kekuasaan atas dunia terbelah tiga apabila Zeus, Poseidon, dan Hades menggulingkan [[Kronos]], ayah mereka. Zeus menguasai udara dan angkasa, Poseidon menguasai perairan, dan Hades menguasai [[dunia bawah Yunani|pratala]], dunia orang mati, tetapi ketiganya bersama-sama berdaulat atas dunia. Meskipun dewa-dewi OlimposOlimpus berkuasa mengatur dunia, hanya [[Moirai|ketiga Moira]] yang menentukan nasib manusia.
 
=== Ketenaran ===
Baris 338:
Hambatan terbesar dalam usaha memastikan adanya tautan antara pertempuran di dalam ''Ilias'' dengan tata cara berperang bangsa Yunani kemudian hari adalah falangs, atau hoplites, yakni tata cara berperang yang tampak di dalam sejarah bangsa Yunani lama sesudah Homeros menulis ''Ilias''. Meskipun ada pembahasan tentang pengaturan barisan prajurit yang menyerupai byuha falangs di sepanjang penceritaan ''Ilias'', pemusatan perhatian wiracarita ini kepada laga kepahlawanan sebagaimana disebutkan di atas tampaknya berkontradiksi dengan kiat-kiat tempur falangs. Meskipun demikian, falangs memang memiliki segi-segi kegagahberanian. Pertarungan secara jantan satu lawan satu di dalam ''Ilias'' terejawantahkan dalam pertempuran falangs dengan penekanan pada usaha untuk teguh bertahan di dalam byuha. Laga semacam ini menggantikan kompetisi kepahlawanan bersifat tunggal yang dikisahkan di dalam ''Ilias''.<ref name=":6" />{{Rp|51}}
 
Salah satu contohnya adalah kisah 300 wira pilihan [[Sparta]] yang bertempur melawan 300 wira pilihan [[Argos (kota)|Argos]]. Di dalam pertempuran para petarung unggulan ini, hanya dua orang yang tersisa di pihak Argos dan satu orang yang tersisa di pihak Sparta. Otriades, wira Sparta yang tersisa, undur kembali ke dalam barisan pasukan Sparta dengan sekujur tubuh terluka parah, sementara dua wira Argos yang tersisa langsung pulang ke Argos untuk mewartakan kemenangan mereka. Oleh sebab itu Sparta mendaku sebagai pemenang, karena wira terakhir mereka menunjukkan kegagahberanian yang paripurna dengan bertahan pada posisinya di dalam byuha falangs.<ref>{{Anabasis|6|5|17}}</ref><!--
 
Di ranah ideologi para panglima dalam sejarah Yunani kemudian hari, ''Ilias'' memiliki efek yang menarik. ''Ilias'' mengekspresikan ketidaksukaan mutlak terhadap pemakaian tipu muslihat dalam berperang, ketika Hektor berkata, sebelum menantang Ayas Agung:
In terms of the ideology of commanders in later Greek history, the ''Ilias'' has an interesting effect. The ''Ilias'' expresses a definite disdain for tactical trickery, when Hektor says, before he challenges the great Ajax:
<blockquote>
IAku knowtahu howcara toterobos stormriuh myderap waykuda into the struggle of flying horsessembrani; IAku knowtahu howcara totapaki treadlantai thesuram measuresdewata on the grim floor of the war godyuda. YetNamun greatsebesar asapapun youengkau, aretidak Ibakal wouldaku notmembokong, strikeakan youkutunggu by stealthkesempatanku, watching fortetapi mydengan chanceterang-terangan, butsampai openly,nanti so,tiba ifsaatnya perhapsmungkin Idapat mightkuhantam hit youengkau.<ref>HomerHomeros, ''IliadIlias'' 7.237–43 (berdasarkan terjemahan Lattimore tahun 2011)</ref></blockquote>
 
Meskipun ada contoh-contoh ketidaksukaan terhadap tipu muslihat tempur, ada alasan untuk meyakini bahwa ''Ilias'', maupun tata cara berperang Yunani kemudian hari, mengedepankan kepiawaian para panglima dalam menyusun taktik. Sebagai contoh, ada banyak bagian di dalam ''Ilias'' yang mengisahkan para panglima semisal Agamemnon atau Nestor mendiskusikan pengaturan pasukan supaya menguntungkan pihaknya. Perang Troya malah dimenangkan dengan tipu daya orang Akhaya yang termasyhur, yakni muslihat [[Kuda Troya]]. Fakta ini bahkan belakangan dirujuk Homeros di dalam ''Odiseya''. Dalam kasus ini, keterkaitan antara kiat tipu daya orang Akhaya dan orang Troya di dalam ''Ilias'' dengan kiat tipu muslihat bangsa Yunani kemudian hari tidaklah sukar untuk ditemukan. Para panglima Sparta, yang kerap dipandang sebagai puncak kedigdayaan militer bangsa Yunani, dikenal karena tipu dayanya, dan bagi mereka, kemampuan merancang tipu muslihat merupakan kemampuan yang diharapkan dimiliki oleh seorang panglima. Malah jenis kepemimpinan seperti inilah yang merupakan anjuran standar para sastrawan kiat perang Yunani.<ref name=":6" />{{Rp|240}}
However, despite examples of disdain for this tactical trickery, there is reason to believe that the ''Iliad'', as well as later Greek warfare, endorsed tactical genius on the part of their commanders. For example, there are multiple passages in the ''Iliad'' with commanders such as Agamemnon or Nestor discussing the arraying of troops so as to gain an advantage. Indeed, the Trojan War is won by a notorious example of Achaean guile in the [[Trojan Horse]]. This is even later referred to by Homer in the ''Odyssey''. The connection, in this case, between guileful tactics of the Achaeans and the Trojans in the ''Iliad'' and those of the later Greeks is not a difficult one to find. Spartan commanders, often seen as the pinnacle of Greek military prowess, were known for their tactical trickery, and, for them, this was a feat to be desired in a commander. Indeed, this type of leadership was the standard advice of Greek tactical writers.<ref name=":6" />{{Rp|240}}-->
 
Pada akhirnya, meskipun pertempuran ala sastra Homeros (atau pertempuran ala wiracarita) sudah pasti tidak sepenuhnya tereplikasi dalam tata cata perang bangsa Yunani yang terjadi kemudian hari, banyak di antara nilai-nilai luhur, taktikkiat tempur, dan instruksi-instruksinya dapat dipastikan masih terus dipakai bangsa Yunani.<ref name=":6" />
 
Menurut Hans van Wees, kurun waktu yang berkaitan dengan riwayat peperangan tersebut dapat ditentukan secara spesifik, yaitu pada paro pertama abad ke-7 Pramasehi.<ref>Van Wees, Hans. ''Greek Warfare: Myth and Realities.'' hlm. 249.</ref>
 
== DampakPengaruh terhadap seni rupa dan budaya populer ==
{{Main|Perang Troya dalam budaya populer}}
''Ilias'' sudah dihargai sebagai salah satu karya sastra standar yang sangat penting pada zaman [[Yunani Klasik]] dan masih terus dihargai pada zaman [[periode Hellenistik|Helenistis]] dan zaman [[Kekaisaran Romawi Timur]]. Para penulis naskah drama sangat gemar menggarap subjek-subjek dari Perang Troya.<!-- Trilogi gubahan [[AeschylusAiskhilos]], theyakni ''[[OresteiaOresteya]]'', comprisingyang terdiri atas ''Agamemnon'', ''ThePara LibationPembawa BearersPersembahan Curah'', anddan ''The EumenidesEmenides'', follows themengisahkan storyperjalanan ofhidup Agamemnon aftersepulangnya hisdari returnmedan from the warperang. HomerHomeros alsomemberi camedampak toyang bebesar ofterhadap greatbudaya influenceEropa inketika Europeanminat culturemasyarakat withEropa theterhadap resurgence of interesthal-ihwal inkepurbakalaan GreekYunani antiquitykembali duringtumbuh thepada [[RenaissanceRenaisans|Abad Renensans]], anddan itmasih remainsmenjadi thekarya firstsastra andyang mostterutama influentialdan workyang ofpaling berpengaruh di antara karya-karya thesastra [[Westernkanon canonBarat]]. InKarya itssastra fullini formkembali thehadir textsecara madeutuh its returndi toItalia Italydan andEropa WesternBarat Europesejak beginningabad inke-15, theterutama 15thmelalui century,terjemahan-terjemahannya primarilyke throughdalam translations intobahasa Latin anddan thebahasa-bahasa vernacularrakyat languagessetempat.
 
PriorMeskipun todemikian, thissebelum reintroduction,kemunculan howeverkembali tersebut, asuatu shortenedversi ringkasan Latin versiondari ofsyair the poemtersebut, knownyang dikenal asdengan thesebutan ''[[Ilias Latina]]'', wassudah verydikaji widelysecara studiedluas anddan readdijadikan asbahan abacaan basicwajib schooldi textsekolah. TheBangsa WestEropa tendedcenderung tomenganggap viewHomeros Homertidak asdapat unreliabledipercaya aslantaran theymerasa believedsudah theymemiliki possessedketerangan-keterangan muchsaksi moremata downPerang toTroya earthyang andlebih realisticmembumi eyewitnessdan accountsrealistis ofyang the Trojan War written byditulis [[Dares Frygios|Dares]] anddan [[DictysDiktis CretensisKretensis|Diktus]], whoyang werekonon supposedlymenyaksikan presentperistiwa atitu thedengan eventsmata kepala sendiri. TheseRiwayat-riwayat palsu dari [[lateAbad antiqueKuno Akhir]] forgedtersebut accountsmendasari formedpenulisan the basis of several eminently popularsejumlah [[Middleromansa Ages|medievalaswasada]] yang sangat populer pada [[chivalricAbad romancePertengahan]]s, mostteristimewa notablyyang thosedihasilkan ofoleh [[Benoît de Sainte-Maure]] anddan [[Guido delle Colonne]].
 
TheseKarya insastra turntersebut spawnedpada manygilirannya othersmemunculkan inbanyak variouskarya Europeansastra languages,lain suchdalam asberbagai thebahasa firstEropa, printedmisalnya Englishbuku book,cetak thepertama di 1473Inggris, ''[[Recuyell of the Historyes of Troye]]'' yang terbit tahun 1473. OtherRiwayat-riwayat accountslain readyang indibaca thepada MiddleAbad AgesPertengahan wereadalah antiquesaduran-saduran Latin retellingsKuno such as thesemisal ''[[Excidium Troiae]]'' andmaupun workskarya-karya insastra thedalam vernacularsbahasa-bahasa suchrakyat assetempat thesemisal [[Trójumanna saga|IcelandicSaga TroyTroya SagaIslandia]]. EvenTanpa withoutHomeros Homersekalipun, thecerita TrojanPerang WarTroya storytetap hadakan remainedmenjadi centraljantung to Western Europeanbudaya [[medievalsastra literatureAbad Pertengahan|medievalsastra literaryAbad Pertengahan]] culturedan andkesadaran itsjati sensediri ofbangsa Eropa identityBarat. MostBanyak nationsbangsa anddan severalbeberapa royalkeluarga houseskerajaan tracedmengaku theirsebagai originsketurunan to heroes at thewirawan [[TrojanPerang WarTroya]]. BritainSebagai wascontoh, supposedly settled by the Trojankonon [[Brutus ofdari TroyTroya|Brutus]], fororang instance.{{citationTroya needed|date=Julymenetap 2015}}di Britania.
 
[[William Shakespeare]] memanfaatkan alur cerita ''Ilias'' sebagai materi sumber bagi sandiwara karangannya, ''[[Troilus dan Kresida]]'', tetapi focusedberfokus onpada alegenda medievalAbad legendPertengahan, theyakni lovekisah story ofasmara [[TroilusTroilos]], sonanak oflanang King PriamPriamos, ofRaja TroyTroya, anddan [[CressidaKresida]], daughteranak ofgadis theKalkhas, Trojanjuru soothsayertenung KalkhasTroya. TheSandiwara play,yang oftenkerap considereddianggap tosebagai belakon akomedi comedy,ini reversesmenunggangbalikkan traditionalpandangan-pandangan viewstradisional ontentang eventsperistiwa-peristiwa ofyang theterjadi Trojandalam Warperang Troya, serta menyifatkan Akhiles sebagai pengecut, Ayas sebagai prajurit upahan yang pandir, dst.
 
[[William Theed the elderTua]] mademembuat ansebuah impressivepatung bronzeperunggu statueyang ofmengesankan, Thetismenampilkan asTetis sheyang broughtmembawakan Achillessenjata hisbaru newtempaan armorHefaistos forgeduntuk by HephaesthusAkhiles. ItPatung hasini beenterpajang on display in thedi [[Metropolitan Museum of Art|Museum Seni Rupa Metropolitan]], inKota New York, Citysejak sincetahun 2013.
 
Di dalam puisinya yang berjudul ''Development'', [[Robert Browning]] menuturkan perkenalannya dengan cerita-cerita ''Ilias'' saat masih kanak-kanak, kesukaannya terhadap wiracarita itu, maupun debat-debat seputar jati diri penulis ''Ilias'' yang berlangsung pada zamannya.
[[Robert Browning]]'s poem ''Development'' discusses his childhood introduction to the matter of the ''Iliad'' and his delight in the epic, as well as contemporary debates about its authorship.
 
Menurut [[Sulaiman Albustani]], pujangga abad ke-19 yang pertama kali menerjemahkan ''Ilias'' ke dalam bahasa Arab, wiracarita ini mungkin sudah beredar luas dalam versi terjemahan [[Syriacbahasa languageSuryani|Suryani]] dan [[Middlebahasa PersianPersia Pertengahan|Pahlawi]] pada awal Abad Pertengahan. Menurut Sulaiman Albustani credits, [[TheophilusTeofilus ofdari EdessaEdesa]] withadalah theorang Syriacyang translation,berjasa whichmenghasilkan wasterjemahan supposedlySuryani, yang diduga (alongbersama-sama withdengan thekarya Greektersebut original)dalam widelybahasa readYunani, oryakni heardbahasa byAslinya) thesecara scholarsluas ofdibaca atau didengar para sarjana [[BaghdadBagdad]] inpada themasa-masa prime of thejaya [[AbbasidKekhalifahan Abbasiyah|Khilafah Bani CaliphateAbas]], althoughkendati thosesarjana-sarjana scholarstersebut nevertidak tookpernah theberusaha effortmenerjemahkannya toke translatedalam itbahasa toresmi thenegara officialKhilafah languageitu, ofyakni thebahasa empire; ArabicArab. The''Ilias'' Iliadjuga wasmerupakan alsosyair thewiracarita firstpertama fullyang epicditerjemahkan poemsecara toutuh bedari translatedbahasa toasing Arabicke fromdalam abahasa foreign languageArab, upondengan thediterbitkannya publicationkarya oflengkap Al-Boustani'sAlbustani complete workpada intahun 1904.<ref>{{Cite book|title=الإلياذة (Iliad)|last=Al-Boustani|first=Suleyman|publisher=Hindawi|year=2012|isbn=978-977-719-184-5|location=CairoKairo, EgyptMesir|pages=26–27}}</ref>-->
 
=== Di bidang kesenian pada abad ke-20 ===
Baris 370:
* ''[[The Golden Apple (teater musikal)|The Golden Apple]]'', [[teater musikal|teater musikal Broadway]] tahun 1954, karya penulis naskah [[John Treville Latouche]] dan komponis [[Jerome Moross]], adalah hasil adaptasi bebas wiracarita ''Ilias'' dan ''Odiseia'', dengan mengganti latar peristiwanya dengan negara bagian [[Washington]] di [[Amerika Serikat]] pada masa [[Perang Spanyol-Amerika]]. Babak pertama menampilkan adegan-adegan yang terinspirasi wiracarita ''Ilias'', sementara adegan-adegan yang terinspirasi wiracarita ''Odiseia'' ditampilkan pada babak ke-2.
* ''[[King Priam]]'', opera karya Sir [[Michael Tippett]] yang pertama kali dipentaskan pada tahun 1962 didasarkan atas wiracarita ''Ilias''.
* ''[[War Music (puisi)|War Music]]'', puisi karangan [[Christopher Logue]], merupakan "penjelasan", bukan terjemahan, dari ''Ilias'', mulai digubah atas pesanan pada tahun 1959 untuk sebuah acara radio. Puisi ini terus ia kembangkan sampai akhir hayatnya pada tahun 2011. Puisi yang disebut [[Tom Holland (penulis)|Tom Holland]] sebagai "karya luar biasa dari khazanah sastra pascaperangpurnayuda" ini turut mempengaruhi [[Kae Tempest]] dan [[Alice Oswald]], yang mengatakan bahwa puisi tersebut "memancarkan sejenis energi teatrikal nan terlupakan ke dalam dunia."<ref>{{Cite book|last=Logue|first=Christopher|title=War Music, an account of Homer's Iliad|publisher=Faber and Faber|year=2015|isbn=978-0-571-31449-2|chapter=Introduction by Christopher Reid}}</ref>
* ''[[Cassandra (novel)|Cassandra]]'' (terbit tahun 1983), novel karangan [[Christa Wolf]], adalah suatu pendekatan kritis terhadap ''Ilias''. Kasandra dijadikan Wolf sebagai narator, karena pandangan-pandangan yang terbersit di dalam benaknyalah yang dituturkan tepat sebelum ia tewas dibunuh Klitemnestra di Sparta. Narator Wolf menghadirkan pandangan feminis terhadap perang itu, maupun terhadap perang pada umumnya. Penuturan Kasandra ditambah dengan empat esai yang disampaikan Wolf di forum Frankfurter Poetik-Vorlesungen. Esai-esai tersebut menyajikan keprihatinan selaku seorang penulis dan orang yang menulis ulang wiracarita ''Ilias'' yang sudah baku itu, serta menampakkan awal mula penulisan novel tersebut melalui pembacaan-pembacaan dari sudut pandang Wolf sendiri dan dalam perjalanannya ke Yunani.
* ''[[Men in Aida]]'' karya [[David Melnick]] (''bdk.'' μῆνιν ἄειδε) (terbit tahun 1983) adalah [[terjemahan homofonis]] [[sastra pascamodern|pascamodern]] dari parwa pertama ''Ilias'' ke dalam suatu skenario rumah pemandian yang penuh dengan guyonan kosong. Bunyi-bunyinya dipertahankan tetapi makna aslinya hilang.