Jayabaya: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Rakehino (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Rakehino (bicara | kontrib)
fix data
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(16 revisi perantara oleh 6 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{No footnotes|date=Mei 2024}}
{{tentang|raja Kediri|Jayabaya (disambiguasi)}}
{{infobox royalty
| name = Jayabhaya
| title = Sri Maharaja Sang Mapanji Jayabhaya Sri Warmeswara Madhusudana Awataranindita Suhtrisingha Parakrama Uttunggadewa
|image =
| image = Bali-lontar-Balai Bahasa Bali-Kakawin Bharatayuda.jpg
|title = Sri Maharaja Sang Mapanji Jayabhaya Sri Warmeswara Madhusudana Awataranindita Suhtrisingha Parakrama Uttunggadewa
| caption = Bali-lontar-Kakawin_Bharatayuda.
|birth_date = [[Daha]]
| succession = Raja [[Panjalu]]/[[Kadiri]]
|birth_place = [[Jawa Timur]]
| moretext =
|death_date = [[1179]]
| birth_date = [[Daha]]
|death_place = Pamenang, Kediri
| birth_place = [[Jawa Timur]]
|place of burial = Pamuksan Sri Aji Joyoboyo, Desa Menang, Kecamatan Pagu, [[Kabupaten Kediri]], [[Jawa Timur]]
| death_place = [[Menang, Pagu, Kediri|Pamenang]], [[Kabupaten Kediri|Kediri]]
|royal house = [[Wangsa Isyana|Isyana]]
| place of burial = [[Petilasan Sri Aji Joyoboyo|Pamuksan Sri Aji Joyoboyo]], Desa Menang, [[Pagu, Kediri|Kecamatan Pagu]], [[Kabupaten Kediri]], [[Jawa Timur]]
|issue = *Jaya Amijaya
| royal house = [[Wangsa Isyana|Isyana]]
*Dewi Pramesti
| issue =
*Dewi Pramuni
| reign = 1135–1159 M
*Dewi Sasanti
| succession = Raja [[Panjalu]]
| reign = 1135 - 1159
| predecessor = [[Sri Bameswara]]
| successor = [[Sri Sarweswara]]
| father = Gendrayana
| mother =
| wife = Dewi Sara
| religion = [[Waisnawa|Hindu Waisnawa]]
|regnal name = Pāduka Śrī Mahārāja Sang Mapañji Jayabhaya Śrī Warmmeśwara Madhusudanāwatārānindita Suhṛtsingha Parākrama Digjayottunggadewanāma
}}
'''Sri Warmeswara''' atau '''Jayabhaya''' ({{lang-jv|꧋ꦗꦪꦧ꧀ꦲꦪ}}; {{IPA-jv|Joyoboyo}}; adalah [[KadiriPanjalu|Raja]] [[Kerajaan Panjalu|Panjalu]] yang memerintah sekitar tahun 1135-1159 M. denganDengan namabergelar gelar ''abhisekanya''[[Abhiseka|abhisekanama]] yang digunakan ialah '''Sri Maharaja Sang Mapanji Jayabhaya Sri Warmeswara Madhusudana Awataranindita Suhtrisingha Parakrama Uttunggadewa'''.<ref>https://www.britannica.com/biography/Jayabhaya</ref> Pemerintahan dari Prabu Jayabhaya dianggap sebagai masa kejayaan [[Kerajaan Panjalu]]. Peninggalan sejarahnya di antaranya adalah [[prasasti Hantang]] (1135 M), [[prasasti Talan]] (1136 M), [[prasasti Jepun]] (1144 M) serta [[kakawin Bharatayuddha]] (1157 M).
Pemerintahan prabu Jayabhaya dianggap sebagai masa kejayaan [[Kerajaan Panjalu]]. Peninggalan sejarahnya berupa [[Prasasti Hantang]] (1135), [[Prasasti Talan]] (1136), dan [[Prasasti Jepun]] (1144), serta ''[[Kakawin Bharatayuddha]]'' (1157).
 
== Pemerintahan Jayabhaya ==
Pada [[Prasastiprasasti Hantang]] yang diterbitkan tahun 1135, atau juga disebut prasasti Ngantang yang diterbitkan tahun 1135, terdapat kalimat semboyan ''Panjalu Jayati'' yang artinya adalah ''Kadiri Menang''. Prasasti ini dikeluarkan sebagai piagam pengesahan anugerah untuk penduduk desa Ngantang yang tetap setia pada [[Kadiri]] selama masa perang melawan [[Janggala]]. Dari prasasti tersebut dapat diketahui bahwa Jayabhaya adalah raja yang berhasil mengalahkan [[Janggala]] dan mempersatukannya kembali dengan [[Kadiri]].
Dari prasasti tersebut dapat diketahui kalau Jayabhaya adalah raja yang berhasil mengalahkan [[Janggala]] dan mempersatukannya kembali dengan [[Kadiri]].
Kemenangan Jayabhaya atas [[Janggala]] disimbolkan sebagai kemenangan [[Pandawa]] atas [[Korawa]] dalam ''[[kakawin Bharatayuddha]]'' yang digubah oleh [[empu Sedah]] dan [[empu Panuluh]] tahun 1157.
 
PadaDalam [[Prasastiprasasti Talan]] tahun 1136, raja Jayabhaya menganugerahkan desa Talan sebagai sima karena telah menyimpan prasasti ripta ''(lontar)'' dari masa leluhurnya [[wangsa Isyana]] yaitu [[Airlangga]] lontar tersebut disalin ke prasasti batu dan diberi tambahan anugerah lain karena warga Talan telah berbakti kepada Paduka Mpungku yang memiliki cap kerajaan Lancana Garuda Mukha. Paduka Mpungku ialah gelar Prabu Airlangga setelah turun tahta menjadi pertapa atau resi. Prabu Jayabhaya sendiri mengklaim bahwa Raja Airlangga adalah nenek moyangnya.
 
Tidak diketahui dengan pasti kapan Prabu Jayabaya turun takhtatakhtanya. Raja selanjutnya yang memerintah Kadiri berdasarkan [[Prasastiprasasti Padelegan]]Padlegan II]], tertanggal 23 September 1159 adalah [[Sri Sarweswara]]. Menurut [[Prasasti Jaring]], Sri Sarweswara merebut kekuasaan dari raja Jayabaya.
 
==Membunuh Pertapa Sukesi==
Dari Cerita Rakyat Terbunuhnya Pertapa Sukesi, Sukesi adalah besan dari Prabu Jayabaya, ketika Prabu Jayabaya menerima undangan Sukesi melalui Putranya yang merupakan menantu dari Pertapa Sukesi. Sukesi memberi suguhan tiga "tampah" (wadah dari anyaman bambu), ketiga tampah ditutupi dengan kain putih, kemudian Sukesi mempersilahkan Jayabaya mencicipi jamuan agung. Begitu kain putih penutup makanan disingkap yang terlihat adalahbukan makanan tetapi hanyalah rempah- rempah dan umbi-umbian termasuk kunyit dan jahe, seketika itu juga Prabu Jayabaya mencabut keris dan membunuh Pertapa Sukesi dan selanjutnya membunuh pula "endang" (asisten) sang Pertapa. Kemudian tanpa memberi penjelasan Prabu Jayabaya mengajak putranya pulang.
 
Setelah diistana selama berhari hari putra sang Prabu mengurung diri dikamar mogok makan, sampai kemudian Prabu Jayabaya menanyakan apa yang dipikirkan anaknya tersebut. Sang Putra menyampaikan bahwa Ayahnya sebagai raja telah berlaku tidak adil dengan membunuh Sukesi yang merupakan Ayah mertua bahkan tidak cuma itudan Endang -nya yang juga dibunuh tanpa diadili hanya karena menyuguhkan rempah-rempah dan bumbu dapur sebagai jamuan.
Jayabaya kemudian menjelaskan bahwa kesalahan Sukesi sudah kelewat batas sehingga agar kesalahanya tidak diteruskan endang-nya juga harus dibunuh.
 
Sang Prabu kemudian menjelaskan tampah yang bundar adalah lambang dari dunia, serta rempah -rempah yang ada didalamnya adalah segala kejadian yang akan terjadi di bumi nusantaradunia, kemudian maksud dari ditutup kain putih adalah semua kejadian itu tidak akan terjadi bila seluruh penduduk nusantararakyat menjadi Pertapapertapa suci, dan Jayabaya menjelaskan bahwa semua itu harus terjadi, mencegahnya terjadi adalah menentang kehendak Tuhan,. setiapSetiap uraian ini ditulis oleh putranya dan dibukukan sebagai petunjuk apa yang akan terjadi dikemudian hari, diakhir penjelasan Jayabaya menyampaikan bahwa tugasnya yang paling besar dalam kelahirannya saat itu adalah melakukan
tidak itumenentang kehendak Tuhan, dan menjamin bahwa yang telah ditakdirkan untuk terjadi harus terjadi,. Sang Prabu Jayabaya juga menyampaikan Ia telah lahir empat kali untuk melakukan ini semua dan akan terlahir tiga kelahiran lagi untuk melakukan tugas yang sama, memastikan dunia berjalan sesuai yang telah ditentukan
 
== Jayabhaya dalam Tradisi Jawa ==
[[File:Serat Jayabaya.pdf|thumb| ''Serat Jayabaya'' edisi 1932]]
 
Nama besar raja Jayabhaya masih tercatat dalam ingatan masyarakat [[Suku Jawa|Jawa]], sehingga namanya muncul dalam kesusastraan [[Jawa]] di zaman kemudian yakni era [[Mataram Islam]] atau sesudahnya sebagai '''Prabu Jayabaya''' atau Sri Aji Joyoboyo. Contoh naskah yang menyinggung tentang Jayabaya adalah ''[[Babad Tanah Jawi]]'' dan ''Serat Aji Pamasa''.
 
Dikisahkan Jayabaya adalah titisan dari [[Wisnu]]. Negaranya bernama '''Widarba''' yang beribu kota di '''Mamenang'''. Ayahnya bernama Gendrayana, putra Yudayana, putra [[Parikesit]], putra [[Abimanyu]], putra [[Arjuna]] dari keluarga [[Pandawa]].
 
Permaisuri Jayabaya bernama Dewi Sara. Lahir darinya Jayaamijaya, Dewi Pramesti, Dewi Pramuni, dan Dewi Sasanti. Jayaamijaya menurunkan raja-raja tanah [[Jawa]], bahkan sampai kepada [[Majapahit]] dan [[Mataram Islam]]. Sedangkan Pramesti menikah dengan Astradarma raja Yawastina, melahirkan [[Anglingdarma]] raja Malawapati.
 
Jayabaya turun takhta pada usia tua. Ia dikisahkan [[moksha]] di desa [[Menang, Pagu, Kediri|Menang]], [[Pagu, Kediri|Kecamatan Pagu]], [[Kabupaten Kediri]]. Tempat petilasannya tersebut dikeramatkan oleh penduduk setempat dan masih ramai dikunjungi sampai sekarang.
Baris 99 ⟶ 98:
* [[Slamet Muljana]]. 2005. ''Menuju Puncak Kemegahan'' (terbitan ulang 1965). Yogyakarta: LKIS
* [[Slamet Muljana]]. 1979. ''Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya''. Jakarta: Bhratara
{{kotak mulai}}
{{kotak suksesi|jabatan=Raja Kadiri|tahun=1135—1157|pendahulu=[[Sri Bameswara]]|pengganti=[[Sri Sarweswara]]}}
{{kotak selesai}}
 
[[Kategori:Raja Kadiri]]
[[Kategori:Kerajaan Kadiri]]
[[Kategori:Tokoh Jawa Timur]]
[[Kategori:Tokoh Jawa]]
 
== Lihat pula ==
Baris 114 ⟶ 105:
* [[Buta Locaya]]
 
{{kotak mulai}}
{{kotak suksesi|jabatan=Raja Kadiri|tahun=1135—1157|pendahulu=[[Sri Bameswara]]|pengganti=[[Sri Sarweswara]]}}
{{kotak selesai}}
 
[[Kategori:Raja Kadiri]]
[[Kategori:Kerajaan Kadiri]]
[[Kategori:Tokoh Jawa Timur]]