Jayabaya: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
fix data Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
(27 revisi perantara oleh 8 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{No footnotes|date=Mei 2024}}
{{tentang|raja Kediri|Jayabaya (disambiguasi)}}
{{infobox royalty
| name = Jayabhaya
| title = Sri Maharaja Sang Mapanji Jayabhaya Sri Warmeswara Madhusudana Awataranindita Suhtrisingha Parakrama Uttunggadewa▼
| image = Bali-lontar-Balai Bahasa Bali-Kakawin Bharatayuda.jpg
▲|title = Sri Maharaja Sang Mapanji Jayabhaya Sri Warmeswara Madhusudana Awataranindita Suhtrisingha Parakrama Uttunggadewa
| caption = Bali-lontar-Kakawin_Bharatayuda.
|birth_date = [[Daha]]▼
|birth_place = [[Jawa Timur]]▼
| moretext =
▲| birth_date = [[Daha]]
▲| birth_place = [[Jawa Timur]]
|place of burial = Pamuksan Sri Aji Joyoboyo, Desa Menang, Kecamatan Pagu, [[Kabupaten Kediri]], [[Jawa Timur]]▼
| death_place = [[Menang, Pagu, Kediri|Pamenang]], [[Kabupaten Kediri|Kediri]]
|royal house = [[Wangsa Isyana|Isyana]]▼
▲| place of burial = [[Petilasan Sri Aji Joyoboyo|Pamuksan Sri Aji Joyoboyo]], Desa Menang, [[Pagu, Kediri|Kecamatan Pagu]], [[Kabupaten Kediri]], [[Jawa Timur]]
▲| royal house = [[Wangsa Isyana|Isyana]]
| issue =
| reign = 1135–1159 M
▲| succession = Raja [[Kadiri]] ke-4
| predecessor = [[Sri Bameswara]]
| successor = [[Sri Sarweswara]]
| father =
| mother =
| wife =
| religion = [[Waisnawa|Hindu Waisnawa]]
|regnal name = Pāduka Śrī Mahārāja Sang Mapañji Jayabhaya Śrī Warmmeśwara Madhusudanāwatārānindita Suhṛtsingha Parākrama Digjayottunggadewanāma
}}
'''Sri Warmeswara''' atau '''Jayabhaya''' ({{lang-jv|꧋ꦗꦪꦧ꧀ꦲꦪ}}; {{IPA-jv|Joyoboyo}}; adalah [[
== Pemerintahan Jayabhaya ==
Pada [[
Kemenangan Jayabhaya atas [[
▲Kemenangan Jayabhaya atas [[Jenggala]] disimbolkan sebagai kemenangan [[Pandawa]] atas [[Korawa]] dalam ''[[kakawin Bharatayuddha]]'' yang digubah oleh [[empu Sedah]] dan [[empu Panuluh]] tahun 1157.
Tidak diketahui
==Membunuh Pertapa Sukesi==
Dari Cerita Rakyat Terbunuhnya Pertapa Sukesi, Sukesi adalah besan dari Prabu Jayabaya, ketika Prabu Jayabaya menerima undangan Sukesi melalui Putranya yang merupakan menantu dari Pertapa Sukesi. Sukesi memberi suguhan tiga "tampah" (wadah dari anyaman bambu), ketiga tampah ditutupi dengan kain putih, kemudian Sukesi mempersilahkan Jayabaya mencicipi jamuan agung. Begitu kain putih penutup makanan disingkap yang terlihat
Setelah diistana selama berhari hari putra sang Prabu mengurung diri dikamar mogok makan, sampai kemudian Prabu Jayabaya menanyakan apa yang dipikirkan anaknya tersebut. Sang Putra menyampaikan bahwa Ayahnya sebagai raja telah berlaku tidak adil dengan membunuh Sukesi yang merupakan Ayah mertua
Jayabaya kemudian menjelaskan bahwa kesalahan Sukesi sudah kelewat batas sehingga agar kesalahanya tidak diteruskan endang-nya juga harus dibunuh.
Sang Prabu kemudian menjelaskan tampah yang bundar adalah lambang dari dunia, serta rempah
tidak == Jayabhaya dalam Tradisi Jawa ==
[[File:Serat Jayabaya.pdf|thumb|''Serat Jayabaya'' edisi 1932]]
Nama besar Jayabhaya tercatat dalam ingatan masyarakat [[Jawa]], sehingga namanya muncul dalam kesusastraan [[Jawa]] zaman [[Mataram Islam]] atau sesudahnya sebagai '''Prabu Jayabaya'''. Contoh naskah yang menyinggung tentang Jayabaya adalah ''[[Babad Tanah Jawi]]'' dan ''Serat Aji Pamasa''.▼
▲Nama besar raja Jayabhaya masih tercatat dalam ingatan masyarakat [[Suku Jawa|Jawa]], sehingga namanya muncul dalam kesusastraan
Dikisahkan Jayabaya adalah titisan [[Wisnu]]. Negaranya bernama '''Widarba''' yang beribu kota di '''Mamenang'''. Ayahnya bernama Gendrayana, putra Yudayana, putra [[Parikesit]], putra [[Abimanyu]], putra [[Arjuna]] dari keluarga [[Pandawa]].▼
▲Dikisahkan Jayabaya adalah titisan dari [[Wisnu]]. Negaranya bernama '''Widarba''' yang beribu kota di '''Mamenang'''. Ayahnya bernama Gendrayana, putra Yudayana, putra [[Parikesit]], putra [[Abimanyu]], putra [[Arjuna]] dari keluarga [[Pandawa]].
Permaisuri Jayabaya bernama Dewi Sara. Lahir darinya Jayaamijaya, Dewi Pramesti, Dewi Pramuni, dan Dewi Sasanti. Jayaamijaya menurunkan raja-raja tanah [[Jawa]], bahkan sampai [[Majapahit]] dan [[Mataram Islam]]. Sedangkan Pramesti menikah dengan Astradarma raja Yawastina, melahirkan [[Anglingdarma]] raja Malawapati.▼
▲Permaisuri Jayabaya bernama Dewi Sara. Lahir darinya Jayaamijaya, Dewi Pramesti, Dewi Pramuni, dan Dewi Sasanti. Jayaamijaya menurunkan raja-raja tanah [[Jawa]], bahkan sampai kepada [[Majapahit]] dan [[Mataram Islam]]. Sedangkan Pramesti menikah dengan Astradarma raja Yawastina, melahirkan [[Anglingdarma]] raja Malawapati.
Jayabaya turun takhta pada usia tua. Ia dikisahkan [[moksha]] di desa [[Menang, Pagu, Kediri|Menang]], [[Pagu, Kediri|Kecamatan Pagu]], [[Kabupaten Kediri]]. Tempat petilasannya tersebut dikeramatkan oleh penduduk setempat dan masih ramai dikunjungi sampai sekarang.
Baris 68 ⟶ 69:
Ramalan Jayabaya ditulis ratusan tahun yang lalu, oleh seorang raja yang adil dan bijaksana di [[Kadiri]]. Raja itu bernama Prabu Jayabaya (1135-1159). Ramalannya kelihatannya begitu mengena dan bahkan masih diperhatikan banyak orang ratusan tahun setelah kematiannya. [[Soekarno|Bung Karno]] pun juga merasa perlu berkomentar tentang ramalan ini.
<blockquote>
:: "Tuan-tuan Hakim, apakah sebabnya rakyat senantiasa percaya dan menunggu-nunggu datangnya "Ratu Adil", apakah sebabnya sabda Prabu Jayabaya sampai hari ini masih terus menyalakan harapan rakyat ? Tak lain ialah karena hati rakyat yang menangis itu, tak habis-habisnya menunggu-nunggu, mengharap-harapkan datangnya pertolongan. Sebagaimana orang yang dalam kegelapan, tak berhenti-berhentinya menunggu-nunggu dan mengharap-harap "''Kapan, kapankah Matahari terbit''?". (Soekarno, 1930, ''Indonesia'' ''Menggugat'') </blockquote>
Ramalan Jayabaya ini memang lumayan fenomenal, banyak ramalannya yang bisa ditafsirkan mendekati keadaan sekarang. Di antaranya:
Baris 81 ⟶ 83:
Banyak juga teori tentang manusia-manusia istimewa yang datang membawa perubahan. Di dunia, orang-orang itu sering disebut "Promethean", diambil dari nama dewa Yunani Prometheus yang memberikan api (pencerahan) pada manusia. Toynbee menamakannya ''Creative Minorities''. Tapi mereka bukan sekadar “manusia-manusia ajaib”, melainkan orang-orang yang memiliki kekuatan dahsyat, yaitu kekuatan ilmu, dan kecintaan pada bangsanya, sesama manusia, dan pada Tuhannya. Dan perhatikan lanjutan pidato Bung Karno ini:
<blockquote>
:: "Selama kaum intelek Bumiputra belum bisa mengemukakan keberatan-keberatan bangsanya, maka perbuatan-perbuatan yang mendahsyatkan itu (pemberontakan) adalah pelaksanaan yang sewajarnya dari kemarahan-kemarahan yang disimpan … terhadap usaha bodoh memerintah rakyat dengan tidak memperhatikan dengan sungguh-sungguh keinginan-keinginan dan kepentingan-kepentingan mereka…"
</blockquote>
Satria piningit, adalah orang-orang yang peduli pada bangsanya, berilmu tinggi, dan telah memutuskan untuk berbuat sesuatu. Mereka lah, dan hanya merekalah yang bisa melawan kehancuran, dan akhirnya membangkitkan peradaban.
Baris 94 ⟶ 98:
* [[Slamet Muljana]]. 2005. ''Menuju Puncak Kemegahan'' (terbitan ulang 1965). Yogyakarta: LKIS
* [[Slamet Muljana]]. 1979. ''Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya''. Jakarta: Bhratara
{{kotak mulai}}▼
{{kotak suksesi|jabatan=Raja Kadiri|tahun=1135—1157|pendahulu=[[Sri Bameswara]]|pengganti=[[Sri Sarweswara]]}}▼
{{kotak selesai}}▼
[[Kategori:Raja Kadiri]]▼
== Lihat pula ==
* [[Kerajaan
* [[Ramalan Jayabaya]]
* [[Kyai Tunggul Wulung]]
* [[Buta Locaya]]
▲{{kotak mulai}}
▲{{kotak suksesi|jabatan=Raja Kadiri|tahun=1135—1157|pendahulu=[[Sri Bameswara]]|pengganti=[[Sri Sarweswara]]}}
▲{{kotak selesai}}
▲[[Kategori:Raja Kadiri]]
[[Kategori:Kerajaan Kadiri]]
[[Kategori:Tokoh Jawa Timur]]
|