Brawijaya: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Menambah referensi penting Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
|||
(43 revisi perantara oleh 14 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{kegunaanlain|Brawijaya (disambiguasi)}}
'''Brawijaya''' atau '''Prabu Brawijaya''' adalah istilah yang, secara literatur, muncul pertamakali dalam [[Babad Tanah Jawi]] karya JJ. Meinsma dan [[Kesultanan Mataram|Pujangga Mataram Islam]] pada abad 19 M. Banyak sejarawan menganggap gelar ini ahistoris dan diragukan sebagai gelar penguasa [[Majapahit|Majapahit.]] Mengingat, Babad Tanah Jawi bukan sumber primer sejarah. Namun hanya karya pujangga.
Serupa [[Medang|Kerajaan Medang]], [[Kerajaan Kahuripan|Medang Kahuripan]], hingga [[Kerajaan Singasari|Singhasari]], Kerajaan Majapahit merupakan kerajaan besar yang mengeluarkan banyak prasasti. Baik di masa awal pendiriannya, hingga akhir keruntuhannya. Namun, tak ditemukan istilah Brawijaya dalam sumber-sumber resmi kerajaan Majapahit tersebut.
Istilah Brawijaya lebih identik tokoh folklore dalam dongeng rakyat. Khususnya dongeng-dongeng yang menjadikan Babad Tanah Jawi sebagai sumber utamanya. Nama Brawijaya muncul di banyak cerita rakyat.
== Sumber sastra ==
Dalam ''Babad Tanah Jawi'' terdapat cerita tentang keruntuhan Majapahit. Prabu Brawijaya disebutkan menyaksikan kedatangan tentara Demak yang dipimpin putranya untuk menyerang Majapahit. Karena itu, Brawijaya dan pengikutnya kemudian meninggalkan keraton.{{sfnp|Djafar|1978|p=95}}
Dalam ''Carita Purwaka Caruban Nagari'', yang baru ditulis pada abad 18 M, diceritakan [[Raden Patah]] sebagai raja Demak dianggap sebagai putra dari Brawijaya. Dalam ''Serat Kandha'', Brawijaya dan keluarganya mengungsi ke Senggaruh saat Demak menyerang. Mereka kemudian mengungsi ke Bali dan tetap menolak masuk Islam.{{sfnp|Djafar|1978|p=95}} Dalam ''Serat Darmogandul'' yang baru ditulis pada 1900 M, dan bersumber dari Babad Tanah Jawi, diceritakan Brawijaya dan pengikutnya Dalam ''Serat Centhini'' === Catatan Mangkudimeja ===
RM. Mangkudimeja dalam karya berjudul ''Wewahaning Serat Pararaton'' (ditulis pada 1912 M, dan berisi rangkuman Babad)'','' mencatat nama-nama penguasa Majapahit.
Berikut ini daftar penguasa Majapahit dalam catatan Mangundireja tersebut.
# Radèn Bratana
# Radèn Brakumara
# Radèn Adaningkung atau Arya Adiwijaya (Brawijaya I)
# Radèn Hayamwuruk atau
# Radèn Arya Martawijaya
# Radèn Siwaya atau Radèn Bratanjung (Brawijaya IV)
# Radèn Alit atau Angkawijaya (Brawijaya V)
Baris 41 ⟶ 47:
;Penguasa Majapahit menurut ''Serat Pararaton''
# [[Dyah Wijaya|Radèn Wijaya]] atau Prabu Kertarajasa
# Kalagemet atau Prabu [[Jayanagara]] (1217-1250)
#
# [[Hayam Wuruk|Hayamwuruk]] atau Prabu Rajasanagara atau Sang Hyang Wekasing Suka atau Janèswara (?-1311)
# Hyang Wisésa atau Prabu [[Wikramawardhana|Ajiwikrama]] (1311-1322)
# [[Suhita|Dèwi Suhita]] atau Prabu Putri II (1322-1351)
# ''Tanpa penguasa'' (1351-1359)
#
#
#
# ''Tanpa penguasa'' (1375-1378)
#
#
;Penguasa Majapahit yang memakai nama ''"Vijaya"'' atau ''"Wijaya"''
# [[Dyah Wijaya]]
# [[Dyah Kertawijaya]] (Wijaya Parakrama Wardhana)
# [[Rajasawardhana|Dyah Wijayakumara]] (Rajasawardhana)
# Dyah Samarawijaya (putra [[Rajasawardhana]])
# Dyah Wijayakusuma (putra [[Rajasawardhana]])
# Dyah Wijayakarana (putra [[Suraprabhawa]])
# Dyah Wijayakusuma (putra [[Suraprabhawa]])
# [[Dyah Ranawijaya]] (putra [[Suraprabhawa]])
== Sumber cerita rakyat ==
Selain karya sastra bersumber dari [[Babad Tanah Jawi]] (dibuat pada abad 19 M) , sumber lain yang menyebutkan keberadaan Brawijaya dari Majapahit mayoritas adalah cerita rakyat. Sama seperti dalam karya-karya sastra, penyebutannya yang umum dalam cerita-cerita rakyat adalah Prabu Brawijaya, tanpa diikuti angka.
Di [[Kabupaten Gunungkidul]], cerita rakyat tentang orang-orang Majapahit yang melarikan diri ke wilayah Gunungkidul terdapat di beberapa daerah. Di Dusun Betoro Kidul, [[Karangasem, Ponjong, Gunungkidul|Desa Karangasem]], [[Ponjong, Gunungkidul|Kecamatan Ponjong]], masyarakat setempat meyakini adanya tokoh bernama [[Bathara Katong]] yang pernah tinggal di sana. Menurut sesepuh setempat, nama asli dari Bathara Katong adalah Jaka Umbaran yang berasal dari Majapahit dan merupakan keturunan Brawijaya.{{sfnp|Putranto|2003|pp=|p=228}} Di [[Panggang, Gunungkidul|Kecamatan Panggang]] malah terdapat cerita tentang Brawijaya sendiri. Dalam cerita tersebut, Brawijaya bersembunyi di [[Pantai Ngobaran]] untuk menghindari kejaran tentara Demak dan kemudian melakukan ''pati obong'' untuk meninggalkan jejak. Setelah itu, Brawijaya berpindah ke Gua Langse dan [[moksa]] di sana.{{sfnp|Anonim|1997/1998}} Cerita lain menyebutkan Brawijaya alias Bondansurati melakukan ''pati obong'' di sebuah hutan di wilayah [[Kabupaten Gunungkidul|Gunungkidul]].{{sfnp|Soehardji|2002|pp=6-7}}
Baris 64 ⟶ 80:
Di [[Kabupaten Bantul]], Brawijaya diceritakan menyamar menjadi ''wong cilik'' bernama Ki Dipanala untuk mencari burung perkututnya bernama Jaka Mangu yang lepas. Ki Wangsayuda menemukan perkutut tersebut dan merawatnya bersama perkutut-perkututnya yang lain. Ki Dipanala akhirnya berjumpa dengan Ki Wangsayuda dan memberitahunya bahwa ia sedang mencari perkututnya. Ki Dipanala mengenali salah satu perkutut yang dirawat Ki Wangsayuda adalah Jaka Mangu. Akhirnya, Ki Wangsayuda menyerahkan Jaka Mangu kepada pemiliknya. Oleh Brawijaya, Ki Wangsayuda diberi hadiah atas jasanya merawat Jaka Mangu. Hadiah tersebut membuatnya menjadi orang terpandang sehingga dijuluki Ki Ageng Paker. Wilayah tempatnya tinggal kemudian dikenal sebagai Dusun Paker yang terletak di [[Mulyodadi, Bambanglipuro, Bantul|Desa Mulyodadi]], [[Bambanglipuro, Bantul|Kecamatan Bambanglipuro]].{{sfnp|Prabowo|2004|pp=179-183}}
Di [[Kabupaten Ngawi|
Di Gunung Lawu, Brawijaya V dipercaya moksa. Dalam cerita rakyat setempat, Gunung Lawu dipercaya sebagai tempat persembunyian Brawijaya V dari kejaran pasukan Demak sebelum akhirnya moksa. Di sana, ia didampingi oleh pengikutnya: [[Sabdapalon|Sabdo Palon]], Dipa Menggala, dan Wangsa Menggala. Brawijaya V dipercaya menitahkan kepada Dipa Manggala menjadi [[Sunan Lawu]] yang bertugas menjaga Gunung Lawu dan Wangsa Menggala menjadi Kyai Jalak yang bertugas sebagai patih Sunan Lawu, sementara Sabdo Palon pergi meninggalkan Brawijaya V dan moksa. Kini, tempat moksa Sabdo Palon terkenal sebagai Puncak Hargo
== Situs ==
Banyak situs di [[Jawa]], khususnya [[Jawa Tengah]], [[Kabupaten Ngawi|Ngawi]] dan [[Jawa Timur]] yang secara ''folklore'', dikaitkan dengan Brawijaya, Beberapa di antaranya bahkan terdapat petilasan, dan dikeramatkan karena itu. Berikut ini daftar situs yang dimaksud.
{| class="wikitable"
Baris 81 ⟶ 97:
| -
|Dipercaya sebagai ''pamoksan'' (tempat moksa) Brawijaya V.
|Dusun Gabuk, Giricahyo, Purwosari, Gunungkidul
|▼
|-
|Gunung Genthong
|
|''Gadhéan'' (berbentuk
|Dusun Manggung, Ngalang, Gedangsari, Gunungkidul
▲|-
|Makam Brawijaya Pamungkas
|Makam
|Dipercaya sebagai makam Brawijaya terakhir yang telah mendalami Islam didampingi Sunan Kalijaga di Gunung Lawu.
|Gedongombo, Semanding, Tuban
|-
|Makam Keramat Mronjo
|Makam
|Dipercaya sebagai makam Brawijaya.
|Dusun Kebonrejo, Mronjo, Selopuro, Blitar
|-
|Makam Panjang Trowulan
|Makam
|Dipercaya sebagai makam Brawijaya V yang telah memeluk Islam setelah diislamkan Sunan Kalijaga.
|Dusun Unggahan, Trowulan, Trowulan, Mojokerto
|-
|Palereman Alas Ketonggo Jati
|Punden
|Dipercaya
|Dusun Brendil, Babadan, Paron
|-
|Pamoksan Brawijaya
|Batu berukir
|Dipercaya sebagai persinggahan terakhir Brawijaya V sebelum moksa di puncak Gunung Lawu. Oleh kalangan awam, batu berukir di lokasi sering disebut sebagai prasasti, meski tidak terdapat tulisan pada permukaannya. Saat ini lokasi tersebut telah dikembangkan menjadi destinasi wisata.
|Dusun Babar, Anggrasmanis, Jenawi, Karanganyar
|-
|Pantai Ngobaran
| -
|Dipercaya sebagai ''pamoksan'' (tempat moksa) Brawijaya V. Sebuah bangunan (kadang disebut sebagai pura) dibangun di sekitar pantai sebagai penanda lokasi moksa.
|Dusun Gebang, Kanigoro, Saptosari, Gunungkidul
|-
|Pesanggrahan Brawijaya V
|Punden
|Dipercaya sebagai lokasi pesanggrahan Brawijaya V saat pelarian meninggalkan keraton Majapahit. Lokasinya kini dikenal sebagai Punden Sambi Galuh.
|Dusun Majapahit, Sambungmacan, Sambungmacan, Sragen
|-
|Petilasan Brawijaya Batur
|
|Dipercaya sebagai lokasi Brawijaya V memotong ari-ari bayinya dengan bambu dan menanamnya. Bambu yang digunakan dipercaya tumbuh menjadi pohon beringin di sekitar
|Dusun Batur, Putat, Patuk, Gunungkidul
|-
|Pertabatan Brawijaya V
|Tumpukan batu
|Dipercaya sebagai lokasi tapa brata (pertapabrataan atau pertabatan) Brawijaya V dalam pelariannya meninggalkan Majapahit menuju Pajajaran
|Suratrunan, Alian, Kebumen
|-
|Pertapaan Bancolono
|Sendang
|Dipercaya sebagai lokasi Brawijaya V dan pengikutnya mandi atau bersuci saat pelarian meninggalkan keraton Majapahit.
|Dusun Tlogodringo, Gondosuli, Tawangmangu, Karanganyar
|-
|Puncak Hargo Dalem
| -
|Dipercaya sebagai ''pamoksan'' (tempat moksa) Brawijaya V. Sebuah bangunan (kadang disebut sebagai makam) dibangun di sekitar puncak sebagai penanda lokasi moksa.
|Dusun Cemorosewu, Ngancar, Plaosan, Magetan
|-
|Petilasan Brawijaya V
|Gundukan tanah
|Dipercaya sebagai tempat bersemedi Brawijaya V yang kemudian memperoleh wahyu mendirikan Candi Sukuh dan Candi Cetho. Lokasi sekitarnya saat ini menjadi kompleks pemakaman umum Onggojoyo.
|Dusun Sintru, Doplang, Karangpandan, Karanganyar
|}
Baris 131 ⟶ 172:
== Daftar pustaka ==
* {{Cite journal|last=Andriani|first=Fransisca|date=2008|title=Mitos Alas Ketonggo Srigati (Petilasan Prabu Brawijaya V) di Desa Babadan, Kecamatan Paron,
* {{Cite book|last=Djafar|first=Hasan|date=1978|url=https://books.google.co.id/books/about/Gir%C4%ABndrawarddhana.html?id=0uQJAQAAIAAJ&redir_esc=y|title=Girīndrawarddhana: Beberapa Masalah Majapahit Akhir|publisher=Yayasan Dana Pendidikan Buddhis Nalanda|language=id|ref={{sfnref|Djafar|1978}}}}
* {{Cite book|last=|date=1997/1998|publisher=Pemerintah Kabupaten Dati II Gunung Kidul dengan Kantor Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional|title=Legenda Ngobaran Kabupaten Dati II Gunung Kidul Propinsi DIY|language=id|ref={{sfnref|Anonim|1997/1998}}|url=|first=|isbn=|location=|pages=|url-status=live}}
* {{Cite book|last=Mangkudimeja|date=1913|url=https://www.sastra.org/kisah-cerita-dan-kronikal/cerita/3069-pararaton-mangkudimeja-1912-13-1053-jilid-3|title=Wêwahaning Serat Pararaton|language=jv|ref={{sfnref|Mangkudimeja|1913}}|isbn=|location=Batavia|pages=|url-status=live}}
* {{Cite book|last=Prabowo|first=Dhanu Priyo|date=2004|url=http://repositori.kemdikbud.go.id/2305/1/Antologi%20Cerita%20Rakyat%20Daerah%20Istimewa%20Yogyakarta.pdf|title=Antologi Cerita Rakyat Daerah Istimewa Yogyakarta|publisher=Pusat Bahasa|language=id|ref={{sfnref|Prabowo|2004}}|isbn=9796854120|location=Jakarta|pages=|url-status=live}}
* {{Cite journal|last=Pratiwi|first=Mirza Krisna Gita|date=2017|title=Mitos-Mitos Di Gunung Lawu: Analisis Struktur, Nilai Budaya, dan Kepercayaan|url=https://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index.php/bapala/article/view/19111|journal=Bapala|volume=4|issue=1|doi=|ref={{sfnref|Pratiwi|2017}}|pages=|access-date=2020-10-02|archive-date=2021-01-26|archive-url=https://web.archive.org/web/20210126094047/https://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index.php/bapala/article/view/19111|dead-url=yes}}
* {{Cite journal|last=Putranto|first=Andi|date=2003|title=Pandangan Masyarakat Gunung Kidul terhadap Pelarian Majapahit sebagai Leluhurnya (Kajian atas Data Arkeologi dan Antropologi)|url=https://jurnal.ugm.ac.id/jurnal-humaniora/article/view/790|journal=Humaniora|volume=15|issue=2|pages=224-233|doi=|ref={{sfnref|Putranto|2003}}}}
* {{Cite journal|last=Soehardji|first=R|date=2002|title=Prabu Browidjojo V Lan Keturunane|url=|journal=Djoko Lodang|volume=XXXII|issue=26|pages=|doi=|ref={{sfnref|Soehardji|2002}}}}
|